Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kerusakan jaringan tulang selama prosedur pencabutan gigi dapat menyebabkan atrofi
tulang alveolar. Terjadi pengurangan 50% lebar alveolus ridge dalam waktu 12 bulan (
Schropp et al., 2003 ). Pencabutan gigi yang diikuti penyembuhan soket biasanya
menghasilkan deformitas tulang alveolar, termasuk pengurangan tinggi dan lebar residual
ridge, oleh karena itu mempertahankan alveolus pada saat pencabutan gigi merupakan hal
penting.

Apabila kerusakan tulang tidak dapat diperbaiki dengan proses osteointegrasi secara
natural, maka diperlukan suatu bahan yang dapat memicu terjadinya osteointegrasi, yaitu
graft tulang, Graft tulang dalam bidang kedokteran gigi memiliki peran penting ketika
dukungan structural atau fungsional dibutuhkan. Penggunaan graft tulang untuk mendukung
regenerasi tulang, defek tulang yang besar yang diakibatkan oleh trauma atau prosedur bedah,
memperbaiki kerusakan tulang karena gangguan pada gigi, mengisi soket gigi setelah
pencabutan gigi untuk mempertahankan tinggi dan lebar alveolar ridge, dan untuk
merekonstruksi alveolar ridge ( Garg et al., 1999 )

Salah satu bahan bone graft yang digunakan adalah xenograft ( graft yang diambil
dari spesies yang berbeda ) yang berasal dari tulang sapi atau dikenal dengan istilah bovine
bone. Bahan ini telah diteliti secara luas dan dapat diterima dengan baik karena memiliki
kandungan yang sama dengan mineral tulang manusia ( Nevins et al.,2011 ). Hanya beberapa
graft yang memiliki kemampuan untuk menyebabkan pembentukan tulang baru dengan
menstimulasi pleuri-potential stem cells untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas untuk
membentuk tulang ( Baharuddin et al., 2003 ). Pembentukan tulang yang baru dari graft ini
sangat bergantung pada waktu ( Nevins et al., 2011 ), oleh karena itu diperlukan suatu inovasi
bahan yang dapat merangsang aktifitas graft untuk dapat mempercepat pembentukan tulang.
Xenograft cancellous bovine adalah produk graft berupa bubuk yang diproduksi oleh bank
jaringan RSUD Dr. Soetomo dan telah diradiasi dengan sinar gamma sehingga sifat
immunogeniknya hilang dan terbebas dari jaringan lunak ( Sudarto, 2003 )

1
Dalam perkembangan teknologi saat ini diketahui banyak penggunaan berbagai bahan
alami untuk membantu mempercepat proses penyembuhan luka. Salah satunya adalah
propolis. Manfaat propolis untuk mengobati luka datang dari senyawa khusus di dalam
propolis yang disebut pinocembrin, sebuah kandungan yang berfungsi sebagai anti-inflamasi
dan anti-mikroba. Zat ini berperan penting dalam mempercepat penyembuhan luka. Sebuah
penelitian menemukan bahwa propolis dapat membantu mempercepat penyembuhan luka
dengan mempercepat pertumbuhan sel-sel baru, ekstrak alkohol dari propolis yang dioleskan
di atas luka lebih efektif mengurangi sel mast, sel yang merangsang respon inflamasi dan
memperlambat penyembuhan luka ( Marcucci, 1994 ).

Dalam usulan penelitian ini penggunaan ekstrak propolis yang dikombinasikan


dengan xenograft cancellous bovine pada luka bekas pencabutan gigi diharapkan dapat
mempercepat proses pembentukan tulang alveolar sehingga pembuatan dental implant dapat
terlaksana dengan baik. Mekanisme peningkatan jumlah osteoblast tulang alveolar setelah
pemberian kombinasi ekstrak propolis dengan xenograft cancellous bovine pada soket
pencabutan gigi masih perlu kajian ilmiah sebagai perawatan alternatif yang dapat
dikembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu melalui penelitian pada hewan coba marmut (
Cavia cobaya ) akan diamati pembentukan tulang alveolar dengan mengevaluasi peningkatan
jumlah osteoblastnya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kombinasi ekstrak propolis dengan xenograft cancellous bovine berpengaruh


terhadap jumlah osteoblast pada tulang alveolar setelah pencabutan gigi marmut ( Cavia
cobaya ) ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi ekstrak propolis dengan xenograft


cancellous bovine terhadap jumlah osteoblas pada tulang alveolar setelah pencabutan gigi
marmut ( Cavia cobaya ).

2
1.3.2 Tujuan Khusus

Menganalisis peningkatan jumlah osteoblast setelah pemberian kombinasi ekstrak


propolis den gan xenograft cancellous bovine terhadap jumlah osteoblas pada tulang alveolar
setelah pencabutan gigi marmut ( Cavia cobaya ).

