Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat reproduksi merupakan suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam

organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak. Siorganisme berbeda antara

jantan dan betina. Sistem organisme pada wanita berpusat pada ovarium sedangkan

pada pria berpusat pada kedua testis. Ovarium dan testis merupakan gonad yang

merupakan tempat di mana benih berupa sel telur dan sperma diproduksi untuk

selanjutnya mengalami fertilisasi untuk melakukan reproduksi baik pada hewan

maupun manusia.

Alat reproduksi tidak hanya berpusat pada gonad, namun terdapat bagian-

bagian lain dari alat reproduksi yang berperan dalam sistem reproduksi pada hewan

dan manusia. Sistem reproduksi yang lengkap terdiri atas: 1) gonad, berupa ovarium

pada betina dan testis pada jantan,2) duktus gonadal, yaitu tuba fallopii pada betina

serta ductus efferens, ductus epididimis, dan ductus deferens pada jantan, 3) struktur

yang berhubungan dengan perjalanan sel spermatozoa dari penis pada jantan dan

penerima pada betina yaitu vulva dan vagina, 4) bagian khusus dari sistem ductus

pada betina, yaitu uterus yang pada keadaan tertentu dapat dimodifikasi menjadi

penerima dan pemberi makan konseptus.

Sel spermatozoa yang merupakan sel kelamin jantan awal mulanya ditemukan

oleh Ham pada 1667 dan dilaporkan kepada Anthoni van Leeuwenhoek dan olehnya

sel spermatozoa ini dipelajari dan hasilnya dilaporkan ke Royal society di Inggris. Di

lain pihak, de Graff pada 1672 menemukan sel telur pada betina dan pada 1827 Karl

1
2

Ernst von Baer menemukan benda-benda kecil di dalam folikel de Graff yang identik

dengan sel-sel telur yang ditemukan di dalam tuba fallopii yang ternyata adalah sel

kelamin yang sudah masak.

Bakat sel kelamin baru diketahui jauh setelah sel kelamin diketahui. Waldeyer

pada 1870 mengemukakan bahwa bakat sel kelamin berasal dari sel-sel epitel

coelome yang membungkus bakal kelenjar kelamin yang disebut gonad. Nussbaum

pada 1880 melakukan penelitian pada katak dan ikan trout dan menemukan bahwa

bakal sel kelamin terdapat di luar gonad. Dari tempat tersebut kemudian pindah ke

dalam gonad dan perpindahannya terjadi pada awal perkembangan embriologi.

Setelah perpindahan sel kelamin yang disebut sebagai sel germinal primordial

menuju gonad, terjadilah perkembangan berikutnya mulai dari tahap indifferent yaitu

belum dapat dibedakan antara jenis kelamin jantan dan betina hingga tahap different

yaitu telah terbentuk alat kelamin yang membedakan antara jantan dan betina atau

pria dan wanita serta terbentuknya alat reproduksi yang lengkap (Soenardirahardjo et

al, 2011).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan tugas ini, mahasiswa diharapkan mampu

memahami serta menjelaskan perkembangan alat reproduksi pada masa

embrional.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan tugas ini, mahasiswa diharapkan mampu

memahami dan menjelaskan mengenai:

1. Pembentukan Sel Germinal Primordial

2. Perkembangan Organ Genetalia


3

3. Tahap Indiferen Gonad

4. Tahap Diferen Gonad

5. Regulasi Molekuler Perkembangan Duktus Genetalia

6. Perkembangan Duktus Genetalia

7. Perkembangan Genetalia Eksterna

1.3 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah: BAB 1 Pendahuluan, yang

berisi latar belakang, tujuan umum dan khusus, sistematika penulisan, dan manfaat.

BAB 2 Pembahasan, yang berisi pembentukan sel germinal primordial, tahap

indifferent gonad, tahap different gonad, dan perkembangan saluran alat kelamin.

BAB 3 Penutup, yang berisi simpulan dan saran.

1.4 Manfaat

Sebagai dasar pengetahuan mengenai embriologi pada tahap pembentukan dan

perkembangan alat reproduksi untuk dapat mengetahui sebab terjadinya kelainan

pada alat reproduksi yang terjadi sejak embrional.


