Anda di halaman 1dari 59

9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Lainnya Blog Berikut sunarwan.mtpb.ugm@gmail.com Dasbor Logout

Hasanudin_BIO

JUMAT, 20 MEI 2011 PENGIKUT


Pengikut (6)
Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan
Humanistik

KATA PENGANTAR
Ikuti

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta
ARSIP BLOG
alam yang senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan
2011 (7)
Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga
Juni (1)
tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah memberikan suri tauladan
Mei (6)
bagi kita semua. Pengaruh Kreativitas
Pembelajaran Guru
Profesional...
Alhamdulillah berkat kehendak dan ridha-Nya, penulis dapat
Makalah Malnutrtisi atau Gizi
menyelesaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Teori Belajar Buruk
Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik. Karya tulis ini ciri-ciri wanita hamil

disusun untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Tengah Semester Ganjil (UTS) Organel-organel Sel
Teori Belajar Behaviorisme,
tahun akademik 2010/2011, mata pelajaran Belajar Pembelajaran.
Kognitif, Konstruktivi...

LAMBAGA DAN
Dalam penyusunan karya tulis ini, Penulis mendapatkan bantuan serta
KOSMOLOGI BAHASA
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis SUNDA

ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.


MENGENAI SAYA
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
hasanudin
semuanya terutama bagi penulis. Begitu pula Karya Tulis Ilmiah ini tidak luput Lihat profil lengkapku
dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang bersifat membangun.

Bandung, Nopember 2010

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 1/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak


bisa dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan
hal tersebut. Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang
berubah cepat, maka kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting.

Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan


persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan
merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin
maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia
tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu
bangsa.

Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini


belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-
kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa
yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling
besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini.

Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses


demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan
tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam
lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak
memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa
takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira.

Realness bukan hanya harus dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang
terlibat dalam proses pembelajaran. Lingkungan belajar yang bebas dan
didasari oleh realness dari semua pihak yang telibat dalam proses
pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif
terhadap belajar.

Bagi para guru, salah satu pertanyaan yang paling penting tentang
belajar adalah : Kondisi seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan
perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku? Atau dengan kata lain,
bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang belajar diterapkan dalam
instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat pada
penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam


hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu
maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang
lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 2/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi.


Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan
hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi,
baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun
interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal


dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai
pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua
kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar
diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman
yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi
yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar
untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat
membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.

Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong


seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:

adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk

maju;

adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,


dan teman-teman;

adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan

usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan


kompetensi;

adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;

adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

(Frandsen, 1961, p. 216).

Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang
psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah
membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah
yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang
berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 3/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich
Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian
percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air
liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri
atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan
atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang digambarkan
seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus
dan respons refleksif.

Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah


behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari
secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan
dan naluri. Watson menggunakan teori classical conditioning untuk semuanya
yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung
proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan
menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan
pandangan secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa
yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi
yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.

1.2 Rumusan Masalah

1. Kemukaka konsep dasar teori belajar Behavioristik, Kognitif, Konstruktivistik, dan

Humanistic? Sebutkan pula tokmoh penggagasnya untuk setiap teori belajar


terasebut!

2. Apakah perbedaan antara responden Conditioning, Operant Conditioning, dan


Observational Learning?

3. Jelaskan teori pendukung kognuitif? Mengenai teori perkembangan kognitif, teori

kognisi social dan teori pemerosesan informasi.

4. Berikan contoh konkrit konstruktif dan humanistic untuk konteks SMP atau SMP?

5. Bagaimana implikasi dalam proses pembelajaran nyata di sekolah? Kecenderungan

teori belajar yang mana yang seringkali di lkakukan oleh para guru di kelas?

1.3 Hipotesa

Implementasi dalam proses pembelajaran nyata di sekolah cenderung

menggunakan teori belajar humanistik, karena tujuan belajarnya adalah untuk

memanusiakan manusia. Guru mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa


http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 4/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa dalam

proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang

memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui prinsip-prinsip dri berbagai teori belajar dan

pembelajaran

Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari berbagai teori

belajar dan pembelajaran

Mendiskusikan aplikasi berbagai teori belajar dan pembelajaran


dalam pelaksanaan tugas guru dalam praktik

Untuk mengetahui bagaimana cara menerapkan teori-teori belajar

dala pendidikan

1.5 Manfaat Penyusunan

Adapun penyusunan makalah ini bermanfaat secara:

a. Teoretis, untuk mengkaji ilmu pendidikan khususnya dalam


memahami implikasi pendidikan, pembelajaran, pengajaran,

prinsip-prinsip pembelajaran, dan perkembangan teori

pembelajaran.

b. Praktis, bermanfaat bagi:

1) para pendidik agar pendidik tidak salah persepsi tentang


pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran, serta dapat

menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori

pembelajaran yang sesungguhnya,

2) mahasiswa agar memahami tentang pengertian, prinsip, dan

perkembangan teori pembelajaran.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 5/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

1.1 Latar belakang masalah berisi tentang masalah yanbg akan di pecahkan

1.2 Rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang di persempit

1.3 Hipotesa berisi tentang dugaan sementara

1.4 Tujuan penelitian berisi tentang tujuan penelitian

1.5 Manfaat penyusunan berisi tentang manfaat-manfaat penyusunan

1.6 Sistematika penulisan

BAB II PEMBAHASAN

Beisi tentang penjabaran dari konsep dasar teori-teoti belajar pembelajaran

BAB III KESIMPULAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Teori-teori Belajar Behaviorisme, Kogni f,


Kontruk visme, dan Humanisme

2.1.1 Konsep Dasar Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati


dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap
rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap
perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam
menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan
menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan
kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman
dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan
bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dinilai secara konkret.

Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa interaksi


antara stimulus respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses belajar. Teori
belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 6/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar diperoleh dari proses penguatan
atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi.

Salah satu teori belajar behavioristik adalah teori classical conditioning


dari Pavlov yang didasarkan pada reaksi sistem tak terkondisi dalam diri
seseorng serta gerak refleks setelah menerima stimulus. Menurut Pavlov,
penguatan berperan penting dalam mengkondisikan munculnya respons yang
diharapkan. Jika penguatan tidak dimunculkan, dan stimulus hanya ditampilkan
sendiri, maka respons terkondisi akan menurun dan atau menghilang. Namun,
suatu saat respons tersebut dapat muncul kembali.

Sementara itu, connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar


merupakan proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons yang
benar akan semakin diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba,
sementara respons yang tidak benar akan menghilang. Akibat menyenangkan
dari suatu respons akan memperkuat kemungkinan munculnya respons.
Respons yang benar diperoleh dari proses yang berulang kali yang dapat terjadi
hanya jika siswa dalam keadaan siap.

Teori behaviorism dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan respons


yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk tingkah
laku yang dapat diamati. Interaksi stimulus dan respons merupakan proses
pengkondisian yang akan terjadi berulang-ulang untuk mencapai hasil yang
cukup kompleks.

Ciri dari teori behavioristik adalah mengutamakan unsur-unsur dan


bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan


dengan teori behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan
rendah untuk memahami materi dan material sering terisolasi dari konteks dunia
nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar
mengenai pendidikannya sendiri.

2.1.1.1 Prinsip Dasar Behaviorisme

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 7/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai


perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak

Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah
pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.

Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah


satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini


dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas
ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan
behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan
mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus
pada overt behavior tetap terjadi.

Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol


dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi


behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan
yang lebih belakangan.

2.1.1.2 Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan


tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk
merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para


pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-
program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan Skiner.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 8/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu


menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi


tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan
yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir


linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa
pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang
mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau
shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang


tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses


belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat
dengan Guthrie, yaitu:

v Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat


bersifat sementara;

v Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi


(menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman
berlangsung lama;

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 9/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

v Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara


lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari
hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih
buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada
bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul
berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respons.

2.1.1.3 Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah


pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari


beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 10/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau
guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek


pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar
diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang
bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan


kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah


terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan
atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian
juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.
Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar
diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 11/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada
buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan
kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,


dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar
telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.

Ada beberapa tokoh teori behavioris k. Tokoh-tokoh aliran behavioristik


tersebut antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan
Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan
analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

1) Teori Belajar Menurut Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan


respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu
yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun
aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum
efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga
hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

2) Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus


dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 12/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi
yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana
dapat diamati dan diukur.

3) Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan


respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua
fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus
dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan
kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

4) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu


gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991).
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain
yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 13/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

5) Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih


mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebihkomprehensif. Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya
respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu
akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep
yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul
akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah


pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

2.1.2 Konsep Dasar Teori Belajar Kognitif

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari


kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia
yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan
diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam
penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat
memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah
laku, sikap, dan ketrampilan.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 14/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori
belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik
menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku,
sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra
manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan
oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar


merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga
diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa Belajar adalah suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman,
ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu


proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia
sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih


cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya
tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut
adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar
kognitif:

Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam


bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh
tingkat-tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap
orang memiliki kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan
dirinya.

Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif
mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai
dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan
secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau
interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 15/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Psikologi kognitif menekankan pada penting proses internal atau proses-proses


mental.

Menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses-proses internal


yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah:

a. Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-


orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik
sesuai dengan situasi psikologisnya.

b. Membantu guru u Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya setiap


orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu
senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan
pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki
kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan
dirinya.

Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif
mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai
dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan
secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau
interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan.
Psikologi kognitif menekankan pada penting proses internal atau proses-proses
mental.

Menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses-proses internal


yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah

a. Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-


orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik
sesuai dengan situasi psikologisnya.

b. Membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya, dan


membantu dirinya sendiri

c. Mengkonstruksi prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam


kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan
belajar menjadi produktif.

d. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai


pemahaman atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa
diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 16/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Insight adalah pemahaman dasar yang dapat diaplikasikan pada


beberapa situasi yang sama atau hamper sama. Dapat juga dikatakan insight
adalah pemahaman terhadap suatu situasi secara mendalam. Insight terjadi
dengan malihat kasus-kasus/kejadian yang terpisah, kemudian
manggeneralisasikannya sehingga timbul pemahaman.

Perbedaan pandangan teori kognitif dan teori conditioning stimulus-


respons adalah sebagai berikut.

a. Teori kognitif menekankan pada fungsi-fungsi psikologis, sedangkan


teori behaviorisme pada segi fisiknya saja.

b. Teori kognitif berfokus pada situasi saat ini, sedangkan teori


behaviorisme pada sejarah masa lalu.

c. Dalam proses kognitif terjadi interaksi antara manusia dengan


lingkungannya secara simultan dan saling membutuhkan.

Prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai


berikut.

a. Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan


berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan
kesadaran

b. Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif


pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan
perilaku siswa yang tampak, seperti penyelesaian tugas rumah,
hasil tes, disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia
dan lingkungan psikologisnya.

c. Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak


sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.

Model teori belajar kognitif yang banyak diterapkan dalam dunia


pendidikan adalah model belajar penemuan dari Brunner, model belajar
bermakna dari Ausebel, model pemrosesan informasi dan model peristiwa
pembelajaran dari Rober Gagne, dan model perkembangan intelektual dari
Jean Piaget.

Tokoh teori belajar kognitif diantaranya:

1) Teori Belajar Kognitif Gestalt

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 17/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt.


Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt
Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hokum-hukum
pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang
insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu
berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan
gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap
hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan.
Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang
diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar
seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.

2) Teori Belajar Cognitive-Field Dari Lewin

Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field


dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin
memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan
yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life
space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ;
orang orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi
kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat
dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah
hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang
lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan
lebih penting pada motivasi dari reward.

3) Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai


aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget
adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan
belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan
kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan
intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Pada intinya,
perkembangan kognitif bergantung kepada akomodasi. Kepada siswa harus
diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak
daapat belajar dari apa yang telah diketahuinya.

4) Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 18/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas.
Untuk itu bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning,
yaitu dimana murid mengorganisasi bahan pelajaran yang dipelajarai dengan
suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak tersebut. Bruner
menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian
atau ahli matematika. Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka
sendiri dan memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam
bahasa yang mereka mengerti

5) Teori Belajar Vygostky

Tokoh kontruktivis lain adalah Vygotsky. Sumbangan penting teori


Vygotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti
teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pebelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial
pebelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial
masing masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas tugas yang belum
dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam zone of proximal development
mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang
ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vygotsky yang lain adalah scaffolding. Scaffolding adalah


memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap
tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab
yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan
yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan
masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu 1)


menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi
dan saling memunculkan strategi strategi pemecahan masalah yang efektif
dalam masing masing zone of proximal development mereka; 2) Pendekatan
Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar
Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 19/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif


terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara
siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep konsep dan pemecahan
masalah.

2.1.2.1 Pandangan-Pandangan Teori Kognitif

Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana


perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif
kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya,
menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta
mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang
berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir,
mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi
pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis
pengetahuan dan memori.

Jenis Pengetahuan

Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam


proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada
situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita diketahui akan sangat
menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat
ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar
sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Berbagai
riset terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan makin membuktikan
bahwa pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting dibanding strategi
belajar yang terbaik yang tersedia sekalipun. Terlebih bila pengetahuan dan
wawasan yang luas ini disertai dengan strategi yang baik tentu akan membawa
hasil lebih baik lagi tentunya.

Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian,


yaitu:

v Pengetahuan Deklaratif, yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan


biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan
konseptual.

v Pengetahuan Prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan yang


harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan
ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya pengetahuan
bagaimana.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 20/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

v Pengetahuan Kondisional, adalah pengetahuan dalam hal kapan dan


mengapa pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan.

Pengetahuan deklaratif rentangnya sangat beragam, bisa berupa


pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi berputar mengelingi matahari dalam
kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda yang di lempar ke angkasa
akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa
yang diajarkan oleh guru sains secara menyenangkan) atau aturan (untuk
melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan maka
pembilang harus disamakan terlebih dahulu).

2.1.3 Konsep Dasar Teori Belajar Konstruktivisme

Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha


memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi dan
akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya. Proses
belajar sebagai usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya
melalui proes asimilasi dan akomdasi, akan membentuk suatu konstruksi
pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru
konsytruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegaiata pembelajaran yang
dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh
siswa secara optimal.

Konstruktivisme merupakan teori belajar dari piaget. Konstruktivisme


juga bagian dari teori kognitif (Muchith, 2008:71). Teori konstruktivisme
dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20 (Sanjaya,2009:123).
Konstruktivisme adalah sebuah gerakan besar yang memiliki posisi filosofis
sebesar strategi pendidikan. Konstruktivisme sangat berpengaruh di bidang
pendidikan, dan memunculkan metode dan strategi mengajar baru (Muijs dan
Reynolds, 2008:95).

1) Teori Belajar Kontruktivisme Jean Piaget

Jean piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat


kontruktivisme, yang teori pengetahuannya dikenal dengan adaptasi kognitif.
Manusia berhapadan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan
persoalan yang harus ditanggapi secara kognitif (mental). Untuk itu, manusia
harus mengembangkankan skema pikirannya lebih umum atau rinci, atau perlu
perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman
tersebut.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 21/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Piaget (1967, 1970) mengembangkan konsep dan metode teori dasar


untuk mengkaji proses kognitif. Teori dan penelitian Piaget (1967) mengenai
perkembangan kognitif menyarankan bahwa anak-anak tumbuh melalui
beberapa tingkatan (stages) yang berbeda dalam perkembangan kognitif dan
bayi sampai dewasa. Menurut Piaget tingkat pertama perkembangan kognitif
membangun fondasi untuk perkembangan konsepual dalam tindakan, dimulai
dengan tindakan sensori motorik dan refleksi. Tingkatan selanjutnya
membangun tingkat kognisi yang lebih tinggi pada skema yang terbentuk
sebelumnya. Piaget menawarkan statement ringkas pada teorinya tentang
meaning making: otak mengorganisasi dunia dengan mengorganisasi dirinya.
(Piaget, 1937/1971, hlm.311). (Robert, 2004:70).

Selain itu, Piaget juga berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu
sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk menngkontruksi pengetahuannya
sendiri. Pengethuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan
menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya
diperoleh melalui pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna. pengethauan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu
dilupakan (Sanjaya, 2009:124).

Menurut Piaget, mengkonstruksi pengetahuan dilakukan melalui proses


asimilasi dan akomodasi. Proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur
kognitif seseorang dinamakan assimilation (asimilasi), yakni sejenis pencocokan
atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Struktur
kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh
organisme. Misalnya, jika skema mngisap, menatap, menggapai, dan
memegang sudah tersedia bagi si anak, maka segala sesuatu yang dialami
anak akan diasimilasikan ke skemata itu. Saat struktur berubah maka anak
mungkin bisa mengasimilasikan aspek-aspek yang berbeda dari lingklungan
fisik. Skema yang dimaksud oleh Piaget dalam hal ini adalah potensi umum
untuk melakukan satu kelompok prilaku. Skema adalah istilah yang amat
penting dalam teori piaget. Suatu skema dapat dianggap sebagai elemen dalam
struktur kognitif organisme. Skemata (istilah jamak dari skema) yang ada dalam
organisme akan menentukan bagaimana ia akan merespon lingkungan fisik
(Hergenhan dan Olson, 2008: 314-315).

Jelas, jika asimilasi adalah satu-satunya proses kognitif, maka tak akan
ada perkembangan intelektual sebab organisme hanya akan mengasimilasikan
pengalamnnya ke dalam struktur kognitif. Namun, proses penting kedua

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 22/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual yaitu accomodation


(akomodasi), proses memodifikasi struktur kognitif.

Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi


dan akomodasi. kejadian-kejadian yang berkoresponden dengan skemata
oragnisme membutuhkan akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua
proses yang sama-sama penting: pengenalan atau mengetahui, yang
berhubungan dengan asimilasi dan akomodasi, yang menghasilkan modifikasi
struktur kognitif. modifikasi ini dapat disamakan dengan proses belajar. dengan
kata lain, kita merespon dunia berdasarkan pengalaman yang kita alami
sebelaumnya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam
struktur kogniti (akomodasi). Akomodasi karenanya menyediakan sarana utama
bagi perkembangan intelektual.

2) Jhon Dewey dan Von Graselfeld.

Jhon Dewey dan Von Graselfeld. Dalam hal ini seperti dikemukakan oleh
Robert B. Innes (2004:1) bahwa Constructivist views of learning include a
range of theories that share the general perspective that knowledge is
constructed by learners rather than transmitted to learners. Most of these
theories trace their philosophical roots to John Dewey. Maksudnya adalah
bahwa pandangan penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi
serangkaian teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan
dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar. Kebanyakan dari
teori seperti ini berakar dari filsafat Jhon Dewey.

Dalam hal ini seperti dikemukakan oleh Robert B. Innes (2004:1) bahwa
Constructivist views of learning include a range of theories that share the
general perspective that knowledge is constructed by learners rather than
transmitted to learners. Most of these theories trace their philosophical roots to
John Dewey. Maksudnya adalah bahwa pandangan penganut konstruktivisme
mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang membagi perespektif umum
bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke
pembelajar. Kebanyakan dari teori seperti ini berakar dari filsafat Jhon Dewey.

Dewey menjelaskan bahwa manusia tidak selayaknya dibagi ke dalam


dua bagian, satunya emotional dan yang lainnya intelektualyang satunya
materi nyata, lainnya imajinatif. Pembagian seperti ini sesungguhnya seringkali
membangun, tetapi hal itu selalu karena metode yang salah dalam pendidikan.
Sebenarnya dan biasanya, personalitas berkerja sebagai keseluruhan. Tidak
ada integrasi karakter dan otak kecuali ada penyatuan intelektual dan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 23/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

emosional, makna dan nilai, kenyataan dan imajinasi yang berjalan diluar
kenyataan menuju kecendrungan terhadap kemungkinan yang diinginkan
(Robert, 2004: 36)

Dewey memperkenalkan bahwa struktur internal pengetahuan dan


hubungannya dengan bagian masalah adalah dasar dalam pengembangan
pengetahuan yang berguna. Orientasi terhadap pembelajaran untuk belajar
ketimbang mengumpulkan pengetahuan difasilitasi dengan memfokuskan
tentang apa yang oleh Brown dan Campione (1996) sebut big ideas and deep
principles (ide-ide besar dan prinsip yang dalam). Kontruktivisme menyakini
bahwa belajar mencakup proses pengetahuan yang lebih mendalam ketimbang
menghafalkan materi. Belajar meliputi restruktur atau menciptakan
keterhubungan dari sistem yang terintegrasi (misalnya, menciptakan atau
memodifikasi skema dengan suatu cara yang memiliki efek yang kuat tentang
apa yang diperhatikan dan dipelajari dari hal tersebut; Bransford, Frank, Vye &
Sherwood, 1989) (Robbert B. Innes, 2004:38)

Prinsip dasar yang mendasari filsafat konstruktivis adalah bahwa semua


pengetahuan dikonstruksikan (dibangun) dan bukan dipersepsi secara langsung
oleh indera (pemciuman, penglihatan, perabaan,). Seperti dikatakan oleh Von
Glasersfeld (1984), salah satu pendiri gerakan konstruktivis, bahwa
konstruktivisme berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak peduli
bagaimana pengetahuan itu didefinisikan, terbentuk di dalam otak manusia, dan
subjek yang berpikir tidak memiliki alternatif selain mengkonstruksikan apa yang
diketahuinya berdasarkan pengalamannya sendiri. Semua pikiran kita
didasarkan oleh pada penglaman kita sendiri, dan oleh karenanya bersifat
subjektif (Muijs dan Reynolds, 2008:96).

3) Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996)

Sebagaimana dikutif oleh Asri Budiningsih (2005:57) mengemukakan


bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses
mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan
mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan dan 3) kemampuan
untuk lebih menyukai suatu pengetahuan yang satu daripada yang lainnya.

Setara dengan di atas, Budingsih juga mengemukakan bahwa faktor-


faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah
konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan
jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 24/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi


pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang baru
menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi
pengetahuannya akan hal tersebut. pengetahuan yang telah dimiliki orang
tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dirinya.

Semua kalangan dari paham konstruktivis menyetujui bahwa


pengetahuan secara aktif dikonstruksi oleh manusia, entah secara individual
ataupun dalam kelompok, bukannya diterima dari sumber natural atau
supranatural (atau bahkan dari seorang professor; Philips 1995). Selain ini,
definisi kontruktivisme beragam menurut permasalahan yang diperdebatkan
bersama dengan perubahan konstruktivis. Bidang perdebatan yang paling dasar
dipresentasikan oleh suatu rangkaian dalam memandang belajar sebagai suatu
tindakan instruksi secara individual untuk melihat belajar sebagai sebuah
kontruksi sosial. Rangkaian ini dipusatkan pada satu posisi yang dikenal
sebagai konstruktivisme radikal atau psikologikal, yang menggambarkan
konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses yang terjadi dalam mind dari
individu. Pada sisi lain dari rangkaian tersebut diberlakukan dengan posisi yang
dikenal sebagai social constructivism or sociocultural posistion yang melihat
mind sebagai hampir secara keseluruhan melekat pada social practice of the
culture (kenyataan sosial budaya) (Robert, 2004: xiii)

Dengan demikian, kontruktivisme seperti dikatakan oleh Von Glasefeld


adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
adalah bentukan (kontruksi) kita sendiri. pengetahuan bukan juga gambaran
dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi
kognitif melalui melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori,
konsep, dan sekma yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan baru.
Padangan kontruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran
seseorang. Manusia mengkonstruksi pengalamnnya. konstruktivistik
mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi
pengetahuan dari pengalamnnya, struktur mental, dan keyakinan yang
digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan
konstruktivistik mengakui bahwa pikiran dalah instrumen penting dalam
menginterpretasikan kejadian, objek, dan pandangan dunia nyata, di mana
interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.

4) Paul Suparno SJ (Muchith, 2008:73)

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 25/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Paul Suparno SJ (Muchith, 2008:73) menyatakan bahwa model


pembelajaran yang dianggap tepat menurut teori konstruktivisme adalah model
pembelajaran yang demokratis dan dialogis. Pembelajaran harus memberikan
ruang kebebasan kepada siswa untuk melakukan kritik, memiliki peluang yang
luas untuk mengungkapkan ide atau gagasannya, guru tidak memiliki jiwa
otoriter dan diktator.

Dengan dmemikian secara konseptual, Budiningsih (2005: 58)


mengemukakan bahwa belajar jika dipandang dari segi kognitif, bukan sebagai
peroleh informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa
melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui
proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara kepada oemutakhiran struktur
kognitif. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi
perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut
berupa constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata)
within the individual in a complex network of increasing conceptual
consistency. pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh
dindividu tersebut tidak dilakukan seccara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan
melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam
budaya kelas maupun di luar kelas.

2.1.3.1 Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivisme

Menurut cara pandang teori konstruktivisme bahwa belajar adalah


proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari
lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengalaman jika pengetahuan itu
dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Penekanan teori
konstruktivisme bukan pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada
proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan (Muchith,
2008: 71).

Belajar bukanlah proses tekonologisasi (robot) bagi siswa, melainkan


proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang
disampaikan sehingga proses pembelajaran tidak hanya meyampaikan materi
yang bersifat normatif (tekstual) tetapi juga harus juga menyampaikan materi
yang bersifat kontekstual.

Teori konstruktivisme membawa implikasi dalam pembelajaran yang


harus bersifat kolektif atau kelompok. Proses sosial masing-masing siswa harus
diwujudkan. C. Asri Budiningsih menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat
ditentukan oleh peran sosial yang ada pada diri siswa. Dalam situasi sosial

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 26/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata hubungan, tata tingkah
laku dan sikap di antara sesama manusia. konsekuensinya, siswa harus
memiliki keterampilan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara tepat
(Muchith, 2008: 72).

Dalam kaitannya dengan ini, Bettencourt (1989) mengemukakan bahwa


ada tiga penekanan dalam teori belajar kontruktivisme yaitu:

v peran katif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara makna

v pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian


secara bermakna

v mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima

Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah


lebih sebagai fasilitator atau moderator. Artinya guru bukanlah satu-satunya
sumber belajar yang harus selalu ditiru dan segala ucapandan tindakannya
selalu benar, sedang murid sosok manusia yang bodoh, segala ucapan dan
tindakannya tidak selalu dapat dipercaya atau salah. Proses pembelajaran
seperti ini, cendrung menempatkan siswa sebagai sosok manusia yang pasif,
statis dan tidak memiliki kepekaan dalam memahami persoalan (Muchith,
2008:72-73).

Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk


memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat
melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, Sanjaya
(2008: 23-24) berpendapat bahwa ada beberapa yang harus dipahami,
khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan
sumber pembelajaran yaitu:

1. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar


beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan
fungsi media tersebut diperlukan, belum tentu semua media
cocok digunakan untuk mengajarkan semua semua bahan
pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik tersendiri

2. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.


Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan
memudahkan proses pembelajaran, sehingga akan tercapai
secara optimal.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 27/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

3. Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media


serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar.

4. Guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan


berinteraksi dengan siswa. Kemampuan berkomunikasi secara
efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga
dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.

Posisi siswa dalam pembelajaran menurut falsafah atau teori


konstruktivisme adalah siswa harus aktif, kreatif dan kritis. konsekuensi
utamanya guru sebelum memberikan materi pembelajaran harus mengetahui
kemampuan awal siswa, jangan siswa dalam belajar berawal dari pemhaman
yang kosong.

Peran guru dan siswa dalam pembelajaran konstruktivtistik harus


diubah. Dalam hal ini, guru atau pendidik berperan sebagai seseorang yang
berperan memberdayakan seluruh potensi siswa agar siswa mampu
melaksanakan proses pembelajaran. Guru bertugas tidak mentransferkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan berusaha memberdayakan
seluruh potensi dan sarana yang dapat membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri.

Menurut Muchith (2008:74) bahwa secara rinci peran guru perlu


dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mampu membangun atau menumbuhkan semangat atau jiwa


kemandirian dengan cara memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengambil inisiatif dalam memahami pengetahuan
atau teori;

2. Mampu membangun atau memimbing siswa dalam memahami


pengetahuan dan mampu berprilaku atau bertindak sesuai
dengan kenyataan yang ada dalam realitas masyarakat;

3. mengkondisikan atau mewujudkan sistem pembelajaran yang


mendukung kemudahan belajar bagi siswa sehingga mempunyai
peluang optimal berlatih untuk memperoleh kompetensi.

Sementara itu, peran siswa menurut pandangan konstruktivisme bahwa


siswa dalam proses pembelajaran harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,
menyusun konsep dan memberikan makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari. Paradigma konstruktivisme memandang bahwa siswa sebagai pribadi
yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Siswa

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 28/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

dipahami pribadi yang memiliki kebebasan untuk membangun ide atau gagasan
tanpa harus diintervensi oleh siapapun, siswa diposisikan manusia dewasa
yang sudah memiliki modal awal pengetahuan.

2.1.3.2 Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut:


adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet),
dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek
tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan
melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan


persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif
yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru
dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak
akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan
skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan
dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu
berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru


seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan
skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali
tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema
baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang
telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi
merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam
proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap
lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat
ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang
ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan
intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi
bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih
tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh


Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 29/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal


pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang
diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat
mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam
upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan
dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal
meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing
siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat
dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi
optimum.

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan


dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat
disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui
adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu
equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis
Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan
antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1),
mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai
proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar
informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar
sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam
upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat


pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi
antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada
lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia
berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya.
Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam
jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal
development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar
tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 30/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial


yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pengetahuan
berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut.

Pe
ngetahua
n dan
pengertia
n
dikonstruk
si bila
seseoran
g terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan
pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini
pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi
dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya
kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk
mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut
cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat
dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal
penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu:
pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.

Pengetahuan berjenjang tersebut dapat digambarkan seperti pada


skema berikut:Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan
dalam table berikut ini.

Pembelajaran konstruktivistik dan pembelajaran behavioristik yang


dikemukakan oleh Degeng dapat dilihat pada table-tabel berikut.

Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan


pembelajaran.

Konstruktivistik Behavioristik

Pengtahuan adalah non-objective, Pengetahuan adalah objektif, pasti,


bersifat temporer, selalu berubah dan dan tetap , tidak berubah.
tidak menentu.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 31/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Pengetahuan telah terstruktur


dengan rapi.

Belajar adalah penyusunan Belajar adalah perolehan


pengetahuan dari pengalaman pengetahuan, sedangkan mengajar
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan adalah memindahkan pengetahuan
refleksi serta interpretasi. Mengajar ke orang yang belajar.
adalah menata lingkungan agar si
belajar termotivasi dalam menggali
makna seta menghargai
ketidakmenentuan.

Si belajar akan memiliki pemahaman Si belajar akan memiliki pemahaman


yang berbeda terhadap pengetahuan yang sama terhadap pengetahuan
tergantung pada pengalamannya, yang diajarkan. Artinya, apa yang
dan perspektif yang dipakai dalam dipahami oleh pengajar itulah yang
menginterpretasikannya. harus dipahami oleh si belajar.

Mind berfungsi sebagai alat untuk Fungsi mind adalah menjiplak


menginterpretasi peristiwa, objek, struktur pengetahuan melalui proses
atau perspektif yang ada dalam dunia berpikir yang dapat dianalisis dan
nyata sehingga makna yang dipilah sehingga makna yang
dihasilkan bersifat unik dan dihasilkan dari proses berpikir seperti
individualistic. ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan.

Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang penataan


lingkungan belajar

Konstruktivistik Behavioristik

Ketidakteraturan, ketidakpastian, Keteraturan, kepastian, ketertiban


kesemrawutan,

Si belajar harus bebas. Kebebasan Si belajar harus dihadapkan pada


menjadi unsure yang esensial dalam aturan-aturan yang jelas dan
lingkungna belajar. ditetapkan lebih dahulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 32/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

sangat esensial. Pembelajaran lebih


banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin.

Kegagalan atau keberhasilan, Kegagalan atau ketidakmampuan


kemampuan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dilihat sebagai interpretasi yang dikategorikan sebagai kesalahan
berbeda yang perlu dihargai. yang perlu dihukum, dan
keberhasilan atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah.

Kebebasan dipandang sebagai Ketaatan pada aturan dipandang


penentu keberhasilan belajar. Si sebagai penentu keberhasilan
belajar adalah subjek yang harus belajar. Si belajar adalah objek yang
memapu menggunakan kebebasan harus berperilaku sesuai dengan
untuk melakukan pengaturan diri aturan.
dalam belajar.

Control belajar dipegang oleh si Control belajar dipegang oleh system


belajar. yang berada di luar diri si belajar.

Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik

Tujuan pembelajaran ditekankan pada Tujuan belajar ditekankan pada


belajar bagaimana belajar (learn how to penambahan pengetahuan.
learn)

Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik

Penyejian isi menekankan pada Penyajian isi menekankan pada


penggunaan pengetahuan secara keterampilan yang terisolasi dan
bermakna mengikuti urutan dari akumulasi fakta mengikuti urutan dari
keseluruhan-ke-bagian. bagian-ke-keseluruhan.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 33/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Pembelajaran lebih banyak Pembelajaran mengikuti urutan


diarahkan untuk meladeni kurikulum secara ketat.
pertanyaan atau pandangan si
Aktivitas belajar lebih banyak
belajar.
didasarkan pada buku teks dengan
Aktivitas belajar lebih banyak penekanan pada keterampilan
didasarkan pada data primer dan mengungkapkan kembali isi buku
bahan manipulatif dengan teks.
penekanan pada keterampilan
Pembelajaran menekankan pada
berpikir kritis.
hasil
Pembelajaran menekankan pada
proses.

Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi

Konstruktivistik Behavioristik

Evaluasi menekankan pada Evaluasi menekankan pada respon


penyusunan makna secara aktif yang pasif, keterampilan secara terpisah,
melibatkan keterampilan terintegrasi, dan biasanya menggunakan paper
dengan menggunakan masalah and pencil test
dalam konsteks nyata.
Evaluasi yang menuntu satu jawaban
Evaluasi yang menggali munculnya benar. Jawaban benar menunjukkan
berpikir divergent, pemecahan bahwa si-belajar telah menyelesaikan
ganda, bukan hanya satu jawaban tugas belajar.
benar
Evaluasi belajar dipandang sebagai
Evaluasi merupakan bagian utuh dari bagian terpisah dari kegiatan
belajar dengan cara memberikan pembelajaran, dan biasnaya
tugas-tugas yang menuntut aktivitas dilakukan setelah kegiatan belajar
belajar yang bermkana serta dengan penekanan pada evaluasi
menerapkan apa yang dipelajari individual.
dalam konteks nyata. evaluasi
menekankan pad aketerampilan
proses dalam kelompok.

2.1.3.3 Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 34/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas


maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis
di kelas sebagai berikut:

Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal


terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring
untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi
yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes
awal, interview

Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran


dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan


mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk
membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa
dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak
mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan
hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi,
menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut
kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan
tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila
gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak
menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap
dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.

Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan


yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi
direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal.
Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan
kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.

Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-


pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau
diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan
dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif
dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka
benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan
percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik
kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka
didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 35/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk
mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi
dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan
mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk
menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi
internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan
dari gagasan yang lama.

Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih


konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka
untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi
untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian
secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit
miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.

Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi


pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi
yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran
dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini
penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya
menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada
kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

2.1.3.4 Prinsip-prinsip dalam pengajaran kontruktivisme

Di dalam pendidikan, ide-ide konstruktivis diterjemahkan sebagai berarti


bahwa semua pelajar benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk
dirinya sendir, dan bukan pengetahuan yang datang dari guru diserap oleh
murid. Ini berarti bahwa setiap murid akan mempelajari sesuatu yang sedikit
berbeda dengan pelajaran yang diberikan, dan bahwa sebagai guru kita tidak
akan dapat memastikan bahwa murid-murid kita akan belajar (Muijs dan
Reynolds, 2008:97).

Selanjutnya Muijs dan Reynolds mengemukakan bahwa murid adalah


konstruktor pengetahuan aktif yang memiliki sejumlah konsekuensi.

Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif. Pelajar secara aktif


mengkonstrukikan belajarnya daru berbagai macam input yang diterimanya. Ini
menyiratkan bahwa belajar harus bersikap aktif agar dapat belajar secara
efektif. belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan
makna mereka sendiri, bukan tentang mendapatkan jawaban yang benar

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 36/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

karena dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang
benar tanpa benar-benar memahami konsepnya.

Anak-anak belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik


kognitif (konflik dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui pengalaman,
refleksi dan metakognisi (Beyer, 1985)

Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. murid secara aktif


berusaha mengkonstruksikan makna. Dengan demikian, guru mestinya
berusaha mengkonstruksi berbagai kegiatan belajar di seputar ide-ide besar
eksplorasi yang memungkinkan murid untuk mengkonstruksi makna

Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata.


Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman
sebaya, guru, orang tua, dan sebagainya. Dengan demikian yang terbaik adalah
mengkonstruksikan siatuasi belajar secara sosial, dengan mendorong kerja dan
diskusi kelompok

Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa murid secara individual dan
kolektif mengkonstruksikan pengetahuan. Agar efektif guru harus memiliki
pengetahuan yang baik tentang perkembangan anak dan teori belajar,
sehinggga mereka dapat menilai secara akurat belajar seperti apa yang dapat
terjadi

Di samping itu, belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak


mempelajari fakta-fakta secara abstrak, tetapi sealalu dalam hubungannya
dengan apa yang telah kita ketahui.

Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstruksikan


pengetahuan secara menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan menengok
kembali materi yang kita pelajari dan bukan dengan cepat pindah satu topik ke
topik lain. Murid hanya dapat mengkonstruksikan makna bila mereka dapat
melihat keseluruhannya, bukan hanya bagian-bagiannya

Mengajar adalah tentang memberdayakan pelajar, dan memungkinkan


pelajar untuk menemukakan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-
pengelaman realistis. Ini akan menghasilkan pembelajaran yang otentik/asli dan
pemahaman yang lebih dalam dibandingkan dengan memorisasi permukaan
yang sering menjadi ciri pendekatan-pendekatan mengajar lainnya (Von
Glaserfelt, 1989). Ini juga membuat kaum konstruktivis percaya bahwa lebih
baik menggunakan bahan-bahan hands-on daripada tekxbook.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 37/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Sementara itu, Muchith (2008:76) membuat skema perbandingan antara


pembelajaran tradisional dan pembelajaran konstruktivistik sebagai berikut:

Pembelajaran tradisional

Pembelajaran konstruktivistik

1. penyajian kurikukum bersifat induktif (disajikan dari bagian-bagian


menuju keseluruhan)

1. Penyajian kurikulum menggunakan pendekatan deduktif (disajikan


melalui keseluruhan menuju bagian-bagian)

2. Pembelajaran berjalan secara rutinitas, formalitas dan baku. lebih


didasarkan pada kurikulum yang bersifat formalistik

2. Pemebalajaran didesain dalam suasana yang memberikan


kebebasan siswa untuk mengekspresikan idea tau gagasannya

3. Kegiatan kurikuler lebih banyak berorientasi pada buku


pegangan/teks yang dimiliki sekolah/guru

3. Kegiatan kurikuler lebih banyak dikaitkan dengan realitas dalam


kehidupan masyarakat. Kegiatan kurikuler atau pembelajaran
cenderung menggunakan model kooperatif (kerjasama

4. Peserta yang belajar lebih dipandang sebagai objek yang tidak


memiliki pengetahuan apa-apa. Asumsi ini akhirnya melahirkan
pembelajaran hanya sekedar menyampaikan materi kepada
siswa. Aspek pemahaman mudah dinafikkan oleh guru

4. Peserta didik dipahami sebaagi individu yang memiliki potensi


untuk mengembangkan materi pelajaran

5. Penilaian atau tes belajar dipandang sebagai bagian dari proses


yang tidak terpisahkan dari pembelajaran dan sering kali
dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing

5. Penilaian atau tes hasil belajar dilakukan secara progresif dan


melalui penilaian karya siswa. Dalam konteks sekarang biasa
disebut test fortofolio

6. Pembelajaran hanya memiliki target menghabiskan materi


pelajaran, kurang memperhatikan kualitas pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 38/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

6. Pembelajaran lebih didasarkan atas proses, sehingga siswa-siswi


banyak belajar dan bekerja di dalam kelompok (kolektif).

Selain itu, Brooks, JG et.al (1993) mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak
dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
Kedua, Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua prinsip di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan


anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan
pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Dalam kaitannya
dengan ini, Funston (1996) lebih spesifik menatakan bahwa seseorang akan
lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang
telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang
baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi proses
belajar tersebut.

Dalam kaitannya dengan ini juga, Duffy dan Cunningham (1996)


mengemukakan sejumlah aspek dalam pembelajaran berdasarkan teori
konstruktivis yaitu:

1. siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara


mengintegrasikan ide yang mereka miliki;

2. pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswanya mengerti

3. Strategi siswa lebih bernilai

4. siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling


bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya

Oleh karena itu, paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai


pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
Kemampuam awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Untuk itu, guru dituntut untuk memahami jalan pikiran
atau cara pandang siswa dalam belajar. guru tidak dapat mengklaim bahwa
satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemampuannya.

2.1.3.5 Aplikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran IPS

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun


pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 39/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Penerapan siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri


melalui pengalaman nyata.

Donald R. (2006: 255) mengutip beberapa pendapat mengenai


konstruktivisme sebagai berikut:

Constructivism is defined as teaching that emphasizes the active role of


the learner in building understanding and making sense of information
(Woolfolk, 2003),; learners construction of knowledge as they attempt to make
sense of their environment (McCown, driscoll & Roop, 1995); and learning that
occurs when learners actively engage in a situation that involves collaboratively
formulating questions, explaining phenomenon, addressing complex issues, or
solving problems (Gagnon & Colley, 2001).

Konstruktivisme didefinisikan sebagai pengajaran yang menekankan


peran aktif pembelajar dalam membangun pemahaman dan membuat makna
terhadap informasi (Woolfolk, 2003),; para pembelajar konsrtruksi ilmu
pengetahuan saat mereka berusaha untuk memberikan makna terhadap
lingkungan mereka (McCown, driscoll & Roop, 1995);dan pembelajaran yang
terjadi ketika para pembelajar secara aktif terlibat di dalam situasi yang secara
kolaboratif meliputi merumuskan masalah, menjelaskan penomena,
mengemukakan isu-isu yang kompleks, atau memecahkan masalah (Gagnon &
Colley, 2001).

Dengan demikian, Donald mengemukana bahwa Constructivism is a


way of teaching and learning that intends to maximize student understanding.
Maksudnya, kontruktivisme adalah suatu cara dalam pengajaran dan
pembelajaran yang tujuannya adalah untuk memaksimalkan pemahaman siswa

Tujuan dari kontruktivisme ini, sebagaimana dikatakatan oleh Donald


berikut: Purpose of constructivist teaching and learning is enable to students to
acquire information in ways that make that information most readily understood
and usable. Maksudnya tujuan pengajaran dan pembelajaran konstruktivis
adalah memampukan siswa untuk memperoleh informasi dengan cara-cara
yang membauat informasi tersebut sangat mudah dipahami dan dapat
digunakan.