1.4. Manfaat Penelitian

Teoritis : memberikan kontribusi informasi keilmuan dalam mengungkap proses


penyembuhan tulang alveolar setelah pencabutan gigi Cavia cobaya
melalui peningkatan jumlah osteoblas setelah pemberian kombinasi
ekstrak propolis dengan xenograft cancellous bovine

Praktis : kombinasi ekstrak propolis dengan xenograft cancellous bovine dapat


diaplikasikan untuk mempercepat proses penyembuhan tulang alveolar
setelah pencabutan gigi marmut ( Cavia cobaya ).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propolis

Propolis adalah zat yang diekstrak dari resin yang dikumpulkan oleh lebah pekerja
khusus yang tugasnya mencari resin dari daun yang baru tumbuh dan bagian kulit batang
pohon tertentu. Resin tersebut dicampur oleh lebah pekerja di sarang dengan sdikit lilin
lebah, madu, dan enzyme sebelum akhirnya menjadi propolis. Propolis gunanya untuk
menambal sarang lebah yang bocor dan memperkuat sarang lebah, serta untuk membungkus
bangkai binatang yang masuk ke sarang lebah agar tidak menyebabkan penyakit. Jadi
propolis dipakai lebah untuk mensterilkan sarang, menghentikan pertumbuhan dan
penyebaran bakteri, jamur dan virus. Propolis mengandung ratusan bahan kimia dan para
ilmuwan baru berhasil mengidentifikasi dan member nama sekitar 30-an dari bahan-bahan
tersebut. Komposisi propolis yang baru dipanen dari sarang lebah umumnya terdiri dari
kurang lebih 50% resin, 30% lilin lebah, 10% essential oils, 5% pollen, dan 5% sisa-sisa
tanaman ( Krell, 1996 ).

2.2 Kandungan Propolis

Propolis merupakan suatu bahan biologis yang komplek dan aktif. Dalam setiap
sampel propolis ditemukan lebih dari 80-100 senyawa kimia yang khas. Sebagian besar sifat
senyawa yang ditemukan pada Ekstrak Etanol Propolis ( EEP )memiliki efek pada luasnya
spectrum aktivitas biologinya. Senyawa senyawa yang berhasil diidentifikasi dalam EEP
adalah alcohol, aldehida, asam alifatik dan ester alifatik, asam amino, asam aromatic, ester
aromatic, flavonoid, terpenoid, keton, waxy acid, hidrokarbon, ester, eter, hidroksi dan keto-
wax, steroid, gula, calcone dan hidrocalcone ( Marcucci, 1994).

Propolis mengandung sangat banyak zat yang berkhasiat bagi tubuh manusia.
Menurut Kedzia et al, mekanisme antimikroba pada propolis merupakan mekanisme yang
rumit dan dapat berupa hubungan sinergis antara flavonoid ( pinocembrim, galangin,
sakuranetin, kaempferol dan pinobaksin), asam hidroksi dan sequiterpen ( Marcucci, 1994).

4
Gambar 2.1 Hi tech nano propolis yang tersedia di pasaran

2.3 Penyembuhan Luka

Secara umum proses penyembuhan luka terdiri dari tiga tahap, yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan remodeling ( Mackay, 2003). Fase inflamasi merupakan respon vaskuler dan
seluler terhadap luka. Pada fase inflamasi ini terdapat proses hemostasis dan inflamasi. Fase
hemoststasis melibatkan konstriksi pembuluh darah, kontraksi otot polos, agregasi trombosit,
koagulasi darah dan diikuti vasodilatasi yang diperantarai oleh pelepasan histamine.
Trombosisi akan melepaskan leukotrin C4 dan D4 yang menghasilkan vasodilatasi pembuluh
darah. Selain itu juga melepaskan serotonin yang dapat mengakibatkan permeabilitas
vaskulersehingga terjadi eksudasi cairan dari intra vaskuler ke ekstra vaskuler. Apabila
jaringan ikat mengalami suatu luka, maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan akan terhenti, fase hemostais ini terjadi dalam waktu beberapa jam
hingga satu hari ( Kane, 1997).

Fase inflamasi terjadi mulai hari pertama hingga kira-kira hari ke lima. Fase ini
tampak sebagai eritema, pembengkakan, adanya rasa hangat yang sering dirasakan sebagai
rasa sakit. Berdasarkan waktu terjadinya, fase inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu keradangan
akut dan kronis. Keradangan akut adalah respon yang terjadi segera setelah adanya jejas,
berlangsung singkat, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Respon akut ditandai dengan
eksudasi sel plasma keluar bersama-sama sel limfosit dan makrofage ( Lawler, 2002). Radang
kronis biasanya merupakan kelanjutan radang akut, tetapi ada beberapa kasus dimana rang
kronis dapat terjadi tanpa diawali radang akut ( Underwood, 1999). Pada tahap ini terjadi
proses organisasi, dimana timbul fibrosis yang muncul setelah penampakan sel-sel kronis.
Secara histologist biasanya ditandai dengan terbentuknya jarringan granulasi yang terdiri dari

5
infiltrasi sel radang kronis ( monosit, limfosit, dan plasma ), proliferasi pembuluh darah uda,
proliferasi fibroblas ( Lawler, 2002). 48-72 jam paska trauma populasi monosit akan
meningkat. Monosit selanjutnya akan menjadi makrofage. Stimulasi makrofag menyebabkan
makrofag melepaskan sitokin proinflamatori seperti TNF dan IL-1 yang dapat meningkatkan
enzim siklooksigenase-2 yang merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Peningkatan
prostaglandin vascular dan perivaskular pada hypothalamus menyebabkan demam ( Abbas,
2009 ).

Fase proliferasi merupakan fase perbaikan luka yang meliputi fibroplasias, sintesa
kolagen, angiogenesis, pembentukan jarringan granulasi dan epitelisasi. Fibroplasias addalah
replikasi fibroblast yang dimulai hari ke -4 paska trauma. Fungsi utama dari fibroblast adalah
memproduksi kolagen protein extra cellular matrik ( ECM ) yang merupakan komponen
penting pada proses regenerasi jaringan atau perbaikan jaringan ( Morris, 1995).
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru. Proses ini mulai tampak
pada hari ke 3-4 yang diinduksi oleh kemoatraktan sel endotel berupa TGF, PDGF, dan
vaskuler endothelial cell growth factor ( VEGF ). Bahan tersebut akan menarik makrofag dan
granulosit kemudian membentuk mikrovaskuler ( Enoch, 2004 ). Epitelisasi merupakan
proses sel epitel tumbuh dan berdifferensiasi membentuk lapisan epitel. Epitelisasi dimulai 12
jam paska trauma dan dimulai dengan mitosis dari stratum basalis ( Baxter, 1995). Fase
proliresai akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses
kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan
platelet ( Peterson, 2003 ).

