Anda di halaman 1dari 39

3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fungsional Gigi (BELUM SETOR)


1.2 Organ Pembentuk Benih Gigi
a. Organ Eanamel
Yang berkembang seperti tombol, tumbuh diatas lamina gigi (berasal dari
ekstodermal) dan berasal dari epitel, dimana lapisan dalamnya akan membentuk
enamel. Kuntum dari sel epithelial (oragan enamel) di bentuk sebagai hasil dari
pembiakan sel-sel. Perkembangan selanjutnya, menghasilkan bentuk kuntum (bud).
Bentuk topi (cup). Bentuk lonceng (bell) dari organ enamel. (Itjiningsih,1991)

a. Dental Papilla (ORGAN DENTIN):


Yang berkembang dari dasar jaringan mesenkhim (jaringan pengikat
permulaan) yang berasal dari mesenkhim dan akan membentuk dentin dan tinggal di
sekitar ruang sentral dari dentin sebagai pulpa. (Itjiningsih,1991)

b. Kantung Gigi (ORGAN PERIODONTAL)


Yang juga berkembang dari dasar jaringan mesenkhim yang berasala dari
mesenkhim danakan membentuk struktur penyangga gigi, sementum, tulang alveolar
dan selaput periodontal. (Itjiningsih,1991)
Perkembangan organ enamel berfungsi untuk membentuk jaringan pengikat
bawah yang akan berkembang dan menjadi padat untuk membentuk dental papilla.
Dengan cara serupa jaringan pengikat mengelilingi organ enamel dan dental papilla
menjadi padat dan membentuk organ periodontal. (Itjiningsih,1991)
Sebelum embrio berusia 3 minggu, stomodeum sudah terbentuk, pada daerah
ujung anterior dari embrio, ektodermal telah menyatu dengan untuk bertemu dengan
endodermal sehingga membentuk mulut primitive (stomodeum) dan membrane
bukofaringeal, membrane ini terletak kira-kira tonsil palatina yang akan terbentuk
kemudian. Mulut primitive diliputi oleh ekstrodermal dan dibawahnya adala
3
4

mesenkhim. Ekstodermal menjadi epitel mulut dan mesenkhim berkembang menjadi


jaringan pengikat dibawahya. (Itjiningsih,1991)

1.3 Erupsi gigi


1.3.1 Proses terjadinya erupsi gigi
Erupsi adalah proses perkembangan gigi yang bergerak dari posisi benih gigi
menembus alveolar ke dalam rongga mulut, beroklusi denagan gigi antagonisnya.
Selama terjadinya erupsi, terjadi resorbsi akar gigi susu, akar gigi permanen
bertambah panjang, gigi permanen bergerak menembus tulang, dan prossesus
alveolaris bertambah tinggi. Semua proses ini walaupun terjadi serentak tetapi
korelasinya tidak besar, dan maing-masing lebih bebas terjadi. Gigi permanen sampai
mendekati tepi prossesus alveolar jika akar gigi sudah terbentuk dua pertiga, dan
menembus gusi jika akarnya tiga perempat terbentuk. Perjalanan benih gigi permanen
mendekati tepi alveolar memakan waktu dari umur 2 sampai 5 tahun, untuk gigi
posterior. Dan akar gigi mulai menjadi sempurna tumbuh jika oklusi sudah tercapai.
(Ganong, 1999)

1.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi erupsi gigi


1. Ras (Genetic ), Ras Kaukasoid lebih terlambat dari pada Negroid
2. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi, tetapi ini
pada malnutrisi yang hebat
3. Kekurangan hormonal tidak begitu berpengaruh terhadap kalsifikasi dan
erupsi gigi seperti pada pertumbuhan tulang
4. Gangguan mekanis dapat mengubah jalanya erupsi yang bersifat genetic, Lesi
periapikal, pulpotomy, dari gigi susu dapat mempercepat erupsi gigi pengganti
5. Ekstraksi gigi atau jika dilakukan tepat pada waktu bergeraknya gigi
penggganti akan mempercepat erupsi gigi pengganti
Tetapi jika ekstraksi gigi susu dilakukan jauh sebelum gigi pengganti bergerak
menuju alveolar, dimana prosses alveolaris sempat menutup kembali, maka erupsi
gigi pengganti akan terlambat, karena kesukaran kesukarandalam menembus
alveolus. Korelasi antara pencabutan gigi susu dan erupsinya gigi pengganti tidak
5

dapat dihubungkan dengan umur anak tetapi dapat dihubungkan dengan pertumbuhan
akar gigi. (Ganong, 1999)
Menurut itjingningsih, 1991 Erupsi intraseous ada 2 yaitu :
a. Tahap aposisi adalah pengendapan dari enamel dan dentin dalam lapisan
tambahan
b. Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan garam-
garam kalsium
c. Tiga tahap erupsi adalah pergerakan gigi kedalam rongga mulut

1.3.3 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan dan perkembanganmerupakan dua proses yang berjalan sejajar
dan berdampingan. Jadi proses pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Setiap makhluk hidup mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di
antaranya ada factor dari luar dan factor dari dalam (Ganong, 199)
1.3.3.1 Faktor Dalam (Internal)
Menurut Ganong, 1999 Faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan berasal dari dalam tubuh makhluk hidup sendiri. Yang termasuk
kategori ini adalah faktor gen dan keadaan hormonal.
a. Gen
Gen adalah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan dari induk. Gen
mempengaruhi ciri dan sifat makhluk hidup, misalnya bentuk tubuh, tinggi tubuh,
warna kulit, dan sebagainya. Gen juga menentukan kemampuan metabolisme
makhluk hidup, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Manusia yang memiliki gen tumbuh yang baik akan tumbuh dan berkembang dengan
cepat sesuai dengan periode pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun peranan
gen sangat penting, faktor genetis bukan satu-satunya faktor yang menentukan pola
pertumbuhan dan perkembangan, karena juga dipengaruhi oleh faktor lainnya.
(Ganong, 1999)
b. Hormon
6

Hormon merupakan zat perantara kimiawi dalam darah yang bekerja pada sel-
sel sasaran yang biasanya terletak jauh dari kelenjar endokrin tersebut. Apabila
hormon mencapai organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya
perubahan.. Meskipun kadarnya sedikit, hormon memberikan pengaruh yang nyata
dalam pengaturan berbagai proses dalam tubuh. Hormon yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembanganpada makhluk hidup beragam jenisnya. (Ganong,
1999)
1.3.3.2 Faktor Luar (Eksternal)
Faktor luar yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
makhluk hidup berasal dari faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkunganyang
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup adalah sebagai
berikut.
a. Makanan atau Nutrisi
Makanan merupakan bahan baku dan sumber energi dalam proses
metabolisme tubuh. Kualitas dan kuantitas makanan akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Karena sedang dalam masa
pertumbuhan, tiap anak harus cukup makan makanan yang bergizi untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tubuhmu. Zat gizi yang
diperlukan manusia dan hewan adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Semua zat ini diperoleh dari makanan. (Ganong, 1999)
b. Suhu
Semua makhluk hidup membutuhkan suhu yang sesuai untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Suhu ini disebut suhu
optimum, misalnya suhu tubuh manusia yang normal adalah sekitar 37C.
Pada suhu optimum, semua makhluk hidup dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Manusia memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam
kisaran suhu lingkungan tertentu (Ganong, 1999)
c. Cahaya
7

Cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan


makhluk hidup. Manusia juga membutuhkan cahaya matahari untuk
membantu pembentukan vitamin D. (Ganong, 1999)

1.4 Resorbsi akar gigi


Dalam ilmu kedokteran gigi, resorpsi akar adalah pengrusakan atau
penghancuran yang menyebabkan kehilangan struktur gigi. Hal ini disebabkan oleh
kerja sel tubuh yang menyerang bagian dari gigi. Bila kerusakan meluas ke seluruh
gigi, dinamakan resorpsi gigi. Kerusakan akar yang parah dapat terjadi bila kerusakan
sudah mencapai pulpa, sehingga sangat sulit untuk dirawat dan biasanya memerlukan
ekstraksi gigi. Resorpsi akar terjadi akibat diferensiasi makrofag menjadi odontoklas
yang akan meresorpsi sementum permukaan akar serta dentin akar. Tingkat
keparahannya bervariasi dapat dilihat dari bukti-bukti berupa lubang mikroskopis
yang dapat menyebabkan kehancuran pada permukaan akar (Fuzz, 2003).
Resorpsi akar dapat disebabkan oleh tekanan pada permukaan akar gigi.
Tekanan tersebut dapat berasal dari trauma, erupsi gigi ektopik yang mengenai akar
gigi tetangga, infeksi, beban oklusal yang berlebihan , pertumbuhan tumor yang
agresif, maupun yang tidak dapat diketahui penyebabnya atau idiopatik. Menurut
Weiland, penyebab yang paling umum adalah kekuatan ortodonti (Fuzz, 2003).
Akar gigi dilindungi oleh sementum. Sementum merupakan struktur yang
menyerupai tulang. Namun sementum lebih resisten terhadap resorpsi daripada
tulang. Ada sejumlah teori yang menjelaskan mengapa ini terjadi. Hipotesis yang
paling umum adalah bahwa sementum lebih keras dan lebih termineralisasi
dibandingkan dengan tulang. Sementum juga bersifat antiangiogenik, sehingga dapat
mencegah akses osteoklas. Walaupun demikian, bila kekuatan besar diberikan pada
apeks gigi, sementum juga dapat mengalami resorpsi (Fuzz, 2003).
8

1.5Morfologi Gigi Permanen


1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas
Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak
dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh, 1991).

Gambar 1. Insisivus sentral atas kanan


Ciri Identifikasi Utama :
1. Permukaan mesial lurus dan terletak pada sudut tegak lurus tajam ke tepi
insisal. Sudut disto-insisal lebih bulat
2. Mahkota besar, dibandingkan akar-merupakan gigi anterior terbesar
3. Marginal ridge cukup jelas pada permukaan palatal cekung, dengan cingulum
berkembang baik.
4. mahkota berinklinasi ke palatal; akar berinklinasi sedikit ke distal.
5. permukaan labial cembung dan halus.
6. Cervical margin paling berkelok pada sisi mesial.
7. Akar tunggal meruncing, dengan potongan melintang berbentuk segitiga
membulat dan salah satu permukaan yang agak datar menghadap ke labial
(Geoffrey C. van Beek, 1996).
2. Incisivus Kedua Atas
Gigi ini adalah gigi ke- 2 dari garis tengah. Bentuk fungsionalnya sama
dengan I1 atas, sehingga mempunyai tugas yang sama di dalam mulut, yakni untuk
menggigit dan memotong makanan. Dibandingkan dengan I1 atas, dimensi koronanya
lebih kecil dalam semua jurusan dan bentuknya lebih bulat. Akarnya lebih langsing
dan apeksnya runcing. I2 atas mempunyai banyak variasi / anomali (Itjingningsih,
1991).
Gambar 2. Insisiv lateral atas kanan

Ciri Identifikasi Utama :


1. Sudut mesio-insisal lancip; sudut disto-insisal lebih membulat.
2. Tepi insisal jelas miring ke bawah ke permukaan distal yang lebih pendek.
3. mahkota lebih membulat, lebih pendek dan lebih sempit dimensi mesio distal
daripada incicivus pertama atas.
4. Cingulum pada permukaan palatal sering menutupi lubang foramen caecum
incisivum.
5. Permukaan palatal lebih cekung daripada incisivus pertama atas.
9

6. Akar tunggal yang meruncing halus ke apeks, runcing yang membengkok ke


distal.
7. Cervical margin lebih berkelok-kelok pada permukaan mesial daripada
permukaan distal (Geoffrey C. van Beek, 1996).
3. Incisivus Pertama Bawah
Incisivus pertama bawah adalah gigi pertama di rahang bawah, kanan atau
kiri dari garis tengah. Pada umumnya, gigi ini adalah gigi yang paling kecil dalam
lengkung gigi. Lebar koronanya sedikit lebih besar dari setengah ukuran mesio distal
insisivus pertama atas, tetapi lebar labio-lingualnya hanya lebih kecil 1 mm.
perbaikan tidak mudah dilakukan pada gigi ini, tetapi untungnya, gigi ini jarang
sekali perlu diperbaiki. Akarnya, satu, sempit mesio-distal, panjang akar hampir sama
dengan insisivus pertama atas dan apeksnya bengkok ke distal (Itjingningsih, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Akar tunggal, mendatar mesio-distal dan cenderung bengkok ke distal.
2. Tepi insisal tegak lurus terhadap garis yang membagi dua mahkota labio
lingual.
3. Panjang akar 12 mm.
4. Alur longitudinal distal akar lebih jelas daripada mesial.
5. Gigi terkecil pada gigi-geligi tetap (Geoffrey C. van Beek, 1996).

4. Incisivus Kedua Bawah


1. Sedikit lebih kecil daripada incisivus pertama bawah; mahkota berbentuk kipas
dan tepi insisal lebih lebar mesiodistal.
2. Sisi insisal: tepi insisal tidak tegak lurus terhadap garis yang membelah dua akar,
tetapi terpuntir ke distal, dalam arah lingual, mengikuti garis lengkung gigi.
3. Panjang akar 14 mm.
4. Permukaan mesial mahkota sedikit lebih panjang daripada distal, sehingga tepi
insisal sedikit miring.
5. Marginal ridge mesial dan distal samar-samar, tetapi lebih menonjol daripada
incisivus pertama bawah (Geoffrey C. van Beek, 1996).
5. Kaninus Atas
Kaninus / Canine / Cuspid adalah gigi ke 3 dari garis tengah, dan satu
satunya gigi di rahang yang mempunyai 1 cusp. Gigi ini diberi nama Kaninus karena
pertumbuhan gigi ini pada binatang Carnivorous baik sekali (mis. anjing) sebab
10

mempunyai akar yang terpanjang dan terbesar sehingga gigi ini kuat sekali.
Koronanya adalah korona yang terpanjang di dalam mulut dan berbentuk baik sekali
baik kekuatan terhadap stress dan pemakaian maupun kebersihan. Pada umumnya
gigi ini adalah gigi terakhir yang akan tanggal, kadangkala masih tetap di rahang
sesudah gigi lainnya hilang. Seringkali dipakai untuk pegangan dari geligi tiruan.
Karena posisinya dalam rahang, panjang dan angulasi akarnya maka gigi Kaninus
menjadi struktur yang penting dari muka, yang member karakter, kekuatan dan
kecantikan (Itjingningsh, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Cuspis tunggal runcing kira-kira segaris dengan sumbu panjang akar.
2. Lereng distal cuspis lebih panjang daripada lereng mesial dan menyatu dengan
permukaan distal cembung.
3. Proporsi keseluruhan kekar panjang.
4. Bagian labial cembung jelas dan cingulum palatal besar.
5. Garis cervikal kurang berkelok pada permukaan distal.
6. Akar tunggal sangat panjang dengan potongan melintang segitiga membulat.
7. Permukaan disto dan mesio-palatal akar sering beralur longitudinal (Geoffrey C.
van Beek, 1996).

Gambar 3 dan 4. Caninus atas dan bawah


6. Kaninus Bawah
Tugas kaninus bawah dan atas sama, sehingga glnya dari semua permukaan
sama. Koronya lebih panjang serviko insisal dan lebih sempit mesio distal
daripada C atas. Singulumnya tidak begitu nyata. Pada permukaan mesial dan distal,
bagian sepertiga servikal tidak begitu tebal. Permukaan lingual lebih rata daripada
permukaan lingual dari C atas, hampir sama dengan lain lain gigi geligi depan
bawah. Pada umumnya ujung akar melengkung ke distal, tetapi kadang kadang
juga terdapat C dengan ujung akar yang membengkok ke mesial. Jika C ini belum
aus, gigi ini adalah gigi yang paling panjang di dalam mulut (Itjingningsih, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Profil distal mahkota lebih membulat daripada mesial.
2. mahkota lebih sempit mesiodistal dibanding caninus atas, sehingga mahkota
tampak lebih besar sebanding.
11

3. Hanya caninus bawah yang mungkin mempunyai akar berbifurkasi, suatu variasi
yang tidak jarang terjadi.
4. Lereng mesial cuspis lebih pendek daripada yang dista
5. Cingulum kurang jelas bila dibanding dengan caninus atas.
6. Permukaan labial dari mahkota kurang lebih segaris lurus dengan akar.
7. Permukaan labial dari mahkota bersambung lengkung longitudinal dengan akar.
8. Pada kebanyakan kasus, akar cenderung bengkok sedikit ke distal. Mahkota
tampak miring ke distal dalam hubungan dengan akar (Geoffrey C. van Beek,
1996).

7. Premolar Pertama Atas


1. Akar dua (bukal dan palatal) dan inklinasi ke distal.
2. Cusp dua buah (bukal dan palatal), cusp bukal lebih besar dari palatal.
3. Lereng mesial cusp bucal lebih panjang dari distal.
4. Cusp palatal sedikit miring ke mesial.
5. Bagian oklusal lebih angular dari Premolar kedua.
8. Premolar Kedua Atas
1. Akar tunggal, mesiodistal datar dan lebih panjang dari premolar pertama
atas.
2. Cusp bukal dan palatal lebih kecil dan lebih rendah dari premolar pertama
atas.
3. Lereng mesial bukal cusp lebih pendek dari distal.
4. Bagian oklusal oval.
9. Premolar Pertama Bawah
1. Fossa oklusal distal lebih besar dari mesial.
2. Cusp bukal besar dan runcing, cusp lingual kecil.
3. Mahkota inklinasi ke palatalPermukaan bukal mahkota cembung,
permukaan lingual hampir lurus.
4. Bagian oklusal sirkular, menndatar pada mesiolingual.
5. Akar tunggal, bulat dan inklinasi ke distal.

10. Molar Pertama Atas


12

1. Gigi molar paling besar.


2. Mempunyai 4 cusp dengan mesiopalatal paling besar dan distopalatal
paling kecil.
3. Cusp bukal lebih runcing dari cusp palatal.
4. Bukolingual mahkota lebih besar dari mesiodistal.
5. Terdapat tuberculum carabelli pada cusp mesiopalatal.
6. Akar tiga, dan terpisah, akar palatal paling panjang dan mengembang,
akar bukal berinklinasi ke distal.
7. Bagian oklusal berbentuk jajaran genjang

11. Molar Pertama Bawah


1. Gigi terbesar pada rahang bawah.
2. Mempunyai 5 cusp, 3 bukal dan 2 lingual.
3. Permukaan bukal berinklinasi ke lingual.
4. Mesiodistal mahkota lebih besar dari bukolingual.
5. Bagian oklusal berbentuk segi empat.
6. Mempunyai 2 akar, akar mesial lebih panjang, akar distal lebih bulat.
(Itjingningsh, 1991).

2.1.2 Perbedaan Gigi Susu dan Permanen


1. Pada gigi susu tidak ada gigi premolar atau gigi yang menyerupai premolar.
2. Akar gigi susu mengalami responsi.
3. Pada gigi susu tidak terbentuk sekunder dentin.
4. Permukaan fasial gigi susu lebih licin dari pada gigi permanen.
5. Gigi geligi susu lebih putih dari pada gigi geligi permanen.
6. Permukaan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih datar dari pada gigi molar
permanen.
7. Ukuran mesio distal lebih lebar dari pada ukuran serviko insisalnya dibandingkan
dengan gigi permanen.
8. Ukuran mesio distal akar akar gigi susu anterior sempit.
9. Bentuknya menyerupai bentuk elemen yang bersangkutan pada gigi geligi permanen
tetapi lebih kecil.
13

10. Servikal ridge pada pandangan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih tegas dari
pada molar tetap.
11. Ruang pulpa gigi susu lebih besar daripada rung pulpa gigi permanen.
12. Secara keseluruhan ukuran gigi susu lebih kecil daripada gigi permanen
(Itjingningsih, 1991).

Tabel 1. Pola dan Status Erupsi Gigi

1.6 Hormon yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Hormon pertumbuhan (Growth Hormone) atau
Hormon pertumbuhan (GH-growth hormone), juga dinamakan somatotropik
hormone(SH) atau somatotropin, merupakan molekul protein kecil yang mengandung
191 asam amino dalam satu rantai. Ia menyebabkan pertumbuhan semua jaringan
tubuh yang mampu berkembang dan meningkatkan penambahan ukuran sel dan
meningkatkan mitosis dengan peningkatan penambahan sel. Hormon pertumbuhan
merangsang pembentukan protein.
Pada stadium awal, perkembangan semua organ tubuh meningkat sebanding
dengan ukurannya. Tetapi setelah dewasa sebagian besar tulang berhenti tumbuh,
sementara jaringan lunak terus tumbuh. Hal ini oleh karena epifisis tulang panjang
telah bersatu dengan batang tulang panjang, pertumbuhan tulang selanjutnya tidak
14

dapat terjadi walaupun sebagian besar jaringan tubuh terus tumbuh selama hidup.
Sekali epifisi tulang panjang telah bersatu dengan batang tulang, walaupun tulang
tidak dapat bertambah panjang lagi, tapi ketebalan tulangnya dapat bertambah.
Hormon pertumbuhan bertanggung jawab atas pertumbuhan manusia sejak
dari kecil sampai dia tumbuh besar. Setelah manusia sudah bertumbuh besar, bukan
berarti hormon ini tidak berguna, akan tetapi hormon ini bertugas untuk menjaga agar
organ tubuh tetap pada kondisi yang prima. Kelenjar yang bertanggung jawab untuk
memproduksi GH adalah kelenjar pituitary, yang terletak di bawah otak manusia, dan
ukurannya sebesar kacang kedelai. Walaupun kecil, kelenjar pituitary ini merupakan
raja dari seluruh kelenjar yang memproduksi hormon di tubuh. Produksi dari GH
sangat mempengaruhi produksi hormon-hormon lain di dalam tubuh.
Lebih dari 28.000 studi klinik membuktikan manfaat GH antara lain
1. Meningkatkan tenaga dan fungsi otak, fungsi seksual, fungsi
metabolisme, sistem imunisasi
2. Menguatkan fungsi jantung dan paru-paru
3. Mengurangi lemak tubuh
4. Anti penuaan
5. Mencegah osteoporosis
6. Memperbaiki penglihatan dan daya ingat

a) Pengaturan Sekresi Hormon Pertumbuhan


Selama bertahun-tahun telah diakui bahwa hormon pertumbuhan disekresi
terutama selama masa pertumbuhan tetapi kemudian menghilang dari darah pada
waktu pubertas. Akan tetapi, telah terbukti bahwa hal ini jauh dari benar, karena
setelah pubertas, sekresi terus berlangsung dengan kecepatan sebesar atau hampir
sama besar seperti kecepatan waktu anak-anak. Selanjutnya, kecepatan sekresi
hormon pertumbuhan meningkat dan menurun sedikit dalam hubungannya dengan
keadaan nutrisi atau stress seseorang, seperti selama kelaparan, hipoglikemia, gerak
badan, kegelisahan, dan trauma. Jadi, hampir pasti bahwa sekresi hormon
pertumbuhan diatur waktu demi waktu oleh keadaan nutrisi dan stress tubuh, dan
tampaknya faktor yang terpenting yang mengatur sekresi hormon pertumbuhan
adalah kadar protein sel, walaupun perubahan konsentrasi glukosa darah juga dapat
15

menyebabkan perubahan sekresi hormon pertumbuhan yang sangat cepat dan


dramatis.
b) Mekanisme Kerja Hormon Pertumbuhan
GH yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary pertama-tama mengalir melalui
pembuluh darah menuju ke organ hati. Di dalam hati, GH diubah menjadi IGF 1
(Insulinlike Growth Factor I). Lalu melalui peredaran darah pula, IGF I dialirkan ke
seluruh organ-organ yang ada di tubuh manusia. IGF I inilah yang bertanggung jawab
untuk memelihara seluruh organ-organ di dalam tubuh manusia. Oleh karena
terpeliharanya organ-organ di dalam tubuh manusia, maka sistem imunisasi di dalam
tubuh manusia juga ikut terpelihara. Tidak heran mengapa seseorang pada usia muda
yang dimana produksi GH-nya masih banyak, mereka lebih tahan terhadap serangan
penyakit dan hampir tidak dijumpai adanya penyakit-penyakit yang biasa ditemukan
pada orang yang sudah berumur cukup tua.
Sebagian kerja hormon pertumbuhan adalah menghemat glukosa yang
beredar. Hormon pertumbuhan kerjanya lambat, memerlukan 1-2 jam sampai
beberapa hari sebelum efek biologisnya diketahui.

Beberapa Cara Meningkatkan Hormon Pertumbuhan


1. Berpuasa
2. Olah raga
3. Tidur yang nyenyak (kualitas tidur)
4. Nutrisi
1.6.1 Hormon Thyroid
Tiroksin (T4) dan triyodotironin(T3) mempunyai efek nyata pada kecepatan
metabolisme tubuh, mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar
optimal sehingga berfungsi normal dengan melalui 2 cara, yaitu:
1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein
2. Meningkatkan jumlah oksigen yang dipakai sel. Jika sel-sel bekerja keras,
maka organ tubuh bekerja lebih cepat.
Fungsi kedua hormon ini hampir sama tapi berbeda dalam kecepatan dan
intensitas kerja. Triyodotironin 4 kali lebih kuat dari tiroksin tapi terdapat dalam
16

darah sedikit. Prinsip kerja kedua hormon ini mengatur metabolisme pertumbuhan,
perkembangan, dan kegiatan sistem saraf.
Efek utama hormon tiroid: meningkatkan aktifitas metabolisme sebagian
besar jaringan tubuh kecuali otak, retina, limpa, testis dan paru-paru. Dan merangsang
pertumbuhan pada anak-anak.
Efek fisiologis hormon tiroid pada berbagai mekanisme tubuh.
1. Efek pada pertumbuhan. Pada anak yang sedang tumbuh bila menderita
hipotiroid pertumbuhannya sangat terhambat. Sedangkan yang menderita
hipertiroid, pertumbuhan rangka menjadi berlebihan, sehingga anak
menjadi lebih tinggi dari biasanya. Akan tetapi bila epifisis menutup pada
usia yang lebih awal, sehingga pada waktu dewasa kemungkinan lebih
pendek. Selain itu, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak
selama kehidupan janin. Bila kekurangan hormon tiroid, otak tidak
berkembang atau lebih kecil dari normal.
2. Efek pada respirasi. Peningkatan kecepatan metabolisme yang disebabkan
oleh hormon tiroid meningkatkan penggunaan oksigen dan pembentukan
karbon dioksida. Efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang
meningkatkan kecepatan dan dalamnya pernapasan.
3. Efek pada saluran cerna. Selain meningkatkan kecepatan absorpsi
makanan, hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi getah
pencernaan dan pergerakan saluran cerna. Seringkali, mengakibatkan
diare. Juga, yang berhubungan dengan peningkatan sekresi dan pergerakan
ini adalah peningkatan nafsu makan, sehingga intake makanan biasanya
meningkat. Kekurangan hormon tiroid menyebabkankonstipasi.
4. Efek pada pertumbuhan tulang dan metabolisme kalsium. Hormon tiroid
meningkatkan pertumbuhan tulang dengan cara yang sama seperti ia
meningkatkan pertumbuhan semua jaringan pembentukan tubuh lain. Hal
ini mungkin akibat dari efek hormon tiroid meningkatkan pembentukan
protein. Sebaliknya, hormon tiroid juga mempercepat penutupan epifisis.
Oleh karena itu, orang muda yang berada di bawah pengaruh hormon
tiroid mula-mula tumbuh dengan cepat tetapi kemudian berhenti tumbuh
17

pada usia yang jauh lebih muda dan pada teman seusianya. Akhirnya,
tinggi badannya kurang dari normal. Apabila konsentrasi hormon tiroid
tinggi, aktifitas osteoklas menyebabkan tulang menjadi keropos.

c) Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid


Efek dari TSH (thyroid-stimulating hormone) pada kelenjar tiroid adalah:
Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel, dengan akibat
pengeluaran hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan pengurangan zat folikular itu
sendiri.Meningkatkan aktivitas pompa yudida, yang meningkatkan kecepatan iodine
trapping pada sel kelenjar, meningkatkan rasio konsentrasi yodium intrasel dan
ekstrasel sampai sebesar 350 : 1 selama perangsangan maksimal. Peningkatan
yodinasi tirosin dan peningkatan coupling untuk membentuk hormon tiroid.
Peningkatan ukuran dan aktivitas sekresi sel-sel tiroid. Peningkatan jumlah sel-sel
tiroid, dan perubahan dari kubis menjadi sel toraks dan banyak lipatan epitel tiroid ke
dalam folikel.
Efek dini yang paling penting setelah pemberian TSH adalah proteolisis
tiroglubulin, yang menyebabkan pengeluaran tiroksin dan triyodotironin dalam darah
dalam waktu 30 menit.
Berbagai reaksi emosi juga dapat mempengaruhi pengeluaran TSH dan oleh
karena itu, secara tidak langsung dapat mempengaruhi sekresi hormon tiroid.
Keadaan perangsangan yang berlebihan dan kegelisahan keadaan yang sangat
merangsang sistem saraf simpatis menyebabkan penurunan sekresi TSH mendadak,
mungkin karena keadaan-keadaan ini meningkatkan kecepatan metabolisme dan
panas tubuh.
Pada sebagian besar sistem pengaturan hormonal, tidak hanya kecepatan
sekresi hormon itu sendiri yang perlu diatur pada tingkat yang konstan, tetapi yang
diingini adalah efek hormon yang perlu diatur. Karena hormon tiroid mengatur
seluruh aktivitas metabolisme tubuh, diduga bahwa faktor yang mengatur kecepatan
yang hampir konstan oleh sistem pengaturan TSHhormon tiroid merupakan sebagian
aspek metabolisme sel, mungkin kecepatan metabolisme sel itu sendiri.
18