4

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Sel Germinal Primordial

Sejak awal tahun 1990 penyelidikan untuk mengetahui asal dari sel germinal

primordial telah dilakukan pada ikan, amfibia, ayam, tikus, kucing, marmut, dan

manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel germinal primordial ada yang

berasal dari sel-sel epitel germinal gonad (intra gonad), misalnya pada tikus, kucing,

dan marmut. Sedangkan pada ikan, amfibia, ayam, dan manusia, bakal sel kelamin

berasal dari dinding endoderm kantung kuning telur (yolk sac) (ekstra gonad).

Penelitian dilakukan untuk menjawab masalah mengenai asal sel germinal

primordial dan hubungannya dengan sel germinal definitif. Banyak peneliti hewan

invertebrata dan invertebrata mirip mamalia menyimpulkan bahwa segresi awal

selama periode perkembangan sel germinal primordial menyebabkan pembentukan

sel kelamin pada organisme.

Pada reptil dan burung, sel germinal primordial pertama kali ditemukan pada

ujung eksterna embrionik endoderm dari yolk sac. Dari bagian ini, sel mengadakan

migrasi secara aktif dengan gerakan amuboid masuk ke dalam embrio. Pada

beberapa burung sebagian besar masuk ke dalam embrio melalui aliran darah dan

pada akhir fase somit menempatkan diri dalam daerah epitel germinal. Daerah ini

kemudian dijadikan basis proliferasi selama periode perkembangan awal sampai

dibentuk sel telur atau sel spermatozoa.

Pada mamalia, sel germinal primordial terjadi pada fase presomit yang berasal

dari bagian endoderm dan bagian mesoderm yaitu di dinding yolk sac dekat dengan

4
5

divertikulum allantois. Kemudian sel mengadakan migrasi lewat messentery ke regio

epitel germinal atau gonadal blastema. Pada manusia, sel ini nampak bermigrasi dari

yolk sac ke dinding usus belakang (hind gut) melewati mesentery sampai berkumpul

di genital ridge. Peneliti lain menolak keberadaan sel germinal primordial atau bila

ada hanya diperlukan untuk perkembangan sel kelamin yang definitif. Secara

histokimiawi, sel germinal primordial yang diamati pada berbagai jenis hewan

merupakan sel yang melakukan segregasi awal yang menjadi asal sel telur dan sel

spermatozoa.

Gambar 2.1 Asal sel germinal primordial pada embrio akhir minggu ke-3

Sel germinal primordial harus mempunyai efek induktif pada blastema

mesenchyme gonad. Hubungan keduanya bersifat timbal balik, yaitu jika germinal

ridge tidak berkembang karena ketiadaan sel germinal primordial, maka sel ini

nampaknya tidak akan berdiferensiasi atau mempersiapkan mesenchyme dari

germinal ridge (Soenardirahardjo et al, 2011).


6

2.2 Perkembangan Organ Genitalia

Perkembangan embrional alat reprdoduksi berasal dari keadaan yang indiferen

dengan kedua jenis kelamin yang sama sampai awal minggu ke-7 dan barulah organ

polar yang spesifik berdiferensiasi dalam berbagai sudut pandang. Pada dinding

dorsal perut sebelah medial dari mesonefros tampak suatu tonjolan yang cembung

mirip rigi (gonadal ridge) pada minggu ke-5, yang terbentang dari diafragma sampai

ke panggul dan di tengahnya terdapat bakal gonad yang agak menonjol ke depan.

Di daerah bakal gonad, membran basal epitel coelom menghilang sehingga

dapat tumbuh ke dalam tanpa halangan dan sel kelamin dengan organnya dapat

mengalami suatu situasi penting bagi diferensiasi gamet yang sangat spesifik dan

terjadi kemudian. Namun, jaringan mesonefros tumbuh dengan cepat pada bakal

gonad, yang menginduksi dan mengatur perkembangan lebih lanjut pada gonad

melalui ekspresi faktor-faktor spesifik. Tanpa faktor ini, bakal gonad tidak

berkembang lebih lanjut. Mesonefros dengan demikian tetap ada pada kedua jenis

kelamin di daerah bakal gonad yang mula-mula menerimanya, namun segera

mengalami degenerasi di kranial dan kaudal.

Di sebelah lateral dari mesonefros akhirnya terbentuk ductus genitales yang

lebar, yaitu duktus Muller (duktus paramesonefros). Dengan demikian, mula-mula

terbentuk lekukan ke dalam pada epitel coelom, yang lalu bertambah menjadi saluran

epitel yang tumbuh di samping duktus Wolff ke arah kaudal sampai ke sinus

urogenitalis.

Karenanya, tercipta dasar duktus bersama bagi kedua jenis kelamin untuk

diferensiasi organ kelamin bagian dalam lebih lanjut, yakni keadaan indiferen yang

merupakan asal perkembangan pria dan wanita pada bulan ketiga (Rohen & Drecoll,

2003).
7

2.3 Tahap Indiferen Gonad

Sex secara genetik terbentuk pada saat embrio pada saat fertilisasi, sedangkan

secara morfologi gonad belum menunjukkan antara pria dan wanita sampai minggu

ke-7. Gonad pada awalnya merupakan sepasang rigi longitudinal yang disebut

genital atau gonadal ridge yang terbentuk dari proliferasi epitel dan kondensasi dari

lapisan mesenchyme. Sel germinal primordial belum tampak di genital ridge sampai

minggu ke-6 (Langman, 2009).

Gonad bukan merupakan asal dari sel kelamin dan bukan merupakan

kelenjar dalam arti sebenarnya, melainkan tempat sel germinal dalam

perjalanannya di ductus genitales mengalami diferensiasi spesifik. Sel-sel germinal

primordial kemungkinan mengembara dari yolk sac melalui tangkai penghubung

(connecting stalk) atau juga dari epiblas ke dalam rongga tubuh bakal embrio pada

tahap dini.

Sel-sel yang cepat bertambah banyak melalui mitosis, bergerak dan

mengembara seperti amoeba (kira-kira pada hari ke-28) sepanjang mesentery dorsal

dari hind gut, tiba di gonad primitif pada awal minggu ke-5 dan menempati genital

ridge pada minggu ke-6. Apabila mereka gagal menempati genital ridge pada

masanya maka gonad tidak akan terbentuk (Langman,2009).


8

Gambar 2.2 A. Embrio minggu ke-, menunjukkan sel germinal primordial di dinding
yolc sac dekat dengan allantois, B. Pergerakan sel germinal primordial sepanjang
dinding hind gut dan dorsal mesentery menuju genital ridge

Gambar 2.3 Minggu ke-6 gonad indiferen dengan korda seks primitif. Beberapa sel
germinal primordial dikelilingi oleh sel-sel dari korda sek primitif

Sel kelamin mulanya dapat ditemukan di epitel permukaan yang juga disebut

epitel benih. Sel-sel epitel coelom cepat tumbuh ke dalam dengan membawa sel-sel

germinal dan kemudian selalu mempertahankan hubungan sel yang erat dengan sel-

sel germinal tersebut yang penting untuk diferensiasi sel-sel ini. Sel epitel coelom

menunjang metabolisme sel germinal dan mengatur perkembangan selanjutnya

dengan cara yang spesifik. Sel epitel coelom berdiferensiasi di dalam testis menjadi

sel sertoli dan di dalam ovarium menjadi sel epitel folikel. Dengan cara ini, pada

bakal gonad embrio terbentuk dua daerah yang berhadapan dan memiliki zat

penginduksi yang berbeda, yaitu korteks dan medula. Sel germinal mula-mula tetap

berada di korteks dalam pengaruh sel-sel sertoli atau sel epitel folikel. Medula

sebaliknya lebih (biasanya) dipengaruhi inhibisi dari blastema mesonefros.


9

Gambar 2.4 a) Gonad indiferen. Panah merah = pengembaraan sel germinal dari
daerah usus, panah biru = penetrasi sel-sel mesonefros. b) Bakal testis, kiri = stadium
awal, kanan = stadium lanjut dengan tubulus seminiferus (D), rete testis (R), duktus
epididimis (NH), tunika albugenia (Ta), L = sel leydig. c) bakal ovarium, kanan =
stadium awal, kiri = stadium lanjut dengan epitel benih (K), dan folikel telur (E), P =
folikel primordial.
1 = daerah korteks luar, 2 = daerah korteks, 3 = daerah medula

Masih belum diketahui mekanisme pengaturan perjalanan sel-sel germinal

primer dari mesoderm ekstra embrional ke bakal gonad. Karena sel-sel benih tetap

memiliki faktor transkripsi (protein-Oct4) yang diekspresikan pada semua sel

blastomer yang totipoten. Faktor ini juga diekspresikan pada sel-sel benih tahap ke-3

dan pada oosit, namun tidak diekspresikan pada sperma. Pada permukaan gonad, sel-
10

sel germinal mempunyai faktor sel tunas, yang melindungi sel-sel germinal dari

terjadinya apoptosis (Rohen & Drecoll, 2003).

Sebelum dan selama sel germinal primordial sampai, epitel dari genital ridge

mengalami proliferasi dan sel epitel masuk ke lapisan mesenchyme sehingga

membentuk beberapa bentuk korda yang tidak beraturan yang dinamakan primitive

sex cords (korda seks primitif). Pada pria dan wanita, korda tersebut berhubungan

dengan permukaan epitel dan tidak mungkin dapat dibedakan antara gonad pria dan

wanita. Gonad dalam keadaan ini dinamakan indifferent gonad (gonad indiferen)

(Langman, 2009).

2.4 Tahap Diferen Gonad

Pada akhir minggu ke-7 diferensiasi seksual bakal gonad baru dikenali. Gonad

yang terbetuk dibedakan menjadi 2, yaitu:

2.4.1 Testis

Embrio dikatakan secara genetik adalah pria apabila sel germinal primordial

membawa kromosom seks komplek XY. Di bawah pengaruh dari gen SRY pada

kromosom Y yang mengkode testis determining factor, korda seks primitif

berkembang secara proliferatif dan masuk lebih dalam ke medula untuk membentuk

testis atau ke dalam korda medula. Untuk menuju bagian hilus dari kelenjar, korda

berpisah ke bagian untaian sel kecil yang nantinya akan menjadi tubulus dari rete

testis. Selama perkembangan yang lebih lanjut, lapisan padat dari jaringan konektif

fibrosa yaitu tunica albugenia memisahkan korda testis dari permukaan epitel

(Langman, 2009).
11

Gambar 2.5 A. Testis 8 minggu, B. Testis dan duktus genital 4 bulan

Skema 2.1 Pengaruh sel germinal primordial pada gonad indiferen

Pada testis, sel-sel epitel coelom yang tumbuh di dalamnya (sel pra-sertoli),

membentuk korda yang letaknya sedemikian dekat satu sama lain dan saling terjalin

satu dengan yang lain (korda seksual, duktuli pluger) yang merupakan tempat

tinggal sel germinal dan terhambatnya diferensiasi sel tersebut lebih lanjut oleh

faktor-faktor inhibitorik. Di dalam mesenchyme yang tumbuh dari mesonefros

muncul sel yang lebih besar dan memproduksi hormon, yaitu sel Leydig janin yang

sudah memproduksi testosteron dari minggu ke-8 yang penting untuk kelanjutan

perkembangan seksual yang spesifik pada janin.


12

Pada minggu ke-10, anyaman korda seksual mulai memudar. Struktur tersebut

membentuk tubulus seminiferus yang independen dan sangat berliku-liku yang

memisahkan korteks dari epitel benih melalui lapisan jaringan ikat kasar (tunika

albugenia). Kini sel-sel germinal tidak dapat lagi mencapai testis. Sisa sel-sel yang

tersebar di korteks mulai berdegenerasi. Oleh karena saluran kecil sperma (tubulus

seminiferus) berakhir buntu dan simpai testis menebal melalui tunica albugenia,

pengeluaran sel germinal hanya dapat terjadi ke arah dalam. Agar penyaluran sperma

dapat terjadi, terjadi diferensiasi duktus mesonefros yang berbatasan dengan testis

menjadi duktus eferens dan bersatu di atas rete testisdengan tubulus seminiferus. Di

bawah pengaruh testosteron, duktus Wolff di daerah gonad menjadi saluran

epididimis dan ke arah distal menjadi saluran sperma (duktus deferens). Dari minggu

ke-20 pada dasarnya testis sudah mencapai tahap diferensiasi tersebut, yang setelah

lahir tetap berlangsung sampai pematangan seksual (pubertas) terjadi (Rohen &

Drecoll, 2003).

Skema 2.2 Penentuan jenis kelamin pada janin


13

2.4.2 Ovarium

Pada embrio wanita dengan seks kromosom XX dan tidak ada kromosom Y,

korda seks primitif memisahkan diri ke dalam gugus-gugus sel yang tidak teratur.

Gugus sel ini terdiri atas sekelompok sel germinal primordial yang menempati

bagian medula dari ovarium. Selanjutnya menghilang dan digantikan oleh stroma

vaskular yang membentuk ovarium medula.

Gambar 2.6 A. Potongan melintang ovarium pada 7 minggu, B. Ovarium dan duktus
genital pada 5 bulan

Diferensiasi spesifik mulai terjadi belakangan secara keseluruhan, epitel

coelom pada orang dewasa membentuk korda epitel ke dalam blastema gonad,

namun tidak ada yang menembus sampai ke medula, namun tetap tinggal di daerah

korteks. Di korteks, sel tersebut berubah menjadi gumpalan sel dengan oogoni yang

berproliferasi di dalamnya melalui pembelahan mitosis yang cepat dan berurutan.

Secara keseluruhan, terbentuk sekitar 7 juta sel benih, namun dari jumlah tersebut

menjelang kelahiran menjadi 5-6 juta sel akan mati (Rohen & Drecoll, 2003).

Dari minggu ke-12 sampai ke-16, penggolongan lapisan lambat laun dapat

dikenali di bakal gonad. Di luar daerah korteks jaringan tebal dari sel penunjang

yang gelap berkembang dengan oogoni yang aktif berproliferasi. Kemudian,

terbentuk zona yang bertambah lebar, tempat oosit muncul pertama kalinya, yang
14

dimulai di dalam bola telur berepitel dengan pembelahan pematangan pertama

(meiosis), namun bertahan pada stadium profase.

Gambar 2.7 Oogenesis dan perkembangan folikel, kotak merah = tahap istirahat dari
primordial folikel yaitu saat profase I

Pada daerah korteks, anyaman longar mesenkim zona medula menutup dan

akhirnya menutup ke dalam rete blastema, di mana tidak ada sel telur yang tersisa.

Karena di dalam ovarium tidak terjadi perkembangan ductus genitales, transportasi

sel telur harus terjadi ke arah luar di tempat ini yang berkebalikan dengan testis. Oleh

sebab itu, perlu adanya sistem duktus besar kedua dari bakal indiferen, yaitu duktus

Muller yang berdiferensiasi menjadi tuba fallopii dan uterus setelah terjadinya

induksi hormonal (Rohen & Drecoll, 2003).

2.5 Regulasi Molekuler Perkembangan Duktus Genetalia

SRY merupakan master gen pada perkembangan testis dan berperan secara

langsung pada gonadal ridge dan secara tidak langsung pada duktus mesonefros.

Faktor ini juga menyebabkan testis menghasilkan faktor kemotaksis yang


15

menyebabkan tubulus dari duktus mesonefros menembus gonadal ridge dan

menstimulasi perkembangan testis lebih lanjut. Apabila hal ini tidak terjadi maka

diferensiasi dari testis akan gagal. SRY juga meregulasi steroidogenesis factor 1

(SF1) yang berperan melalui faktor transkripsi yang lain yaitu SOX9, untuk

menginduksi diferensiasi dari sel Sertoli dan sel Leydig.

Gambar 2.8 Kromosom sex X dan Y, kromosom Y mengandung SRY (sex


determining region)

Selanjutnya, sel sertoli memproduksi mullerian inhibiting substance (MIS)

yang disebut juga anti mullerian hormon (AMH)yang menyebabkan duktus

paramesonefros (duktus Muller) mengalami regresi. Sel Leydig menghasilkan

hormon testosteron yang masuk ke dalam sel dari organ target yang mungkin tetap

atau diubah menjadi dehidrotestosteron oleh enzim 5 reduktase. Testosteron dan

dehidrotestosteron berikatan dengan protein reseptor intraseluler spesifik dan secara

otomatis komplek reseptor hormon berikatan dengan DNA untuk meregulasi

transkripsi dari gen spesifik jaringan dan produk protein. Reseptor testosteron

memodulasi virilisasi duktus mesonefros, sedangkan reseptor dehidrotestosteron

memodulasi diferensiasi dari genetalia ekternal pria.


16

Diferensiasi seks pada wanita dianggap sebagai mekanisme yang terjadi karena

ketidakadaan dari kromosom Y, tetapi sekarang diketahui bahwa ada gen spesifik

yang menginduksi perkembangan ovarium. Seperti contoh, DAX1, salah satu famili

reseptor hormon yang berlokasi pada lengan pendek dari kromosom X dan berperan

sebagai downregulating SF1 yang mencegah terjadinya diferensiasi sel Sertoli dan

sel Leydig. Growth Factor WNT4 juga membantu deferensiasi ovarium dan

diekspresikan lebih awal pada gonadal ridge pada wanita tetapi tidak pada pria.

Tidak adanya produksi MIS oleh sel Sertoli, duktus Muller akan distimulasi

oleh estrogen untuk membentuk tuba fallopii, uterus, cervix, dan vagina bagian atas.

Estrogen juga berperan pada genetalia eksterna pada tahap indiferen untuk

membentuk labia mayora, labia minora, klitoris, dan vagina bagian bawah.

Skema 2.3 Pengaruh kelenjar seks pada diferensiasi seks


17

2.6 Perkembangan Duktus Genetalia

2.6.1 Perkembangan Duktus Genetalia Pada Pria

Genetalia embrio masih bersifat indiferen sampai minggu ke-7. Lalu dalam

pengaruh hormon estrogen yang dibentuk di dalam blastema gonad, duktus Muller

terus berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan bagian proksimal vagina pada

janin wanita, sedangkan pada saat yang sama mesonefros dan duktus Wolff

mengalami degenerasi.

Gambar 2.9 A. Duktus genital pada janin laki-laki 4 bulan, B. Duktus genital setelah
desensus testis

Pada janin laki-laki, terjadi hal yang sebaliknya, yaitu duktus Muller

mengalami degenerasi dalam pengaruh MIS, sedangkan dalam pengaruh testosteron,

mesonefros di daerah bakal gonad terus berdiferensiasimenjadi epididimis dan

duktus Wolff menjadi vas deferens (duktus deferens). Pada kedua jenis kelamin,

bakal gonad mengalami suatu penurunan (desensus) ketika ligamen genetal bertindak

sebagai penuntun. Gonad wanita pada proses penurunan hanya mencapai pelvis

minor yang juga berada di rongga perut. Testis mengembara lebih jauh melalui

kanalis inguinalis sampai ke skrotum (desensus testis) sehingga ligamen gonadal


18

ridge (gubernakulum testis) memendek dan testis tertarik ke bawah melalui kanalis

inguinalis dari duktus Muller hanya tersisa suatu vesikel pada puncak atas testis,

begitu juga pada bagian awal uretra, yaitu utriculus prostaticus. Degenerasi duktus

Muller diinduksi oleh MIS atau AMH. Dari bagian akhir duktus Wolff yang kelak

menjadi vas deferens, vesicula seminalis tumbuh dengan salurannya yang disebut

duktus ejakulatorius dan bermuara ke dalam uretra.

Gambar 2.10 a) perkembangan organ


genetalia yang indiferen, b) perkembangan
organ genetalia laki-laki

2.6.2 Perkembangan Duktus Genetalia Pada Wanita

Duktus Muller berkembang dari suatu invaginasi epitel coelom pada janin

perempuan (antara hari ke-44 dan ke-56) yang kelak menjadi ostium tuba fallopii.

Saluran epitelial ini tumbuh dari segmen thorakal ke-3 ke arah kaudal yang sangat
19

dekat dengan duktus Wolff sehingga terhubung oleh suatu membran basal bersama.

Pada pelvis minor, hubungan tersebut menghilang kembali. Kedua duktus Muller

terdorong ke arah medial dan menjadi satu dengan yang lain serta membentuk satu

saluran dengan lumen bersama, yaitu bakal uterus. Bakal uterus segera dilapisi

mesenkim yang menjadi asal terbentuknya otot uterus dan perimetrium. Pada dinding

dorsal sinus urogenitalis, terjadi suatu proliferasi sel yaitu Muller hill yang

membentuk bakal vagina bagian proksimal. Duktus Wolff pada perempuan tidak

seluruhnya berdegenerasi, namun tersisa sebagai saluran yang tidak berdiferensiasi

serta tidak berfungsi, letaknya di belakang uterus dan vagina dan tetap ada seumur

hidup yang disebut dengan duktus Gartner. Sisa duktus mesonefros dan vesikel

berepitel yang tidak berarti hampir selalu dijumpai pada perempuan dewasa di antara

tuba dan ovarium dan disebut dengan epooforon dan parooforon. Dari kedua struktur

tersebut, kista atau tumor dapat terbentuk.

Gambar 2.11 A. Duktus genital pada akhir bulan ke-2, B. Duktus genital setelah
penurunan dari ovarium
20

Gambar 2.12 a) perkembangan organ genetalia yang indiferen, c) perkembangan


organ genetalia wanita

2.7 Perkembangan Genetalia Eksterna

Diferensiasi organ genetalia eksterna juga didahului oleh keadaan indiferen.

Setelah terjadinya pemisahan rektum oleh septum urorectale, hanya pars phallica

dan pars pelvina yang tersisa di bagian bawah sinus urogenitalis. Pada janin laki-

laki, kedua bagian sinus urogenitalis berdeferensiasi menjadi uretra, pada perempuan

hanya menjadi pars pelvina. Hal tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa pada

janin perempuan, lipatan genetalia yang terbentuk di sekitar ostium urogenitalis tetap

mempertahankan bentuk asalnya, sedangkan pada pria tumbuh menjadi penis.


21

Secara detail, mula-mula dua lipatan genetalia (di dalam), dua genital swelling

(tonjolan labioskrotal) (lebih ke arah luar) dan di bagian tengah atas suatu

tuberkulum yang tidak berpasangan (genital tubercle) berkembang, yang masih

berada dalam tahap indiferen. Pada janin perempuan, hormon estrogen menstimulasi

perkembangan genetalia eksterna. Selanjutnya lipatan genetalia berdiferensiasi

menjadi labia minora sedangkan genital swelling menjadi labia mayora dan genital

tubercle menjadi klitoris dan corpus cavernosum clitoridis (Rohen & Drecoll, 2003).

Pada akhir minggu ke-6 masih tidak dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan

(Langman, 2009).

Gambar 2.13 A dan B Tahap indeferen dari perkembangan genetalia eksterna, A.


Usia embrio 4 minggu, B. Usia embrio 6 minggu

Gambar 2.14 Perkembangan genetalia eksterna janin wanita pada bulan ke-5 (A) dan
baru lahir (B)
22

Setelah bagian yang padat dari duktus Muller mencapai sinus urogenital, dua

bagian padat tumbuh ke luar pelvik tepat di sinus. Bagaian yang keluar merupakan

bulbus sinovaginal yang berproliferasi dan membentuk vaginal plate yang padat.

Proliferasi berlanjut pada bagian kranial akhir dari plate, tumbuh menjauh antara

uterus dan sinus urogenital. Pada bulan ke-4, vagina tumbuh keluar dari kanal.

Bagian vagina yang tumbuh keluar mengelilingi bagian akhir uterus adalah forniks

vagina merupakan asal paramesonefros. Sehingga vagina memiliki 2 asal mula,

bagian atas terbentuk dari kanal uterus dan bagian bawah terbentuk dari sinus

urogenital.

Sisa lumen vagina yang terpisah dari sinus urogenital sebagai lapisan jaringan

yang tipis dinamakan hymen yang terdiri atas lapisan epitel dari sinus dan lapisan

tipis dari sel vagina (Langman, 2009).

Gambar 2.15 Formasi dari uterus dan vagina A. Pada minggu ke-9 belum nampak
septum uteri, B. Akhir bulan ke-3 terbentuknya vaginal plate, C. Baru lahir

Gambar 2.16 Potongan sagital penampang uterus dan vagina A. 9 minggu, B. Akhir
dari bulan ke-3, C. Baru lahir.
23

Pada janin laki-laki, genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis,

corpus spongiosum dan uretra) dalam pengaruh testosteron yang terjadi pada minggu

ke-10, pada saat yang sama kedua lipatan genetalia memanjang dan menyatu di

tengah. Kedua lipatan tersebut membentuk corpus penis dengan kedua corpus

cavernosum. Namun, celah di tengah yang mula-mula tampak cepat menutup, dapat

tetap terbuka (hipospadia) pada malformasi. Kedua genital swelling tumbuh bersama

di medial dan membentuk skrotum, dengan raphe medialnya yang menandakan

sepasang bakal genital.

Skrotum pada akhir masa janin menerima testis beserta pelapisnya, juga

penonjolan peritonium (tunica vaginalis). Desensus testis seharusnya sudah selesai

pada waktu lahir, yang dapat dinilai sebagai tanda kematangan seksual pria.

Gambar 2.17 A. Pertumbuhan genetalia eksterna janin laki-laki pada minggu ke-10,
B. Potongan melintang palus selama pembentukan penile uretra, C. Pertumbuhan
bagian glandula dai penil uretra, D. Baru lahir

Gambar 2.18 Hipospadia, abnormal


orificium uretra
24

Gambar 2.19 Ringkasan diferensiasi perkembangan genetalia eksterna pada pria dan
wanita
25

BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Penentuan sex pada janin laki-laki dan perempuan terjadi setelah fertilisasi,

janin dapat dibedakan secara genetik melalui kromosom sex yaitu XX atau XY.

Awal perkembangan alat reproduksi pada janin dimulai dari terbentuknya sel

germinal primordial yang kemudian mengalami peristiwa hingga terjadilah tahap

indiferen gonad, di mana gonad masih belum dapat dibedakan antara testis dan

ovarium hingga minggu ke-7 embrional. Setelah akhir minggu ke-7 embrional

barulah dikenali diferensiasi bakal gonad.

Setelah gonad terbentuk, perkembangan alat reproduksi terus berlanjut mulai

dari perkembangan duktus genetalia yaitu duktus mesonefros (duktus Wolff) dan

duktus paramesonefros (duktus Muller) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

molekuler hingga terbentuk genetalia interna sampai akhir minggu ke-20. Pada

wanita duktus Muller akan berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan vagina

bagian atas, sedangkan pada pria duktus Wolff akan berkembang menjadi duktus

epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan duktus ejakulatorius.

Perkembangan genetalia eksterna dipengaruhi oleh hormon estrogen pada

wanita dan testosteron pada pria. Pada janin perempuan lipatan genetalia akan

berdiferensiasi menjadi bibir labia minora, genital swelling menjadi labia mayora dan

genital tubercle menjadi klitoris dan corpus cavernosum clitoridis. Sedangkan

perkembangan vagina terbagi menjadi 2 yaitu vagina bagian atas berasal dari bagian

yang sama dengan uterus dan bagian bawah berasal dari sinus urogenitalis. Pada

25
26

janin laki-laki genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis, corpus

spongiosum, dan uretra) dan pada saat yang sama karena pengaruh testosteron

membentuk corpus penis dengan kedua corpus cavernosum. Kedua genital swelling

membentuk skrotum yang berlanjut hingga terjadinya desensus dari testis pada akhir

kehamilan yang menunjukkan kematangan seksual pria.

3.2 Saran

Pembahasan yang ada pada makalah ini sebatas fisiologi dari perkembangan

alat reproduksi yang perlu dilengkapi dengan patologinya atau abnormalitasnya

beserta contoh sehingga dapat menjadi perbandingan bila terjadi kasus tersebut di

lapangan.
27

DAFTAR PUSTAKA

Rohen, Johanes W, Drecoll, Elke Lutjen. 2003. Embriologi Fungsional, Perkembangan


Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Langman, Sadler T. W. 2009. Embriologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC

Soenardirahardjo, Bambang P., Widjiati, Mafruchati, Maslichah, Luqman, Muhammad.


2011. Buku Ajar Embriologi. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas
Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai