Anda di halaman 1dari 11

Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp,

dan Skizofrenia dalam Karya Teater Postmodern


Indonesia Jalan Lurus

Syafril

Abstract: Theater can be viewed as the strongest in denying post modernization. It also can be found in
Indonesian postmodernism theater, especially through pastiche aesthetic idiom, parody, kitsch, camp,
and schizophrenia which reveal and deconstruct the previous art theater modernization as well as the
high culture modernization, or modernism itself. The purpose of this paper is to show how
deconstructionist idiom occurs in the Jalan Lurus which can be viewed as one of Indonesian
postmodern theaters.

Keywords: theater, postmodern, pastiche, parody, kitsch camp, schizophrenia.

PENDAHULUAN disebut karya seni postmodern. Karya seni


pertunjukan teater yang dimaksud adalah Jalan
Dalam diskursus estetika seni postmodern Lurus (1993).
yang demikian beranekaragam, kontradiktif, dan Bagaimanakah masing-masing idiom estetik
bahkan relatif antidefinisi, terbuka kemungkinan, postmodern pastiche, parodi, kitsch, camp, dan
minimal menjelajahi idiom-idiom estetik yang skizofrenia dalam karya pertunjukan teater Jalan
mewarnainya. Sebagaimana dieksplorasi Piliang Lurus, hal itu yang dicoba akan dipaparkan dalam
(2003: 207-209), idiom-idiom estetik yang dominan tulisan singkat ini.
menjadi warna dalam seni postmodern dimaksud
dapat dicatat antara lain pastiche, parodi, kitsch, KARYA PERTUNJUKAN TEATER JALAN
camp, dan skizofrenia. LURUS
Penjelajahan itu tidak saja dapat
mengungkapkan bagaimana sebenarnya idiom- Karya teater Jalan Lurus (selanjutnya ditulis
idiom estetik tersebut pada suatu karya seni, tetapi JL) dipentaskan di TIM (Taman Ismail Marzuki)
sekaligus relatif menjadi kategorisasi karya itu Jakarta pada 19 -- 22 Desember 1993. Karya ini
sebagai bagian, atau penanda seni postmodern. merupakan produksi grup Bumi Teater -- sebuah
Penggalian, pengembangan, perluasan, dan grup teater yang berdomisili di Padang (Sumatera
penerapan atas idiom-idiom tersebut secara relatif Barat), berdiri sejak 1976 dan telah memproduksi
dapat menjadi bagian pengembangan estetika dalam sejumlah 50 -- an karya teater -- dengan sutradara
praktik seni postmodern itu sendiri. Wisran Hadi.
Tulisan ini tidak bermaksud mengulas dan Sebagaimana kecenderungan estetis Bumi
mengkritisi idiom-idiom estetik seni postmodern Teater yang dekonstruksionis -- ini yang
yang telah diulas, dijelaskan, dan dipaparkan membedakannya dengan sejumlah grup teater
Piliang (2003). Tulisan ini mencoba meng- nasional Indonesia lainnya seperti Bengkel Teater
ungkapkan kelima idiom estetik seni postmodern Rendra, Teater Mandiri Putu Wijaya, atau Teater
tersebut, setelah terlebih dulu memahaminya, Koma Nano Riantiarno yang cenderung modernis --
terhadap sebuah karya seni pertunjukan teater yang hal itu juga menjadi ciri estetik JL sehingga dapat
dalam sudut pandang postmodernisme tertentu -- disebut teater postmodern.
yaitu dekonstruksionisme Indonesia -- juga dapat

Syafril adalah dosen Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang


Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia dalam Karya Teater Postmodern Indonesia Jalan
Lurus (Syafril)

Sebagai teater postmodern, Syafril (2005) pastiche, parodi, kitsch, camp, dan skizofernia
memandang JL sebagai suatu ragam teater sebagaimana yang berkembang dalam diskursus
postmodern Indonesia, karena konsep estetika seni postmodern umumnya.
postmodern yang dimilikinya tidak lain adalah
dekonstruksionisme-postmodernisme Indonesia itu KONSEP-KONSEP TEORETIS IDIOM-
sendiri yang berada dalam konstruksi bentuk IDIOM ESTETIK POSTMODERN
dekonstruksi Indonesia, fungsi perlawanan dan
Sebelum membahas bagaimanakah idiom-
perjuangan Indonesia, serta makna post-Indonesia.
idiom estetik pastiche, parodi, kitsch, camp, dan
Ciri postmodern Indonesia JL tersebut adalah
skizofernia dalam pertunjukan teater JL, lebih dulu
dalam pertentangannya sebagai konstruksi estetika
dipaparkan pemahaman teoretis konseptual masing-
dekonstruksionisme Indonesia yakni sebagai
masing idiom estetik yang dimaksud.
postmodernitas estetika dekonstruksi Indonesia,
seni pluralisme Indonesia, multikulturalisme Pastiche
budaya Indonesia, sosial-kemanusiaan Indonesia,
dan posdemokatik Indonesia, terhadap konstruksi Pastiche, merupakan istilah yang mengacu
teater modern Indoneseia sebelumnya sebagai pada pengertian keberadaan pinjaman (terutama)
modernitas estetika realisme-modernisme universal, pada seni (Piliang, 2003: 209). Hal itu dapat berupa
modernitas seni formal-struktural rasional, satu unsur (atau elemen), atau sekelompok unsur,
modernitas budaya hegemoni monokultural- sehingga keberadaannya pada suatu karya seni
modern, modernitas neokolonialisme sosial, dan dapat disebut unsur pastiche pada seni, atau
modernitas hiperealisme politik (Syafril, 2005: xiii- terhadap karya seni itu sendiri dapat disebut bersifat
xiv). pastiche. Selain itu, dapat pula berupa suatu
Secara naratif, pertunjukan teater JL konstruksi yang terdiri atas susunan unsur-unsur
memang dapat dideskripsi demikian: pastiche itu sendiri sehingga suatu karya seni
mempertunjukkan suatu narasi pendobrakan demikian disebut karya seni pastiche.
otoriterianisme kekuasaan suatu rezim penguasa Keberadaan pinjaman atau pastiche
yang wujud dalam bentuk hegemoni budaya, dimaksud adalah keberadaan suatu pinjaman yang
neokolonialisme sosial, dan hiperealisme politik. berasal dari masa lalu (Piliang, 2003: 210; Kutha
Pendobrakan itu dilakukan dengan cara Ratna, 2007:387). Suatu pinjaman yang dimaksud
dekonstruksi, yakni melalui aksi perlawanan atas dapat berupa teks-teks apa saja seperti kebudayaan,
otoriterianisme kekuasaan tersebut sebagai suatu sejarah, estetika dan termasuk idiom-idiom estetika
konstruksi modern Indonesia dan sekaligus itu sendiri. Sebagai karya seni, pinjaman itu juga
memperjuangkan suatu konstruksi baru sebagai dapat berasal dari berbagai penulis (kreator seni)
keberadaan pos-Indonesia. Narasi demikianlah lain, atau penulis (kreator) tertentu di masa lalu.
yang dipertunjukkan JL yang juga menggunakan Keberadaan unsur-unsur pinjaman itu di
teknik estetik yang dapat disebut sebagai teknik dalam karya pastiche, menurut Hutcheon (dalam
postmodern karena mendekonstruksi teknik estetik Piliang, 2003: 210), terutama terletak pada model
modern-yang realisme-modernisme universal, dan relasinya dengan teks atau karya yang menjadi
formal-rasional-struktural. rujukan yang berdasarkan prinsip kesamaan dan
Deskripsi singkat mengenai JL sebagai teater berkaitan, yang tidak lain merupakan imitasi murni.
postmodern Indonesia di atas hanya sekedar ingin Menurut Piliang (2003: 210) imitasi murni itu tanpa
menegaskan, itu pun dalam sudut pandang pretensi apa-apa. Jika pun terdapat perbedaan
postmodern tertentu, bahwa karya teater JL itu antara teks pastiche dengan teks rujukan, hal itu
berada dalam kategori postmodern-mengacu dapat dianggap sebagai persamaan. Karena itu,
misalnya pada Vattimo (2003: 120), yakni pada sebagai hasil dari pinjaman dari masa lalu tersebut,
kemampuannya yang dekonstruksionis sebagai dapat ditegaskan bahwa pastiche merupakan suatu
kemampuan karya itu untuk menggugat dirinya bentuk imitasi murni, tiruan, atau duplikasi sesuatu
sendiri. Hal itu pula, terutama, dapat menjadi dari masa lalu.
alasan untuk menyatakan bahwa sebagai sebuah Sebagai imitasi murni, pastiche mengimitasi
karya seni teater postmodern. JL sebenarnya teks-teks masa lalu sebagai upaya mengangkat dan
dipenuhi idiom-idiom estetik postmodern termasuk mengapresiasinya, dengan cara mencabutnya dari

133
JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 9 No. 2 Tahun 2008 ( 132 - 142)

semangat zamannya, dan menempatkannya ke Klasik (Rossi), dan Postmodernisme Mannerisme


dalam konteks semangat zaman masa kini (Piliang, atau Romantik, yaitu sebagai bentuk-bentuk
2003: 210). Karena itu pula, pastiche juga dapat permainan bahasa pastiche.
disebut satu bentuk parodi sejarahatau menurut
Umberto Eco perang terhadap sejarah (Piliang, Parodi
2003: 210). Parodi adalah satu bentuk dialog-
Pastiche menjadikan masa lalu sebagai sebagaimana konsep dialog bakhtin-antarteks dan
patron didorong oleh semangat bricolage (Levi- bertujuan mengekspresikan perasaan tidak puas,
Strauss), atau simulasi (Baudrillard), yang tidak senang, tidak nyaman berkenaan dengan
menekankan aspek-aspek yang tampak, ketimbang intensitas gaya atau karya masa lalu yang dirujuk,
nilai transendentalnya (Piliang, 2003: 210-211). dan menjadi semacam bentuk oposisi atau kontras
Karena itu ia dikritik cenderung bersifat permukaan di antara berbagai teks, karya atau gaya lainnya
dan miskin kedalaman. Jameson (dalam Piliang, dengan maksud menyindir, mengecam, mengkritik,
2003: 211) menyebut pastiche sebagai parodi atau membuat lelucon darinya (Piliang 2003: 213-
kosong (blank parody), tanpa cemoohan, tanpa 314; Kutha Ratna, 2007: 387).
sense of humor, karena hanya bertujuan membuat Di samping itu, dengan mengacu pada
sesuatu dari materi apa pun yang ada (bricolage) definisi parodi dalam TheOxford English
tanpa harus terikat dengan semangat materi Dictionary, dan Linda Hutcheon, Piliang (2003:
tersebut. Karenanya, Jameson menilai pastiche 214) juga menekankan bahwa parodi juga
sebagai topeng bahasa, pengungkapan bahasa merupakan suatu bentuk imitasi, namun bukan
yang telah mati. Menurut Piliang (2003: 211) hal imitasi murni, melainkan imitasi yang ironik, dan
itu sebenarnya menerangkan karakteristik karena itu parodi lebih merupakan suatu
permukaan dari pastiche sebagai bentuk artistik pengulangan yang dilengkapi dengan ruang kritik,
imanensi, yang menopengi semangat kemajuan yang mengungkapkan perbedaan ketimbang
yang sudah kehilangan daya utopisnya, narasi besar persamaan.
yang sudah bangkrut, atau pengarang yang sudah Walau terdapat persamaan antara pastiche
wafat. dengan parodi, yaitu keduanya sangat bergantung
Patronisasi pastiche ke kanon-kanon masa pada teks, karya, atau gaya masa lalu sebagai
lalu, menurut Piliang (2003: 212), disebabkan oleh rujukan atau titik berangkatnya, namun juga
faktor keanekaragamannya. Salah satu patronisasi terdapat perbedaan yaitu: pastiche menjadikan teks,
itu disebut Umberto Eco (dalam Piliang, 2003: 212) karya, atau gaya masa lalu sebagai titik berangkat
sebagai realisme rekonstruksi, yaitu replika murni dari duplikasi, revivalisme, atau rekonstruksi
atau duplikasi dari kebudayaan atau karya masa sebagai ungkapan dari simpati, penghargaan, atau
lalu, sedangkan Charles Jenks (dalam Piliang, apresiasi, sedangkan parodi sebaliknya,
2003: 212) membedakan antara konsep menjadikannya sebagai titik berangkat dari kritik,
historisisme, yaitu pengombinasian dari berbagai sindiran, kecaman sebagai ungkapan dari
unsur, gaya atau subsistem (yang ada dalam ketidakpuasan atau sekedar ungkapan rasa humor
konteks sebelumnya) digunakan dalam suatu (Piliang, 2003: 214-215).
sintesis baru, dan revivalisme yakni sebagai suatu Hutcheon (dalam Piliang, 2003: 214)
bentuk substitusi, pengambil-alihan posisi satu menekankan parodi sebagai sebuah relasi formal
periode yang dipertahankan, bukan dalam bentuk atau struktural antara dua teks. Sebuah teks baru
kontinuitas yang kreatif dari tradisi, bukan pula diwujudkan sebagai hasil dari sebuah sindiran,
duplikasi murni. plesetan atau unsur lelucon dari bentuk, format,
Sebagai salah satu bahasa estetik yang atau struktur dari teks rujukan. Sebuah teks atau
penting dari postmodernisme, Piliang (2003:212) karya parodi biasanya menekankan aspek
menekankan bahwa konsep pastiche yang penyimpangan atau plesetan dari teks atau karya
diklasifikasi Jameson atas kriteria kanon atau rujukan yang biasanya bersifat serius.
patron gaya masa lalu, dipandang lebih dapat Dalam kaitan itu, Bakhtin (dalam Piliang,
diterima. Dari kriteria demikian, Jameson 2003: 214) juga menyatakan parodi sebagai suatu
membedakan antara Postmodernisme Baroque bentuk dialogisme tekstual (textual dialogism): dua
(Michael Grave), Postmodernisme Klasik atau Neo- teks atau lebih bertemu dan berinteraksi dalam