Fase remodeling merupakan fase terakhir dalam penyembuhan luka, dimana terdapat
keadaan seimbang antara sintesis, penimbunan, dan degradasi. Fase ini terjadi 6-7 hari setelah
perlukaan dan biasanya berlangsung bulanan hingga tahunan. Tujuan dari fase remodeling
adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang
kuat dan bermutu. Fibroblast sudah meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari
jaringan mulai berkurang, serat fibrin dari kolagen akan bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Akhir dari proses remodeling meliputi berhentinya pembentukan
kapiler, aliran darah menurun, dan aktivitas metabolic menurun ( Enoch, 2004 )

6
2.4 Penyembuhan Paska Pencabutan Gigi

Secara umum, tahapan penyembuhan luka paska pencabutan gigi adalah sebagai
berikut :

a. Pembentukan bekuan darah yang terjadi sesaat setelah terjadi luka pencabutan
b. Penggantian bekuan darah dengan jaringan granulasi
c. Penggantian jaringan granulasi dengan jaringan ikat
d. Pembentukan woven bone
e. Penggantian woven bone oleh trabekula tulang dan remodeling tulang alveolar.

Proses penyembuhan luka paska pencabutan gigi pada hewan menunjukkan gambaran
yang sama dengan proses penyembuhan luka pencabutan gigi pada manusia, hanya saja
waktu pada hewan berlangsung lebih cepat daripada manusia ( Bambang, 1996).

Pada pemeriksaan secara mikroskopis pada sediaan soket bekas pencabutan gigi hari
ke 7 belum didapatkan adanya penulangan ( Gregory, et al., 2003 ). Pada tahun 2002 Devlin
dan Sloan melakukan pengamatan pada soket bekas pencabutan pada hari 14, pada penelitian
ini ditemukan trabekula tulang pada bagian perifer soket dengan sel osteoprogenitor,
preosteoblas dan osteoblas di sekelilingnya. Mereka juga menemukan bahwa ligament
periodontal berpindah ke bagian tengah soket dan tidak menempel pada dinding soket.

2.5 Osteoblas

Osteoblas adalah sel yang memproduksi matrik-matrik tulang, seperti kolagen tipe I,
protein matrik tulang yang lain, dan alkali fosfatase. Osteoblas juga berperan untuk sintesa
komponen organic matrik tulang, yaitu kolagen dan glikoprotein. Osteoblas berasal dari sel
precursor di sumsum tulang yaitu mesenkimal ( mesenchymal stem cell ). Sel precursor ini
berproliferasi menjadi sel preosteoblas dan kemudian menjadi sel osteoblas matang. Secara
mikroskopis osteoblas memiliki karakteristik antara lain adanya nucleus bulat pada bagian
basal sel dimana juga terdapat 1 3 buah nucleoli, sitoplasma basofilik. Di dalam
sitoplasmanya terdapat reticulum endoplasma granular yang memproduksi ribosom dan
berperan dalam sintesa protein dan produksi kolagen untuk matrik ekstraseluler tulang. Selain
itu juga terdapat apparatus golgi yang besr di antara nucleus dan apek selnya. Membrane sel
osteoblas mengandung enzim-enzim, salah satunya adalah fosfatase alkali yang berperan

7
dalam proses pembentukan matrik tulang, dimana sel ini memproduksi jaringaan osteoid,
yaitu jaringan tulang yang belum terkalsifikasi. Proses pematangan jaringan osteoid ini
kurang lebih akan berlangsung selama 10 hari ( Favus, 1993).

8
2.6 Resorpsi Tulang Alveolar

Tulang alveolar adalah tulang yang membentuk dan mendukung soket gigi. Dalam
tulang ini ada bagian yang disebut prosessus alveolar , menurut Gregory et al, 2003 yang
terdiri dari :

a. Alveolar bone paper ( crebiform plate), tulang kompak yang membentuk dinding
dalam dari soket gigi.
b. Supporting alveolar bone, tulang yang terdiri dari cancellous trabecular dan plate
vestibuler oral yang berupa tulang kompak.

Resorpsi tulang alveolar disebabkan adanya inflamasi jaringan penyangga gigi yag
disebabkan oleh mikroorgansme speseifik, yang menghasilkan kerusakan progresif pada
ligament periodontal dan tulang alveolar dengan terbentuknya poket, resesi, atau keduanya (
Caranza, 2002 ). Kerusakan tulang alveolar selama prosedur pencabutan gigi dapat
menyebabkan kehilangan tulang yang pada akhirnya dapat menyebabkan atrofi tulang
alveolar ( Schropp, et al, 2003 ). Pencabutan gigi yang diikuti penyembuhan soket biasanya
disertai deformitas tulang alveolar, termasuk penurunan tinggi dan lebar residual ridge (
Irinakis, 2006 ).trauma yang sekecil mungkin pada saat pencabutan gigi harus
dipertimbangkan dan mempertahankan tulang yang ada harus benar-benar diperhatikan.
Mempertahankan alveolus saat pencabutan gigi sangat diperlukan ( Nevins et al., 2006 ).

