Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh dan mempunyai


fungsi untuk melindungi dari pengaruh luar. Kerusakan pada kulit akan
mengganggu kesehatan manusia maupun penampilan, sehingga kulit perlu
dilindungi dan dijaga kesehatannya. Proses kerusakan kulit ditandai dengan
munculnya keriput, sisik, kering, dan pecah-pecah.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
struktur dan fungsi kulit. Polusi udara, angin, dan sinar matahari dapat
membuat kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan air oleh penguapan.
Secara alamiah, kulit berusaha melindungi diri dari kehilangan air, yaitu
dengan adanya tabir lemak di atas kulit dengan lapisan film pelindung yang
disebut mantel asam.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perawatan
kesehatan kulit merupakan salah faktor pendorong terjadinya peningkatan
permintaan produk-produk perawatan kulit. Penggunaan produk perawatan
kulit ditunjukkan sebagai salah satu upaya perlindungan dari dampak negatif
kondisi\cuaca yang semakin ekstrim karena pemanasan global dan penipisan
lapisan ozon.
Kebutuhan kosmetika hampir menjadi kebutuhan yang dianggap penting
bagi sebagian orang. Berbagai jenis produk kosmetika digunakan untuk
perawatan agar dapat tampil lebih menarik. Kosmetika merupakan campuran
dari beberapa bahan yang telah diformulasikan sedemikian rupa dan berfungsi
untuk merawat tubuh sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetika tersebut.
Kulit kering merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi, hal ini
tidak menimbulkan masalah yang serius tetapi dapat mempengaruhi kulitas
hidup, rasa tidak nyaman, dan estetik kulit yang buruk karena berkerut.
Sebagian besar kulit kering dipengaruhi oleh faktor cuaca, kebiasaan hidup,
dan adapula yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Ciri dari kulit kering
antara lain terasa kaku/tegang seperti tertarik setelah mandi, berendam, atau
berenang. Kulit kering juga terlihat mengkerut dan dehidrasi. Pada kulit
kering, kulit akan terasa gatal dan seringkali rasa gatal tersebut bertambah
setelah garukan yang berulang, kulit terlihat pecah-pecah, bersisik, atau
mengelupas. Dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah untuk
mencegah kekeringan yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit.
Bentuk sediaan kosmetik yang cukup potensial pengembangannya dalam
mengatasi kulit kering adalah sediaan dry skin lotion, dimana skin lotion ini
merupakan salah satu sediaan emulsi yang digunakan untuk
mempertahannkan kelembaban dan kelembutan kulit. Bahan pelembab ini
berfungsi menghidrasi kulit dengan cara mengurangi penguapan air dari kulit
dan menarik air dari udara masuk kedalam stratum korneum.
Selain itu, dilihat dari salah satu faktor penyebab terjadinya kulit kering
karena efek dari radiasi sinar ultraviolet sehingga dapat ditambahkan dengan
bahan aktif seperti anti UV sehingga produk memiliki fungsi tambahan
sebagai pelindung kulit dari efek paparan sinar matahari atau radiasi UV baik
UV-A maupun UV-B.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini dilakukan suatu formulasi
sediaan kosmetik Dry Skin Lotion yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
kulit kering, dimana skin lotion ini dibuat dalam bentuk emulsi O/W dengan
campuran air, pelembab, pelembut, pengemulsi, pengawet, pewangi, serta
ditambahkan bahan anti UV.

B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yakni:
1. Mahasiswa diharapkan mampu menyusun rancangan formula serta
membuat sediaan semipadat khususnya dry skin lotion yang dibuat
dalam bentuk emulsi.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengevaluasi sediaan emulsi yang
dirancang apakah sudah memenuhi standar yang disyaratkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Kulit merupakan suatu organ besar berlapis-lapis yang pada orang


dewasa beratnya mencapai delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit
menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-
macam fungsi. Kulit memiliki fungsi sebagai termostat dalam
mempertahankan suhu tubuh dan pembatas dari serangan fisika, kimia,
mikroorganisme dan ultraviolet. Kulit juga berfungsi untuk menutupi semua
bagian tubuh, melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan eksternal
atau kerusakan kulit akibat kehilangan kelembaban (Mitsui, 1997).

Gambar 1. Struktur lapisan kulit (Bramayudha, 2008)


Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan tetapi pada
umumnya kulit terbagi dalam tiga lapisan jaringan, yaitu epidermis,
dermis dan lapisan lemak di bawah kulit. Kandungan dan penopang
dermis adalah sejumlah pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf,
dan juga bagian-bagian kulit seperti kantung rambut, kelenjar sebaseus,
dan kelenjar keringat. Lapisan dermis merupakan lapisan kulit kedua
setelah lapisan epidermis yang memegang peranan penting dalam
elastisitas dan ketegangan dari kulit. Lapisan subcutaneous berada
dibawah lapisan dermis. Lapisan ini berperan dalam mengatur temperatur
kulit (Idson, 1994).
Lapisan terluar adalah stratum corneum atau lapisan tanduk yang
terdiri dari sel padat, mati, dan sel-sel keratin yang berlapis-lapis. Stratum
corneum merupakan suatu pembatas yang menahan keluar-masuknya zat-
zat kimia. Bagian atas stratum corneum terdapat mantel asam yang
merupakan lapisan permukaan film pelindung. Mantel asam terdiri dari
asam laktat dan asam amino yang merupakan hasil dari sekresi kelenjar
keringat serta asam lemak bebas yang merupakan hasil sekresi dari
kelenjar sebaseus. Hasil sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus
mempertahankan pH kulit tetapasam (Siegenthaler, 2005).
Bawab dan Friberg (2004) mengemukakan bahwa lapisan mantel
terdiri dari zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan
kuman dan bakteri, salah satunya adalah garam yang berasal dari kelenjar
keringat. Garam yangterdapat pada mantel asam menyebabkan kondisi
yang hiperosmosis sehingga dapat memusnahkan bakteri karena
konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan air dari dalam bakteri tertarik
dan bakteri mengalami dehidrasi.
Menurut Levin dan Maibach (2007), tingkat keasaman atau kebasaan
permukaan kulit dipengaruhi oleh substansi yang mengenai kulit dan
kemampuan kulit dalam mempertahankan keasaman. Ketika suatu produk
asam atau basa mengenai kulit, maka perubahan pH kulit akan terjadi
sementara tetapi pH kulit secara cepat dapat diperbaiki dengan adanya
mantel asam. Mantel asam memiliki tiga fungsi, yaitu mendorong
pembentukan lemak epidermis, memberikan perlindungan dalam menahan
serangan mikroorganisme, dan berperan dalam penetral basa. Kerusakan
mantel asam akibat perubahan pH menyebabkan kulit menjadi kering,
pecah-pecah, sensitif, mudah terinfeksi bakteri dan penyakit kulit.
Semakin jauh perubahan pH, maka kulit akan semakin teriritasi.
Perubahan pH kulit dapat disebabkan oleh produk kosmetika. Salah
satu kosmetika yang biasa digunakan adalah skin lotion. Adanya kontak
kosmetikadengan kulit memungkinkan penyerapan kosmetika oleh kulit.
Jumlah kosmetika yang terserap kulit tergantung pada beberapa faktor,
yaitu keadaan kulit pemakai dan keadaan kosmetika yang dipakai. Kontak
kosmetika dengan kulit menimbulkan efek positif berupa manfaat
kosmetika dan efek negatif berupa efek samping kosmetika
(Wasitaatmadja, 1997).
Absorpsi kosmetika melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai
celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat
diatasnya. Celah tersebut adalah celah antar sel epidermis, celah folikel
rambut, dan celah antar sel saluran kelenjar keringat. Mekanisme
masuknya kosmetika ke dalam kulit tidak hanya terjadi secara fisik dengan
menyelinapnya molekul kosmetika ke dalam kulit, tetapi molekul tersebut
dapat masuk ke dalam kulit secara kimiawi melalui proses difusi dan
osmosis. Produk kosmetika yang memiliki pH sangat asam atau sangat
basa dapat menyebabkan kulit teriritasi. Oleh sebab itu, pH produk
kosmetika sebaiknya dibuat sesuai dengan pH kulit, yaitu antara 4,5-7,5
(Wasitaatmadja, 1997).
Pelembab diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan struktur dan
fungsinya. Berbagai faktor baik dari luar tubuh (eksternal) maupun dari
dalam tubuh (internal) dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit,
misalnya: udara kering, sinar matahari, umur lanjut, dan berbagai penyakit
kulit. Faktor-faktor tersebut membuat kulit menjadi lebih kering akibat
kehilangan air oleh penguapan. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan
tambahan non alamiah untuk mencegah kekeringan yaitu dengan
memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).
Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai
campuran dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan
dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk
cairan yang dapat dituang (Rieger 1994). Menurut Silva et al. (2006),
emulsifikasi merupakan proses pendispersian suatu larutan ke dalam
larutan yang tidak saling bercampur. Emulsi berbentuk droplet dan
ukurannya dipengaruhi oleh laju pengadukan selama proses emulsifikasi.
Dua cairan yang tidak saling bercampur cenderung membentuk
tetesan-tetesan jika diaduk secara mekanis. Jika pengocokan dihentikan,
tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat dan kedua cairan
tersebut akan memisah. Lamanya terjadi tetesan tersebut dapat
ditingkatkan dengan menambahkan suatu pengemulsi. Biasanya hanya ada
satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan untuk jangka waktu yang
cukup lama. Fase ini disebut fase dalam (fase terdispersi atau fase
diskontinu) dan fase ini dikelilingi fase luar atau fase kontinu. Ada dua
bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik, yaitu emulsi yang mempunyai
fase dalam minyak dan fase luar air, sehingga disebut emulsi minyak
dalam air, biasanya diberi tanda m/a. Sebaliknya, emulsi yang
mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam
minyak dan dikenal sebagai a/m (Rieger 1994).
Pada emulsi kosmetik, dua fase secara terpisah dipanaskan pada suhu
yang sama, kemudian fase yang satu dituangkan ke fase lainnya dan
dipanaskan pada temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan
terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar. Fase-
fase tersebut dicampur pada suhu 70-75 C karena pada temperatur ini,
pencampuran fase cair dapat terjadi dengan baik. Temperatur dapat
diturunkan beberapa derajat jika titik leleh fase lemak cukup rendah (Idson
dan Lazarus, 1994).
Waktu, variasi temperatur, dan proses pencampuran mempunyai
pengaruh yang kompleks pada proses emulsifikasi. Pengocokan
dibutuhkan untuk emulsifikasi sehingga terbentuk tetesan-tetesan. Pada
pengocokan selanjutnya, kemungkinan terjadi koalisi antara tetesan-
tetesan menjadi semakin sering, sehingga dapat terjadi penggabungan.
Oleh karena itu, disarankan untuk menghindari waktu pengocokan yang
terlalu lama, pada waktu dan sesudah pembentukan emulsi. Selama
penyimpanan, ketidakstabilan emulsi dapat dibuktikan oleh pembentukan
krim, agregasi bolak-balik, atau agregasi yang tidak dapat balik (Rieger,
1994).
Kestabilan emulsi berhubungan dengan viskositas. Semakin tinggi
viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena
pergerakan partikel cenderung sulit (Schmitt, 1996). Pada emulsi m/a,
bulatan gumpalan emulsi menyebabkan peningkatan viskositas secara tiba-
tiba. Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk beberapa lama
(5-15 hari pada temperatur kamar). Biasanya penurunan viskositas dengan
waktu mencerminkan peningkatan ukuran partikel karena penggumpalan
dan menunjukkan shelf-life yang buruk (Rieger, 1994).
Lotion pelembab berfungsi mempertahankan kelembaban dan daya
tahan air pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga
kehalusan kulit (Mitsui, 1997). Fungsi utama skin lotion untuk perawatan
kulit adalah sebagai pelembut (emollient). Hasil akhir yang diperoleh
tergantung dari daya campur bahan baku dengan bahan lainnya untuk
mendapatkan kelembaban, kelembutan, dan perlindungan dari kekeringan
(Schmitt, 1996). Syarat mutu pelembab kulit terdapat pada SNI 16-4399-
1996.

Skin lotion merupakan campuran dari air, pelembut, humektan, bahan


pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui, 1997). Air merupakan
komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion.
Air yang digunakan dalam pembuatan lotion adalah air murni yang
berfungsi sebagai pelarut (Depke RI, 1993).
Emollient (pelunak, zat yang mampu melunakkan kulit) didefinisikan
sebagai sebuah media yang jika digunakan pada lapisan kulit kering akan
mempengaruhi kelembutan kulit. Bahan ini mengisi ruang antar sel kulit,
membantu menggantikan lemak sehingga dapat melembutkan dan
melumasi (Mariani, 2007). Farage (2007) menyatakan bahwa emollient
yang digunakan dalam skin lotion dapat mengurangi resiko terjadinya
penyakit kulit seperti dermatitis. Lotion dengan emollient dapat membuat
kulit terasa nyaman, kering dan tidak berminyak.
Rasa nyaman setelah pemakaian skin lotion disebabkan emollient
memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Oleh karena itu, dalam
membuat formula skin lotion harus diperhatikan fungsi utama dari skin
lotion yaitu melembutkan, mudah dan cepat menyerap pada permukaan
kulit, tidak meninggalkan lapisan tipis, tidak menimbulkan rasa lengket
pada kulit setelah pemakaian, tidak mengganggu pernafasan, antiseptis,
memiliki bau yang khas (menyegarkan), serta memiliki warna menarik dan
tetap. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai emollient adalah minyak
mineral, ester isopropil, turunan lanolin, trigliserida, dan asam lemak
(Schmitt,1996).
Humektan merupakan salah satu bagian terpenting pada skin lotion
karena merupakan zat yang melindungi emulsi dari kekeringan dengan
mempertahankan kandungan air produk saat pemakaian pada permukaan
kulit. Humektan berpengaruh terhadap kulit yaitu melembutkan kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit agar tetap seimbang. Humektan
ditambahkan pada skin lotion dan produk dengan tipe emulsi minyak
dalam air lainnya untuk mengurangi kekeringan ketika disimpan pada
suhu ruang (Mitsui, 1997). Humektan yang dapat digunakan dalam skin
lotion yaitu gliserin, propilen glikol, dan sorbitol dengan kisaran
penggunaan 0,5-15% (Schmitt, 1996).
Bahan pengental (thickener) digunakan untuk mengatur kekentalan
dan mempertahankan kestabilan produk dengan mencegah terpisahnya
partikel dari emulsi. Umumnya water soluble polymers yang digunakan
sebagai bahan pengental diklasifikasikan sebagai polimer natural, semi
sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui, 1997). Pengental polimer
seperti gum-gum alami, derivatif selulosa, dan karbomer lebih sering
digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan.
Penggunaan thickener dalam pembuatan skin lotion biasa digunakan dalam
proporsi yang kecil yaitu di bawah 2,5% (Schmitt, 1996).
Emulsifier atau pengemulsi merupakan bahan yang penting dalam
pembuatan skin lotion karena memiliki gugus polar maupun non polar
dalam satu molekulnya, sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak
yang non polar dan di sisi lain juga akan mengikat air yang polar. Hal ini
berhubungan dengan hidrofil lipofil balance yaitu keseimbangan antara
komponen yang larut air dan larut minyak (Schmitt, 1996). Emulsifier
akan membentuk lapisan tipis (film) yang menyelimuti partikel dan
mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya. Emulsi
mengandung lebih dari satu emulsifier karena kombinasi dari beberapa
emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari
emulsi. Untuk mendapatkan sistem emulsi yang stabil, dipilih emulsifier
yang larut dalam fase yang dominan, yaitu fase pendispersi. Asam stearat,
gliseril monostearat, dan setil alkohol merupakan emulsifier yang dapat
digunakan dalam produk emulsi (Suryani, 2000).
Gliserin atau sorbitol yang merupakan sumber karbon dan substansi
lain seperti turunan asam amino dan protein biasanya ditambahkan pada
pembuatan skin lotion. Bahan-bahan ini merupakan sumber nitrogen bagi
mikroorganisme. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengawet untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan untuk menghindari
deteriorasi produk (Mitsui. 1997). Pengawet dapat ditambahkan pada
produk sebesar 0,1-0,2%. Pengawet juga harus ditambahkan pada suhu
yang tepat pada saat proses pembuatan, yaitu antara 35-45oC agar tidak
merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut. Pengawet
yang baik memiliki persyaratan, yaitu efektif mencegah tumbuhnya
berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan,
dapat larut dalam berbagai konsentrasi yang digunakan, dan tidak
menimbulkan bahaya pada kulit. Pengawet yang biasanya digunakan
dalam kosmetika yaitu metal paraben dan propil paraben (Schmitt ,1996).
Pewangi ditambahkan pada lotion sebagai upaya meningkatkan nilai
produk. Jumlah pewangi yang ditambahkan harus serendah mungkin, yaitu
berkisar antara 0,1-0,5%. Pada proses pembuatan skin lotion, pewangi
dicampurkan pada suhu 35 oC agar tidak merusak emulsi yang sudah
terbentuk (Schmitt, 1996). Berikut ini merupakan bahan-bahan yang dapat
digunakan dalam formulasi skin lotion.