Untuk menciptakan aktivitas belajar semakin dipahami dan berguna,


para penganut konstruktivis telah mengumpulkan sejumlah ide dan membawa
mereka bersama untuk membentuk suatu mosaik. Donald, (2006:256)
mengungkapkan ide-ide tersebut diantaranya meliputi:

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 40/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

a) Active learning (when students are directly involved in finding something


out for themselves) is preferable to passive learning (when students are
recipients of information presented by a teacher).

b) Learners should engage in authentic and situated activities, that is, the
tasks they face should be concrete rather than abstract, real versus
symbolic.

c) Learning activities should be interesting and challenging, d) Learners


should relate new information to that which they already have through
bridging,

d) Learners should reflect or think about what is being learned (reflection).

e) Learning takes place best in community learners that is, group or social
situation,

f) Rather than present information to learners, teachers facilitate its


acquisition,

g) Teachers must provide learners with assistance or scaffolding that may be


needed for them to progress.

Maksudnya adalah a) pembelajaran aktif (ketika siswa secara langsung


terlibat dalam menemukan sesuatu untuk mereka sendiri) adalah cocok untuk
pembelajaran yang pasif (ketika siswa adalah penerima informasi yang
dipresentasikan oleh guru); b) pembelajar seharusnya terlibat dalam aktivitas
yang diciptakan dan nyata, yaitu tugas-tugas yang mereka hadapi seharusnya
konkret jika tida abstrak, nyata bukan simbolik; c) aktivitas belajar seharusnya
menarik dan menantang; d) pembelajar seharusnya mengaitkan informasi baru
dengan informasi yang telah miliki melalui bridging. e) pembelajar seharusnya
merefleksikan atau memikirkan apa yang dipelajari; f) pembelajaran terjadi
paling baik dalam komunitas pembelajar (leaners community) yaitu kelompok
atau situasi social; g) jika bukan memperentasikan informasi kepada
pembelajar, guru memfasilitasi penyatuannya; h) guru harus memberikan
pembelajar bantuan atau scaffolding yang mungkin dibutuhkan oleh mereka
untuk maju.

Dalam kaitannya dengan den IPS, menurut Mukminan, et.al (2002:1),


IPS diartikan sebagai penelaahan masyarakat sesuai tugasnya untuk
menelaah masyarakat sesuai dengan segala permasalahannya yang sangat
kompleks. Dalam penelaahan harus dilandasi oleh teori-teori sosial yang dapat
memperhitungkan proyeksi kehidupan lebih lanjut.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 41/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Istilah lain dari IPS adalah social studies. Menurut menurut NCSS bahwa
social studies adalah:

the integrated study of the social sciences and humanities to promote


civic competence. Within the school program, social studies provides
coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology,
archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science,
psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the
humanities, mathematics, and natural sciences.

Pengkajian masalah-masalah sosial merupakan pengkajian realitas yang


terjadi di masyarakat secara integrasi dipandang dari berbagai sudut pandang
ilmu-ilmu sosial. Oleh karenanya, pendekatan atau strategi pembelajaran yang
tepat adalah pembelajaran yang kontekstual yang mana di dalamnya siswa
diberikan kesempatan secara aktif untuk mengemukakan pendapat dan
pemikirannya berdasarkan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitanannya dengan itu bahwa teori belajar kontruktivis


merupakan teori yang tepat untuk pembelajaran IPS. Dalam pembelajaran IPS,
guru bukanlah seorang yang paling tahu segalanya semnetara siswa dianggap
bodoh akan tetapi guru hanyalah sebagai fasilitator, motivator dan instruktur.
Guru memiliki peran untuk mebangkitkan semangan belajar siswa dari
pengalaman-pengalaman nyata yang dihadapi dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPS seperti yang
dikemukakan oleh Donald dapat meciptakan suasana active learning
(pembalajaran aktif), authentic and situated activities (aktivitas nyata dan sesuai
dengan situasi), interesting and challenging (menarik dan menantang), learning
community (belajar bersama/kelompok), facilitating (memfasilitasi) dan
scafolding (memberikan bantuan).

Berkaitan dengan ini, Kosasih Djahiri (dalam Mukminan dkk, 2002: 146)
berpendapat bahwa dalam pembelajaran IPS perlu memperhatikan prinsip-
prinsip berikut:

1. Belajar adalah hasil dari lingkungan sosial yang bersangkutan melalui


pengawasan dan penyesuaian. Tuntutan masyarakat dan budaya
melahirkan tuntutan untuk belajar secara terus menerus;

2. proses bel;ajar dalam masyarakat diperankan oleh berbagai lemabaga


(keluarga, masyarakat dan sekolah);

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 42/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

3. mempelajari IPS diarahkan kepada (a) kebutuhan praktis, (b) kebutuhan


yang multidimensi, dan (c) penguasaan hal-hal yang prinsipil dari pada
pelajaran tersebut, permasalahan, pendekatan, metode penelaahannya
agar dapat ditetapkan dalam mengahadapi hal yang sama.

Pendapat Kosasih di atas mengenai prinsip-prinsip pembelajaran IPS


memiliki keterkaitan dengan teori belajar konstruktivis dimana belajar dilakukan
berdasarkan realitas sosial yang ada di masyarakat.

Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar merupakan


usaha memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi
dan akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya. Proses
belajar sebagai usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya
melalui proes asimilasi dan akomdasi, akan membentuk suatu konstruksi
pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru
konsytruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegaiata pembelajaran yang
dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh
siswa secara optimal. Oleh karena itu, karakteristik yang perlu dilakukan adalah:

1. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta


lepas yang sudah ditetapkan, dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas

2. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat


hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian
memformulasikan kembali ide-ide tersebut, kemudian membuat
kesimpulan-kesimpulan

3. Guru bersama-sama dengan siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa


dunia adalah kompleks, di mana terdapat bermacam-macam pandanagan
tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai innterpretasi

4. guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu


usaha yang komoleks, sukar dipahami, tidak teratur.

2.1.4 Konsep Dasar Teori Belajar Humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan


manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 43/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Peran guru


dalam teori ini adalah sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi,kesadaran mengenai makna kehidupan siswa. Guru
mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu
si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1.Proses pemerolehan informasi baru, 2. Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:

1) Teori Belajar Menurut Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan


banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah
konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi
individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah
bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba


memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa
yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran
itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti


dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1)
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 44/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2) Teori Belajar Menurut Abraham H. Maslow (1908-1970)

Maslow mengatakan, mengatakan bahwa ada beberapa kebutuhan yang


perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang siratnya hierarkis. Pemenuhan
kebutuhan dimulai dari kebutuhan terendah, selanjutnya meningkat pada
kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tersebut adalah. : Kebutuhan
jasmaniah, Kebutuhan keamanan, Kebutuhan kasih sayang, Kebutuhan harga
diri, Kebutuhan aktualisasi diri.

Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi


yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-
anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Lebih jauh
Maslow mengatakan, hierarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi
penting bagi individu peserta didik. Oleh karenanya, pendidik harus
memerhatikan kebutuhan peserta didik sewaktu beraktivitas di dalam kelas.
Seorang pendidik dituntut memahami kondisi tertentu, misalnya, ada peserta
didik tertentu yang sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau ada
yang berbuat gaduh, atau ada yang tidak minat belajar. Menurut Maslow, minat
atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokoknya
tidak terpenuhi. Peserta didik yang datang ke sekolah tanpa persiapan, atau
tidak dapat tidur nyenyak, atau membawa persoalan pribadi, cemas atau takut,
akan memiliki daya motivasi yang tidak optimal, sebab persoalan-persoalan
yang dibawanya akan mengganggu kondisi ideal yang dia butuhkan.

3) Teori Belajar Menurut Carl Ransom Rogers (1902-1987)

Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan


perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan
terapis) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Carl Rogers menyakini bahwa berbagai masukan yang ada pada diri seseorang
tentang dunianya sesuai dengan pengalaman pribadinya. Masukan-masukan ini
mengarahkannya secara mutlak ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
dirinya. Rogers menegaskan, dalam pengembangan diri seorang pribadi akan
berusaha keras demi aktualisasi diri (self actualisation), pemeliharaan diri (self
maintenance), dan peningkatan diri (self inhancement).

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 45/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Kognitif (kebermaknaan)

experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan


terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil.
Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa
secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang
membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah


pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. Siswa akan

mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.Pengorganisasian bahan


pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa.

v Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan


bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa

v Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar


tentang proses.

4) Charles Bouille (sekitar 1475-1553)

Charles Bouille adalah seorang humanis Prancis, dalam bukunya yang


berjudul De Sapiente. Dalam buku ini dia mensejajarkan manusia yang cerdas
dengan Phyromitos. Kesejajaran ini terletak pada akal yang diberikan kepada
manusia agar bisa menyempurnakan tabiatnya. Dengan penelitian-penelitian
teoritis yang efektif, dan dengan keyakinannya yang ekstrim, Bouille mengupas
soal kelayakan dan kapabilitas manusia untuk membentuk kehidupannya
sendiri di dunia. Keyakinan inipun menjadi semakin tajam dengan kemajuan-
kemajuan skeptisisme yang dicapai humanisme di luar Italia pada abad
pertengahan.

2.2 Tiga Teori Behavioristik

Ada tiga jenis teori menurut teori behaviorisme yang perlu di pelajari
secara mendalam sebagai seorang guru, yaitu teori Respondent Conditioning,
Operant Cnditioning, dan Observational Learning atau Sosial-Cognitive
Learning.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 46/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

2.2.1 Teori Responden Learning

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing


menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang


dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks
dan stimulus lainnya akan meningkat.

b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang


dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

2.2.2 Operant Conditioning

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan


selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :

a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi


dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.

b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant


telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud


dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.

2.2.3 Observational Learning atau Social-Cognitive Learning

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 47/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura


memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar
sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori


belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan
dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory
yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan
(The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible
Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

2.3 Teori Perkembangan Kognitif, Teori Kognisi Sosial,


Dan Teori Pemrosesan Informasi

2.3.1 Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan


interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan.
Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan
penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan
berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat
pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998).

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang


perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-
pengalaman dan iteraksi-interaksi mereka

Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi
yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif.

Empat tingkat perkembangan kognitif itu adalah.

1. Sensori motor (usia 0 - 2 tahun)

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 48/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

2. Pra operasional (usia 2 7 tahun)

3. Operasional kongkrit (usia 7 11 tahun)

4. Operasi formal (usia 11 tahun hingga dewasa)

Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk siswa SLTP


dengan rentang usia 11 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi

formal Pada usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek

perkembangan remaja Dimana remaja mengalami tahap transisi dari

penggunaan operasi kongkrit kepenerapan operasi formal dalam bernalar


Remaja mulai menyadar keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, di mana
mereka mulai bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman
mereka sendiri.

Piaget menemukan bahwa penggunaan operasi formal bergantung pada


keakraban dengan daerah subyek tertentu. Apabla siswa akrab dengan suatu
obyek tertentu, lebih besar kemungkinannya menggunakan menggunakan
operasi formal (Nur, 2001).

Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994:145), perkembangan kognitif


sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan

aktif berinteraksi dengan lingkungannya Berikut ini adalah implikasi penting


dalam pembelajaran fisika dari teori Piaget.

1. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak

sekedar pada hasilnya Disamping kebenaran jawaban siswa, guru


harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada
jawaban tersebut. (Bandingkan dengan teori belajar perilaku yang hanya
memusatkan perhatian kepada hasilnya, kebenaran jawaban, atau
perilaku siswa yang dapat diamati). Pengamatan belajar yang sesuai
dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa yang
mutakhir, dan jika guru penuh perhatian terhadap metode yang
digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat
dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai
dangan yang dimaksud.

2. Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif

dalam kegiatan pembelajaran Didalam kelas Piaget, penyajikan


pengetahuan jadi (ready-made) tidak mendapat penekanan, melainkan
anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi
spontan dengan lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 49/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

berbagai kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara


langsung dengan dunia fisik. Menerapkan teori Piaget berarti dalam
pembelajaran fisika banyak menggunakan penyelidikan.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan per-

kembanganTeori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh


melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu
melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk
kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.

Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru


memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-
konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan
menggunakan pola-pola berpikir formal.

2.3.2 Teori Kognisi Sosial

Teori kognitif sosial menyediakan suatu konse yang membentuk kerangka


kerja yang digunakan untuk mengevaluasi efek determinan dan mekanisme.
Perilaku seseorang sering di jelaskan dalam bentuk sebab akibnat yang di
bentuk dan di tempa oleh pengartuh lingkungan dan disposisi internal. Menurut
Bandura kognitif sosial menjelaskan fungsi-fungsi psikologis yang di istilahkan
sebagai reciprosal causacion atau kausalitas timbal balik jadi semua interaksi
yang kita lakukan, semua aktivitas biologi, komunikasi, sosial, efektif, kognitif,
pola prilaku dan apa-apa yang terjadi di lingkungan semua dioprasikan dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang bersifat timbal balik.

Teori sosial kognitif diciptakan dari perspektif Bandura dimana


menurutnya, manusia iti adalah mahluk yang bersifat mengatur diri, proaktif,
membuat pencitraan dan peraturan sendiri dengan di pengaruhi lingkungan dan
kekuatan dari dalam diri. Dan oleh bkarenanya, agensi personal da carta
padang kita itu di pengaruhi oleh keadaan sosiostruktural. Dalam lingkup soso
struktural kita mempunyai peran ganda yaitu sebagai produsen dan hasil dari
teori cognitive sosial memegang peranan penting dalam proses sosialisasi
pribadi. Proses ini menjadi alat bagi kita dalam menciptakan pengertian
terhadap lingkungan sekitar kita yang dapat mempengaruhi segala aspek dalam
kehidupan kita dimana paktor kognitiv akan mengarahkan kita lingkungan mana
yang akan kita amati,apa yang kita daat dari lingkungan itu da apa efek yang
akan kita alami akan bersifat permanen atau tidak,dampak emosional apa yang
akan kita dapat dari lingungan.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 50/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

2.3.3 Teori Pemrosesan Informasi

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang


menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali
pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana
seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu
yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui
beberapa indera.

Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima
sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang
sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses
terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan
cepat informasi itu akan hilang.

Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting


dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu
informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu
untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke
dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).

Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi.


Persepsi dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena
persepsi dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan,
motivasi, dan banyak faktor lain.

Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan


ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek.
Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah
terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi
dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau
mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk
pengulangan selama mengajar.

Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat


menyimpan informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin,
2000: 181) membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori
episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari
pengalaman-pangalaman pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari
memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 51/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi tentang


bagaimana melakukan sesuatu.

Maka dapat di tarik kesimpulan dari teori belajar kognitif yaitu Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori ini
juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran
menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan
menghilangkan makna belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. (Asri, 2005 : 34).

Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat


kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus
yang diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan dengan struktur kognitif
yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang (background knowledge)
berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor internal). Teori
kognitif lebih menekankan pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi
perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat
kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok
penganut teori kognitif, namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu pada
soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan, 1998:53).

2.4 Contoh Konkrit Untuk Konteks Siswa SMA atau SMP

2.4.1 Contoh Belajar Konstruktif

Berikut ini adalah contoh pembelajaran biologi. Alternatif rancangan


proses pembelajaran ini dapat saja disempurnakan dan disesuaikan dengan
kondisi daerah dan keadaan siswa di kelas Bapak dan Ibu Guru. Langkah-
langkah proses pembelajarannya adalah sebagai berikut:

Pada tahap awal, Guru mengajukan masalah yang akan dibahas


pada pertemuan tersebut, semisal tentang sistem reproduksi
dengan menuliskan masalah pada papan tulis, di transparansi,
ataupun di kertas peraga.

Guru bertanya kepada para siswa, apakah objek yang dibahas pada
sistem reproduksi? Jawaban yang diinginkan adalah
bagaimanakah sistem reproduksi berlangsung, baik itu sistem
reproduksi vegetatif maupun sistem reproduksi generatif. Guru lalu
menggambar di papan tulis skema sistem reproduksi reproduksi

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 52/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Selanjutnya guru meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan


menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk
menggambarkan beragam cara reproduksi pada jenis-jenis
tertentu mahluk hidup

Guru bertanya kepada siswa, ada berapakah penggolongan sistem


reproduksi? Biarkan siswa bekerja sendiri-sendiri atau bekerja di
kelompoknya untuk menjawab soal tersebut.

Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswayaitu


berupa sistem reproduksi vegetatif dan sistem reproduksi generatif

Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk


melaporkan cara mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga,
yang mana dari dua cara reproduksi tersebut yang benar pada
sistem reproduksi manusia

Selanjutnya Guru memberi soal, para siswa masih boleh


menggunakan buku panduan untuk mencari jawabannya. Bagi
siswa yang masih menggunakan

Pada tahap terakhir Guru memberi soal tambahan seperti. Para


siswa dianjurkan agar tidak menggunakan buku panduan

2.4.1 Contoh Konkrit Belajar Humanisme

Menurut pendapat saya, pendidikan yang humanistik adalah pendidikan


yang mampu menyiapkan suasana setara. Suasana setara yang dimaksudkan
di sini adalah suasana ketika seseorang (murid, siswa, bangsa lain) merasa
nyaman karena dihargai (oleh guru, atasan, senior, tuan rumah). Tidak ada
indikasi pembedaan warna kulit, tingkatan ekonomi, status sosial, dalam sebuah
setting pendidikan. Lebih lanjut, pendidikan yang humanistik menekankan
pendekatan dari hati ke hati.

CONTOH: kita bmengatakan kepada murid,Belanda adalah negara di


Eropa yang paling akhir meninggalkan sistim "tangan besi" dalam mendidik
murid. kita mulai berubah ketika muncul kesadaran bahwa anak didik perlu
diperlakukan dengan kasih sayang. Pendekatan psikologis ternyata memiliki
peranan vital dalam perjalanan dunia pendidikan.

