Anda di halaman 1dari 7

MACAM-MACAM PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Agama sering dipahami sebagai sumber gambaran-gambaran yang sesunguhnya tentang
dunia ini, sebab ia diyakini berasal dari wahyu yang diturunkan oleh untuk semua manusia.
Namun, dewasa ini, agama kerap kali dikritik karena tidak dapat mengakomidir segala
kebutuhan manusia, bahkan agama dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, karena
berangkat dari sanalah tumbuh berbagai macam konflik, pertentangan yang terus meminta
korban. Kemudian sebagai tanggapan atas kritik itu, orang mulai mempertanyakan kembali dan
mencari hubungan yang paling otentik antara agama dengan masalah-masalah kehidupan sosial
budaya kemasyarakatan yang berlaku dewasa ini. Apa yang menjadi kritik terhadap agama
adalah bahwa agama, tepatnya pemikiran-pemikiran keagamaannya terlalu menitik beratkan
pada struktur-struktur logis argument tekstual (mormative). Ini berarti mengabaikan segala
sesuatu yang membuat agama dihayati secara semestinya. Struktur logis tidak pernah
berhubungan dengan tema-tema yang menyangkut tradisi, kehidupan sosial dan kenyataan-
kenyataan yang ada di masyarakat.
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk
tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih
bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Seiring perubahan waktu dan perkembangan zaman ,
agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau
berhenti sekedar di sampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan
cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi pemikiran keagamaan,
khususnya berkaitan dengan pendekata-pendekatan teologis dan pendekatan filosofis.
A. Definisi Pendekatan dan Metodologi Studi Islam
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Sedangkan metode dipahami lebih sempit
dari pendekatan. Metode memiliki arti cara atau jalan yang dipilih dalam upaya memahami
sesuatu. Dalam hal ini, memahami ajaran agama yang bersumber dari Alquran dan Hadits.[1]
Berikut akan dijelaskan beberapa pendekatan studi Islam, yang umumnya meliputi: (1)
Pendekatan Teologis Normatif; (2) Pendekatan Antropologis; (3) Pendekatan Sosiologis; (4)
Pendekatan Filosofis; (5) Pendekatan Historis; (6) Pendekatan Psikologis; dan (7) Pendekatan
Ideologis Komprehensif.

1. Pendekatan Teologis Normatif


Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai
upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari
suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan lainnya. Pendekatan normatif dapat diartikan studi Islam yang memandang
masalah dari sudut legal formal atau dari segi normatifnya. Dengan kata lain, pendekatan
normatif lebih melihat studi Islam dari apa yang tertera dalam teks Alquran dan
Hadits.[2]Melalui pendekatan teologis normatif ini, seseorang memiliki sikap militansi dalam
beragama, yakni berpegang teguh kepada yang diyakininya. Namun pendekatan ini biasa
berkaitan dengan tauhid dan ushuluddin semata.