Meskipun luka paska pencabutan sudah menutup, resorpsi tulang terus berlanjut,
menurut Gupta et al., 2010 penyebab residual ridge resorption ( RRR ) adalah multifactorial,
penyakit yang disebabkan biomekanik sebagai hasil dari kombinasi faktor anatomik, faktor
metabolik, dan faktor mekanikal penentu. Beberapa faktor ini bervariasi antara satu pasien
dengan pasien lain, sehingga perlu dijelaskan kepada pasien. Faktor anatomik meliputi
jumlah dan kualitas tulang, faktor metabolik terdiri dari anabolisme dan katabolisme,
keseimbangan antara osteoblas dan osteoklas, hormon thyroid dan parathyroid, penyerapan
kalsium, P, protein, vitamin c, vitamin D dan variasi vitamin B kompleks. Faktor mekanikal
bisa disebabkan frekuensi, lama waktu, kekuatan yang menekan tulang, juga bisa disebabkan
pengunyahan dan faktor bukan pengunyahan, misalnya karena faktor gigi tiruan.

9
2.7 Bone Graft

Kerusakan tulang yang tidak dapat diperbaiki dengan proses osteointegrasi secara
natural, maka diperlukan suatu bahan yang dapat memicu terjadinya proses osteointegrasi,
yaitu graft tulang. Graft tulang dalam bidang kedokteran gigi memiliki peran penting ketika
dukungan srutktural dan fungsional diutuhkan ( Grag et al., 1999 ).

2.7.1 Xenograft.

Xenograft adalah graft yang diambil dari sepesies yang berbeda. Spesies yang bbiasa
digunakan adalah sapi muda. Xenograft digunakan sebagai material mengisi defek kecil pada
rahang karena dapat menstimulasi pembentukan matrik dari pertumbuhan tuang baru dengan
proses penyembuhan yang berjalan lambat ( Bell, 1999 ).

2.7.2 Bovine Bone

Xenograft merupakan bahan graft yang berasal dari spesies yang berbeda, umumnya
adalah sapi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bone graft dari jaringan tulang
sapi dapat merangsang pertumbuhan matriks tulang dari efek tulang resipien. Tulang sapi
yang digunakan berasal dari sapi sehat dan mendapatkan sertifikasi kesehatan dari dokter
hewan ( terbebas dari virus penyebab penyakit menular ). Tulang sapi yang akan digunakan
sebagai bahan xenograft dipersiapkan khusus, bukan dari tulang sapi dari tempat
pemotongan hewan. Tujuannya, agar tidak terjadi penularan penyakit akibat bone graft tidak
steril. Setelah mengeliminasi virus dan bakteri, tulang sapi diproses dalam berbagai bentuk,
ukuran, dan jenis. Misalnya bentuk serbuk, batangan padat, dan batangan berpori. Bentuk
serbuk biasanya digunakan untuk mengisi defek tulang rahang gigi, sedangkan bentuk blok
bisa digunakan untuk mengisi defek tulang rahang yang lebih besar ( Abbas, 2009 ). Ukuran
partikel bovine bone terbagi menjadi 4, yaitu < 150 m, 150-355 m, 355-710 m, dan >
710 m ( Lesmono, 2010 ).

Biomaterial xenograft, tulang sapi ( bovine bone ), bertindak sebagai pemicu


perbaikan dan carrier faktor induksi tulang. Peran carrier faktor induksi tulang dapat
dilaksanakan oleh tulang cancellous atau cortical sapi, baik makro maupun microgranular,
deproteinized atau demineralized. Selain menyediakan struktur pendukung dan konduksi

10
tulang, bovine bone juga dapat menyediakan kadar kalsium dan fosfor yang tinggi, yang
berperan penting untuk pembentukan tulang baru ( Damien et al.,1995; Sciadini, 1997 )

11
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Pencabutan gigi insisivus kiri


bawah

Trauma pencabutan gigi

Soket pencabutan

Kombinasi ekstrak propolis hi


tech nano + XCB
Aktivasi progenitor osteoblas

Sintesis kolagen dan Alkaline


Phosphatase ( ALP )

Osteoblas

Pembentukan tulang

Proses remodeling tulang alveolar

= variabel yang diteliti

12
3.1.1 Keterangan Kerangka Konseptual

Pada pencabutan gigi akan muncul trauma pencabutan yang akan menyebabkan
antiinflamasi. Pada proses inflamasi akan dilepaskan berbagai mediator peradanganan antara
lain makrofag. Kemampuan lain dari kombinasi xenograft cancellous bovine dan ekstrak
propolis hi tech nano dapat mengaktifkan secara langsung progenitor osteoblas. Aktivitas ini
akan mempengaruhi sintesis kolagen dan alakaline phosphatase ( ALP ) sebagai marker
osteoblas, dengan demikian akan terjadi peningkatan jumlah osteoblas dan pembentukan
tulang alveolar dapat terjadi.

3.2 Hipotesis

Kombinasi ekstrak propolis dengan xenograft cancellous bovine dapat menstimulasi


peningkatan jumlah osteoblas pada pembentukan tulang alveolar setelah pencabutan gigi
Cavia cobaya.

13
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian experimental laboratoris

4.2 Rancangan Penelitian

After Only Control Group Design

4.3 Lokasi Penelitian

Laboratorium

a. Analisis kimia Fakultas Farmasi UNAIR untuk persiapan bahan


b. Biokimia FK Unair untuk persiapan dan perlakuan terhadap Cavia cobaya.
c. Patologi Anatomi RSUD Dr. Soetomo Surabaya untuk pembuatan sediaan
preparat.
d. Mikrobiologi FKG UNAIR untuk pengamatan sel osteoblas.