134
Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia dalam Karya Teater Postmodern Indonesia Jalan
Lurus (Syafril)

bentuk dialog, yang dapat berupa kritik serius, melalui detail.


polemik, sindiran atau hanya sekedar permainan Definisi kitsch menurut Baudrillard dan Eco
dan lelucon dari bentuk - bentuk yang ada. tersebut, menurut Piliang (2003: 218), menyiratkan
Parodi tersebut merupakan bentuk representasi miskinnya orisinalitas, keotentikan, kreativitas, dan
pelencengan, penyimpangan, dan plesetan makna- kriteria estetik kitsch. Disebabkan kelemahan
representasi palsu (false representation). internal itu, eksistensi kitsch sangat bergantung
Piliang (2003: 215-216) menekankan bahwa pada keberadaan objek, konsep, atau kriteria
parodi sebagai satu bentuk diskursus selalu eksternal, seperti seni tinggi, objek sehari-hari,
memperalat diskursus pihak lain, untuk mitos, agama, atau tokoh. Terutama, kitsch sangat
menghasilkan efek makna yang berbeda. Sebagai bergantung pada keberadaan gaya dari seni tinggi.
satu bentuk representasi palsu, dalam diskursus Sekali sebuah karya diberi label seni tinggi, maka
parodi terdapat dua suara yang berperan. Dua struktur artistiknya membentuk elemen-elemen
suara ini tidak saja direpresentasikan dalam gaya, yang disebut Eco, stylemes, atau unit terkecil
diskursus parodi, akan tetapi juga menunjuk pada dari gaya, di mana kitsch mengidentifikasikan
dua konteks pengungkapan yang berbeda, yaitu dirinya dengan stylemes ini.
pengungkapan yang ada sekarang dan sebelumnya. Sebagaimana halnya parodi, kitsch adalah
Pengungkapan yang terdahulu digunakan oleh sebuah bentuk representasi palsu. Namun, berbeda
penulis atau seniman untuk tujuan ekspresinya. dengan parodi yang produksinya didasarkan
semangat kritik, bermain (play), produksi kitsch
Kitsch
lebih didasarkan semangat reproduksi, adaptasi,
Kitsch yang sebagai istilah berakar dari simulasi. Produksi kitsch lebih didasarkan semangat
bahasa Jerman verkitschen (membuat murah) dan memassakan seni tinggi, membawa seni tinggi dari
kitschen yang berarti secara literal memungut menara gading elit ke hadapan massa melalui
sampah dari jalan juga didefinisikan dalam The produksi massal; melalui proses demitoisasi nilai-
Concise Oxford Dictionary of Literary Term nilai seni tinggi. Kitsch mengadaptasi satu medium
sebagai segala jenis seni palsu (pseudo-art) yang ke medium lain atau satu tipe seni ke tipe lainnya.
murahan dan tanpa selera sering ditafsirkan Karena itu pula Eco mencap kitsch sebagai satu
sebagai sampah artistik, atau selera rendah (bad bentuk penyimpangan dari medium yang
taste) (Piliang 2003: 217; Kutha Ratna, 2007: 387- sebenarnya (Piliang, 2003: 219).
388). Piliang (2003: 219-220) menjelaskan bahwa
Selera rendah, menurut Umberto Eco (dalam sebagai upaya memassakan seni tinggi,
Piliang, 2003: 217-218) dimanifestasikan lemahnya perkembangan kitsch tidak dapat dipisahkan dari
ukuran atau kriteria estetik suatu karya, walaupun perkembangan konsumsi massa dan kebudayaan
kriteria itu sendiri sangat sulit didefinisikan, karena media massa. Kitsch berfungsi sebagai satu bentuk
bisa sangat berbeda dari satu tempat ke tempat komunikasi, yang tujuannya untuk menghasilkan
lainnya, dari satu masyarakat ke masyarakat efek yang segera, yang sangat diperlukan dalam
lainnya, dan dari satu zaman ke zaman lainnya. kebudayaan dan konsumsi massa. Kitsch
Sebaliknya, Gillo Dorfles (dalam Piliang, 2003: memassakan objek-objek langka, precious dan
218) menolak menyebut kitsch sebagai selera unik, dan sekaligus mempopulerkan nilai-nilai
rendahan atau seni rendahan, karena kitsch budayanya. Ia bertolak belakang dari seni tinggi
dianggap mempunyai sistemnya sendiri yang yang mengutamakan nilai-nilai kebaruan, inovasi,
berada di luar sistem seni, meskipun pada kenya- dan kreativitas. Kitsch miskin akan nilai-nilai
taannya kedua sistem itu tidak dapat dipisahkan. tersebut, atau memilikinya dengan sangat minimal.
Dijelaskan Piliang (2003: 218) bahwa Jean Akan tetapi kitsch mempunyai mata rantai yang
Baudrillard mendefinisikan kitsch sebagai pseudo- kuat dengan nilai keuntungan maksimum secara
art, yaitu sebagai simulasi, kopi, facsimile, atau ekonomis karena menghimbau ke seluruh kelas dan
stereotip; pemiskinan kualitas pertandaan lapisan masyarakat, sementara seni tinggi terbatas
(signification) yang sesungguhnya; sebagai proses pada kelompok elit. Kitsch menjadikan provokasi
melimpah-ruahnya tanda-tanda (sign), referensi efek-efek keganjilan, kejanggalan, keanehan
alegorik, atau konotasi-konotasi perbedaan; sebagai sebagai raison detrenya, untuk menghimbau massa
bentuk pemujaan detail, dan sebagai bombardir sebanyak mungkin.

135
JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 9 No. 2 Tahun 2008 ( 132 - 142)

Greenberg (dalam Piliang, 2003: 220), adalah teriakan lantang menentang kebosanan itu,
menegaskan bahwa sebagai satu bentuk imitasi dan dan sekaligus reaksi terhadap keangkuhan
reproduksi, kitsch mengimitasi efek-efek seni yaitu kebudayaan tinggi, yang telah memisahkan seni
efek-efek provokasi, kejanggalan, dan dari makna-makna sosial dan fungsi komunikasi
ketidaknormalan. Ia juga menganggap kitsch, sosial. Sebagaimana kitsch, camp berupaya
sebagaimana Baudrillard (dalam Piliang, 2003: merenggut seni dari menara gading kebudayaan
220), sebagai satu bentuk dari estetika hiperealitas tinggi dan membawanya ke hadapan massa
karena menggunakan simulakra kebudayaan asli (Piliang, 2003: 222).
yang diturunkan derajat dan diakademiskan Sebagai satu bentuk seni, camp anti alamiah,
sebagai bahan dasarnya: menanggalkan makna- denaturalisasi (Kutha Ratna, 2007: 388). Objek-
makna mitologis, ideologis, dan spiritual dari objek alam, manusia, dan binatang kerap digunakan
objek-objek kebudayaan tinggi, dan menjadikannya namun secara ekstrim dideformasikan. Satu bentuk
tak lebih dari sebuah tanda (sign) transparan dan penting dari bentuk denaturalisasi itu, ditekankan
bersifat seolah-olah (as if) yaitu sebuah tanda Piliang (2003: 223) adalah androgyne, yaitu bentuk
ikonik, yang maknanya segera tampak secara penolakan perbedaan seksual yang alamiah.
denotatif tanpa perlu merujuk lagi pada referensi
dunia realitas sebagai petanda, namun makna itu Skizofrenia
disimpangkan atau disalahgunakan. Skizofrenia, sebuah istilah psikonalisis yang
Camp pada awalnya digunakan untuk fenomena psikis
dalam diri manusia, kini digunakan secara
Camp merupakan idiom estetik kontradiktif
metaforik untuk menjelaskan fenomena yang lebih
yang sering diasosiasikan dengan pembentukan
luas termasuk bahasa (Lacan), sosial ekonomi,
makna, atau kemiskinan makna (Piliang, 2003:
sosial politik (Deleuza & Guattari), dan estetik
221). Mengutip Susan Sontag, Piliang (2003: 222)
(Jameson) (Piliang, 2003: 227).
menekankan camp sebagai model estetisme, yaitu
Dijelaskan Piliang (2003: 228) bahwa Lacan
satu cara melihat dunia sebagai fenomena estetik,
mendefinisikan skizofrenia sebagai putusnya
namun bukan dalam pengertian keindahan atau
rantai pertandaan, yaitu rangkaian sintagmatis
keharmonisan, melainkan keartifisialan dan peng-
penanda yang bertautan dan membentuk satu
gayaan. Estetisme itu dapat dipandang positif
ungkapan atau makna. Definisi postrukturalis itu
dalam pengembangan gaya karena pemberonta-
berpandangan bahwa makna tidak dihasilkan
kannya menentang gaya elit kebudayaan tinggi.
berdasarkan hubungan yang pasti. Petanda, yang
Camp yang menolak keotentikan atau
dalam strukturalis dikatakan sebagai makna dari
keorisinilan, merupakan bentuk duplikasi untuk satu ungkapan, oleh para postrukturalis hanya
tujuan dan kepentingan sendiri sebagai bricolage dipandang sebagai efek makna, yang timbul akibat
par-exellence, menghasilkan sesuatu dari apa-apa
dari pergerakan atau dialog antara satu penanda dan
yang sudah tersedia dengan bahan baku kehidupan
penanda lainnya. Mengacu pada Jameson, Piliang
sehari-hari, atau lebih tepatnya fragmen-fragmen
(2003: 228) menegaskan bahwa pada saat
dari realitas dalam kehidupan nyata, yang diproses
terganggunya hubungan penanda-petanda, atau
dan didistorsi menjadi bukan dirinya, menjadi antarpenanda, yaitu ketika sambungan rantai
artifisial. Penekanan camp bukanlah keunikan dari pertandaan terputus, pada saat itu akan dihasilkan
satu karya seni, melainkan kegairahan reproduksi
ungkapan skizofrenia, dalam bentuk serangkaian
dan distorsi. Camp menjunjung tinggi
penanda yang tidak saling berkaitan.
ketidaknormalan dan keluarbiasaan (Piliang, 2003:
Menurut Lacan (dalam Piliang, 2003: 228),
222-223). skizofrenia menganggap kata-kata sama seperti
Camp -- sebagaimana halnya kitsch -- benda-benda sebagai referensi, dengan pengertian,
merupakan jawaban atas kebosanan, dan sebuah kata tidak lagi merepresentasikan sesuatu
memberikan jalan keluar ilusif dari kedangkalan, sebagai referensi, melainkan referensi itu sendiri
kekosongan, dan kemiskinan makna dalam menjadi kata. Ditegaskan oleh Piliang (2003: 229),
kehidupan modern, melalui cara mengisinya bila para strukturalis menganggap sesuatu (realitas)
dengan pengalaman melakukan peran dan sensasi sebagai petanda atau makna dalam rantai
lewat ketidaknormalan dan ketidakorisinilan. Camp pertandaan, maka dalam pandangan Lacan tentang

136
Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia dalam Karya Teater Postmodern Indonesia Jalan
Lurus (Syafril)

bahasa skizofrenik, penanda bukan wakil dari naratif yang mendukung narasi pembahasan, karena
petanda, melainkan sama dengannya-petanda sebagai foto, ia hanya rekaman yang memuat satu
adalah sebuah penanda. momen pada satu saat tertentu belaka.
Skizofrenia berada dalam satu dunia simbol
yang berlapis-lapis, yang tidak memungkinkannya Panjat Pinang sebagai Idiom Estetika Pastiche
sampai pada satu makna absolut. Dalam Dari paparan konsep teoretis pastiche
kebudayaan dan seni, istilah skizofrenia digunakan sebelumnya dapat ditegaskan kembali bahwa
hanya sebagai metafora untuk menggambarkan pastiche, terutama sebagai suatu idiom estetik
persimpangsiuran dalam penggunaan bahasa. postmodern, antara lain berada dalam kategorisasi
Kekacauan pertandaan -- selain pada kalimat -- juga sebagai berikut.
terdapat pada gambar, teks, atau objek. Di dalam (a) Merupakan idiom estetik yang dipinjam dari
seni, karya skizofrenia dapat dilihat dari masa lalu.
keterputusan dialog antarelemen yang tidak lagi (b) Yang berasal sebagai teks-teks apa saja seperti
berkaitan sesamanya sehingga makna sulit kebudayaan, bahasa, sejarah, seni, dan
ditafsirkan (Piliang, 2003: 230 -- 31). termasuk idiom estetika itu sendiri.
Dalam diskursus seni postmodern, bahasa (c) Yang dihadirkan kembali dalam model relasi
estetik skizofrenia merupakan salah satu bahasa dengan rujukannya dalam prinsip kesamaan
yang dominan, meskipun bahasa itu sudah ada pada dan berkaitan, sekaligus bertujuan pada
era sebelumnya. Dalam diskursus postmodern, persamaan ketimbang perbedaan-meskipun
bahasa skizofrenia dihasilkan dari persimpang- terdapat perbedaan namun dapat dianggap
siuran penanda, gaya, dan ungkapan dalam satu sebagai persamaan
karya, yang menghasilkan makna-makna (d) Merupakan bentuk imitasi murni, tiruan,
kontradiktif, ambigu, terpecah, atau samar-samar duplikasi.
(Piliang, 2003: 231). (e) Sebagai upaya antara lain mengangkat dan
mengapresiasinya.
IDIOM-IDIOM ESTETIK POSTMODERN (f) Dengan menempuh cara mencabutnya dari
DALAM PERTUNJUKAN TEATER JALAN semangat zamannya dan menempatkannya
LURUS dalam konteks semangat zaman kini.
Dalam pertunjukan teater JL, idiom estetika
Karya pertunjukan teater JL yang berdurasi pastiche, minimal berdasarkan kategorisasi
kurang lebih dua jam, merupakan karya teater yang tersebut, dapat disebutkan untuk salah satu idiom
kompleks terutama dari kompleksitas idiom yang estetik yang dimilikinya yaitu, dalam hal ini dapat
dimilikinya. Namun demikian, dari kompleksitas disebut idiom pastiche panjat pinang.
idiom itu, sesuai dengan keperluan tulisan ini, dapat Sebagai idiom yang dipinjam dari masa lalu,
dikategorisasi di antaranya yakni idiom-idiom terhadap idiom pastiche panjat pinang tersebut
estetik postmodern pastiche, parodi, kitsch, camp, berarti bahwa idiom itu berasal dari masa
dan skizofrenia. Pula, sesuai dengan pembahasan sebelumnya, dalam hal ini masa sebelum adanya
dan tulisan ini yang singkat, pengkajian ini hanya karya teater JL. Dapat juga dalam arti masa di luar
mengambil masing-masing satu sampel untuk konteks waktu (dan ruang) pertunjukan teater
masing-masing kategori idiom estetik yang sebagai suatu karya seni dengan masa atau ruang
dimaksud. Hal itu adalah: idiom panjat pinang dan waktu sebagai dunia-nya sendiri. Meskipun
sebagai idiom estetika pastiche, plesetan panjat panjat pinang tersebut dalam realitas kehidupan
pinang sebagai parodi, delegitimasi budaya sehari-hari hingga kini tetap ada, atau tetap
setuju sebagai kitsch, androgin karakter sebagai berlangsung dalam masanya.
camp, dan permainan bahasa skizofrenik sebagai Idiom pastiche panjat pinang dalam JL
skizofrenia. tersebut tepatnya berasal dari suatu jenis permainan
Masing-masing idiom juga akan dilengkapi rakyat masyarakat Indonesia, yaitu permainan
satu-dua foto sebagai pendukung pembahasan. panjat pinang, yang biasa digelar dan dimainkan
Namun, perlau ditegaskan, foto-foto itu tidak dapat umumnya oleh seluruh masyarakat Indonesia pada
sepenuhnya mewakili idiom-idiom estetika yang setiap memperingati ulang tahun kemerdekaan
dimaksud, kecuali hanya sebagai argumentasi non- Indonesia. Sebagai suatu produk budaya, idiom

137
JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 9 No. 2 Tahun 2008 ( 132 - 142)

pastiche panjat pinang itu, artinya berasal dari antara lain berada dalam kategorisasi sebagai
kebudayaan Indonesia itu sendiri. berikut.
Sebagaimana permainan panjat pinang (a) Memiliki kesamaan dengan pastiche yaitu
dalam realitas kehidupan nyata, baik sebagai alat sebagai imitasi dari masa lalu, namun sekaligus
maupun cara bermain, demikian pula dalam JL juga berbeda yaitu tidak sebagai bentuk imitasi
sebagai idiom pastiche, tepatnya sebagai salah satu murni (rekonstruksi), sebaliknya imitasi yang
alat-tetapi sebagai alat utama-bermain (play) dan ditandai pelencengan, penyimpangan, atau
sekaligus menjadi salah satu teknik utama plesetan (representasi palsu, false
pertunjukan. Sebagai alat, sebagaimana rujukannya, representation).
idiom pastiche panjat pinang JL dimaksud misalnya (b) Karena itu, sebagai teks, apabila pastiche
juga ditandai oleh sebatang tonggak vertikal tetapi hanya terdiri atas satu teks masa lalu dan teks
terbuat dari besi berdiameter kurang-lebih sama itu sendiri yang ditiru kembali secara murni
dengan diameter pohon pinang, dengan tinggi yang menjadi idiom estetik, parodi terdiri atas dua
juga sama kurang lebih 12 meter. Di puncaknya teks yaitu dua teks yang berbeda dari
juga digantungkan melingkar-meskipun memenuhi rujukannya yang hadir dalam karya seni
langit-langit panggung-begitu banyak barang- sebagai suatu dialog dan sekaligus
barang berharga. Sebagai cara bermain, juga menghasilkan sintesis dari dialog tersebut
sebagaimana rujukannya, yakni dengan cara berupa teks hibrida. Parodi adalah dialog itu
memanjatnya. sendiri, yang terdiri atas teks yang memparodi,
Walau terdapat perbedaan, antara idiom teks yang diparodi, dan sekaligus teks hibrida
pastiche panjat pinang dalam JL dengan permainan sebagai hasil dari dialog.
panjat pinang rujukannya, misalnya dalam hal (c) Dialog, yang tidak lain parodi itu sendiri,
materi, warna, ukuran lingkaran tempat barang- merupakan bentuk ironik perlawanan seperti
barang yang bergelantungan di puncak, dan kritikan, sindirian, polemik, permainan, atau
termasuk barang-barang yang bergelantungan itu hanya sekedar lelucon.
sendiri, akan tetapi perbedaan itu dalam penekanan Dalam pertunjukan teater JL, salah satu
panjat pinang itu sebagai idiom pastiche, tetap tidak idiom estetika parodi yang dimilikinya, dalam hal
mempengaruhi keberadaannya yang sama dengan ini dapat disebut dengan parodi dalam bentuk
rujukannya. Karena itu sebagai suatu bentuk idiom estetika plesetan panjat pinang. Sebagai wujud
estetik, idiom pastiche panjat pinang dalam JL tetap representasi, estetika itu ditandai oleh
tampak sebagai suatu imitasi murni, tiruan, atau keberadaannya yang dapat dilihat sebagai
duplikasi. representasi palsu.
Idiom pastiche panjat pinang dalam JL juga
Melalui penekanan pada perbedaan estetis,
merupakan suatu upaya mengangkat dan
yakni antara bentuk parodi plesetan panjat pinang
mengapresiasi permainan panjat pinang dalam
JL atas rujukannya, bentuk estetika parodi tersebut
kehidupan nyata, secara lebih luas produk budaya, dapat dilihat melalui bentuk alat dan bentuk
yaitu dalam arti memanfaatkan permainan dan permainannya yang memang berbeda, dan karena
sekaligus produk budaya itu untuk kepentingan
perbedaan itu di dalam JL kehadirannya dapat
seni, estetika, dan sekaligus kepentingan
disebut sebagai parodi panjat pinang, yaitu sebagai
keberlangsungan budaya itu sendiri.
plesetan panjat pinang.
Idiom pastiche panjat pinang dalam JL
Dari bentuk alat, alat panjat pinang dalam
dimaksud juga dapat dilihat sebagai hasil dari
karya teater JL memiliki lingkaran tempat
kontekstualisasi seni teater, yaitu dari konteknya
menggantungkan barang-barang yang ada di
semula dalam kehidupan nyata sebagai sebuah
puncak tiangnya berukuran lebih besar dibanding
permainan belaka. yang dimiliki rujukannya. Apabila yang dimiliki
Plesetan Panjat Pinang sebagai Idiom Estetika rujukannya, yaitu pada permainan panjat pinang
sesungguhnya dalam kehidupan nyata, lingkaran itu
Parodi
hanya berdiameter lingkaran kurang lebih 2 meter
Dari paparan konsep teoretis parodi atau selebar jangkauan maksimal tangan manusia
sebelumnya dapat ditegaskan kembali bahwa dapat meraihnya, sebaliknya dalam JL berukuran
parodi, sebagai suatu idiom estetik postmodern, tidak terhingga. Dari barang-barang yang

138
Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia dalam Karya Teater Postmodern Indonesia Jalan
Lurus (Syafril)

bergelantungan di setiap titik kurang lebih berjarak Representasi permainan panjat pinang dalam
1 - 2 meter sesamanya, dan memenuhi bidang JL yang merupakan bentuk permainan
langit-langit pentas, ukuran yang dimilikinya dapat perlawanan rakyat atas (permainan) kekuasaan
dikatakan seluas langit-langit pentas tersebut. otoriterianisme rezim penguasa tersebut, tidak lain
Namun, luas itu pun dapat dikatakan baru merupakan representasi palsu. Sepintas merupakan
merupakan bagian dari ukuran sesungguhnya, suatu permainan, sebagaimana rujukannya, akan
karena jika dilihat sebagai lingkaran di mana langit- tetapi sebenarnya bukan rujukannya, bukan
langit pentas yang persegi itu merupakan bagian di permainan panjat pinang dalam pengertian
dalamnya, lingkaran itu berukuran sangat luas atau sebenarnya, melainkan permainan yang sudah
tidak berhingga, seluas-luasnya -- sampai ke luar diplesetkan, disimpangkan, minimal menjadi
pentas, meskipun imajiner. permainan untuk tujuan mengkritik, dalam hal ini
Di samping perbedaan luas lingkaran atas mendekonstruksi, atau perlawanan.
yang memiliki luas tidak terhingga, perbedaan juga Sebagai teks, bahwa parodi merupakan teks
terdapat pada bentuk barang-barang yang yang dibangun sebagai dialog antara dua teks dan
bergantungan itu sendiri, dan pada bentuk tiang
menghasil teks hibrid yang tidak lain adalah teks
yang menjadi alat utama panjat pinang. Apabila
parodi itu sendiri, hal itu dapat dinyatakan sebagai
pada rujukannya barang-barang yang bergantungan
berikut.
pada lingkaran atas panjat pinang adalah barang-
barang (tertentu) itu sendiri, biasanya seperti (a) Yang menjadi teks pertama adalah teks rujukan
ember, handuk, kompor, mainan, sepeda anak-anak itu sendiri, yaitu permainan panjat pinang
dan seterusnya, sebaliknya barang-barang pada sesungguhnya. Terhadap pertunjukan JL, teks
panjat pinang dalam JL merupakan barang-barang ini tidak diambil begitu saja, diimitasi, akan
yang sangat berharga tinggi yang berada dalam tetapi dimanfaatkan secara dekonstruktif untuk
bungkusan-bungkusan kantong plastik berbagai kepentingan penciptaan parodi. Karenanya
ukuran dan warna akan tetapi tidak dapat diketahui statusnya disebut teks rujukan.
berisi apa-pada bagian akhir pertunjukan baru dapat (b) Yang menjadi teks kedua adalah teks tentang
diketahui bahwa ternyata hanya berisi remukan- kekuasaan. Mengacu pada JL, kekuasaan yang
remukan koran bekas. dimaksud merupakan fenomena kekuasaan
Perbedaan pada bentuk tiang adalah, apabila penguasa rezim Orde Baru, yang dipandang
pada rujukannya benar-benar merupakan pohon sebagai kekuasaan otoriter dan hegemonik.
pinang yang sudah dikuliti dan dibersihkan, pada (c) Yang menjadi teks dialog, dan kemudian
JL adalah pohon pinang yang terbuat dari menghasilkan teks hibrid, yang tidak lain adalah
batangan besi, atau pipa besi-yang dapat teks parodi itu sendiri yaitu: proses dan
dimanfaatkan bunyinya apabila dipukul untuk sekaligus konstruksi interteks (dialog) antara
komunikasi simbolis pada saat-saat tertentu dalam teks pertama dan kedua, yaitu sebagai proses
pertunjukan-meskipun dalam ukuran diameter yang praktik oteriterianisme kekuasaan pihak rezim
sama dengan rujukannya. Pohon pinang besi itu penguasa terhadap rakyatnya, atau sebaliknya
berwarna putih, dicat putih, namun di bagian proses ketertindasan yang dialami rakyat
atasnya selalu tampak berwarna merah sehingga sebagai akibat penindasan kekuasaan otoriter
dari atas hingga ke bawah terlihat berwarna merah- rezim penguasa, dan kemudian membentuk
putih. Warna merah pada bagian atas tidak berasal konstruksi teks (teks parodi, hibrib)
dari cat, akan tetapi dari bahan sirop kental yang dekonstruktif permainan perlawanan terhadap
berwarna merah, yang selalu dituangkan dari
kekuasaan, yakni sebagai teks estetika parodi JL
puncak. Sekaligus hal itu menjadi perbedaan
dalam bentuk plesetan panjat pinang.
dengan rujukannya dalam hal kelicinan pohon
pinang rujukan yang sengaja dilicinkan dengan Delegitimasi Budaya Setuju sebagai Idiom
gemuk, pohon pinang Jalan Lurus dilicinkan
Estetika Kitsch
sekaligus oleh sirop merah kental dan licin tersebut
setiap saat dari puncak dan meleleh ke bawah- Dari konsep teoretis kitsch yang telah
hingga menyulitkan para pemanjat (para pemain dipaparkan terdahulu, sebagai suatu idiom estetis
yang memanjatnya). kitsch dapat dikategorisasi sebagai berikut.

139
JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 9 No. 2 Tahun 2008 ( 132 - 142)

(a) Merupakan bentuk idiom murahan, selera dilakukan dengan formasi visual yang sama sekali
rendah. seolah-olah anti-artistik-hanya dengan formasi
(b) Akan tetapi, sebagai idiom postmodern, seseorang dan sekelompok orang berdiri saling
sebenarnya merupakan bentuk murahan sebagai berhadapan dan saling mengacungkan tangan
wujud dari praktik delegitimasi budaya tinggi semata, yang sebenarnya sangat klise.
menjadi budaya massa: penurunan derajat dan Kesan murahan itu juga ditandai oleh
makna-makna budaya tinggi dan sekaligus berulang-ulangnya peristiwa itu muncul. Dalam
pencairan konteks budaya tinggi yang telah pertunjukan JL, peristiwa musyawarah setuju
menjadi mitos, ideologi, metanarasi, menjadi tersebut memang menjadi salah satu penekanan dari
massa. makna pertunjukan, dan karena itu peristiwa itu
(c) Karena itu merupakan bentuk pseudo-art, atau merupakan peristiwa yang paling banyak muncul.
hiperealitas (tiruan, simulasi), provokatif, Sebagaimana halnya suatu produksi massa,
massal (bombardir) yang dipandang bernilai peristiwa tersebut seolah-olah terlihat sebagai suatu
murahan (kitsch), sebagai wujud penanggalan produksi begitu saja, dan diproduksi secara massal,
konteks budaya dari tinggi (elit) menjadi massa dan muncul berulang-ulang layaknya peristiwa
(yang tanpa hirarki nilai tinggi-rendah, tetapi yang bersifat bombardir. Kemonotonan peristiwa
nilai segera). dan suasana yang diakibatkannya, terutama dari
(d) Sebagai estetika postmodern, ia lebih tepat efek provokasi bombardir yang dimunculkan,
disebut estetika massa (estetika segera, dan menambah kesan murahan itu sendiri.
tidak begitu mementingkan kerumitan artistik), Namun demikian, sebagai konsep kitsch itu
yang di satu sisi murahan, akan tetapi di sisi lain sendiri sebagai satu estetika postmodern yang
merupakan bentuk yang sengaja melakukan merupakan wujud dari aksi menurunkan derajat
penyimpangan dan penyalahgunaan makna dari budaya tinggi dan menjadikannya budaya massa,
konteks makna budaya tinggi ke konteks makna peristiwa musyawarah setuju itu sebenarnya
budaya massa. merupakan bentuk simulasi yang disimpangkan dari
Idiom estetik kitsch dalam pertunjukan teater rujukannya, yaitu dari satu produk budaya tinggi
JL, wujud sebagai, dalam hal ini dapat disebut dalam hal ini budaya musyawarah, atau budaya
delegitimasi budaya setuju. demokrasi di Indonesia itu sendiri, yaitu pada masa
Idiom tersebut wujud sebagai adegan Orde Baru, yang dilihat sebagai bukan demokrasi
pernyataan setuju, yang dilakukan sejumlah yang sesungguhnya, sebaliknya hanya sekedar
pemeran, dengan dipimpin salah seorang di budaya setuju. Sebagai hiperealitas dapat disebut
antaranya. Sebagai peristiwa pengambilan hiperealitas demokrasi.
keputusan, tidak ada sama-sekali proses Budaya Setuju terutama dalam konteks
musyawarah yang berlangsung. Yang ada hanyalah, budaya demokrasi DPR/MPR yang memang dapat
salah seorang menanyakan setuju? pada setiap dilihat sebagai budaya demokrasi tanpa
orang-sebagai keputusan, atau jawaban, mengenai musyawarah kecuali hanya kata setuju semata
sesuatu hal apa saja yang menimbulkan pertanyaan terhadap hal apa pun yang melegitimasi posisi
atau yang dipertanyakan-lalu dengan serempak rezim pemerintah yang berkuasa, terutama di masa
semua orang langsung menjawab setuju!. Orde Baru, yang telah menjadi budaya elit dan
Idiom itu memang terkesan murahan, kitsch, dipandang tinggi, itulah yang dilegitimasi yaitu
karena dilakukan cenderung tanpa emosi sama diruntuhkan derajatnya oleh idiom estetika kitsch
sekali, dan seolah-olah memang telah terformat dalam pertunjukan JL dengan mewujudkan diri
sedemikian rupa. Para peran juga seolah-olah sebagai peristiwa atau adegan murahan.
memang sudah tahu dengan apa dilakukan, dan
sudah merasa akrab dengan cara musyawarah Androgin Karakter (Peran) sebagai Idiom
tersebut. Begitu seorang peran sambil Estetika Camp
mengacungkan tangan berucap Setuju?, yang lain Dari konsep teoretis camp yang telah
spontan berdiri di depannya yang juga sambil dipaparkan sebelumnya, di sini dapat dikategorisasi
mengacungkan tangan dan segera menjawab kembali sebagai berikut.
Setuju! Tidak saja berkesan tanpa emosi, sudah (a) Merupakan idiom estetik tanpa mementingkan
terformat atau terprogram, adegan ini juga makna, atau distorsi makna.

140
Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia dalam Karya Teater Postmodern Indonesia Jalan
Lurus (Syafril)

(b) Karena itu sebagai bentuk lebih bersifat Idiom androgin tersebut jelas ekstrim.
artifisial, deformatif, denaturalisasi, dan Namun, sebagaimana konsep makna pada camp,
ekstrim. hal itu dapat dipandang sebagai tanpa makna sama
(c) Terhadap budaya, ekstrimitas estetik tersebut sekali, kecuali hanya sebagai gaya estetis belaka.
bersifat subversive. Tetapi di sisi lain juga dapat dipandang sebagai
Dalam pertunjukan teater JL, idiom estetik suatu distorsi makna, yaitu yang mengarah pada
camp dapat disebut muncul sebagai idiom androgin makna persamaan gender, atau bahkan kritik
karakter. Sebagaimana yang juga dijelaskan Piliang terhadap feminisme itu sendiri bila dilihat dari
(2003: 224) bahwa salah satu contoh camp adalah sudut pandang postfeminisme-sebagaimana konsep
androgin, demikian pula hal itu dapat ditemukan postfenimisme khususnya yang dipaparkan Brooks
sebagai satu idiom camp dalam teater JL. (2006: 1 - 15).
Androgin (androgyne) menurut Piliang Sebagaimana juga kecenderungan camp yang
(2003: 13) mengacu kepada pengertian suatu subversif atas kebudayaan, hal itu juga dapat
kategori seksualitas yang di dalamnya baik dipandang demikian, yaitu: mensubversi nilai
karakteristik laki-laki maupun perempuan sebagai budaya tinggi sebagai metanarasi seksual laki-laki,
pembentuk identitas manusia secara bersamaan atau sekaligus pula mensubversi gerakan feminisme
dapat diterima. Dalam JL, hal itu bahkan terjadi itu sendiri bukan sebagai gerakan kesetaraan
secara lebih ekstrim: pembentukan identitas laki- melainkan gerakan perempuan menjadi laki-laki
laki atau perempuan secara bersamaan itu hanya dan sekaligus memperemp-ankan laki-laki-
terjadi melalui kesepakatan sosial. sebagaimana yang dikoreksi oleh postfeminisme.
Dalam pertunjukan teater JL, hal itu
diwujudkan oleh seorang peran Isteri, yaitu isteri SIMPULAN
dari seorang peran laki-laki sebagai pemanjat Grenz (2003: 45) pernah menegaskan bahwa
pohon pinang-akan tetapi tidak diperankan teater adalah wujud penolakan postmodern
(dimainkan) oleh seorang perempuan melainkan terhadap modern yang paling jelas. Demikian pula
seorang laki-laki. Dalam suatu peristiwa yang dapat dilihat pada teater JL sebagai satu
pemanjatan pohon pinang yang dilakukan oleh bentuk teater postmodern, terutama melalui idiom-
sejumlah peran, sang Isteri hanya berada dalam idiom estetik postmodern seperti pastiche, parodi,
adegan menunggu suaminya memanjat pohon kitsch, camp, dan skizofrenia, yang membongkar
pinang. atau mendekonstruksi tidak saja modernitas seni
Dalam hal itu, meskipun sang Isteri teater sebelumnya, tetapi sekaligus modernitas
diperankan seorang laki-laki, akan tetapi budaya (tinggi) atau modernisme itu sendiri.
penampilannya tetap sebagaimana adanya: tidak Demikianlah maka bagaimana wujud estetika
ada perubahan feminisasi baik melalui kostum, rias postmodern tersebut pada JL dapat disimpulkan
wajah, maupun gaya bicara dan tingkah laku. Ia sebagai berikut.
diterima sebagai seorang perempuan, Isteri, hanya Pertama, estetika pastiche, wujud sebagai
karena yang lain sepakat akan hal itu. idiom estetik permainan panjat pinang, yang
Demikian pula, pada saat berikutnya, akibat merupakan suatu bentuk imitasi murni atas
sang Isteri protes pada suaminya yang dianggap rujukannya dari penekanan relasi persamaan, yang
gagal memanjat, yang diwarnai kemudian dengan dapat dikatakan bertujuan penghargaan (apresiasi)
pertengkaran, terjadi kesepatan di antara mereka seni (budaya) postmodern atas rujukannya sebagai
dan disepakati pula oleh para peran lainnya. suatu bentuk budaya tradisi dengan
Kesepakatan itu adalah mereka saling berganti memproduksinya kembali menurut konteks budaya
peran. Apabila sang Isteri yang tadi diperankan kini, kontemporer, atau postmodern.
laki-laki A, kini bertukar menjadi Suami, Kedua, estetika parodi, wujud sebagai idiom
sedangkan laki-laki B yang tadi berperan Suami, estetik plesetan panjat pinang, yang merupakan
kini menjadi Isteri. Pembentukan identitas ini juga suatu bentuk representasi palsu (false
berlangsung sama, didasarkan kesepakatan dan representation) dari penekanan relasi perbedaan
tanpa feminisasi untuk menjadi peran Isteri, atau dengan rujukannya, yang bertujuan reproduksi
maskulinisasi dari yang tadi Isteri kini Suami. budaya dan sekaligus mengkritik tepatnya

141
JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 9 No. 2 Tahun 2008 ( 132 - 142)

mendekontruksi modernitas budaya, dan sosial- DAFTAR RUJUKAN


politik yang selama ini menjadi metanarasi
kekuasaan yang menghegemoni. Brooks, Ann. 2006. Postfeminisme & Cultural
Ketiga, estetika kitsch, wujud sebagai idiom Studies Sebuah Pengantar Paling
estetik delegitimasi budaya setuju, yang Komprehensif. Terj. S. Kunto Adi Wibowo.
merupakan suatu bentuk murahan, akan tetapi Bandung: Jalasutra.
sebenarnya hiperealitas -- melalui adegan Grenz. Stanley J. 2001. A Primer On
hiperealitas demokrasi -- yang sengaja Postmodernism Pengantar untuk Memahami
membentuk diri menjadi simulasi murahan di balik Postmodernisme. Terj. Wilson Suwanto.
tujuan mencairkan legitimasi hirarkis penilaian Yogyakarta: Yayasan Andi.
modernisme sebagai tinggi-rendah terutama atas Kutha Ratna, Nyoman. 2007. Estetika Sastra dan
seni tinggi dengan memassakan seluruh seni Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
menjadi bagian dari kebudayaan massa yang jelas
Norris, Christopher. 2003. Membongkar Teori
plural dan jelas beragam nilai, sebagaimana
pluralisme nilai dalam postmodern itu sendiri. Dekonstruksi Jacques Derrida. Terj. Inyiak
Keempat, estetika camp, wujud sebagai Ridwan Muzir. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
idiom estetik androgin karakter, yang merupakan Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir
suatu bentuk deformatif atau denaturalisasi identitas Cultural Studies Atas Matinya Makna.
seksual pada karakter peran, dan mensubversi Bandung: Jalasutra.
budaya rujukannya secara ekstrim melalui cara Ritzer, George. 2003. Teori Sosial Postmodern.
kesepakatan sosial, terutama sebagai makna atau Yogyakarta: Kreasi Wacana.
distorsi makna postfeminisme yang memang Syafril. 2005. Teater Postmodern Indonesia: Kasus
berorientasi postmodernisme. Pertunjukan Jalan Lurus Karya Wisran
Kelima, estetika skizofrenia, wujud sebagai Hadi. Tesis Magister (S2) Kajian Budaya
idiom estetik permainan bahasa skizofrenik, yang Universitas Udayana. Denpasar: Program
merupakan bentuk chaos (kacau) baik secara Magister (S2) Kajian Budaya Universitas
bahasa (dialog) maupun formasi-formasi adegan Udayana.
pertunjukan, sehingga menciptakan proses
permainan tumpang-tindih makna dan peristiwa. Vattimo, Gianni. 2003. The End of Modernity:
Terhadap realitas rujukannya, idiom ini terutama Nihilisme dan Hermeneutika dalam Budaya
merupakan penolakan atas konsep keteraturan, atau Postmodern. Terj. Sunarwoto Derma.
kestabilan modernisme yang telah dipandang ilusi Yogyakarta: Sadasiva.
atau utopis karena pada kenyataannya baik secara Catatan Pertunjukan Teater Jalan Lurus di TIM
sosial, budaya, maupun politik hanyalah Jakarta (1993).
hiperealitas.

142

Anda mungkin juga menyukai