2. Pendekatan Antropologis
Dalam konteksnya sebagai metodologi, Antropologi merupakan ilmu tentang masyarakat
dengan bertitik tolak dari unsur-unsur tradisional, mengenai aneka warna, bahasa-bahasa dan
sejarah perkembangannya serta persebarannya, dan mengenai dasar-dasar kebudayaan manusia
dalam masyarakat. Memahami Islam secara antropologis memiliki makna memahami Islam
dengan mengungkap tentang asal-usul manusia yang berbeda dengan pandangan Teori Evolusi
(The Origin of Species) nya Charles Darwin. Bisa juga memahami misalnya, tentang kisah
Ashabul Kahfi yang tidur selama kurang lebih 309 tahun. Ini merupakan salah satu topik yang
menarik untuk diteliti melalui pendekatan antropologis.[3]
3. Pendekatan Sosiologis
Pada prinsipnya, Sosiologi merupakan sebuah kajian ilmu yang berkaitan denganaspek
hubungan sosial manusia antara yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu
dengan yang lain. Pendekatan Sosiologi merupakan sebuah pendekatan dalam memahami Islam
dari kerangka ilmu sosial, atau yang berkaitan dengan aspek hubungan sosial manusia antara
yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu dengan yang lain.[4]
4. Pendekatan Filosofis
Metode filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal
dengan meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal dan
integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat sesuatu). Harun Nasution
(1979:36) mengemukakan bahwa berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-
luasnya dan sebebas-bebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar
segala dasar.
Metode ini sangat lemah, sebagaimana dikemukakan Arkoun (1994:55) bahwa sikap filsafat
mengunjung diri dalam batas-batas anggitan dan metodologi yang telah ditetapkan oleh nalar
mandiri secara berdaulat. Selain itu, terkesan metode filsafat ini melakukan pemaksaan gagasan-
gagasan. Hal ini dikemukakan Amal dan Panggabean (1992:19), gagasan-gagasan yang
dipaksakan terlihat dalam penjelasan para filosof Muslim mengenai kebangkitan manusia
di akhirat kelak. Kemudian, sejumlah besar gagasan asing lainnya telah disampaikan oleh para
filosof ke dalam Alquran ketika membahas tentang kekekalan dunia, doktrin kenabian, dan Iain-
Iain.[5]
Disamping itu, filsafat sejatinya bukan merupakan pengetahuan an sich, tetapi juga
merupakan cara pandang tentang berbagai hal, baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Secara
teoretis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebenaran? Secara praktis, filsafat menawarkan
tentang apa itu kebaikan? Dari dua spektrum inilah kemudian filsafat merambah ke berbagai
wilayah kehidupan manusia, sekaligus memberikan tawaran-tawaran solutifnya. Karena itu,
dalam konteks inilah, Ibn Qayyim al-Jauziyah(w. 751 H/1350 M) berkesimpulan, bahwa
filsafat adalah paham (isme) di luar agama para nabi. Ditambah lagi, filsafat memang ajaran
yang murni dihasilkan oleh akal manusia. Jika demikian faktanya, maka jelas filsafat itubaik
sebagai ajaran maupun pengetahuantidak ada dalam Islam. Sebab, Islam telah mengajarkan
tentang al-haq(kebenaran) dan al-khair (kebaikan), termasuk cara pandang yang khas tentang
keduanya. Bukan hanya itu, Islam juga telah menjelaskan hakikat dan batasan akal, metode
berpikir dan pemikiran yang dihasilkannya.[6]
5. Pendekatan Historis
Secara umum, sejarah mempunyai dua pengertian, yaitu sejarah dalam arti subyektif, dan
sejarah dalam arti obyektif. Menurut materinya (subject-matter) nya, sejarah dapat dibedakan
atas: (a) Daerah (Asia, Eropa, Amerika, Asia Tenggara, dan sebagainya); (b) Zaman, (misalnya
zaman kuno, zaman pertengahan modern); dan (c) Tematis (ada sejarah sosial politik, sejarah
kota, agama, seni dll). Sebuah studi atau penelitian sejarah, baik yang lalu maupun yang
kontemporer, sebenamya merupakan kombinasi antara analisa dari aktor dan peneliti, sehingga
merupakan suatu realitas dari hari lampau yang konon utuh.
Metode sejarah menitikberatkan pada kronologi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut
Soerjono Soekanto (1969:30), pendekatan historis mempergunakan analisa atas peristiwa-
peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Metode ini dapat dipakai
misalnya, dalam mempelajari masyarakat Islam dalam hal pengamalan, yang disebut
dengan masyarakat Muslim atau kebudayaan Muslim. Metode ini biasanya dikombinasikan
dengan metode komparative (perbandingan). Contohnya ialah seperti yang digunakan oleh
Geertz yang membandingkan bagaimana Islam berkembang di Indonesia (Jawa) dan di
Maroko.[7]
Berdasarkan penjelasan tersebut, sejarah sebenarnya hanya merupakan gambaran
pelaksanaan sebuah aturan, ajaran dan ideologi tertentu. Namun ia tetaplah bersifat subjektif,
artinya dia tidak bisa menjadi kaidah atau sumber hukum. Kecuali sejarah yang diambil dengan
riwayat shahih atau terpercaya dan sejarah tersebut bukan diambil dari pandangan orang kafir
dan orientalis. Jika hal ini dilanggar maka studi Islam akan menjadi sebuah studi yang bersifat
gosip dan fitnah semata.
6. Pendekatan Psikologis
Psikologi mempelajari tentang jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamati.
Dalam konteks studi agama, pendekatan Psikologis diartikan sebagai penerapan metode-metode
dan data psikologis ke dalam studi tentang keyakianan dan pemahaman keagamaan untuk
menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang, atau dengan kata lain, pendekatan
psikologis merupakan pendekatan keagamaan dengan menggunakan paradigma dan teori-teori
psikologis dalan memahami agama dan sikap keagamaan seseorang. Salah satu cara yang dapat
diterapkan dalam pendekatan ini adalah dengan cara mempelajari jiwa seseorang melalui
perilaku yang tampak yang mungkin saja dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Dalam hal
ini, pendekatan psikologis tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama atau
keyakinan yang dianut seseorang, melainkan dengan mementingkan bagaimana keyakinan
agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Pendekatan ini dapat
dilakukan ketika berhadapan dengan masalah sikap dan perilaku yang ditampakkan oleh para
pemeluk agama. Penerapan pendekatan ini dalam studi Islam dapat dilihat, misalnya pada
pengaruh yang ditimbulkan oleh ibadah puasa, dan haji terhadap perilaku yang nampak setelah
ibadah tersebut dilakukan.
Pendekatan ini nampak bersifat asumtif dan individualis, sehingga tidak komprehensif,
bahkan pendekatan ini hanya berbicara kelakuan para pemeluk Agama yang belum tentu
mencerminkan agama Islam itu sendiri. Pendekatan seperti ini bisa menyebabkan orang yang
memandang Islam malah salah paham, misal: jika sebuah masyarakat mayoritas muslim, lalu
disana ada prostitusi, dan mungkin yang melakukan kemesuman dan maksiat tersebut bisa jadi
orang Islam, nah dengan pendekatan psikologis bisa-bisa dianggap bahwa ajaran Islam itulah
yang membolehkan prostitusi. Disinilah letak kelemahan pendekatan psikologis.
7. Pendekatan Ideologis Komprehensif
Pendekatan ini bermula dari realitas ajaran Islam itu sendiri secara objektif, tidak
terpengaruh pandangan subjektif keilmuan Barat. Islam adalah agama (ad-din) yang diturunkan
Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah,
dengan dirinya sendiri dan dengan sesamanya. Yang meliputi: (1) hubungan manusia dengan
Khaliq-nya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah; (2) Hubungan manusia dengan dirinya
tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian; (3) Hubungan manusia dengan
sesamanya tercakup dalam perkara muamalah (publik) dan uqubat (sanksi).
Islam adalah ajaran yang meliputi akidah dan sistem (nizhm). Akidah dalam konteks ini
adalah keimanan kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Kiamat serta Qadha dan Qadar,
yang baik dan buruknya hanya dari Allah swt semata. Sedangkannizhm atau syariah adalah
kumpulan hukum syara yang mengatur seluruh masalah manusia. Syariat Islam sendiri berisi
aturan (sistem) yang bisa diklasifikasikan: (1) Peraturan (sistem) yang menyangkut hubungan
individu dengan Penciptanya (Allah swt), seperti ibadah, baik shalat, puasa, zakat, haji-umrah,
termasuk jihad; (2) Peraturan (sistem) yang menyangkut hubungan individu dengan dirinya
sendiri, seperti hukum terkait pakaian, makanan, minuman, dan juga hukum seputar akhlak, yang
mencerminkan sifat dan tingkah-laku seseorang; (3) Peraturan (sistem) yang menyangkut
hubungan dengan orang lain, seperti masalah bisnis-perdagangan, pendidikan, sosial-masyarakat,
pemerintahan, politik, sanksi hukum-peradilan dan lain-lain.
Karena itu pendekatan Ideologis komprehensif ini adalah sebuah cara memahami Islam
yang dimulai dari sebuah pandangan bahwa Islam adalah sebuah Ideologi artinya Islam
mengurusi seluruh urusan kehidupan, sehingga harus diterapkan dalam kehidupan. Metodologi
ini menggunakan pendekatan yang integral dimana semua ilmu keislaman original dikerahkan,
mulai dari ilmu tauhid, ulumul quran, ulumul hadits, fikih, ushul fikih, bahasa arab, dan lain
sebagaiya. Pendekatan ini juga sesuai dengan khazanah keilmuan Islam yang dikembangkan para
ulama muktabar. Maka dari itu pendekatan ini cocok untuk ajaran Islam. Pendekatan ini
dikenalkan oleh pemikir muslim, Dr. Samih Athif az-Zain dalam beberapa karyanya.

B. KESIMPULAN
Semua pendekatan tersebut bersifat subjektif dan parsial, kecuali pendekatan Ideologis
Komprehensif. Pendekatan ini sesuai dengan realitas Islam itu sendiri sebagai agama (ad-din)
yang diturunkan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia
dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan sesamanya, Yang meliputi: (1) hubungan
manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah; (2) Hubungan manusia
dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian; (3) Hubungan manusia
dengan sesamanya tercakup dalam perkara muamalah (publik) dan uqubat (sanksi).
DAFTAR PUSTAKA
Mukti Ali. 1991. Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin.1998. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Logos.
Supiana, 2012. Metodologi Studi Islam, cet. II, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Agama
Islam.
Wachid, M. Maghfur. Pengaruh Filsafat Terhadap Kemunduran Islam, diakses 15 Oktober
2013, sumber: kuliahpemikiran.wordpress.com
Abdullah, M. Amin . 1996. Studi Agama: Normatifitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

[1] Prof. Supiana, Metodologi Studi Islam, cet. II, Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam,
Jakarta, 2012. hal. 77

[2] ibid

[3] Ibid, hal. 90-91


[4] Ibid, hal. 90-91

[5] Ibid, hal. 96


[6] Drs. M. Maghfur Wachid, MA. Pengaruh Filsafat Terhadap Kemunduran Islam.
[7] Prof. Supiana, Metodologi Studi Islam, hal. 90

Anda mungkin juga menyukai