B. Rancangan Formula
Tiap 100 mL mengandung :
R/ Petrolatum 15 %
Cetyl alkohol 3%
Gliserin 20 %
Propilen glikol 10 %
Metil paraben 0,18 %
Propil paraben 0,02 %
Tween 80
Span 80 4%
-tokoferol 0,05 %
Titanium dioksida 1 %
Jasmine oil q.s
Air add 100 mL

C. Alasan Penambahan Bahan


Petrolatum
a. Petrolatum terutama digunakan dalam formulasi farmasi topikal
sebagai emolient dan basis salep. Petrolatum merupakan bahan
tambahan yang digunakan dalam kosmetik dan makanan. Petrolatum
sulit diserap oleh kulit (Rowe, 2007).
b. Petrolatum sering digunakan dalam formulasi kosmetika dan efek
pemakaiannya dipertimbangkan sebagai emolient oklusif. Selain itu,
berfungsi sebagai antioksidan dan pengemulsi (Sunsmart, 1996).
c. Konsentrasi petrolatum adalah 10-30 % sebagai emolient dalam krim
topikal (Rowe, 2007).
Cetyl alkohol
a. Cetil alkohol berfungsi sebagai bahan pengental (thickening agent)
(Wilkinson & Moore, 1982).
b. Pada produk formulasi, umumnya konsentrasi sebagai pengental
berkisar antara 1-3 % (Wilkinson & Moore, 1982).
c. Pemilihan konsentrasi 3 % dan 1-3 %, didasarkan pada jumlah bahan
berupa cairan yang menghampiri 50% dari sediaan, sehingga 3 %
menjadi pilihan untuk meningkatkan viskositas dari sediaan lotion ini.
Gliserin
a. Merupakan komponen humektan yang digunakan pada sediaan
kosmetik karena karakteristik khas yang dimiliki bahan ini. Aplikasi
gliserin pada produk perawatan kulit berfungsi sebagai humektan dan
pelindung kulit. Gliserin bahkan digunakan sebagai moisturizer untuk
perawatan kulit kering dari penggunaannya pada produk kosmetik atau
penetrasi kulit dapat meminimumkakn terjadinya iritasi kulit (Loden,
2009).
b. Untuk formulasi farmasetik secara topikal dan kosmetik, gliserin
digunakan sebagai humektan, konsentrasi gliserin sebagai humektan
30 % (Rowe, 2009).
c. Gliserin sebagai humektan yang tidak mengiritasi kulit adalah berkisar
antara 10-30 %.
d. Pemilihan konsentrasi humektan yaitu 20 % dari 10-20 % karena
mekanisme kerja sediaan lotion yang baik adalah dimana konsentrasi
humektan lebih besar daripada konsentrasi emolient dimana
berdasarkan mekanismenya untuk kulit kering yakni stratum corneum
akan dilembabkan terlebih dahulu selanjutnya dilembutkan pada
permukaan kulit dengan bahan emolient.
Propilenglikol
Aktivitas antimikroba metil paraben dan golongan paraben lainnya
berkurang dengan adanya surfaktan non ionik. Seperti polisorbat-80
sebagai akibat dari miceltization. Namun, propienglikol (10%) telah
ditujukan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dari golongan
pembawa dengan adanya surfaktan non ionik dan mencegah interaksi
antara metil paraben dan polisorbat-80 (Rowe, 2009).
Tween dan Span
Kombinasi penggunaan tween-80 dan span-80 pada konsentrasi 4% untuk
emulgator pada sediaan topikal farmasi.
-tokoferol
a. Vitamin E bekerja sebagai antioksidan yang melindungi asam lemak
tak jenuh terhadap oksidasi oleh radikal oksigen.
b. Antioksidan ini digunakan untuk mencegah oksidasi bagian sel yang
penting atau untuk mencegah terbentuknya hasil oksidasi yang khusus
misalnya pengoksidasi minyak lemah tak jenuh (Lachman, 1994).
c. -tokoferol merupakan produk alami yang digunakan sebagai sumber
vitamin E yang lebih efektif sebagai antioksidan (Rowe, 2009).
Titanium Dioksida
a. Titanium dioksida merupakan serbuk putih dengan daya pengopak
yang tinggi. Titanium dioksida digunakan untuk sediaan topikal dalam
jumlah 1-4%. Titanium dioksida dapat digunakan pada kosmetik dan
pelindung kulit dan sinar UV (Rowe, 2009).
b. Titanium dioksida digunakan pada pembuatan sunscreen karena
memiliki sifat fisik yang memiliki indeks bias yang tinggi, memiliki
daya serap UV, TiO2, dan ZnO dipercaya dapat menyebabkan iritasi
kulit yang lebih ringan dibandingkan dengan penambahan bahan kimia
penyerap sinar UV lainnya.
Jasmine oil
Jasmine oil digunakan sebagai pewangi dalam sediaan kosmetik.
D. Uraian Bahan
1. Petrolatum (Rowe, 2009; Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Petrolatum
Nama lain : Vaselin flavum, yellow petrolatum, yellow
petrolatum jelly.
RM/BM : -
Pemerian : Petrolatum kuning pucat hingga kuning berwarna,
tembus. Massa seperti lemak, berfluoresensi sangat
lemah walaupun setelah melebur, tidak atau hampir
tidak berbau atau berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%) panas
atau dingin, gliserin dan air, larut dalam benzena,
karbon disulfida, kloroform, eter, heksan dan yang
paling tepat dan stabil minyak.
Stabilitas : Sebagian besar masalah stabilitas terjadi karena
adanya sebagian kecil kotoran pada paparan cahaya,
kotoran ini dapat dioksidasi menjadi menghitamkan
petrolatum dan menghasilkan bau yang tidak
meyenangkan.
Inkompatibilitas : Petrolatum adalah bahan inert dengan beberapa
inkompatibilitas.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik dan terlindung
dari cahaya, ditempat sejuk dan kering.
Kegunaan : Emolient
2. Cetil Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Cetyl Alcohol
Nama lain : Alcohol cetylicus, avol, cachalot, ethal, ethol,
crodacol C70, crodacol C90, crodacol 95
RM/BM : C16H340 / 242,44
Pemerian : Terdiri dari lilin, serpihan putih, butiran, kubus atau
coran. Memiliki bau yang khas lemah dan rasa
hambar, melebur pada suhu 45o-55oC
Kelarutan : Bebas larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan
meningkat dengan meningkatnya suhu, praktis tidak
larut dalam air. Tercampur bila dilelehkan dengan
lemak, cairan dan parafin padat serta isopropil
miristat
Stailitas : Cetil alkohol stabil dengan adanya asam alkali
cahaya dan udara, itu tidak menjadi tengik.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan oksidator kuat. Cetil
alkohol dapat menurunkan titik leleh ibuprofen yang
hasil dalam kecenderungan menempel selama
proses lapisan film ibuprofen kristal.
Penyimpanan : Harus disimpan disebuah wadah tertutup ditempat
yang sejuk dan kering.
Kegunaan : Agen pengental
3. Gliserin (Rowe, 2009)
Nama resmi : Glycerin
Nama lain : Glicerol, crodecol, glycerin G-100
RM/BM : C3H8O3 / 92,09
Pemerian : Gliserin bening, tidak berwarna, tidak berbau,
kental, cairan higroskopis, memiliki rasa manis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam benzene dan kloroform,
larut dalam etanol 95%, larut dalam metanol, praktis
tidak larut dalam minyak, larut dalam air.
Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak
rentan terhadap oksidasi oleh siuasana dibawah
kondisi penyimpanan biasa, tetapi rusak pada
pemanasan dengan evolusi akrolein beracun.
Pencampuran gliserin dengan air, etanol 95% dan
propilenglikol dapat membentuk stabil.
Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur denganzat
pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida,
potassium chlorate dan potassium permanganate.
Penyimpanan : Dalam wadah kedap uadar, dingin dan kering.
Kegunaan : Humektan
4. Propilenglikol (Dirjen POM, 1979 ; Rowe, 2009)
Nama resmi : Propylen Glikol
Nama lain : 1,2-dihydroxypropane, E-10; 2-hydroxypropnol
methylglycol
RM/BM : C3H8NO2 / 76
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, aseton, golongan
kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa
minyak essensial tetapi tidak dapat bercampur
dengan minyak lemak.
Stabilitas : Pada suhu dingin prilen glikol stabil pada tempat
tertutup, tetapi pada suhu tinggi cenderung
mengoksidasi dan menghasilkan propionaldehid,
asam laktat, piruvat asam, dan asam asetat. Stabil
secara kimia bila dicampur dengan etanol 95%,
gliserin atau air, larutan berair, dapat disterilkan
dengan alcohol.
Inkompatibilitas : Propilenglikol inkom dengan reagen oksidasi seperti
kalium permanganat.
Penyimpanan : Pada suhu dingin dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Anti-inaktivasi pengawet.
5. Metil Paraben (Rowe, 2009)
Nama resmi : Methyl Hydroxybenzoat, Methyl Parahidroxy
Benzoat, Metyl Paraben
Nama lain : Metagin, Nipagin M
RM/BM : C8H3O3 / 152,15
Pemerian : Kristal berwarna atau kristal putih bubuk, tidak
berbau atau hampir tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol, 3 bagian etanol 95%, 6
bagian etanol 50%, larut dalam 10 bagian eter dan
60 bagian gliserin, praktis tidak larut dalam minyak
mineral, larut dalam 5 bagian glycol, larut dalam
400 bagian air, 50 bagian air pada suhu 50 oC dan 30
bagian pada suhu 80oC.
Stabilitas : Larutan metil paraben stabil pada pH 3-6 selama 4
tahun pada suhu ruangan. Sementara pada pH 8
akan cepat atau mudah terhidrolisis (sekitar 60 hari)
pada suhu kamar.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan bahan lain, seperti
bentonit, magnesium trisilika, bedak, tragacanth,
natrium alginate, minyak essensial, sorbitol dan
atropine. Metil paraben berubah dengan adanya
besi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pengawet (fase minyak)
6. Propil Paraben (Rowe, 2009)
Nama resmi : Propilis Parabenum
Nama lain : Propil Paraben
RM/BM : C10H12O3 / 180,20
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol dan dalam eter dari miselization penyerapan
Stabilitas : Propil paraben berubah warna dengan adanya besi
dan terhidrolisis oleh alkali lemah dan asam kuat.
Inkompatibilitas : Propil paraben oleh plastik telah dilaporkan Mg
Aluminium, Mg trisilikat, oksidasi kuning dan
ultramarin biru dapat menyerap dan mengurangi
efektivitas propil paraben.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Pengawet (fase air)
7. Span 80 (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Sorbitan monooleat
Nama lain : Sorbitan atau span 80
RM : C3O6H27Cl17
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam
air dan dapat bercampur dengan alkohol sedikit
larut dalam minyak biji kapas.
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 4,3

8. Tween 80 (dirjen POM, 1979)


Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam
etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam
parafin cair P dan dalam biji kapas P
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 15

9. -tokoferol (Rowe, 2009; Dirjen POM, 1979)


Nama resmi : Tocopherolum
Nama lain : Tocoferol, Vitamin E
RM/BM : C29H5002 / 430,72
Pemerian : Tkoferol tidak berbau atau sedikit berbau, tidak
berasa atau sedikit berasa. Cairan seperti minyak
kuning jenuh.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam
larutan alkali P, larut dalam etanol (95%), dalam
eter P, dalam aseton P dan dalam minyak nabati,
sangat mudah larut dalam kloroform P.
Stabilitas : Tokoferol mudah teroksidasi perlahan dari oksigen
atmosfer dan cepat oleh garam, besi dan perak.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan peroksida dan ion logam
terutama perak, besi, tembaga.
Penyimpanan : Dalam gas inert, wadah kedap udara, sejuk, kering,
terlindungi dari cahaya.
Kegunaan : Antioksidan.
10. Titanium Dioksida (Rowe, 2009)
Nama resmi : Titanium Dioxide, Titaniu Oxide
Nama lain : Anatase titanium dioxide, titanium dioksidum,
titanii anlidride.
RM/BM : Ti02 / 79,88
Pemerian : Putih, berbentuk amorf, tidak berbau dan tidak
berasa, serbuk tidak higroskopis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam larutan sulfuric acid,
hydrcloric acid, pelarut organic dan air. Larut dalam
hydrofluoric acid dan asam sulfat panas.
Stabilitas : Titanium dioksida stabil pada suhu tinggi. Ini
seharusnya memiliki ikatan yang kuat antara
tertavalen titanium dan ion bivalen oksigen. Tapi,
titanium dioksida dapat kehilangan sebagian kecil
dari massa oksigen dengan interaksi dengan energy
radian.
Inkompatibilitas : Titanium dioksida dapat bereaksi dengan beberapa
substansi aktif.
Penyimpanan : Titanium dioksida harus disimpan di wadah yang
tertutup baik, terlindung dari cahaya, ditempat
kering dan dingin.
Kegunaan : Tabir surya.
11. Jasmine oil (Dirjn POM, 1979)
Nama resmi : Jasmine oil
Nama lain : Minyak atsiri
RM/BM : -
Pemerian : Cairan jernih, bau seperti bau bagian tanaman asli.
Kelarutan : Mudah larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung
dari cahaya, ditempat sejuk.
Kegunaan : Pewangi (pengaroma).

12. Air suling (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi : Aqua destilata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai fase air
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


Alat
Batang Pengaduk, beker gelas (pyrex), cawan porselin, gelas ukur (pyrex),
hot plate(), kaca arloji, kertas perkamen, neraca analitik(), pipet tetes, sendok
tanduk, sudip dan ultraturax().
Bahan
Air, alfa-tokoferol, cetyl alcohol, gliserin, jasmine oil, metil paraben,
petrolatum, propil paraben, propilenglikol, span 80, tissue, titanium dioxide,
tween 80 dan kemasan.

B. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan bahan
4. Dibuat fase minyak dengan pencampuran semua bahan larut lemak yaitu
petrolatum 16.5g, cetyl alkohol 3.3ml, span 80 3.5g, propil paraben 0.02g,
alfa-tokoferol 0.05ml, dan terakhir titanium dioxide 1.1g
5. Dicampurkan dan diaduk semua bahan fase minyak tersebut sampai
homogen
6. Dibuat fase air dengan pencampuran semua sisa bahan larut air yaitu
propilenglikol 11ml air yang sudah dipanaskan diatas hot plate, lalu
ditambahkan gliserin 22ml, metal paraben 0.198g, dan tween 80 1.79g.
7. Dicampurkan dan diaduk semua bahan fase air tersebut sampai homogen
8. Dimasukan fase minyak kedalam fase air
9. Di Ultraturax dengan kecepatan 8.0 rpm sampai homogen
10. Ditambahkan jasmine oil secukupnya (10 tetes)
11. Di Ultraturax kembali sampai homogen
12. Didiamkan dan dibiarkan dingin beberapa saat
13. Dimasukan kedalam wadah dry skin lotion
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam praktikum teknologi sediaan liquida dan semi solida ini formula yang
dibuat adalah sediaan dry skin lotion. Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi
yang diformulasikan sebagai campuran dari dua cairan yang tidak bercampur
dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang berbentuk cairan
yang dapat dituang.
Skin lotion merupakan lotion dan salah satu produk kosmetika yang
digunakan untuk mempertahankan kelembaban dan kelembutan kulit. Produk ini
berbentuk minyak dalam air yang merupakan campuran air, pelembab, pelembut,
pengental, penstabil, pengemulsi, pengawet dan pewangi. Karena ditujukan untuk
pemakaian topikal khususnya pada kulit kering, sediaan ini mengandung lebih
banyak bahan humektan yang dapat menarik air dari udara dan berpenetrasi ke
dalam kulit mengakibatkan pengembangan stratum korneum yang memberikan
presepsi kulit halus dan mengurangi pengerutan.
Dry skin lotion ini dibuat dalam bentuk emulsi tipe minyak dalam air (o/w)
dikarenakan emulsi minyak dalam air (o/w) merupakan jenis produk yang paling
banyak disukai karena tidak terasa berlemak dan memiliki biaya produksi yang
lebih rendah terkait besarnya kandungan air dalam produk, sementara untuk
emulsi dengan tipe air dalam minyak (w/o) secara historis tidak terlalu disukai
karena sifatnya yang berlemak.
Berdasarkan rancangan preformulasi dan formulasi dry skin lotion yang
dibuat dalam bentuk emulsi minyak dalam air (o/w) telah ditentukan bahan dan
metode yang sesuai untuk sediaan ini. Bahan yang dipilih untuk digunakan adalah
petrolatum 15% sebagai emolient, gliserin 20% sebagai humektan, cetyl alkohol
3% sebagai pengental, propilen glikol 10% sebagai aktivasi preservative, metil
paraben 0,18% sebagai pengawet (fase air), propil paraben 0,02% sebagai
pengawet (fase minyak), kombinasi emulgator tween-80 dan span-80 4%, alfa-
tocopherol 0,05% sebagai antioksidan, dan titanium dioksida 1% sebagai UV
protection dan whitening agent. Semua bahan disiapkan dan ditimbang terlebih
dahulu berdasarkan perhitungan bahan.
Pembuatan sediaan ini sangat bergantung pada metode pembuatan. Metode
yang digunakan adalah metode pencampuran. Metode ini dikenal pula dengan
metode incorporation. Dimana jika bahan obat larut dalam air/minyak, maka dapat
dilarutkan dalam air/minyak pula. Kemudian larutan tersebut ditambahkan ke
dalam bahan pembawa bagian per bagian sambil diaduk sampai homogen. Oleh
karena itu, pada awal pembuatan bahan-bahan pada fase minyak dan fase air
masing-masing dicampur secara terpisah.
Berdasarkan metode pembuatan, pertama-tama petrolatum dimasukan ke
dalam cawan porselin lalu dileburkan diatas penangas air dengan suhu 60-70C.
Kemudian ditambahkan cetyl alkohol sambil diaduk terus menerus hingga
homogen. Lalu dimasukan satu persatu bahan dalam fase minyak yaitu propil
paraben, alfa-tocopherol, dan span-80 dengan terus melakukan pengadukan
hingga semua bahan pada fase minyak bercampur rata dan homogen.
Sementara itu siapkan pula bahan-bahan pada fase air. Dimasukkan air ke
dalam gelas kimia lalu dipanaskan di atas penangas air sampai suhu 70-80C.
Ditambahkan pengawet metil paraben kemudian diaduk hingga larut. Setelah itu,
dimasukkan satu persatu bahan-bahan pada fase airyaitu gliserin, propilen glikol
dan tween-80 dengan terus diaduk hingga larut dan homogen.
Setelah kedua fase masing-masing sudah homogen, fase minyak di dalam
lumpang dituangkan ke dalam gelas kimia yang berisi fase air. Dicampurkan
dengan menggunakan ultraturaks 6.200 rpm selama 3-4 menit sampai fase minyak
terdispersi dengan baik dan stabil di dalam fase air (fase pendispersi). Kemudian
didinginkan dan ditambahkan 3-5 tetes jasmin oil sebagai pengaroma.
Sediaan dry skin lotion yang telah dibuat kemudian dituangkan ke dalam
wadah yang sesuai berupa botol plastik dan dimasukan ke dalam dos yang sudah
memiliki etiket bersama brosur sediaan dry skin lotion.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada praktikum yang telah dilakukan maka dapat


disimpulkan bahwa:
1. Dry skin lotion merupakan salah satu sediaan emulsi yang dirancang
dengan komposisi: petrolatum sebagai emolien atau pelembut, cetyl
alcohol sebagai agen pengental, gliserin sebagai humektan atau pelembab,
propilenglikol sebagai bahan untuk mencegah inaktivasi dari antimikroba
akibat kombinasi dengan golongn paraben. Tween 80 dan span 80 sebagai
emulgator yaitu bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan
aantara partikel minyak dan air sehingga mudah untuk bercampur, -
tokoferol sebagai antioksidan, titanium dioxide sebagai UV protection dan
jasminum oil sebagai pengaroma.
2. Dry skin merupakan emulsi tipe O/W

B. Saran
Diharapkan kepada penanggung jawab laboratorium agar dapat
memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan yang digunakan
dalam praktikum, dan ditata rapi agar dapat menunjang kelancaran suatu
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM., (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI: Jakarta, 474,
509.
Bawab A, Friberg. 2004. Amphipilic association structures in a model skin lotion
with hydroxy acid. International Journal of Cosmetic Science 26:139-147.

Departemen Kesehatan. 1993. Codeks Kosmetik Indonesia. Ed. II VoL.I.


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta

Farage M. 2007. Evaluating lotion transfer to skin from feminine protection


products. Journal Compilation. Skin Research and Technology 14:121-126

Idson B, Lazarus J. 1994. Semi padat. Di dalam: Siti Suyatmi, penerjemah;


Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL, editor. Teori dan Praktek Farmasi
Industri II. Ed ketiga. UI Press: Jakarta

Mariani R. 2007. Alginat dibutuhkan kalangan industri.


http://www.pikiranrakyat.com/cetak/1204/09/cakrawala/lain05.html. diakses
pada 2 November 2014

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Metode Keputusan Kriteria


Majemuk. PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta

Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. Elsevier: New York

Phillips GO, Williams PA. 2000. Handbook of Hidrocolloids. Woodhead Publ:


Inggris

Polo KFD. 1998. A Short Textbook of Cosmetology. 1st Ed. Verlag Fur
Chemische Industrie: Jerman

Rieger MM. 1994. Emulsi. Di dalam: Siti Suyatmi, penerjemah; Lachman L,


Lieberman HA, Kanig JL, editor. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Ed
ketiga. UI Press: Jakarta Terjemahan dari: The Theory and Practise of
Industrial Pharmacy.

Rieger M. 2000. Harrys Cosmeticology. 8th Ed. Chemical Publishing Co Inc:


New York

Schmitt WH. 1996. Skin Care Products. Di dalam Williams DF and Schmitt WH,
editor. Chemistry and Technology of The Cosmetics and Toiletries Industry.
2nd Ed. Blackie Academe and Profesional: London

Siegenthaler D. 2005. Importance of your skins pH. http://ezinearticles.com/


skin care/pH.html. diakses pada 2 November 2014

Sunsmart. 1996. Petrolatum: a usefull classic. Journal Cosmetics and Toiletries.


Sunsmart Inc: New York.
Suryani A, Sailah, Eliza H. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor

Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI Press: Jakarta

Wilkinson JB, Moore RJ. 1982. Harrys Cosmeticology. London.

Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai