Anda di halaman 1dari 17

akulturasi dan

asimilasi
Kebudayaan hindu buddha dan islam
​1. Batik Lasem
• Kontak budaya Tionghoa-Jawa meninggalkan hasil karya berupa
batik pesisir utara yang terkenal dengan sebutan Batik Lasem.
Perkembangan batik di Lasem, konon dimulai sejak masa Na Li Ni
atau Si Putri Campa istri Bi Nang Un, seorang anggota ekspedisi
Cheng He (1405-1433) yang memperkenalkan teknik membatik pada
abad ke-15. Masa keemasan perusahaan batik yang dibangun oleh
orang-orang Tionghoa Lasem dimulai sekitar 1860-an. Perusahaan
batik saat itu merupakan usaha yang paling menguntungkan setelah
perdagangan candu. Tak heran motif batik Lasem mendapat pengaruh
corak simbolik tradisi Tionghoa yang bersanding dengan motif lokal.
2. Masjid Kudus
• Menara masjid Kudus merupakan perwujudan bangunan hasil
akulturasi antara dua kebudayaan Hindu-Jawa dengan Islam. Budaya
Hindu-Jawa sendiri tercermindari bangunan yang mirip candi.
Sedangkan budaya Islam tercermin dari penggunaannya untuk adzan.
Cerminan akulturasi dari masjid ini juga tercermin dari corak bagian
gapura dan juga pada bagian dalam masjid yang memiliki sepasang
gapura kuno yang disebut dengan “Lawang Kembar”. Akulturasi sendiri
merupakan percampuran dua budaya atau lebih yang tidak menghapus
budaya aslinya.
• Cerminan akulturasi pada Masjid Kudus terlihat sangat kental akan
• Akulturasi lain yang tampak pada masjid tersebut adalah jumlah
keran pada air wudhu-nya yang berjumlah delapan dengan arca
di atasnya. Perlu diketahui, angka delapan sangat kental sekali
dala ajaran Buddha, yaitu delapan Jalan Kebenaran atau Asta
Sanghika Marga. Selain itu, terdapat juga kompleks makam
Sunan Kudus dan para pewarisnya di sana yang pasti desain
makam tersebut terakulturasi dengan budaya Hindu-Buddha.
3. Tahlilan
• Tahlilan dimulai pada hari di mana orang bersangkutan meninggal, biasanya pada
malam hari setelah salat magrib atau isya. Dalam pelaksanaannya, dibacakan ayat-
ayat dari Al-Quran, terutama Surat Yaasin hingga dari ayat pertama hingga terakhir,
doa-doa agar sang almarhum/almarhumah diampuni segala dosanya dan diterima
amal-ibadahnya, serta salawat (salam) terhadap Nabi Muhammad beserta para
kekuarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya. 
• Peringatan 7, 40, dan 100 hari merupakan tradisi Indonesia pra-Islam, yakni budaya
lokal yang telah bersatu dengan tradisi Hindu-Buddha. Pada zaman Majapahit,
penghormatan terhadap orang yang meninggal dilakukan secara bertahap, yakni
pada hari orang bersangkutan meninggal, 3 hari kemudian, 7 hari kemudian, 40 hari
kemudian, 1 tahun kemudian, 2 tahun kemudian, dan 1000 hari kemudian.
• Terbukti bahwa tahlilan bukanlah murni ajaran Islam. Mengapa?
Karena Nabi Muhammad SAW pun tak pernah menganjurkan
tahlilan yang hanya ditemui di Indonesia. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas, bahwa peringatan terhadap orang yang
meninggal bukan merupakan tradisi Islam, melainkan tradisi
Hindu-Buddha yangs sekarang masih dilaksanakan. Dengan
akulturasi budaya, Islam menghilangkan bagian-bagian yang
kurang tepat menurut pandangan Islam itu sendiri, dan
disebutlah tahlilan. Islam juga memperingati hari kematian
seseorang seperti layaknya Hindu-Buddha, namun dikemas dan
4. Ziarah
• Meskipun ziarah kadang ‘disalahgunakan’ oleh orang-orang
dengan memuja arwah dengan maksud meminta kekuatan ghaib
atau kebahagiaan dunia, namun kita bisa melihat bagaimana
budaya Islam dan Hindu-Buddha bercampur di sana. Hindu-
Buddha memiliki tradisi untuk memuja arwah nenek moyang
salah satunya dengan mendatangi makam arwah tersebut dan
merawatnya sebaik mungkin. Maka, Islam menghilangkan kata
‘memuja arwah’ tersebut dengan tradisi mendoakan arwah,
dengan tujuan tidak lain adalah agar keluarga yang meninggal
tenang di alam sana. Walau memang ziarah ini kadang dianggap
5. Sekaten
• Siapa yang tidak mengenal acara Sekaten? Acara ini diciptakan
oleh Sunan Bonang guna memperingati Maulud Nabi Muhammad
SAW. Alkukturasi Hindu-Buddha sangat kental dalam acara ini.