4.4 Subyek Sampel dan Besar Sampel

Subyek sampel adalah Cavia cobaya jenis kelamin jantan, sehat dengan berat badan
300-350 gr, umur 3-3,5 bulan, yang diperoleh di Laboratorium Biokimia FK UNAIR
Surabaya. Untuk sampel setiap perlakuan akan dipilih secara random dengan besar sampel
yang telah ditentukan menurut rumus ( Pudjirahardjo,dkk, 1993 ) :

22 ( Z1- + Z1- )2
n =
( 1 - 2 )2

n = 2 ( 1,37 )2 ( 1,64 + 1,82 )2 = 31, 62 = 6,98 = 7


( 28 25, 87)2 4,53

Keterangan :
: standar deviasi kontrol
Z1- : harga distribusi normal standar ( tabel Z = 1,64 ) pada = 0,05
Z1- : harga distribusi normal standar ( tabel Z = 1,282 ) pada = 0,10
1 : rata rata perlakuan 1
2 : rata rata perlakuan 2

Berdasar perhitungan rumus tersebut diatas didapatkan jumlah minimal sampel adalah 7.
Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 10 ekor Cavia cobaya untuk setiap
kelompok.

14
4.5 Kriteria Inklusi

Cavia cobaya jenis kelamin jantan, berat 300 350 gr, umur 3 3,5 bulan, sehat,
aktif bergerak, nafsu makan normal, tidak mengalami luka pada anggota badan, kulit tidak
ada cacat luka, panca indra normal, anggota badan tidak cacat, berjalan normal tidak pincang,
dan suhu badan normal.

4.6 Kelompok Replikasi

Sampel dibagi dalam 4 kelompok replikasi

Kelompok I : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan 100 gr
Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep diaplikasikan
pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang bawah
dilepas dan diperiksa soketnya ( kelompok kontrol )

Kelompok II : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan dengan
kombinasi pemberian 1 tetes ekstrak propolis, 10 gr xenograft cancellous
bovine + 80 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep
diaplikasikan pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang
bawah dilepas dan diperiksa soketnya.

Kelompok III : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan dengan
kombinasi pemberian 2 tetes ekstrak propolis, 20 gr xenograft cancellous
bovine + 60 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep
diaplikasikan pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang
bawah dilepas dan diperiksa soketnya.

Kelompok IV : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan dengan
kombinasi pemberian 4 tetes ekstrak propolis, 40 gr xenograft cancellous
bovine + 20 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep
diaplikasikan pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang
bawah dilepas dan diperiksa soketnya.

15
4.7. Variabel Penelitian

4.7.1 Variabel Bebas

a. Ekstrak propolis hi tech nano 1 tetes dan 10 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 80 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

b. Ekstrak propolis hi tech nano 2 tetes dan 20 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 60 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

c. Ekstrak propolis hi tech nano 4 tetes dan 40 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 20 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

4.7.2 Variabel Tergantung

Jumlah Osteoblas

4.7.3 Variabel Terkendali

a. Hewan coba Cavia cobaya umur 3 -3,5 bulan

b. Jenis kelamin jantan

c. BB Cavia cobaya 300 350 gr

d. Pemberian makanan berbahan dasar jagung

e. Pemberian minum berupa air

f. Kandang Cavia cobaya

g. cara pembuatan ekstrak propolis

h. Cara pencabutan gigi

i. Cara pemberian zat aktif bahan perlakuan

j. Teknik biopsi

k. Cara pembuatan sediaan histopatologi anatomi ( HPA )

16
4.8 Definisi Operasional

1. Konsentrasi kandungan kombinasi ekstrak propolis dengan xenograft cancellous


bovine adalah :

a. Ekstrak propolis hi tech nano 1 tetes dan 10 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 80 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

b. Ekstrak propolis hi tech nano 2 tetes dan 20 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 60 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

c. Ekstrak propolis hi tech nano 4 tetes dan 40 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 20 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

2. Jumlah osteoblas adalah jumlah sel osteoblas pada soket insisivus kiri bawah Cavia
cobaya yang dilihat dari sediaan HPA yang diberi pewarnaan HE dan dilihat
dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 x.

3. Xenograft cancellous bovine adalah graft yang berasal dari spesies yang berbeda (
sapi ), berupa bubuk yang diproduksi oleh bank jaringan RSUD Dr. Soetomo dan
telah diradiasi sinar gamma.

4.9 Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan : a. Ekstrak hi tech nano propolis

b. Aquadest steril

c. Xenograft cancellous bovine tipe powder, ukuran 150 355 m, berat 500
mg

d. PEG 400 dan 4000

e. Alkohol absolute, 99%, 95%, 90%, 80%, 70%, reagen untuk pewarnaan HE

f. Formaline buffer 10%

g. Ethanol

h. Larutan parafin

i. Larutan xylol

j. Asam nitrat

k. EDTA Merck 1 kg

17
l. Bahan pewarna Haematocyllin Eosin ( HE )

m. Haematoxylin Mayer

2. Alat : a. Timbangan binatang

b. Timbangan kasar untuk mengukur berat ekstrak

c. Timbangan analitik untuk pembuatan salep

d. Hotplate

e. cawan porcelaine

f. Spatula dan mortar stamper

g. Tempat makan dan minum Cavia cobaya

h. Kandang Cavia cobaya

i. Tang untuk ekstraksi insisivus dan elevator khusus

j. Kapas steril

k. Kotak kaca sebagai ruang pembiusan

l. Needle holder, gunting bedah, syringe steril

m. Kotak inkubasi, mesin inkubasi

n. Mikropipet, yellow tips, staining jar

o. Pinset

p. Spidol, obyek glass, cover glass

q. Peralatan untuk membuat sediaan

r. Mikroskop cahaya

s. Becker glass 1000 ml

t. Erlenmeyer 1000 ml

u. Kertas saring

v. Corong Buchner, gelas ukur, labu hisap, pompa vakum, Freeze Drying.

18
4.10 Tatalaksana Penelitian

4.10.1 Pengelolaan Binatang Coba

1. Setiap kelompok Cavia cobaya ( marmut ) diletakkan dalam kandang berukuran 50x70x50
cm, ditempatkan di dalam ruangan yang cukup aliran udara dan cahaya

2. Makanan diberikan ad libitum dengan menitikberatkan pada makanan yang mengandung


banyak serat kasar, umbi-umbian, jagung serta daun-daun hijau pada setiap pagi dan sore.

3. Minuman diberikan dalam botol 300 ml yang dilengkapi pipa kecil dan diisi air aquadest
steril.

4. Binatang percobaan diadaptasikan selama 5 hari untuk mendapatkan sinar matahari di


waktu pagi hari.

5. Penempatan kandang :

a. Kandang ditempatkan pada tempat yang teduh tapi cukup mendapatkan sinar
matahari di waktu pagi hari.

b. Tempat kandang jauh dari kebisingan sehingga binatang coba bisa lebih tenang.

c. Kandang diusahakan pada tempat yang kering sehingga tidak menjanjadi sarang
penyakit.

d. kandang dibebaskan dari pengaruh angin yang kencang secara langsung, hujan, dan
sengatan matahari yang terik ( Kusumawati, 2004).

6. Dilakukan penimbangan hewan ciba untuk memenuhi kriteria sampel.

4.10.2 Persiapan Ekstrak Propolis

1. Propolis Hi tech nano masih dalam kemasan diambil dari tempat penyimpanan yang
kering, dalam suhu ruangan.

2. Dilakukan pengocokan terlebih dahulu sebelum diteteskan untuk dicampur dengan XCB
dan PEG

19
4.10.3 Poly Ethylen Glycol ( PEG )

Sebagai bahan penyerta dipakai PEG ( Poly Ethylen Glycol ). Dipergunakan


campuran PEG dari pencampuran PEG 400 dan PEG 4000 dengan perbandingan 4 : 1. PEG
400 sebagai bahan pengencer dan PEG 4000 sebagai bahan pengental ( Loyd,1998)

4.10.4 Pencampuran Ekstrak Propolis Hi tech nano dengan Xenograft Cancellous bovine
dan PEG

a. Ekstrak propolis hi tech nano 1 tetes dan 10 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 80 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

b. Ekstrak propolis hi tech nano 2 tetes dan 20 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 60 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

c. Ekstrak propolis hi tech nano 4 tetes dan 40 gr xenograft cancellous bovine


dicampur dengan 20 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ).

Kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril untuk digunakan selanjutnya.

4.10.5 Kelompok Perlakuan pada Binatang percobaan

Cavia cobaya jantan sebanyak 40 ekor, berumur 3 3,5 bulan, dengan BB 300-350 gr
dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan (I, II, III, IV) yaitu :

Kelompok I : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan 100 gr
Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep diaplikasikan
pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang bawah
dilepas dan diperiksa soketnya ( kelompok kontrol )

Kelompok II : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan dengan
kombinasi pemberian 1 tetes ekstrak propolis, 10 gr xenograft cancellous
bovine + 80 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep
diaplikasikan pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang
bawah dilepas dan diperiksa soketnya.

Kelompok III : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan dengan
kombinasi pemberian 2 tetes ekstrak propolis, 20 gr xenograft cancellous

20
bovine + 60 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep
diaplikasikan pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang
bawah dilepas dan diperiksa soketnya.

Kelompok IV : Cavia cobaya dicabut gigi insisivus kiri bawah diberi perlakuan dengan
kombinasi pemberian 4 tetes ekstrak propolis, 40 gr xenograft cancellous
bovine + 20 gr Poly Ethylen Glycol ( PEG ), sediaan dalam bentuk salep
diaplikasikan pada soketnya, pada hari ke 14 dieksekusi, kemudian rahang
bawah dilepas dan diperiksa soketnya.

Pemberian perlakuan dilakukan satu kali

4.10.6 Pencabutan gigi Cavia cobaya

1. Cavia cobaya yang telah memenuhi persyaratan dibius umum dengan menggunakan eter
10% dalam suatu ruangan kotak secara khusus dengan cara memasukkan Cavia cobaya
dalam tabung kaca yang telah diberi larutan eter 10% kemudian ditutup rapat Dan
ditunggu sampai tertidur ( Waynforth,1992)

2. Gigi insisivus kiri bawah dibersihkan dari sisa makanan dengan disemprotkan air
kemudian dikeringkan.

3. Dilakukan pencabutan gigi insisivus bawah kiri dengan menggunakan tang ekstraksi dan
elevator ( alat-alat yang akan dipergunakan disterilkan terlebih dahulu ) dengan gerakan
searah dan dilakukan dengan hati-hati sehingga akar tidak fraktur dan gigi tercabut dengan
sempurna, kemudian soket diirigasi dengan larutan aquadest steril ( Bambang, 1996 ).

4. Pencabutan dilakukan oleh peneliti dengan kriteria arah tarikan dan kekuatan yang sama.

4.10.7 Pemberian Kombinasi Ekstrak Propolis Hi tech nano dengan Xenograft


Cancellous bovine dan PEG

Setelah pencabutan gigi insisivus bawah kiri Cavia cobaya dilakukan, kombinasi
ekstrak propolis, XCB dan PEG dimasukkan dalam syringe dan dimasukkan 0,1 ml ke dalam
soket. Kemudian dilakukan penjahitan daerah luka paska pencabutan semua Cavia cobaya
baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan ( Bambang, 1996 ) dengan benang
jahit Polyamida monofilament, DS 12 3/8 c,12 mm, 6/10 met, 0,7 steril merk Brawn
Aesculap.

21
4.10.8. Pengambilan Sampel Jaringan

Eksekusi dilakukan pada hari ke 14 paska pencabutan karena pada hari ke 14


osteoblas diperkirakan telah terbentuk. Eksekusi dilakukan dengan menggunakan eter 10%
dengan cara memasukkan Cavia cobaya dalam tabung kaca yang telah diberi larutan eter
10% kemudian ditutup rapat dan ditunggu sampai mati ( Waynforth, 1992 ). Mandibula
dilepas dan dikeluarkan. Eliminasi Cavia cobaya yang telah dieksekusi dilakukan dengan
cara dikubur.

4.10.9 Pembuatan Sediaan Histopatologi

Pembuatan sediaan dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Soetomo


Surabaya dengan cara sebagai berikut :

1. Potongan mandibula dimasukkan dalam larutan buffer formalin 10% selama 24 jam
pada suhu 80 0C.
Sediaan terdiri dari bahan keras oleh karena itu dilakukan dekalsifikasi terlebih
dahulu dengan asam sitrat 2% selama 52 hari. Stelah jaringan tulang mandibula lunak
dilakukan pemrosesan selanjutnya.
Mandibula disekitar gigi insisivus kiri bawah dipotong keci, kurang lebih berbentuk
persegi panjang, kemudian dimasukkan ke dalam buffer formalin selama 24 jam pada
suhu yang sama. Bahan biopsi diiris menjadi potongan bahan yang berukuran 1 x 1 x
cm kemudian dilakukan dehidrasi.
2. Dehidrasi ( proses menarik air ) dilakukan dengan menggunakan alkohol konsentrasi
bertingkat dengan urutan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100% masing-masing
selama 1 jam
3. Clearing ( penjernihan ) dilakukan dengan memasukkan bahan yang telah
didehidrasi ke dalam larutan xylol selama 6 jam
4. Impregnasi ( proses masuknya larutan parafin cair ke dalam jaringan ) dilakukan
dengan memasukkan bahan ke dalam parafin I selama 2 jam kemudian dilanjutkan
ke parafin II selama 2 jam.
5. Embedding ( penanaman pada blok parafin ) dengan menggunakan larutan parafin
pada suhu 56 0C selama 2 x 30 menit.

22
6. Section ( proses pemotongan blok parafin ) dilakukan dengan cara blok parafin
disayat dengan rotary microtom dengan ketebalan sekitar 4 mikron, kemudian
diletakkan di gelas obyek. Sayatan diletakkan di atas air hangat pada water bath,
kemudian dipanaskan pada hot plate selama 5 menit agar sayatan dapat melekat pada
gelas obyek.
7. Staining ( pewarnaan ), pengecatan dengan hematoxylin eosin untuk melihat sel
odontoblas dilakukan dengan cara deparafinisasi dimasukkan ke dalam xylol selama
2 x 3 menit. Sisa xylol dicuci dengan alkohol absolute, 99%, 95%, 90%, 80%, 70%,
masing-masing selama 2 x 1 menit. Sisa alkohol dicuci dengan air mengalir.
Pengecatan dengan hematoxylin dilakukan selama 10 menit lalu dibilas dengan air,
dilanjutkan pengecatan dengan eosin selama 30 detik lalu dicuci dengan alkphol
70%, 80%, 90%, 95%, 99%, selama 2 x 1 menit kemudian diberi xylol 2 x 2 menit.
8. Proses mounting, sediaan ditutup dengan gelas penutup yang sebelumnya ditetesi
dengan balsam kanada

4.10.10 Teknik Penghitungan Osteoblas

Pemotretan sediaa dan penghitungan jumlah steoblas dilakukan dengan menggunakan


mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 x. Bagian yang diamati dihitung secara manual.

4.10.11 Analisa Data

Data yang diperoleh diuji dahulu dengan uji normalitas dan uji homogenitas, jika
bedistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji ANOVA untuk melihat perbedaan antar
perlakuan. Apabila data berbeda signifikan maka dilanjutklan dengan uji LSD ( Least square
Different )

23
4.10.12 Alur Penelitian

40 Cavia cobaya jantan umur 3-3,5 bulan,


BB 300-350 gr, minum air mineral,makan
jagung dan wortel

Pencabutan gigi insisivus bawah kiri

Kelompok I ( Kontrol ) Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

10 ekor Cavia cobaya 10 ekor Cavia cobaya 10 ekor Cavia cobaya 10 ekor Cavia cobaya
diberi 100 gr PEG diberi kombinasi 1 tetes diberi kombinasi 2 tetes diberi kombinasi 4 tetes
ektrak propolis + 10 gr ektrak propolis + 20 gr ektrak propolis + 40 gr
XCB + 80 gr PEG XCB + 60 gr PEG XCB + 20 gr PEG

14 Hari

Dieksekusi

Rahang bawah dilepas

Sediaan parafin blok

Slide preparat

Pemeriksaan HPA

JUMLAH OSTEOBLAST

UJI STATISTIK

24
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Litchman AH. 2009. Cellular and Mollecular Immunology.5th ed. Philadelphia :
Elsevier : 280-90.

Baharuddin NA, Kamin S, Samsuddin AR. 2003. The Use of Demineralized Freeze-Dried
Bovine Bone Xenograft in Reaching Post Surgical Periodontal Pocket Depth. Annual
Dent Univ Malaya. 10 : 33

Bambang Saptoyono. 1996. Pengaruh Aplikasi Lokal Getah Pisang pada Penyembuhan Luka
Paska Pencabutan Gigi Cavia cobaya. Majalah Kedokteran Gigi. 29: 17-20

Baxter C. The Normal Healing Process in New Direction in Wound Healing. Wound Care
Manual. February 1990. Princeton, NJ : E.R. Squlbb & Sons, Inc. 1995 : 312-7

Bell, William H. 1999. Modern Practize in Ortognatic and Reconstructive Surgery.


Philadelphia : Saunders. 2 : 832-85

Caranzza. 2002. Caranzzas Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelphia. W.B. Saunders
Company : 135-41

Damien CJ, Parsons JR, Prewett AB, Huismans F, Shors EC , Holmes RE. 1995. Effect of
Demineralized Bone Matrix on Bone Growth within a Porous Material : A Histologic
and Histometric Study. J Biometer Appl. 9(3):275-88

Devline H, Sloan P. 2002. Early Bone Healing Event in The Human Extraction Socket. Int J
Oral Maxillofac Surg. 31(6):641-5

Enoch S, Prince P. 2004. Celluler, Molleculer and Biochemical Different in the


Pathophysiology of Healing Between Acut Wound, Chronic Wound and Wound in
the Aged. www.worldwidewounds.com/2004/august/Enoch/Pathophysiology-Of-
Healing.html. Diakses tanggal 12 April 2017

Favus MJ. 1993. Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral
Metabolism. 2th ed. Raven Press. New York. 3-9, 15-37

Garg AK. 1999. Tissue Engineering : Application in Maxillofacial Surgery and Periodontics.
Illinois. Quintessence Public Inc. 83-9

Gregory GS, Warren F, Ronald Burrel, Melissa PK, Dairon MS, Roslynn M. 2003. The
Healing Socket and Socket regeneration. J. Oral Maxillofacial Surg. 65(10):1909-24

Gupta A, Tiwari B, Goel H, Seckhwat H. 2010. Residual Ridge Resorption : A Review.


Indian Journal of Dental Science, 2, issue : 207

Irinakis. 2006. Rationale for Socket Preservation After Extraction of A single Rooted Tooth
when Planning for Future Implant Placement. J Can Dent Assoc. 72(10):917

25
Kane DP, Krasner D. 1997. Chronic Wound Care. 2th ed. Helth Management Publication Inc.
1-4

Krell R. Vallue-Added Product from Beekeeping;FAO Agrycultureal services Bulletin No.


124. FAO of UN Rome. 1996. www.fao.org/dorcep.htm. Diakses tanggal 13 April
2017.

Kusumawati. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.37.

Lawler W, Ahmad A, Hume WJ. 2002. Buku Pintar Patology untuk Kedokteran Gigi. Alih
bahasa: Agus Djaya. Jakarta: EGC. 15-7

Lesmono. 2011. Bovine Bone. Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 7.

Loyd J, Horowits M and Yongwon Choi. 2008. Osteoimmunology: Interaction of the Bone
and Immune System. J of Endocrine Review. 29(4):403-40.

Mackay D, Miller AL. 2003. Nutritional Support for Wound healing.


www.highwire,standford.edu. Diakses tanggal 13 April 2017

Marcucci MC. 1994. Propolis : Chemical Compotition, Biological Properties, and


Therapeutic Activity. Elsevier. Brazil. P:22-25

Morris PJ and Malt RA. 1995. Edition of Oxford Textbook of Surgery. Sec 1 Wound Healing.
New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press.

Nevins M, Camelo M, Paoli SD, Friedland B, Schenk RK, Benfenati SP, Simion M, Tinti C,
Wagenberg B. 2006. A Study of the Buccal Wall of Extraction Sockets of Teeth with
Prominent Roots. Int J Periodontics Restorative Dent, 26: 19-20

Nevins M, Camelo M, Angelis ND, Hanratty JJ, Kkhang WG, Kwon JJ, Rasperini G,
Rocchietta I, Schupbach P, Kim DM. 2011. The Clinical and Histological Efficacy of
Xenograft Granules for Maxillary Sinus Floor Augmentation. Int J Periodontics
Restorative Dent, 31(3):227,235.

Peterson. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3th ed. St. Louis: Mosby Year
Book Inc. 57-68.

Pudjirahardjo, Poernomo, dan Machfoed, 1993. Metode Penelitian dan Statistik Terapan.
Editor: Poerwadi T, Joesoef AA dan Widjaja L, Airlangga University Press. Surabaya.
29.

Sciadini MF, Dawson JM, Johnson KD. 1997. Evaluation of Bovinederived Bone with a
Natural Coroal Carrier as a Bone Graft Substitutes in a Canine Segmental Defect
Model. J Orthop Res. 15(6): 844-57.

Scrhoop L, Wenzel A, Kostopoulos L, Karring T. 2003. Bone Healing and Soft Tissue
Countour Changes Following Single-Tooth Extraction. A Clinical and Radiographic
12 Month Prospectife Study. Int J. Periodontics Restorative Dent, 23(4):313-4, 322.

26
Sudarto, Wirjokusumo, Handoyo S. 2003. Uji Banding Biokompatibilitas Bahan Graft
Demineralisasi Serbuk Gigi manusia, Serbuk Gigi Sapi, Serbuk Tulang Manusia dan
Serbuk Tulang Sapi pada Biakan Sel. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.
(35)2:87-9

Underwood J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik (General and Systemic Pathology ).
Alih bahasa: Sarjadi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.38

Waynforth HB and Flecknell PA, 1992. Experimental and Surgical Technique in the Raat, 2th
ed, Academic Press Inc, San Diego, 100-340

27

Anda mungkin juga menyukai