1.6.2 Hormon Parathyroid


Fungsi terpenting dari hormon paratiroid mengatur metabolisme kalsium dan
fosfor pada tubuh, melalui kerja langsung pada tulang dan ginjal, serta kerja tak
langsung melalui vitamin D di usus halus. Hormon paratiroid juga meningkatkan
pembentukan vitamin D3 (1,25-dihidroksikolekalsiferol), suatu metabolit vitamin D
yang fisiologis aktif.
Efek maksimal hormon paratiroid pada fosfat tercapai dalam dua sampai tiga
jam, sedangkan efek maksimal konsentrasi ion kalsium tercapai sekitar delapan jam
dan kemudian berlangsung 24 sampai 36 jam.
Peningkatan ion kalsium merupakan efek langsung hormon paratiroid dalam
menyebabkan absorpsi kalsium dan fosfat dari tulang. Hormon paratiroid ini juga
menyebabkan peningkatan reabsorpsi kalsium tubulus ginjal tetapi pada saat hormon
ini mengurangi kecepatan reabsorpsi fosfat. Selain itu juga meningkatkan reabsorpsi
ion Magnesium dan ion Hidrogen, sedangkan ia menurunkan reabsorpsi ion Natrium,
Kalium dan asam amino melalui cara yang banyak persamaannya dengan efek
paratiroid terhadap fosfat.
Hormon paratiroid menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium yang tinggi
dalam cairan, tidak mungkin melihat semua efek yang cepat pada tulang. Namun,
pemberian hormon paratiroid yang berlangsung lama akhirnya mengakibatkan
absorpsi pada semua tulang disertai timbulnya rongga-rongga besar yang diisi dengan
osteoklas multinuklear yang sangat besar.
Hormon paratiroid juga sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan
gigi. Bila kecepatan sekresi hormon paratiroid berkurang, maka akan menyebabkan
kelainan pada gigi, pertumbuhan dan perkembangan gigi pun akan terhambat.

d) Kerja Hormon Paratiroid Pada Tulang


1. Implantasi potongan kecil kelenjar paratiroid yang hidup dekat tulang
menyebabkan osteoklas terbentuk dalam jumlah besar pada daerah
19

yang berdekatan, dan hal ini diikuti oleh absopsi lokal tulang yang
cepat
2. Penyuntikan hormon paratiroid pada binatang yang menderita rickets
berat menyebabkan reabsorpsi matriks yang baru dibentuk walaupuan
tidak terdapat garam dalam matriks. Oleh karena itu, hormon
paratiroid bekerja pada matriks dan garam pada saat yang sama,
menunjukkan sekali lagi bahwa efek primer hormon paratiroid adalah
meningkatkan aktivitas faktor absorpsi yang berhubungan dengan
osteoklas.

e) Efek vitamin D pada tulang dan hubungannya dengan aktivitas


paratiroid
Vitamin D memegang peranan penting pada absorpsi dan pengendapan tulang.
Pemberian vitamin D dalam jumlah besar mengakibatkan absorpsi yang sama seperti
pemberian hormon paratiroid. Bila tidak terdapat vitamin D, efek hormon paratiroid
yang menyebabkan absorpsi tulang sangat berkurang. Mekanisme efek ini belum
diketahui akan tetapi vitamin D harus diubah menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol
oleh ginjal sebelum ia mempunyai efek pada tulang. Kemampuan zat ini
meningkatkan transpor ion kalsium melalui membran sel, seperti yang terjadi pada
usus dan epitel ginjal, mungkin dalam beberapa hal berhubungan dengan kemampuan
vitamin D meningkatkan absorpsi tulang.
Vitamin D juga meningkatkan kalsifikasi tulang. Ini merupakan salah satu
jalan dimana ia meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfat dalam cairan ekstrasel.
Meskipun tidak ada peningkatan, tapi ia tetap meningkatkan mineralisasi tulang.

1.7 Fase Geligi Pergantian


Masa geligi pergantian merupakan peralihan atau pergantian dari masa geligi
sulung ke masa geligi permanen. Kadang-kadang disebut masa geligi campuran oleh
karena di dalam mulut terdapat campuran gigi sulung dan permanen (pambudi,
tahun ?_?). Dalam fase ini gigi I1 sulung diganti I1 permanen, I2 sulung diganti I2
20

permanen, C sulung diganti C permanen, M1 sulung diganti P1 permanen, M2 sulung


diganti P2 permanen, dilanjutkan pertumbuhan M1,M2,M3 permanen sesuai dengan
masa tumbuh.
Molar pertama permanen biasanya merupakan gigi permanen pertama yang
erupsi pada umur sekitar 5-6 tahun. Diduga aktivitas metabolisme pada ligament
periodontal mempengaruhi mekanisme erupsi gigi. Diperlukan dua proses untuk
erupsi gigi yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi sulung sebagai jalan erupsi gigi
serta mekanisme erupsi gigi itu sendiri menuju arah yang telah tersedia. Bila akar gigi
telah terbentuk setengah sampai dua pertiga gigi tersebut siap untuk erupsi. Gingival
yang tebal atau adanya gigi kelebihan dapat mengganggu erupsi gigi, halangan
mekanik ini dapat menyebabkan distorsi akar gigi yang disebut dilaserasi.
Bila sebuah gigi telah menembus gingival, gigi tersebut bererupsi dengan
cepat sampai hampir mencapai bidang bidang oklusal. Sesudah gigi mencapai bidang
oklusal kecepatan erupsi dipengaruhi oleh tekanan yang berlawanan dengan arah
erupsi, misalnya kekuatan kunyah ditambah tekanan dari bibir, pipi, dan lidah.
Kemudian gigi tersebut akan terkena pengaruh kekuatan kunyah dan kecepatan erupsi
sangat berkurang sampai seakan-akan berhenti sama sekali. Pada gigi sulung yang
mengalami ankilosis gigi ini akan tampak seperti terbenam dibandingkan dengan
gigi-gigi sebelahnya karena gigi tersebut tetap pada tempatnya sedangkan gigi lain
bererupsi. Kecepatan erupsi gigi kurang lebih sesuai dengan pertumbuhan ramus
dalam jurusan vertical maka pada saat rahang terjadi growth spurt maka erupsi gigi
juga terjadi cepat.
Menurut sebuah penelitian gigi bererupsi sekitar jam 8 malam sampai tengah
malam atau jam 1 malam. Pada waktu pagi dan siang hari tidak ada erupsi atau malah
terjadi sedikit intrusi. Perbedaan siang-malam ini tampaknya mengikuti aircardian
rhythm yang kemungkinan mengikuti pelepasan hormon pertumbuhan.
Pada masa dewasa masih terdapat potensi erupsi gigi meskipun sangat lambat.
Erupsi gigi yang cepat dapat terjadi lagi bilamana suatu gigi tanggal maka gigi
antagonisnya kehilangan kontak dan akan erupsi dengan cepat meskipun pada usia
lanjut.
21

1.8 Persarafan pada stomatognathi

A. Persyarafan pada otot Mastikatori menurut Dixon (1993):


1. Musculus MaseterInervasi oleh Nervus V (Trigeminus)
2. Musculus Pterigoideus lateralis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)
3. Musculus Pterigoideus medialis Inervasi oleh Nervus V
(Trigeminus)
4. Musculus Temporalis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus), Nervus
Auriculotemporalis.

B. Persarafan pada otot deglutasi:


1. Nervus Facialis (N. Cranialis VII)
Saraf ini melekat ke batang otak pada ujung atas medulla dalam
hubungan yang erat terhadap tepi bawah pons melalui redix sensori dan
motoriknya. Kedua radix ini melintasi subarachnoidea di atas n.
Vestibulococlearis (n. Cranialis VIII) dan masuk ke meatus acusticus internus. Di
dalam meatus, kedua radix saraf bergabung dan pada bagiam dasar meatus, n
facialis akan masuk ke canalis facialis dan berputar di sekitar os. Temporale,
keluar dari foramen stylomastoideum pada basis cranii (Dixon, 1993).
Tepat di luar foramen stylomastoideum, n. facialis mengeluarkan 3
cabang motorik (Dixon, 1993):
1) N. auricularis ke m. auricularis posterior dan m. occipitalis kulit kepala.
2) Saraf ke venter posterior mm. digastrici.
3) Saraf ke m. stylomastoideum
N. facialis kemudian menembus selubung fascia dari glandula parotidea
dan masuk ke subtansu glandula, terbagi menjadi dua cabang yang besar. Dari
cabang superior dikeluarkan rami temporales, zygomatici dan bucales; cabang
inferior dikeluarkan n. bucalis inferior, ramus marginalis mendibulae dan colli.
Cabang terminal terlihat pada tepi anterior glandula parotidea, menyebar
memlalui wajah, membentuk plexus saraf dengan saraf yang lain dan dengan
ujung terminal n. trigeminus (Dixon, 1993).
22

1) Rami temporales mempersarafi m. auricularis anterior dan superior, m.