Mengingat hal-hal seperti tumpeng dan pertunjukan gamelan
serta wayang yang ditampilkan dalam Sekaten merupakan tradisi
nenek moyang kita, sedangkan acara memperingati kelahiran
Rasulullah SAW sendiri merupakan acara keagamaan Islam
6. Kebatinan
• Kebatinan merupakan bentuk kerohanian yang menggabungkan
kepercayaan agama kuno orang Jawa dengan tradisi mistik
Hindu, Buddha, dan sufi-Islam (dan juga Kristen). Para pengikut
kebatinan tidak bisa dibilang pemeluk agama Islam, karena
mereka tidak sembahyang lima waktu. Sebagai gantinya mereka
memuji roh-roh nenek moyang seperti yang dilakukan agama
Hindu-Buddha. Tujuan mereka mengikuti acara kebatinan ini
adalah, contohnya agar terhindar dari marabahaya. Mereka
sebenarnya tahu tentang tokoh-tokoh Islam, namun mereka
dengan cara yang salah malah memuji tokok-tokoh tersebut.
7. Tembang
• Selain Sunan Bonang, dakwah dengan menggunakan media seni
dilakukan oleh Sunan Giri. Ia menciptakan lagu-lagu bernuansa
Islam namun dengan langgam (nada-irama) Jawa. seperti “Ilir-
ilir” dan “Jamuran”. Sunan Drajat pun menciptakan tembang
berbahasa Jawa, yakni “Pangkur”. Tak ketinggalan, Sunan Muria
ikut menciptakan tembang seperti “Sinom” dan “Kinanti”.
Tembang “Sinom” umumnya menggambarkan suasana ramah
tamah dan berisi nasehat, sedangkan “Kinanti” yang bernada
gembira digunakan guna menyampaikan ajaran agama, nasihat,
dan filsafat hidup. Sementara itu, Sunan Kalijaga berhasil
8. Keraton
• Perpaduan budaya dalam bentuk bangunan dapat dilihat dari bentuk arsitektur pada keraton sebagai
tempat raja. Keraton yang berada di Jawa dan Sumatera kebanyakan merupakan perpaduan antara
budaya Islam dengan Hindu dan Buddha. Keraton-keraton yang terdapat di Jawa, lazimnya dihiasi
dengan ornamen-ornamen hiasan khas Islam yang dipadukan dengan ornamen Jawa yang Hindu-
Buddha. Pada gerbang tempat masuk kerajaan dihiasi oleh gapura dan makara model Majapahit atau
Singasari. Ruangan-ruangan di dalam keraton tersebut dihiasi ukiran-ukiran yang memadukan unsur
Islam dengan Hindu-Buddha.
9. Makam (Contohnya Makam Fatimah Binti Maimun di Leran, Gresik yang berangka tahun 1082 M)
• Ukuran makam Fatimah Binti Maimun jauh lebih panjang dari makam umumnya. Hal ini karenakan
didalam makam tersebut dikebumikan pula peninggalan yang bersangkutan berupa pusaka dan harta
pemiliknya karena tidak ada ahli waris yg sah, dan dikhawatirkan akan dikuasai penguasa kerajaan
yang masih memeluk agama Budha. Sedangkan saat itu Fatimah Binti Maimun sudah memeluk agama
Islam. Maka, arsitektur makam tersebut menyerupai candi Hindu-Buddha
9. Karya Sastra
• Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari
perpaduan sastra pengaruh Hindu-Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat
pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat
dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab
Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada
jaman Hindu
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. 