Contoh lain belajar humanisme:

guru akan menyampaikan materi mengenai sel, maka guru tesebut


akan menanyakan apa itu sel? Apa saja yang termasuk ke dalam
sel dan sebagainya.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 53/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Dari pertanyaan tersebut guru memberikan kebebasan kepada


muridnya untuk mengemukakan pendapatnya dan guru
mendorong siswa untuk berpikir kritis.

Siswa diberi kebebasan untuk melakukan eksperimen yang ingin ia


pelajari. Dengan demikian siswa didorong untuk memilih pilihannya
sendiri. Melakukan apa yang diinginkan dan menanggng resiko
dari perilaku yang ditunjukkan.

Guru mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko


perbuatan atau proses belajarnya dengan tidak menilai secara
normative apa yang siswa lakukan.

Setelah itu guru dapat berdiskusi atau berdialog dengan siswa


tersebut.

Sistem pembelajaran yang humanistic

Ibarat sebuah kapal, lembaga pendidikan (apa pun visi dan misinya)
tentu memiliki arah dan tujuan yang jelas. Di mana-mana menjamur berbagai
lembaga pendidikan dengan latar belakang yang beragam jika dilihat dari
namanya. Ada yang terkesan nasionalis karena memakai label negeri, ada pula
yang terkesan religius karena memasang nama agama di belakangnya, seperti
SMAK (Sekolah Menengah Atas Katolik), UII (Universitas Islam Indonesia), dan
sebagainya.

Namun demikian, konteks lembaga pendidikan tersebut sebetulnya tidak


bisa ditebak hanya dengan membaca kover luarnya saja. Perlu penelitian lebih
lanjut, apakah sekolah itu benar-benar mengajarkan nilai-nilai Kristiani karena
memakai nama Katolik? Apakah universitas tersebut benar-benar kumpulan
orang Muslim karena memakai nama Islam?

Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, secara universal, apa pun


nama dan bentuk lembaga pendidikan tersebut, perlu diterapkan beberapa
elemen berikut ini : 1. Partisipasi. Dalam dunia pendidikan, partisipasi mampu
menghidupkan suasana yang interaktif. Dua belah pihak, guru dan siswa, perlu
saling peduli, saling sharing, melakukan negosiasi, dan sama-sama
bertanggung jawab atas proses dan output pendidikan. Hal ini penting agar di
akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi, maka tidak terjadi saling tuding
antara para pihak yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan (guru,
siswa, orangtua siswa, ahli kurikulum, NGO, dan masyarakat luas). 2. Integrasi.
Di sini, perlu ditekankan interaksi, interpenetrasi, serta integrasi pemikiran,

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 54/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang seutuhnya berarti


membangun manusia yang konsisten dalam ketiga hal tersebut.3. Keterkaitan.
Bahwa materi yang diajarkan perlu memiliki hubungan yang erat dengan
kebutuhan hidup dasar peserta didik serta berpengaruh nyata untuk mereka,
baik secara emosional maupun secara intelektual. 4.Transparansi dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran. Para siswa pun berhak mengetahui
bahwa pada akhir pelajaran, mereka harus memahami hal-hal tertentu yang
mampu meningkatkan pengetahuan mereka. Dari sini, semakin nyata bahwa
siswa perlu tahu ke mana mereka diarahkan dalam sebuah pelajaran. Banyak
guru kurang menekankan bagian ini, dan langsung masuk ke "inti"
pembahasan, padahal hal ikhwal menjelaskan tujuan adalah termasuk hal "inti"
pula. 5. Terakhir, tentu saja tujuan sosial dari pendidikan. Karena pendidikan
adalah sebuah sarana menyiapkan manusia untuk untuk berkarya dalam
masyarakat, maka pendidikan perlu menekankan penempaan akal dan mental
peserta didik, agar mampu menjadi sosok intelektual yang berbudaya.

2.5 Implementasi Dalam Proses Belajar Nyata di Sekolah

Hasil yang kami peroleh dari gugu bidang studi Biologi pada saat kami
melakukan wawancara dengan Ibu Umi Sumarni S.Pd.

Didalam proses pembelajaran di kelas, guru menggunakan teori


behavioristik, kognitif, kontruktivistik, dan humanistic. Tetepi yang lebih dominan
atau cenderung di gunakan dalam lingkungan SMA adalah teori kognitif, KArena
yang di gunakan darei semua aspek tetap kognitif (nilai) walaopun ada teori
behavioristik, kognitif, kontrutivistik dan humanistic.

Cara menghadapi siswa di kelas terutama siswa yang bermasalah


(nakal), tergantung kepada siswa itu sendiri. Adapun cara guru untuk
menghadapi siswa seperti itu dengan menggunakan metode pendekatan
behaviorisme.

Metode yang sering di gunakan dalam proses belajar mengajar di kelas


kebanyakan para guru menggunakan metode ceramah dan diskusi. Tetapi lebih
cenderung ke metode ceramah tetapi di samping itu ada metode yang lain yang
mendukungnya seperti tanya jawab,contohnya siswa di tuntut aktif. Dalam
menjawab atau mengisi pertannyaaan yang langsung ataupun yang di tulis di
papan tulis, dengan danya metode atau kegiatan ingatan siswa menjadi lebih
kuat untuk mengingat pelajaran yang sudah di terangkan oleh guru.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 55/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Didalam proses belajar mengajar sering kali adanya kendala seperti


kurangnya media dalam proses belajar mengajar, contohnya: tidak adanya
OHP, infokus, tidak adanya buku yang menunjang untuk mendukung proses
belajar pembelajaran.

KESIMPULAN

Didalam proses belajar pembelajaran di sekolah SMA kebanyakan


menggunakan teori belajar kognitif, karena yang di unggulkan dari semua aspek
tetap yang paling utama adalah nilai. Tetapi disamping itu adabeberapa teori
penunjang seperti teori behaviorisme, kognitif, kontruktivistik, dan humanism.
Kebanyakan para guru menggunakan metode ceramah tetapi disamping itu
juga ada beberapa metoda penunjang seperti metode tanya jawab dan metode
pendekatan.

2.6 Hasil Hipotesa

Jadi, hipotesa atau dugaan sementara saya tentang implementasi dalam


proses pembelajaran nyata di sekolah dan kecenderungan penggunaan teori
belajar yang sering kali di lakukan oleh para guru di kelas adalah salah. Saya
berpendapat bahwa kecenderungan para guru sering menggunakan teori
belajar humanistic karena tujuan belajarnya adalah untuk memanusiakan
manusia. Guru mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan sebagai pelaku utama

yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.

Tetepi setelah saya mewawancarai seorang guru, ternyata yang sering


di lakukan oleh para guru didalam proses belajar pembelajaran di sekolah SMA
kebanyakan menggunakan teori belajar kognitif, karena yang di unggulkan dari
semua aspek tetap yang paling utama adalah nilai. Tetapi disamping itu
adabeberapa teori penunjang seperti teori behaviorisme, kognitif, kontruktivistik,
dan humanism. Kebanyakan para guru menggunakan metode ceramah tetapi
disamping itu juga ada beberapa metoda penunjang seperti metode tanya
jawab dan metode pendekatan.

BAB III

PENUTUP
http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 56/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

3.1 Kesimpulan

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur,


diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Teori
behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu


proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Menuru teori belajar kognitif
pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala
sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan
pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide
dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya.

Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar merupakan


usaha memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi
dan akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya.

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan


manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peran guru dalam teori ini adalah sebagai
fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,kesadaran
mengenai makna kehidupan siswa. Guru mamfasilitasi pengalaman belajar
kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan sebagai
pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 57/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

3.2 Saran

Dalam proses belajar pembelajaran sering kali seswa merasa bosan


dengan tingkah laku seorag guru yang kebiasaan menerapkan metod ceramah
tanpa ada bantuan metoda lain seperti alat peraga atau diskusi. Seorang guru
harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing
melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak. Dan seorang guru
sebaiknya lebih peka terhadap siswa supaya proses belajar pembelajaran
berjalan dengan baik. Sehingga siswa lebih respek dalam mengikuti pelajaran
dan siswa pun menyenangi guru tersebut.

Diposting oleh hasanudin di 21.12

4 komentar:

Ardiyanthinya Bunda 4 Juli 2012 22.07


thanks infonya..
bermanfaat sekali untuk jawaban tugas psikologi saya ;)
Balas

nafisa kim 13 November 2013 16.45


trima kasih infonya,, bagus dan sangat bermanfaat untuk tugas saya.
Balas

shofa putri aisyah 19 Oktober 2015 21.56


terimakasih.. tapi sebelumnya saya mau nanya sumbernya dari mana ya?
Balas

Nursani Hidayanti 7 Mei 2016 16.48


thanks for the information, it's very useful
Balas

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: Sunarwan Mtpb (Google) Logout

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 58/59
9/12/2017 Hasanudin_BIO: Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik

Posting Lebih Baru Beranda Posting Lama

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

http://hasanudin-bio.blogspot.co.id/2011/05/teori-belajar-behaviorisme-kognitif.html 59/59

Anda mungkin juga menyukai