frontalis, bagian atas orbicularis oculi, dan corrugator supercilli.
2) Rami zygomatici mempersarafi serabut luar orbicularis oculi.
3) Rami buccales mempersarafi m. buccinator, otot labium oris superius,
risorius dan otot hidung.
4) Ramus marginalis mandibulae mempersarafi otot labium oris inferior dan
mentalis.
5) Ramus colli mempersarafi m. platysma pada leher dan mengeluarkan
ramus communicans untuk bergabung dengan ramus marginalis
mandibulae.
2. Nervus Glassopharyngeus (Nervus Cranialis)
Cabang utama dari nervus glassopharyngeus adalah (Dixon, 1993):
1) Plexus tympanicus, pada telinga tengah saraf ini bergabung dengan
cabang n. facial untuk membentuk plexus tympanicus, tempat keluarnya
cabang sensorik ke membran mukosa telinga tengah, antrum mastoideum
dan tuba auditiva dan n. petrosus minor superficialis berasal dari n.
glassopharingeus, mempersarafi ganglion oticum dan glandula parotidea.
2) Ramus caroti, membawa serabut sensorik (otonom) dan ikut berperan
dalam mengatur tekanan darah.
3) Cabang motorik ke m. stylopharyngeus.
4) Rami pharyngei (sensorik) ke plexus pharyngeus pada dinding samping
pharyng. Dari plexus, saraf sensorik yang berasal dari n.
glassopharyngeus berjalan ke membran mukosa pharynx
5) Rami tonsillares naik di dalam m. hyoglossus untuk membentuk plexus di
sekitar tonsilla. Dari plexus saraf sensori didestribusikan ke bagian atas
pharynx dan pangkal tuba auditiva.
6) Rami linguales berjalan jauh ke dalam ke m. hyoglossus dan membentuk
persarafan sensorik ke membran mukosa pars pharyngea (sepertiga
posterior) lingua.
7) Ramus communicans bersama dengan ganglion cervicalis superior
sympathicus, n. vagus dan facialis.
3. Nervus Vagus (Nervus Cranialis)
Cabang-cabang n. vagus pada leher adalah (Dixon, 1993):
23

1) Ramus meningeus recurrens, mempersarafi dura meter dari fossa cranii


posterior.
2) Ramus auricularis, saraf terbagi menjadi cabang yang bergabung dengan
n. auricularis posterior (cabang n. facialis) dan cabang yang mempersarafi
membran mukosa meatus acusticus externus dan permukaan luar
membran tympani (dengan cabang n. auriculotemporalis).
3) Cabang kecil didistribusikan ke sinus caroticus dan copus carotid.
4) Rami pharyngei, saraf ini mengandung serabut motorik dari m. contrictor
pharynx dan m. palatopharyngeus, levator vlei palatini, paloglossus dan
uvula dari palatum molle.
5) N. laryngeus superior, terpisah menjadi n. laryngeus superior ramus
internus yang besar (sensorik) yang menyertai a. Laryngea interna dan
cabang motorik yang lebih kecil (n. laryngeus superior ramus externus)
berjalan jauh ke dalam ke mm. infrahyoidei menuju ke m. cricothyroideus
dan constrictor pharyngis inferior.
4. Nervus Accessorius (Nervus Cranialis XI)
Merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot dinding pharynx dan
larynx, serta dua otot superficialis pada leher yaitu m. sternocleidomastoideus
dan trapezius. Terdiri dari dua bagian yang berbeda baik origo maupun
distribusinya. Radices craniales atau pars vagalis berasal dari bagian samping
medulla, di caudal n, vagus dan radices spinalles berasal dari bagian samping
corda spinalis sejauh mungkin ke bawah ke perekatan nn. Cervicales V (Dixon,
1993).
5. Nervus Hypoglossus (Nervus Cranialis XII)
Merupakan saraf motorik dari otot lingua, kecuali m. palatoglossus
dipersarafi oleh n. vagus (Dixon, 1993).

1.9 Otot pada stomatoghnathi

a. Mastikasi
24

Kelompok Otot Trigeminalis. Kelompok otot trigeminalis merupakan


kelompok otot yang disarafi oleh rami mandibularis N. Trigeminus (NC V) atau nervi
mandibularis. Otot ini meliputi otot mastikasi (mengunyah), m. mylohyoideus, dan
m. tensor veli palatini pada langit-langit lunak.Otot mastikasi meliputi:

a. M. temporalis. Origo luas pada permukaan lateral cranii, dan menguncup


menuju insersio pada processus coronoideus mandibula. Fungsi utamanya
menarik rahang bawah ke atas (gerakan seperti gunting).
b. M. masseter. Menempati bagian lateral mandibula. Origonya dari daerah
maxillaris kepala dan archus zygomaticus. Insersionya lebar pada mandibula
agak di belakang. Otot ini sering multipenatus yang dipisahkan oleh tendo
yang kuat. Arah serabut otot berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda pula.
Sebagian serabut menarik rahang bawah ke depan, dan lainnya menarik ke
belakang. Tetapi fungsi secara umum adalah menarik rahang bawah ke atas
dan ke sisi yang aktif. Saat mastikasi, pada satu waktu, kontraksinya terbatas
pada satu sisi yang aktif saja.

c. M. pterygoideus. Otot ini berada di sisi medial mandibula. Berorigo pada


daerah pterygopalatine kepala menuju medial mandibula. Otot ini terbagi dua
yaitu bagian lateral (kecil) dan bagian medial (lebih besar). Beberapa serabut
otot bagian lateral dilekatkan ke discus articularis, dan berfungsi membantu
mengontrol pergerakan rahang bawah. Tetapi fungsi utama otot pterygoideus
adalah mengangkat rahang bawah dan menarik ke dalam dengan sedikit
gerakan ke depan secara bersamaan. Pada spesies yang membutuhkan gerakan
rahang bawah transversus, m. masseter dan lawannya m. pterygoideus
mungkin membentuk satu pasangan fungsional.

d. M. digastricus. Membuka mulut merupakan fungsi utama m. digastricus,


selain dibantu oleh gaya gravitasi. M. digastricus berjalan dari kepala,
melewati bagian belakang persendian temporomandibularis, menuju angulus
mandibula. Otot ini tersusun ata dua venter. Venter rostralis disarafi oleh rami
25

mandibularis n. trigeminus atau n. mandibularis, dan venter caudalis disarafi


oleh n. facialis. Hal ini mengindikasikan otot digastricus berasal dari lapisan
mesodemis dua arkus faringeus pertama.

b. Delugtasi

Proses penelanan adalah aktivitas terkoordinasi yang melibatkan beberapa


macam otot-otot dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring, dan otot laring.
Berkovits (1995)dan Williams (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang
berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot di dalam kavum oris proprium yang
bekerja secara volunter, otot-otot laring dan otot-otot faring bekerja secara involunter.
Kavum oris dibagi menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris
proprium. vestibulum oris adalah ruang antara gigi geligi dan batas mukosa bagian
dalam pipi dan labium oris. Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara
arkus dentalis superior dan inferior. Batas anterior dan lateral kavum oris proprium
adalah permukaan lingual gigi geligi dan prosesus alveolaris.
1. otot-otot di dalam kavum oris proprium
Otot yang termasuk dalam kelompok ini adalah otot-otot lidah dan otot-otot
palatum lunak. Otot lidah terdiri dari otot-otot instrinsik dan ekstrinsik. Otot
instrinsik lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu muskulus
longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis profunda, muskulus
transversus lingua dan muskulus vertikalis lingua. Otot ekstrinsik lidah merupakan
otot yang berada di bawah lidah yaitu muskulus genioglossus untuk mengerakan
bagian tengah lidah ke belakang dan muskulus styloglossus yang menarik lidah ke
atas dan ke belakang. Sedangkan otot-otot palatum lunak yaitu muskulus tensor dan
muskulus levator veli palatini untuk mengangkat faring dan muskulus palatoglossus
yang menyebabkan terangkatnya uvula.
2. Otot-otot faring
Terbagi menjadi dua golongan yaitu otot-otot yang jalannya melingkar dan
otototot membujur faring. Otot-otot melingkar terdiri atas muskulus konstriktor
faringis superior, muskulus konstriktor faringis media dan muskulus konstriktor
26

faringis inferior. Sedangkan otot-ototmembujur faring yaitu otot muskulus


stilofaringeus. Faring tertarik ke arah medial untuk saling mendekat. Setelah itu
lipatan faring membentuk celah lipatan sagital yang akan di lewati makanan menuju
ke dalam faring posterior. Celah ini selektif sehingga makanan yang di kunyah dapat
lewat dengan mudah.
3. Otot laring
Terbagi 2 bagian yaitu otot laring instrinsik dan otot laring ekstrinsik. Otot
laring ekstrinsik yaitu muskulus krikoatiroideus, sedangkan otot-otot laring instrinsik
yaitu muskuluskrikoaritenoideus posterior, muskulus krikoatenoideus lateral,
muskulus trieoaritenoideus, muskulus vokalis, muskulus tiroepiglottikus dan
muskulus aritenoideus. Pada laring terdapat dua sfingter yaitu aditus laringis dan
rima glottidis. Aditus laringis berfungsi hanya pada saat menelan. Ketika bolus
makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan palatum lunak, laring tertarik
ke atas. Aditus laringis di persempit oleh kerja muskulus arytenoideus obliqus dan
muskulus oryepiglottikus. Bolus makanan atau cairan, kini masuk ke dalam
esofagusdengan menggelincir di atas epiglottis atau turun lewat alur pada sisi-sisi
aditus laringis. Rima glottidis berfungsi sebagai sfingter pada saat batuk dan bersin.
Tetapi pada saat yang terpenting epiglotis membantu mencegah makanan agar sejauh
mungkin dari pita suara, dimana akan mempengaruhi tegangan pita suara pada waktu
kerja.

C. Berbicara
Suara bisa ditimbulkan karena adanya pita suara yang berbentuk seperti
lipatan sepanjang dinding lateral laring yang diatur posisinya oleh otot khusus dalam
batas laring.
Gerakan pita suara bergerak ke arah lateral. Getaran ini terjadi apabila pita suara satu
sama lain berdekatan dan dihembuskan udara. Tekanan udara mendorong pita suara
sampai terpisah satu sama lain. Kemudian aliran udara masuk dengan cepat di celah-
celah pita suara sehingga menciptakan suatu ruangan hampa. Parsial diantara pita
27

suara yang menarik mendekati satu sama lain dan menghentikan aliran udara. Pita
suara terbuka sekali lagi dan meneruskan suatu pola getaran.
Dalam proses bicara atau fonasi terdapat dua bagian besar yaitu artikulasi dan
resinansi.

1) Artikulasi
Dalam hal ini ada organ organ yang berperan yaitu bibir, lidah dan palatum. Oto-otot
pada organ ini akan membantu dalam proses pengucapan atau artikulasi.
Otot-otot pada lidah
a. M. Genioglosus
b. M. Hipoglosus
c. M. Chondroglossus
d. M. Stiloglosus
e. M. Palatoglosus
f. M. Longitudinal superior
g. M. Longitudinal inferior

2) Otot-otot pada palatum


a. M. Uvula
b. M. Levatior veli palatini
c. M. Tensor palatini

3) Resonansi
Organ yang berpan di resonansi ini yaitu mulut, hidung, laring dan rongga
dada. Dibantu otot-otot pada organ ini membuat getaran yang masuk pada dinding
lateral faring bisa menghasilakn suara.
Otot-otot pada laring
a. M. Krikotiroideus
b. M. Krikotenoideus
c. M. Krikotenoideus lateral
d. M. Aritenoideus transversus
e. M. Aritenoideus pbligues
f. M. Vokalis
g. M. Ariepiglotikus
h. M. Tyroaritenoideus
i. M. Tyroepiglotikus
28

Andriyani, Anita. 2001. Aspek Fisiologis Pengunyahan dan Penelanan Pada


Sistem Stomatognasi. Medan: Universitas Sumatra Utara. Web: www.usu.ac.id.
Date: 9 maret 2013. Time: 20:14:43.

1.10 Perkembangan kranium


Cranium dapat dibagi dalam dua bagian:
1. Neurocranium, yaitu tulang-tulang yang melingdungi otak.
2. Viscero cranium atau Splanchno cranium yaitu tulang-tulang yang
membentuk kerangka wajah (Rohen, 2003)
Bagian dari neurocranium yang mengelilingi otak yang berbentuk sebagai
kubah terdiri dari tulang-tulang pipih, disebut calvaria cranii. Bagian lain yang
merupakan bagian cartilaginosa yang membentuk dasar tengkorak disebut basis
cranii. Pada waktu bayi lahir, tulang-tulang calvaria cranii dipisahkan satu dengan
lainnya oleh jaringan ikat tipis yang disebut sutura. Pada tempat di mana lebih dari
dua tulang bertemu, sutura akan melebar dan dikenal sebagai fontanella (ubun-ubun).
Di sebelah depan terdapat fontanella major yang dibentuk oleh pertemuan antara os
parietale kiri kanan, dengan os frontale kiri kanan dengan os parietale kiri kanan. Di
bagian belakang terdapat fontanella minor yang dibentuk oleh pertemuan antara os
parietale dengan os occipitale. Di bagian lateral terdapat fontanella lateral dan
fontanella postero lateral. Degan adanya sutura dan fontanella ini akan dapat
memungkinkan tulang-tulang cranium saling merapat bahkan meliputi satu dengan
lainnya sehingga cranium dapat sedikit mengecil pada waktu bayi dilahirkan.
Beberapa sutura dan fontanella tetap berbentuk selaput untuk waktu yang agak lama
setelah bayi lahir. Dikenal beberapa sutura antara lain: sutura sagittalis, sutura
coronaria, sutura lambdoidea, sutura metopica (Rohen, 2003)

1.10.1 Neurocranium
1. Neurocranium membranosa
Penulangan intramembran yang terjadi pada mesenkim pada sisi lateral dan
kap otak membentuk calvaria (atap tengkorak). Sisi dan atap tengkorak berkembang
29

dari mesenkim yang mengelilingi otak dan mengalami penulangan membranosa yang
ditandai dengan terdapatnya spikula tulang berbentuk seperti jarum. Spikula ini
secara progresif memancar dari pusat penulangan primer ke arah tepi. Dengan
berlanjutnya pertumbuhan selama kehidupan janin dan setelah kelahiran, tulang
membranosa membesar melalui peletakan lapisan-lapisan baru di atas permukaan luar
dan melalui penyerapan osteoklastik yang berturut-turut dari arah dalam (Rohen,
2003).
2. NeurocraniumKartilaginosa/ Kondrocranium
Bagian tengkorak ini pada permulaan terdiri dari sejumlah tulang (kartilago)
yang terpisah-pisah. Bila kartilago ini menyatu dan menulang oleh pertulangan
endokondral, maka terbentuk dasar tengkorak (Rohen, 2003)
Dasar tulang occipitale dibentuk oleh kartilago parakondral dan badan ketiga
sklerotom occipital. Ke arah mulut dari lempeng dasar occipitale ditemukan kartilago
hipofisis dan trabecula cranii. Kartilago hipofisis membentuk daerah sekitar hipofisis
atau glandula pituitary, ia juga menyatu untuk membentuk corpus os sphenoidale.
Trabeculae cranii berfusi dan membentuk os ethmoidale yang meluas dari daerah
hidung hingga batas depan foramen magnum (Rohen, 2003)
Sejumlah pemadatan mesenkim lainnya timbul di kanan dan kiri lempeng
tengah. Paling ujung ke arah mulut, ala orbitalis, membentuk sayap kecil (ala parva)
os sphenoidale. Ke caudal, ia diikuti oleh ala temporalis yang membentuk sayap besar
(ala magna) os sphenoidale. Unsur ketiga sampai perotik, membentuk pars petrosa
dan pars mastoidea os temporale. Ketiga unsur ini kemudian menyatu dengan
lempeng tengah dan satu dengan yang lainnya, kecuali pada pembukaan dimana saraf
otak meninggalkan tengkorak (foramen opticum). Kapsul otic (otic capsules) muncul
di sekitar telinga dalam yang sedang berkembang atau otic vesicles dan membentuk
pars petrosa dan pars mastoidea os temporale. Kapsul nasal (nasal capsule)
berkembang di sekitar cavum nasal dan berperan dalam membentuk os ethmoidale
(Rohen, 2003)

3. Viscero Cranium
30

Viscero cranium terutama dibentuk oleh arcus pharyngeus I, yang disebut


juga arcus mandibularis. Arcus mandibularis terdiri dari dua bagian. Bagian dorsal
disebut processus maxillaris yang akan membentuk premaxilla, maxilla, os
zygomaticum dan sebagian os temporale. Bagian ventral disebut processus
mandibularis (cartilago meckeli). Ujung dorsal processus mandibularis bersama-sama
dengan ujung dorsal arcus pharyngeus II (cartilago Reichert) kelak akan membentuk
incus, malleus dan stapes. Penulangan dari ke tiga tulang tersebut dimulai pada bulan
keempat, sehingga merupakan tulang yang pertama menjadi tulang secara sempurna.
Pada mulanya wajah bentuknya kecil dibanding dengan neurocranium. Hal ini
disebabkan karena belum terbentuknya sinus-sinus paranasalis. Dengan tumbuhnya
gigi-geligi, serta berkembangnya sinus paranasalis, wajah akan memperoleh ciri-
cirinya seperti pada orang dewasa (Rohen, 2003)

4. Perkembangan Orofasial
Perkembangan kepala tergantung pada aktifitas induksi pusat pengatur
prosensephalik dan rombenshephalik. Pusat prosensephalik, berasal dari mesodermal
prakordal yang berjalan melalui garis primitive, berada di ujung rostral notokord di
balik forebrain (prosensephalon) merangsang pembentukan alat indra penglihatan dan
telinga tengah serta sepertiga atas wajah. Pusat rombensephalik kaudal merangsang
pembentukan sepertiga bawah dan tengah dari wajah (rangka viseroskletal), termasuk
telinga luar dan tengah (Sadler, 2009).

Perkembangan orofasial yang cepat merupakan ciri dari tahap perkembangan


bagian cranial embrio, bila dibanding dengan bagian kaudal. Perbedaan kecepatan
pertumbuhan, menyebabkan discus embirionik mempunyai bentuk seperti perlonjong,
dengan daerah kepala yang membentuk bagian yang memanjang, baru kemudian
ketiga lapisan pada bagian cranial embrio, mulai mengalami perkembangan pada
pertengahan minggu ke-3 sedang pemisahan lapisan-lapisan benih tersebut tetap
berlangsung pada bagian kaudal sampai akhir minggu ke-4. perkembangan ujung
cranial embrio yang sangat cepat, menyebabkan kepala mempunyai besar setengah
31

dari seluruh besar tubuh selama periode pascasomit embrionik (minggu ke-5 ke-8).
Perkembangan pascacranial selanjutnya akan menyebabkan kepala mempunyai besar
seperempat dari seluruh panjang tubuh pada saat lahir, dan hanya 6-8 % dari seluruh
besar tubuh pada manusia dewasa (Sperber, 1991).

1.10.2 Pembentukan wajah

Wajah berasal dari 5 tonjolan yang mengelilingi cekungan sentral stomodeum


yang membentuk bakal mulut. Tonjolan adalah fronto-nasal tengah tunggal dan
sepasang tonjolan maksila dan mandibula. Kedua tonjolan terakhir berasal dari
pasangan pertama dari ke-enam lengkung brankial. Semua tonjolan dan lengkung ini
berasal dari ektomesensim neural crest yang bergerak dari daerah dorsal ke daerah
wajah dan leher. Tonjolan fronto-nasal mengelilingi forebrain yang mengeluarkan
devertikulum optic lateral yang akan membentuk mata. Bagian frontal dari tonjolan
antar mata membentuk dahi pada sudut infero-lateral, membentuk penebalan plakoda
nasal ektodermal (olfaktoris), plakoda ini dirangsang oleh saraf olfaktoris di bawahnya
ditembus oleh perpanjangan ridge berbentuk tapal kuda terbalik, tonjolan nasal medial
dan lateral yang mengelilingi tiap celah nasal yang terbenam. Celah ini merupakan
bakal nares anterior yang pada awalnya berhubungan dengan stodeum (Sadler, 2009).

Penggabungan tonjolan-tonjolan wajah terjadi melalui dua tahap


perkembangan pada letak yang berbeda; melalui penggabungan tonjolan fronto-nasal,
maksila, dan mandibula, atau melalui penggabungan komponen-komponen maksila-
nasal sentral. Penyatuan dari organ yang awalnya merupakan tonjolan terpisah, terjadi
ketika groove yang memisahkan hilang akibat perpindahan ke, dan atau proliferasi
mesenkim di bawahnya. Pengabungan tonjolan nasal medial yang dahulunya terletak
bebas dengan tonjolan nasal lateral dan maksila pada tiap sisi membutuhkan
disintegrasi dari permukaan kontak epitelia (sayap nasal) memungkinkan
bergabungnya sel-sel mesenkim dibawahnya. Kegagalan disintegrasi normal dari
sayap nasal, melalui kematian sel atau pertukaran mesenkimal, merupakan penyebab
32

dari celah bibir atas dan celah bagian depan palatum, dengan cara menghalangi
penyatuan mesenkim nasal medial dan maksila (Sadler, 2009).

Penggabungan tonjolan nasal medial dan maksila membentuk hubungan


dengan rahang atas dan bibir serta memisahkan celah nasal dari stomadeum.
Penyatuan di garis tengah tonjolan nasal medial membentuk tuberkulum medial
dan philtrum bibir atas, ujung hidung dan palatum primer. Segmen intermaksilaris
rahang atas (premaksila) untuk tempat perkembangan ke 4 gigi insisivus, berasal dari
bagian tengah palatum primer, yang pada mulanya berupa pasangan pembengkakan
dari penyatuan tonjolan nasal medial yang terpisah jauh. Celah abnormal bilateral
berasal dari kegagalan penggabungan tonjolan nasal medial dan maksila membentuk
probosi tonjolan nasal medial (proc. globular) (Sadler, 2009).
Rahang bawah dan bibir berbentuk oleh penyatuan garis tengah dari
sepasang tonjolan mandibula dan bagian pertama wajah akan terbentuk. Penyatuan
lateral dari tonjolan maksila dan mandibula membentuk comisura sudut mulut.
Selama minggu ke-7 intra uterin, pertukaran suplai darah dari wajah, dari arteri
carotid internal menjadi ekternal terjadi sebagai hasil atropi normal arteri stapedial.
Pertukaran ini terjadi pada saat kritis dari perkembangan bagian tengan wajah dan
palatum, menyebabkan kurang nya suplai darah dan terbentuknya celah bibir atas serta
palatum. Tidak semua daerah wajah bertumbuh sama cepat selama awal
perkembangan. Daerah tengah wajah (diantara mata) cukup konstan dalam
hubungannya dengan pertumbuhan lebar
keseluruhan wajah yang cepat dan minggu
ke- 5 sampai 9 jarak interokuler akan,
berkurang tetapi akan terjadi pembesaran
dan konsulidasi dari primordial lain, suatu
perubahan yang proporsi pertumbuhan yang
salah pada saat ini, merupakan dasar dari
terbentuknya cacat kraniofasial (Sperber, 1991).
33

Gambar 1. Perkembangan awal wajah Gambar 2. Perkembangan awal mata

a) Mata
Mata berasal dari neuro-ektoderm, ectoderm permukaan dan mesoderm. Mula-
mula tampak adanya gelembung ke lateral dari bagian otak depan yang disebut
gelembung optic (optic vesicle). Gelembung optic tersebut akan berpisah dengan
lapisan di dinding otak, tetapi masih dihubungkan oleh tangkai optic (optic stalk).
Bersamaan dengan itu lapisan ektoderm makin menebal, bundar dan padat yang
disebut gelembung lensa (lens vesicle). Gelembung optic membentuk lapisan baru
sehingga menjadi dua lapisan yang disebut mangkuk mata (optic cup). Antara
gelembung lensa dan mangkuk optic dihubungkan oleh khoroid mata. Khoroid
mata tersebut dilalui oleh pembuluh darah arteri, vena, dan serabut saraf
(Syahrum, dkk., 1994).

b) Hidung
Mula-mula tampak olfactory palacode yaitu penebalan ectoderm di daerah
ventro-lateral kepala embrio. Placode berkembang menjadi lesung olfactory
hidung (olfactory pit). Di sekitar lubang hidung tepinya agak menonjol, terdapat
tonjolan medial dan tonjolan lateral yang dekat dengan proc. maksila. Masa
jaringan di antara tonjolan medial sebelah kanan dan kiri disebut septum nasi.
Lama kelamaan tonjolan medial hidung bergabung dengan proc. maksila yang
terletak di sebelah lateralnya dan dengan demikian terbentuklah rongga hidung.
Di sebelah dalam rongga hidung, mula-mula masih ada membran oro-nasal.
Membrane ini pun akhirnya pecah, dan terjadilah hubungan antara rongga hidung
dan rongga mulut (Syahrum dkk, 1994).

c) Rongga mulut
Sekitarhari ke-25 setelah pembuahan, cavum oris primitivum (stomatodeum)
berkembang sebagai suatu celah sempit yang dikelilingi oleh capsul otak di
bagian atas, pericardium di bagian bawah, proc. mandibula dan proc. maksila di
34

bagian samping. Proc. mandibula meluas ke medial untuk membentuk mandibula


primitiv dan memisahkan stomatodeum dari pericardium. Pada. saat bersamaan,
capsul otak akan terpisah dari cavum oris primitiv melalui pembentukan Proc
fronto-nasalis. Proc. Fronto-nasalis atau septum nasi primer, pada tahap ini akan
membentuk sebagian besar tepi atas orifisium cavum oris. Proc. mandibularis akan
berkontak pada garis median, untuk membentuk batas bawah cavum oris. Proc
maksilaris terbentuk dari proc. mandibularis dari sudut mulut dan akan tumbuh ke
bawah pada kedua sisi wajah di balik mata untuk berkontak dengan proc. nasalis
lateralis, selanjutnya akan berkontak dengan ujung bawah proc. nasalis medial
(Sadler, 2009).

d) Palatogenesis
Maksila propium (kecuali premaksila) terbentuk berupa proc. maksilaris dari
arcus mandibularis. Penulangan pada maksila berlangsung pada minggu ke-9.
Palatum terbentuk dari proc. maksilaris kanan dan kiri serta proc. nasal medial.
Proc. Nasal medial membentuk jaringan yang meliputi area incisivus maksila
sentral dan lateral dan sebuah proc. kecil berbentuk segi 3 yang meluas ke
belakang diketahui sebagai palatum primer atau premaksila. Pada sekitar minggu
perkembangn ke-6, dua perluasan proc. Maksilaris akan tumbuh ke arah dalam
dan ke bawah sebagai proc. palatinus.

Gambar 4 & 5. Pembentukkan palatum


35

Palatum terbentuk dalam 2 bagian yaitu palatum primer dan palatum


sekunder. Bagian bawah proc. Fronto-nasalis ikut membentuk regio philtrum dari
labium oris superius berupa segmen pre-maksilaris yang mengandung 4 gigi
incisivus. Pada minggu ke-8, proc. palatines akan menjadi horizontal, saling
berkontak satu sama lain dan bergabung tepat dibawah ujung bebas septum nasi.
Dengan terjadinya perubahan proc. palatinus, cavum oris primitiv akan terbagi
menjadi 3 bagian yaitu cavum nasi kanan dan kiri diatas palatum sedang
berkembang, dan cavum oris definitif yang terletak di bawah palatum. Palatum
yang sedang berkembang nantinya akan terkena perluasan tulang di bagian depan
dan otot di bagian belakang (regio palatum molle). Pertumbuhan tulang dari pusat
penulangan premaksilaris, maksila dan palatinum akan membentuk palatum durum
(Dixon, 1993).

e) Mandibula (Chondrometaplastica)
Pertumbuhan mandibula biasanya didahului dengan pertumbuhan cartilago
Meckel. Pada embrio manusia cartilago Meckel akan berkembang ke bentuk
sempurna pada minggu ke-6. Cartilago Meckel pada tahap perkembangan ini
berhubungan erat terhadap N. mandibularis, saraf arcus pharyngeus prismus,
cabang-cabang nya akan berfungsi sebagai pendukung skeletal. Riwayat
perkembangan selanjutnya dari cartilago Meckel umumnya berhubungan dgn
perkembangan corpus mandibula. Pada mandibula terdapat 3 daerah pembentukan
cartilago sekunder yang utama. Yang pertama dan terbesar adalah cartilago
condylaris berperan penting pada pertumbuhan mandibula. Cartilago ini muncul
pertama kali pd minggu ke-12. Pada tahap ini terlihat berupa potongan cartilago
pada aspek superior dan lateral tulang pada proc. condylaris. Pada bulan ke-5
masa kehidupan fetus, semua cartilago sudah digantikan sebagian besar oleh
trabekula tulang. Selama periode ini penebalan zona cartilago akan berkurang
perlahan-lahan karena aktifitas proliferasi dari sel-sel fibro-sellular tumbuh lebih
lambat, sampai akhirnya cartilago menghilang dan tulang pengganti membentuk
seluruh bagian proc. condylaris tersebut (Sadler, 2009).
36

f) Lingua
lingua terbentuk dalam dua bagian.
1. Pars anterior lingua (oral). Berasal dari tiga tonjolan mesoderma arkus
mandibularis, terletak di dalam cavum oris. Tonjolan ini terdiri dari
tonjolan lingua lateral dan struktur garis median dasar mulut (tuberculum
impar). Berarti tonjolan abungan terletak di dalam sulkus di antara arcus
mandibularis dan arcus hyoideus (Dixon, 1993).
2. Pars posterior (pharingeus). Berasal terutama dari arcus pharingeus tertius
dan akan bertumbuh ke depan, ke atas arkus pharingeus secundus (hyoid)
pada dasar mulut untuk bergabung dengan ujung belakang pars anterior
lingua. Daerah ini disebut juga sebagai eminentia hypobranchialis. Bagian
belakang nanti akan membentuk epiglotis (Dixon, 1993).

g) Glandula Salivari
Glandula salivari mulai terbentuk sebagai suatu pita sel-sel yang padat
dari stomadeum selama minggu perkembangan ke-6 dan 7. Glandula parotis
adalah organ yang terbnetuk pertama kali ke luar bats sktoderma stomadeum
pada permukaan dalam pipi yang sedang berkembang di dekat sudut mulut.
Gemma akan bertumbuh ke belakang mengarah ke regio telinga, mula-mula
terlihat sebagai suatu pita sel padat dan bercabang-cabang dan nantinya akan
terkanalisaasi untuk membentuk sistem acinus dan duktus. Kapsula glandula
berasal dari mesooderma sekitarnya (Dixon, 1993).

Glandula submandibularis terbentuk dari endoderma yang


menyelubungi dasar stomadeum, bertumbuh ke belakang pada aspek lateral
lingua yang sedang berkembang. Sebuah sulkus akan terbentuk di bagian
samping lingua yang nantinya akan menutup untuk membentuk duktus
warthon (Dixon, 1993).
37

Glandula sublingualis mulai terbentuk pada tahap beriut , yaitu pada


minggu perkembangan ke-8, dan terbentuk dengan cara yang sama seperti
glandula submandibularis yang berasal dari endoderma pada bagian samping
lingua (Dixon, 1993).

h) Perkembangan Saraf Kranial


Nuklei yang diperlukan untuk membentuk saraf kranial sudah ada pada
minggu keempat perkembangan mudigah. Pada otak belakang, proliferasi pusat-
pusat di neuroepitelium akan membentuk delapan segmen terpisah yang disebut
rhombomere. Pasangan-pasangan rhombomere tersebut akan membentuk nuklei
motorik saraf kranial IV, V, VI, VII, IX, X, XI, dan XII Ganglia sensorik untuk
saraf kranial berasal dari plakoda ektoderm dan sel neural krista. Plakoda
ektoderm mencakup plakoda hidung, telinga, dan empat plakoda epibrankial.
Plakoda epibrankial turut membentuk ganglia untuk saraf V, VII, IX, dan X
(Sadler, 2009).

i) Perkembangan Otot Fasial


Otot terbentuk dati kelompok-kelompok sel-sel otot primitif (myoblastus) yang
terbelah secara berkesinambungan sampai masa pertengahan kehidupan fetus.
Sesudah itu pertumbuhan selanjutnya yang berlangsung adalah berupa
penambahan ukuran dari serabut-serabut individual. Hubungan syaraf dengan
serabut sedang berkembang terbentuk pada awal perkembangan tetapi gerakan
tefleks dan aktifitas fungsional yang normal baru akan terjadi pada akhir masa
kehidupan fetus (Dixon, 1993).
Otot-otot pengunyahan, wajah, alatum molle, pharing dan laring terbentuk dari
arkus pharingeus (branchialis). Otot orbitalis, lingua serta infrahyoid terbentuk
dari somiti bagian atas (cervicalis) (Dixon, 1993).

1.9.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi orofacial


38

a. Herediter
Sudah lama diketahui bahwa faktor heriditer sebagai penyebab maloklusi.
Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak
beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan
sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum
banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur
orofasial.

b. Lingkungan
Pengaruh lingkungan pada pertumbuhan dan perkembangan akan terjadi terus
menerus selama individu masih bertumbuh dan berkembang. Ada beberapa pengaruh
lingkungan yang dapat menyebabkan kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan
kraniofasial :

f) Trauma
Trauma prenatal
a. Hipoplasia mandibula dapat disebabkan oleh tekanan intrauterin atau trauma
selama kelahiran.
b. Vogelgesicht pertumbuhan mandibula terhambat berhubungan dengan
ankilosis persendian temporomandibularis, mungkindisebabkan karena cacat
perkembangan oleh trauma.
c. Asimetri. Lutut atau kaki dapat menekan muka sehingga menyebabkan
asimetri pertumbuhan muka dan menghambat pertumbuhan mandibula.
d. Trauma postnatal
a) Fraktur rahang atau gigi
b) Trauma pada persendian temporomandibularis menyebabkan fungsi dan
pertumbuhan yang tidak seimbang sehingga terjadiasimetri dan disfungsi
persendian.

g) Agen Fisik
a) Ekstraksi prematur gigi susu
39

Bila gigi susu hilang sebelum gigi permanen pengganti mulai erupsi (mahkota
terbentuk sempurna dan akar mulai terbentuk), tulang akanterbentuk diatas
gigi permanen, menyebabkan erupsi terlambat,terlambatnya erupsi akan
menyebabkan gigi yang lain bergeser ke arahruang yang kosong.
b) Jenis makanan
Pada masyarakat primitif, diet yang berserat merangsang otot mastikasi
bekerja keras, menambah beban fungsi pada gigi. Diet semacam ini mencegah
karies, mempertahankan lebar lengkung gigi tetapi menyebabkan atrisi pada
gigi. Pada masyarakat modern, diet berubah menjadi lunak dan kurang
berserat, menyebabkan beberapa maloklusi dan kariogenik. Berkurang fungsi
penguyahan dan menyebabkan kontraksi lengkung gigi, tidak terjadi atrisi,
tidak terjadi penyesuaian oklusal seperti yang terjadi pada perkembangan
normal.

h) Kebiasaan Buruk
Beberapa kebiasaan merangsang pertumbuhan rahang secara normal misalnya
gerakan bibir dan penguyahan yang fisiologis. Kebiasaan abnormal mempengaruhi
pola pertumbuhan fasial yang akan mempengaruhi fungsi orofasial yang mempunyai
pengaruh penting pada pertumbuhan kraniofasial dan fisiologi oklusal. Kebiasaan
buruk dan kebiasaan otot menghambat pertumbuhan tulang, malposisi gigi, hambatan
pernapasan, gangguan bicara, keseimbangan otot fasial dan problem psikologis.
a. Mengisap jempol dan mengisap jari
Bila kebiasaan ini sudah tampak pada minggu pertama kehidupan biasanya
disebabkan oleh problem makan. Bila kebiasaan ini dilakukan pada anak usia
yang lebih lanjut biasanya disebabkan oleh problem psiko logis. Arah dan
kekuatan pada gigi-gigi selama mengisap jempol menyebabkan incisivus atas
tertekan ke labial, incisivus bawah tertekan ke lingual, otot-otot pipi menekan
lengkung gigi didaerah lateral ke arah lingual.
b. Menjulurkan lidah
Ada 2 tipe :
1. Simple tongue thrust swallow
Biasanya berhubungan dengan kebiasaan mengisap jari.
2. Complex tongue thrust swallow
40

Biasanya disebabkan oleh karena gangguan nasorespiratori kronis, bernapas


lewat mulut, tosilitis atau pharingitis.
Pada penelanan normal, gigi dalam kontak, bibir menutup, punggung lidah
terangkat menyentuh langit-langit. Pada penelanan abnormal yang disebabkan
pembengkaan tonsil atau adenoid, lidah tertarik dan menyentuh tonsil yang
bengkak, akan menutup jalan udara, mandibula turun, lidah menjulur ke depan
menjauhi pharynk, dengan mandibula turun bibir harus berusaha menutup
untuk menjaga lidah dalam rongga mulut dan menjaga efek penelanan dapat
rapat sempurna.Diastemata dan open bite anterior merupakan akibat dari
kebiasaan menjulurkan lidah.
c) Mengisap dan menggigit bibir
Mengisap bibir dapat sendiri atau bersamaan dengan mengisap ibu jari.Dapat
dilakukan pada bibir atas atau pada bibir bawah.Bila dilakukan dengan bibir
bawah maka maloklusi yang ditimbulkanadalah labioversi gigi depan atas, open
bite, lunguoversi gigi depan rahang bawah
d) Posture
Sikap tubuh mempengaruhi posisi mandibula. Seseorang dengan sikap kepala
mendongak, dagu akan menempati posisi ke depan, pada sikap kepala menunduk
maka pertumbuhan mandibula bisa terhambat.
e) Mengigit kuku (Menyebabkan malposisi gigi).
f) Kebiasaaan buruk yang lain
Kebiasaan menggendong bayi hanya pada satu sisi menyebabkan kepala dan
muka menjadi asimetri. Kebiasaan atau posisi tidur, dengan bantal atau dengan
lengan, bertopang dagu.Kebiasaan mengigit pensil dan lain-lain.

i) Penyakit
a. Penyakit sistemik
Contoh penyakit yang dapat menimbulkan maloklusi
a) Rachit is
Kekurangan vitamin D, pengapuran tulang berkurang sehingga terjadi
deformasi tulang. Pada rahang ditandai dengan tepi prosesus alveolaris
abnormal dan pembentukan email gigi terganggu.
b) Sifilis
41

Menyebabkan kelainan bentuk gigi (hutchinson teeth) terutama sifilis


kongenital.
c) TBC tulang
Menyebabkan kelainan bentuk tulang terutama pada mandibula.

b. Kelainan endokrin
Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mempengaruhi metabolisme yang ada
dalam tubuh. Hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar endokrin akan menyebabkan
gangguan metabolik dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan perkembangan
kranio dentofasial.
Misalnya Hipoplasia gigi, menghambat atau mempercepat pertumbuhan muka tetapi
tidak merubah arah pertumbuhan, menggangu osifikasi tulang, waktu menutupan
sutura, waktu erupsi gigi, waktu resorpsi akar gigi susu, membrana periodontalis dan
gingiva sensitif terhadap gangguan endokrin.

c. Penyakit-penyakit lokal
d) Penyakit nasopharingeal dan gangguan pernapasan
e) Penyakit periodontal Tumor
f) Karies
g) Prematur loss gigi susu
h) Gangguan urutan erupsi gigi permanen
i) Hilangnya gigi permanen

j) Malnutrisi
Selama anak dalam kandungan, ibu harus memperoleh cukup kalsium,
fosforvit A, C, D untuk menjamin kebutuhan foetus akan zat-zat tersebut. Zat-zat
inidengan pengawasan fungsi hormon yang seimbang merupakan faktor yangpenting
bagi pertumbuhan tulang.

Anda mungkin juga menyukai