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya
Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil,
Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi
ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
10. Kalender Jawa
• Sultan Agung dari Kerajaan Mataram yang saat itu menjabat,
membuat sebuah terobosan di mana beliau membuat sistem
penanggalan yang merupakan bagian dari kalender Saka (Hindu)
dan kalender Hijriah dan diberi nama Kalender Jawa. Beliau
mengubah nama bulan dari kata misalnya dari Muharam
menjadi Syura, Ramadhan menjadi Pasa, dll. Sedangkan untuk
nama hari tetap menggunakan nama Arab. Sampai sekarang,
penanggalan tersebut masih digunakan dan mendarah daging di
Jawa.
11. Seni Rupa dan
Arsitektur
Selain desain arsitektur pada
atam tumpang saka guru
masjid, kita bisa menemui
desain-desain akulturasi Hindu-
Buddha dan Islam pada gapura-
gapura di desa-desa. Atau kita
bisa melihat ukiran-ukiran pada
masjid yang kental dengan
budaya Hindu-Buddha tetapi
dengan objek tumbuhan atau
ornamen sesuai dengan ajaran
Islam.
Asimilasi
•  Proses asimilasi kebudayaan di indonesia terjadi karena adanya kebudayaan asing yang
masuk ke dalam kebudayaan pribumi.Sebelum agama islam datang ke nusantara,
masyarakat telah mengenal sistem kepercayaan animisme dan dinamisme, Animisme
adalah kepercayaan terhadap semua benda di bumi ini memiliki jiwa atau roh yang harus
di hormati agat roh-roh tersebut tidak menggangu manusia.
•  Adapun kepercayaan dinamisme adalah kepercayaanterhadap segala yang berbentuk
besar, seperti gunung, pohon besar, dan lain sebagainnya memiliki kekuatan gaib dan
harus dijaga. Dalam kurun beberapa waktu, tepatnya kurang lebih abad ke-3 dan ke-4 M
kebudayaan masyarakat indonesia mengalami asimilasi dengan kebudayaan asing, yaitu
agama hindu buddha. Setelah masuknya kedua agama tersebut maka banyak pemduduk
yang mulai berganti kepercayaan dari animisme dan dinamisme menjadi Hindu-Buddha
• Pada saat kebudayaan Hindu-Buddha masuk ke indonesia banyak
perubahan yang terjadi. Mulai dari sistem pemerintahan, ekonomi,
kehidupan sosial, pendidikan, bahkan kesenian. semua itu
dikarenakan kebudayaan Hindu- buddha yang mempengaruhi
masyarakat Indonesia. Akan tetapi, kebudayaan Hindu-buddha tidak
berlangsung lama. Pada abad ke-7 M atau abad ke-1 H, agama Islam
datang ke bumi nusantara dan memberikan warna yang berbeda.
Islam datang di indonesia di bawa oleh para ulama yang sedang
berdagang ke negeri cina. Para ulama yang datang dari arab, India,
Persia banyak bersinggah di wilayah indonesia. Dan pada saat
• Islam datang ke indonesia bukan karena peperangan, tapi karena islam dikenalkan
dengan car yang santun mulai jalur perdagangan.Karena masyarakat merasa tertarik
dengan ajaran-ajaran Islam, maka pada abad ke-13 agama Islam mulai berkembang
pesat di indonesia.Pada saat itu, banyak dari klangan ningrat atau raja yang memeluk
agama islam. Dan tindakan para kalangan terhomat tersebut akhirnya diikuti oleh
para rakyatnya.Bahkan, banyak pula kerajaan-kerajaan Hindu buddha yang ada
sebelum datangnya Islam pun menjadi kerajaan-kerjaan islam.
•  Gambaran di atas merupakan bentuk terjadinya proses asimilasi kebudayaan dan
agama yang datang dari luar Indonesia. Karena adanya asimilasi tersebut penduduk
Indonesia bisa mengenal sistem kerajaan, sistem politik, sistem ekonomi, sistem
pendidikan, dan lain sebgainya. Sistem-sitem yang berdasarkan agama Islam itu pun
selalu berkembang hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai