Anda di halaman 1dari 7

44

BAB IV

DISKUSI

Dilaporkan seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang dengan keluhan

benjolan dan nyeri di leher dan pipi kanan sejak 7 hari yang lalu, pasien merupakan

rujukan dari RS Datu Sanggul Rantau ke RSUD Ulin Banjarmasin. Laki-laki tersebut

didiagnosis abses mandibula + abses colli + malnutrisi berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dirawat dari tanggal 24 Juli

2017 di ruang bangsal THT Tulip RSUD Ulin Banjarmasin.

Dari anamnesis diperoleh data bahwa pasien mengeluhkan benjolan sejak 7

hari yang lalu. Pada pasien dengan abses memang datang dengan benjolan dan nyeri.

Bisa terjadi pada seluruh tubuh. Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit

biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga,

dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih

putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum

menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan

menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada

permukaan abses , dan lembut.

Pasien juga mengalami demam tinggi badan lemas. Hal ini biasa terjadi pada

pasien dengan abses. Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda

mungkin mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih

menyebarkan infeksi keseluruh tubuh


45

Benjolan pada pipi dan leher pasien terasa panas dan keluar nanah. Hal ini

merupakan ciri khas dari abses, Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat,

maka akan terjadi suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga

yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan

setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah

yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Hal inilah yang menyebabkan

abses berbentuk bulat, karena dinding yang dibentuk tadi.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.

Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.

Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih

lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam

tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam

tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik secara

perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan kekhasan

flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses yang terbentuk

dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan

oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif

anaerob.

Pasien mengeluh gigi rahang kanan bawah bolong sejak 2 tahun yang lalu.

Nyeri pada gigi yang berlubang dirasakan pasien 1 bulan yang lalu sebelum masuk
46

rumah sakit. Awalnya pasien mengaku tersangkut makanan pada giginya yang

berlubang pada pagi hari. Kemudian pasien berusaha untuk mengeluarkannya dengan

cara mencongkel tusuk gigi. Pada malam harinya pasien merasakan nyeri pada gusi

dan gigi kanan bawah belakang. Pada pasien ditemukan riwayat sakit gigi, hal ini

merupakan faktor pemicu dari abses manibula dan abses leher. Akibat dari infeksi

pada gigi.

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada

pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan

menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif. Ketika infeksi mencapai akar

gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi

bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat. Staphylococcus aureus

dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk

mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang

berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan

hyaluronidase.

Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel yang

terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini

berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.

Hyaluronidase, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Fungsi jembatan

antar sel penting sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel,

juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini mengalami
47

kerusakan dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup

jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.

Hal di atas didukung oleh pemeriksaan Radiologi Panoramik dengan hasil

terdapat Tampak gangrene radix gigi 6 kanan dan kiri bawah. Tampak gangrene

pukpa gigi 7 kanan bawah dan 7-8 kiri bawah. Hal ini menunjukkan memang abses

mandibular da abses colli pada pasien diakibatkan komplikasi infeksi yang terjadi

pada gigi geraham pasien.

Pada pemeriksaan ditemukan adanya abses luas dengan ukuran 4x4 cm pada

mandibular dextra dan 6x6 cm pada colli dextra bentuk bulat, dengan terlihat mukosa,

tepi rata, dan terdapat perdarahan atau luka.Sesuai dengan karakteristik abses yang

membentuk lingkaran karena didingnya dilindungi oleh sel darah putih sebagai

mekanisme pertahanan tubuh supaya infeksi tidak meluas ke seluruh tubuh hanya di

daerah lokal tersebut.

Ketika pasien datang ke IGD RSUD Ulin. Tampak sakit sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 140/90 merupakan tekanan darah yang

tinggi dengan nadi teraba kuat angkat, pernapasan dalam batas normal, dan akral

hangat tidak dingin. Dari pemeriksaan fisik selain leher dan pipi kanan tdalam batas

normal. Pemeriksaan telinga, hitung, tenggorokan ditemukan kelainan pada daerah

leher dan pipi kanan pasien yang terdapat abses.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang lain yanitu foto rontgen thorax,

soft tissue leher, pemeriksaan darah lengkap, kultur pus, foto panoramic, dan EKG.

Hasil laboratorium menunjukkan HB 12 g/ dl dan terus turun pada laboratoium


48

berikutnya, pada pasien terdapat anemia, yang dikarenakan perdarahan dari abses

mandibular dan colli tersebut. Tidak terdapat gambaran abnormal dari leukosit, hal ini

disebabkan infeksi belum meluas ke seluruh tubuh, masih lokal hanya pada asbes

saja. Gula darah pasien dalam batas normal, untuk menyingkirkan infeksi sekunder

akibat diabetes mellitus. Tes faal hati meningkat sedikit menunjukkan adanya

inflamasi pada tubuh. Tes ginjal dalam batas normal. EKG juga dalam batas normal.

Kurangnya albumin pada pasien menunjukkan pasien kekurangan nutrisi. Maka

faktor predisposisi yang lain yang memperparah keluhan dan penyakit pasien adalah

malnutrisi. Hasil pemeriksaan panoramic juga menunjukkan adanya gangrene pada

akar gigi yang merupakan penyebab abes mandibular dan abses colli pada pasien.

Pada saat awal datang di IGD, pasien tidak diberikan penanganan khusus

seperti oksigen nasal kanul ataupun pemasangan iv line dua jalur, dikarenakan

kondisi pasien yang relative stabil. Pasien diberikan infus RL 500cc 20 tetes per

menit. Diberikan injeksi ceftriaxone 2 kali 1 ampul dan injeksi metronidazole 3 kali

500 gr sebagai terapi antibiotic pada pasien tersebut. Pasien juga diberikan injeksi

ketorolac 2 kali 1 ampul sebagai penahan nyeri pada kasus ini. Pasien dikonsulkan ke

bagian penyakit dalam dan diberikan assessment mid malnutrition. Kemudian pasien

diberikan vitamin A, vitamin 6000 IU 1x1, vitamin B complek 3x1, VIP albumin 2x1,

zink 20 mg 2x1, hal ini agar nutrisi yang didapatkan pasien terpenuhi. Juga diberikan

candesartan 16 mg malam hari dan amlodipine 10 mg pagi hari sebagai respon

menurunkan tekanan darah tinggi yang dialami oleh pasien.


49

Dalam perawatan pasien mendapatkan injeksi asam traneksamat sebagai agen

anti trombolitik, agar perdarahan dapat berkurang, pemberian injeksi antrain sebagai

analgetik, pemberian injeksi ranitidine sebagai gastroprotektor.

Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.

Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah dan

debridement. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi

penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing

tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya

perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik

dan antibiotik.

Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses

telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih

lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa

diproduksi bakteri.

Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,

tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang

perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak

dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.

Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,

antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.

Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA)

yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk
50

menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:

clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan

menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang

efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam

abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang

rendah.

Pada pasien dilakukan persiapan untuk insisi dan drainase abses. Sesuai

dengan tatalaksana pada asbes mandibular + abses colli.

Anda mungkin juga menyukai