BATUAN PIROKLASTIK
Oleh :
Irene Apriyanti Sulaeman (410015060)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas segala limpahan dan rahmat-Nya sehingga penulisan makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Pada kesempatan ini penulis
berterima kasih kepada dosen, asisten dosen yang memberikan tugas ini dan
semua pihak STTNAS Yogyakarta Teknik Geologi, yang telah membantu penulis
dalam penulisan makalah ini.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang pembaca berikan pada
makalah ini, karena kritik dan saran yang pembaca berikan dapat menjadi suatu
dorongan dan motivasi bagi kami agar kedepan dalam pembuatan makalah yang
lain ada hal-hal yang bisa kami perbaiki dari kesalahan-kesalahan yang kami buat
dalam penulisan karya ilmiah ini.
PENDAHULUAN
1.)Daerah pemekaran
Daerah pemekaran yang disebut juga sebagai daerah divergen disebabkan karena
adanya aktifitas tektonik yang menghasilkan pemekaran pada lempeng samudera.
Magma keluar melalui celah pada daerah lemah dan membentuk punggungan.
Pemekaran ini menghasilkan sifat magma berupa umafik hingga ultramafik. Sifat
magma yang cenderung basa dikarenakan mantel dari lempeng samudera
sendiribersifat basa hingga ultrabasa. Tipe batuan yang dihasilkan bersifat basa.
Pada kerak kontinen juga dapat terjadi proses pemekaran dan menghasilkan tipe
batuan dengan sifat batuan dengan sifat basa sama dengan magma yang keluar
dari pemekaran kerak samudera.
2.)Daerah penunjaman
Daerah ini terjadi penunjaman salah satu lempeng atau dengan sebutan daerah
konvergen. Umumnya lempeng samudera menyusup dibawah lempeng samudera
mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada berat jenis lempeng benua.
Daerah ini dapat menghasilkan sifat magma yang beragam mulai dari asam
hingga basa. Variasi sifat magma ini dipengaruhi dari sudut penunjaman scat
proses tumbukan lempeng samudera dengan lempeng benua. Semakin kecil sudut
penunjaman maka akan menghasilkan magma yang bersifat asam sementara
semakin besar sudut penunjaman maka akan menghasilkan magma yang bersifat
basa.
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
Batuann piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunung api
dengan ciri- ciri yang khas. Untuk mempelajari material piroldastik, terlebih dulu
kita harys memahami tentang aktivitas vulkanisne baik proses maupun produknya.
Pemahanan itu secara umum meliputi pemahaman tentang :
Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari letusan gunung api (berasal
dari pendinginan dan pembekuan magma) namun seringkali bersifat klastik.
Menurut william (1982) batuan piroklastik adalah batuan volkanik yang
bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan
letusan gunung api, dengan material asal yang berbeda, dimana material penyusun
tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi
(rewarking) oleh air atau es.
Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer, dapat bergerak dan
menerobos ke permukaan bumi melalui rongga-rongga yang terbentuk oleh proses
tektonik (bidang sesar). Selain berupa padatan, magma juga mengandung uap air
dan gas yang bervariasi komposisinya.
Kalau magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan terjadi letusan
gunung api. Sumbat kepundan akan hancur dan terlempar ke sekitarnya dan
bersamaan dengan itu sebagian magma panas juga akan terlempar ke udara.
Akibat dari letusan tersebut terjadi proses pendinginan yang cepat, sehingga
magma akan membeku dengan cepat dan membentuk gelas (obsidian), tufa atau
abu halus, lapili dan bom (berupa batuapung dengan rongga-rongga gas). Material
yang halus (tufa) akan terlempar jauh dan terbawa angin ke tempat yang lebih
jauh, sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan material-material lain yang berukuran
pasir dan kerikil akan jatuh di sekitar puncak gunung.
Pada kenyataannya, batuan hasil letusan gunung api dapat berupa suatu hasil
lelehan yang merupakan lava yang telah dibahas dan diklasifakasikan ke dalam
batuan beku, serta dapat pula berupa produk ledakan atau eksplosif yang bersifat
fragmental dari semua bentuk cair, gas atau padat yang dikeluarkan dengan jalan
erupsi.
Berdasarkan klasifikasi genetik, batuan piroklastik terdiri dari 3 jenis endapan
piroklastik yaitu:
Fragmen dari lava baru atau disebut fragmen juvenil, berupa material padat
tidak mempunyai vesikuler sampai fragmen lava yang banyak vesikulernya.
Kristal individu, yang dihasilkan dari fenokris yang lepas dalam lava juvenil
sebagai hasil fragmentasi.
Fragmen litik, termasuk batuan yang lebih tua dalam endapan piroklastik,
tetapi sering terdiri dari lava yang lebih tua.
a. Warna Batuan
b. Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-butir
mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi Glassy dan Fragmental.
Glassy, Glassy adalah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada
batuan tersebut ialah glass.
Fragmental, Faragmental ialah tekstur pada batuan piroklastik yang
nampak pada batuan tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunung
api.
c. Struktur Batuan
d. Derajat Kristalisasi
Derajat kristalisasi mineral dalam batuan beku, terdiri atas 3 yaitu :
e. Ukuran Batuan
Ukuran batuan yang dihasilkan dari letusan gunung api terbagi menjadi 4,
antara lain :
Tipe 1
Tipe 3
Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh ada
suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang tenang arusnya
sangat kecil, onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan
fragmental.
Tipe 4
Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh pada
suatu tubuh perairan yang arusnya aktif (bergerak). Sebelum mengalami
litifikasi mengalami rewarking dan dapat bercampur dengan batuan lain
yang dihasilkan akan mempunyai struktur sediment basa.
Tipe 5
Tipe 6
Seperti halnya struktur batuan beku plutonik , pada batuan piroklastik juga
dijumpai struktur seperti skoriaan, vesikuler, serta amygdaloidal.
1. Lapili
Lapili berasal bahasa latin lapillus, yang berarti nama untuk hasil erupsi eksplosif
gunung api yang berukuruan 2mm 64mm. Selain dari fragmen batuan , kadang-
kadang terdiri dari mineral mineral augti, olivine, plagioklas.
Debu gunung api adalah merupakan batuan piroklastik yang berukuran 2mm-
1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif.
Namun ada juga debu gunung berapi yang terjadi karena proses penggesekan pada
waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam keadaan belum
terkonsolidasi,
Block Gunung Api merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi
eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dulu dengan ukuran
lebih besar dari 64 mm. Block-block ini selalu menyudut bentuknya atau
equidimensional.
Endapan piroklastik aliran yaitu merupakan jenis material hasil langsung dari
pusat erupsi, kemudian teronggokan di suatu tempat. Hal ini meliputi hot
avalanche, glowing avalanche, lava collapse ,hot ashes avalanche.
Endapan piroklsatik surge merupakan suatu awan campuran dari bahan padat dan
gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan
tinggi secara trubulensi di atas permukaan. Pada umumnya endapan piroklastik
surge ini mempunyai pemilahan yang baik, berbutir halus dan berlapis baik.
Endapan ini mempunyai strutur pengendapan primer seperti laminasi dan
perlapisan bergelombang hingga planar. Yang paling khas dari endapan ini adalah
mempunyai struktur silang siur, melensa dan bersudaut kecil . Endapan surge
umumnya kaya akan keratan batuan kristal.
Beragam klasifikasi piroklastik telah diusulkan oleh para ahli, yang masing-
masing mempunyai dasar klasifikasi sendiri-sendiri. Namun secara umum
dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat memberi nama piroklastik , dari
mulai yang paling halus hingga yang sangat kasar, berkisar dari abu hingga
bom. Meskipun dasar penamaan adalah ukuran butir , tetapi tetap saja tidak
ada keseragaman dalam ukuran besar butirnya. Salah satu contoh klasifikasi
penamaan batuan piroklastik adalah menurut Tunner & Gilbert, 1954.
William F.J Turner Dan C.M Giblert (1954) berdasarkan ukuran butir,
membagi piroklastik menjadi bom dan bongkahan apabila ukurannya lebih
besar dari 32mm;lapili (4-32mm) dan abu (<4mm) . Bom merupakan bahan
lepas yang padat saat dikeluarkan sudah berupa bahan padat akan
membentuk endapan breksi gunung api.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut H. William F.J Tunner Dan C.M Gilbert
(1954)
Bomb Angglomerat
Lapili Lapili
4- 32
Cinder (vecikuler) Cindey lapili tuft
Endapan piroklastik
Ukuran Piroklas Tefra (tak Batuanpiroklastik
terkonsolidasi) (terkonsolidasi)
Lapisan bom / blok
Aglomerat, breksi
> 64 mm Bom, blok
piroklastik
Tefra bom atau blok
Lapisan lapili atau
2 64 mm Lapili Batulapili (lapillistone)
Tefra lapili
1/16 2 Abu/debu
Abu kasar Tuf kasar
mm kasar
Abu/debu
< 1/16 mm Abu/debu halus tuf halus
halus
Fragmen:
1. Gelas/ Amorf
2. Litik
3. Kristalin
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia, mineral dan
teksturnya. Namun, yang paling umum digunakan adalah klasifikasi berdasarkan
komposisi mineral dan tekstur.
Tuff atau ash tuff tersusun atas ukuran piroklast < 2mm.
Endapan piroklastik
Ukuran butir
Piroklas Material lepas Material memadat (batuan
(mm)
(tephra) piroklastik)
Batuan piroklastik berbutir halus, baik tufa kasar maupun tufa halus dapat
dibedakan berdasarkan jenis piroklasnya yang dominan. Dengan
menggunakan diagram segitiga yang anggota akhirnya gelas (vitrik), kristal
dan batuan (lithik), dikenal nama-nama tufa gelas, tufa lithik/ tufa sela, tufa
kristal, tufa gelas-kristal dan sebagainya.
Gambar 2.2. Klasifikasi ash dan tufa menurut jenis piroklas
(Schmid, 1981)
Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut dapat dibagi menjadi
daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelilingnya. Pemahaman ini
kemudian dikembangkan oleh Williams dan McBirney (1979) untuk membagi
sebuah kerucut gunung api komposit menjadi 3 zone, yakni Central Zone,
Proximal Zone, dan Distal Zone. Central Zone disetarakan dengan daerah
puncak kerucut gunung api, Proximal Zone sebanding dengan daerah lereng
gunung api, dan Distal Zone sama dengan daerah kaki serta dataran di
sekeliling gunung api. Namun dalam uraiannya, kedua penulis tersebut sering
menyebut zone dengan facies, sehingga menjadi Central Facies, Proximal
Facies, dan Distal Facies.
Pembagian fasies gunung api tersebut dikembangkan oleh Vessel dan Davies
(1981) serta Bogie dan Mackenzie (1998) menjadi empat kelompok, Fasies
gunung api dan aplikasinya (S. Bronto) 61 yaitu Central/Vent Facies, Proximal
Facies, Medial Facies, dan Distal Facies. Fasies sentral terletak di bagian
puncak atau pusat erupsi, fasies proksimal pada lereng atas dan fasies medial
di lereng bawah. Fasies distal terletak di kaki dan dataran di sekeliling gunung
api, di antaranya dataran di latar depan gunung api.
Gambar 2.4 Pembagian fasies gunung api pada gunung api aktif masa kini
Sesuai dengan batasan fasies gunung api, yakni sejumlah ciri litologi (fisika
dan kimia) batuan gunung api pada suatu lokasi tertentu, maka masing-masing
fasies gunung api tersebut dapat diidentifi kasi berdasarkan data:
1. inderaja dan geomorfologi,
3. vulkanologi sik,
5. petrologi-geokimia.
1.Pumice
Batuan Pumice yang memiliki kenampakan warna yaitu coklat kemerahan,
struktur batuannya massive, sifat batuannya ialah asam, derajat kristalisasinya
holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass,
tekstur pada batuan pumice ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah Bomb (d
> 64 mm). Sedangkan bentuk dari pumice ialah glassy. Petrogenesa dari batuan
pumice ialah terbentuk dari batuan asam yang terbetuk dari letusan gunung api.
Pumice sering disebut batuapung.
Gambar 1. Pumice
Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunungapi yang
mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara
horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai
sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur
selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada
umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi
gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam Pumice adalah
feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit. Jenis batuan lainnya yang
memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan Pumice adalah
pumicit, volkanik cinter, dan scoria.
Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen),
dan material asalnya, Pumice diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-
areal, sub-aqueous, new ardante, dan hasil endapan ulang (redeposit).
Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida
SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar
(Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 960 kg/cm3, peresapan air
(water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound
transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas
(thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
Keterdapatan Pumice selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi
berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi,
Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
Pemanfaatna batuan Pumice adalah sebagai bahan baku pembuatan agregat ringan
dan beton agregat ringan, hal ini disebabkan karena sifat batuan Pumice ringan,
kedap suara, mudah dibentuk atau dipahat menjadi blok-blok yang berukuran
besar, sehingga dapat mengurangi pelesteran. Selain itu, Pumice juga tahan
terhadap api, kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik. Dalam sektor
industri lain, Pumice digunakan sebagai bahan pengisi (filler), pemoles/penggosok
(polishing), pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif, isolator temperatur tinggi
dan lain-lain.
Properties Pumice terdiri dari piroklastik kaca yang sangat microvesicular
dengan sangat tipis, tembus dinding-dinding gelembung extrusive batu beku. Hal
ini umumnya, tetapi tidak secara eksklusif dari felsic untuk silicic atau penengah
dalam komposisi (misalnya, rhyolitic, dasit, andesit, pantellerite, phonolite,
trachyte), tetapi komposisi basaltik dan lain diketahui. Pumice umumnya
berwarna cerah, mulai dari putih, krem, biru atau abu-abu, atau hijau-cokelat.
Batu apung adalah produk umum letusan bahan peledak (Plinian dan ignimbrite-
membentuk) dan umumnya membentuk zona-zona di bagian atas silicic lavas.
2.Scoria
Scoria adalah sebuah bebatuan vulkanik. Nama lama Scoria adalah cinder.
Scoria diproduksi oleh fragmentasi aliran lava. Kubah vulkanik scoria dapat
ditinggalkan setelah letusan, biasanya membentuk gunung dengan kawah di
puncaknya. Contohnya Gunung Wellington, Auckland di Selandia Baru yang
seperti gunung Three Kings di selatan kota yang sama.
Gambar 2. Scoria
3.TUFF
Tuff (dari bahasa Italia "tufo") adalah jenis batu yang terdiri dari
konsolidasi abu vulkanik yang dikeluarkan dari lubang ventilasi selama letusan
gunung berapi. Tuff kadang-kadang disebut tufa, terutama bila digunakan sebagai
bahan bangunan, meskipun tufa juga mengacu pada batu yang sangat berbeda.
Gambar 3. Tuff
Batu Tuff yang memiliki kenampakan warna yaitu putih terang, struktur
batuannya berlapis, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral
penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah fragmental
dengan ukuran batuannya ialah ash / abu (d < 2 mm). Sedangkan bentuk dari tuff
ialah fragmental. Petrogenesa dari batuan terbentuk dari hasil letusan gunung api
dan kemudian diendapkan.
Produk dari letusan gunung berapi adalah gas vulkanik, lava, uap, dan
tephra. Magma meledak ketika berinteraksi hebat dengan gas vulkanik dan uap.
Bahan padat diproduksi dan dilemparkan ke udara oleh letusan gunung berapi
seperti disebut tephra, terlepas dari komposisi atau ukuran fragmen. Jika
potongan-potongan yang dihasilkan letusan cukup kecil, materi ini disebut abu
vulkanik, yang didefinisikan sebagai partikel-partikel seperti kurang dari 2 mm
dengan diameter, berukuran pasir atau lebih kecil.
4. Lapili Stone
Lapili stone (Lapili) yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam, struktur
batuannya massive, dan derajat kristalisasinya hipokristalin dimana komposisi
mineral penyusunnya mayoritas adalah glass dan kristal, tekstur pada lapili stone
ialah fragmental dengan ukuran batuannya ialah lapili (2-64 mm). Sedangkan
bentuk dari lapili stone ialah fragmental. Petrogenesa dari lapili stone ini ialah
terbentuk didalam permukaan, tetapi mineral ada yang belum membentuk kristal
yang utuh. Lapili stone memilki komposisi mineral dalam batuannya, mineralnya
ialah plagioklas dan hornblende (amphibol).
Sebuah partikel piroklastik lebih besar dari lapili dikenal sebagai bom
vulkanik ketika cair, atau blok vulkanik ketika padat, sementara partikel yang
lebih kecil daripada lapili disebut sebagai abu vulkanik. Lapili dapat masih belum
benar-benar membeku ketika mendarat, sehingga tidak memiliki bentuk khusus
(Unconsolidated)
Gambar 4. Lapili
5.Obsidian
Obsidian yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam mengkilat, struktur
batuannya massive, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral
penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah glassy dengan
ukuran batuannya ialah Bomb (d= 2 - 64 mm). Petrogenesa dari batuan terbentuk
secara rapidly sehingga tidak sempat membuntuk kristal.
Obsidian adalah batu beku extrusive terbentuk ketika lava felsic meletus dari
sebuah gunung berapi dan mendinginkan terlalu cepat untuk memungkinkan
kristal untuk membentuk, mengakibatkan kaca. Obsidian berkisar dalam warna
dari hijau menjadi jelas paling sering hitam. Obsidian biasanya 70% atau lebih
SiO2 dan komposisinya mirip granit atau rhyolite. Obsidian mineral terdiri dari
SiO2 relatif murni (sama seperti kuarsa), tapi tentu saja adalah non-kristalin kaca.
Obsidian adalah kaca vulkanik yang terjadi secara alami terbentuk sebagai
sebuah batu beku ekstrusif. Hal ini dihasilkan ketika ekstrusi felsic lava dari
gunung berapi mendingin tanpa pembentukan kristal. Obsidian umumnya
ditemukan di dalam batas-batas aliran lava. Rhyolitic dikenal sebagai obsidian
mengalir, di mana komposisi kimia (kandungan silika tinggi) menginduksi
viskositas tinggi dan derajat polimerisasi lava. Atom yang inhibisi difusi melalui
ini sangat kental dan polimerisasi lava menjelaskan kurangnya pertumbuhan
kristal. Karena kurangnya struktur kristal, tepi bilah obsidian bisa mencapai
hampir molekul kurus, yang menyebabkan kuno digunakan sebagai proyektil
poin, dan modern yang digunakan sebagai pisau bedah pisau bedah.
Gambar 5. Obsidian
Obsidian adalah mineral, tetapi tidak mineral sejati karena sebagai kaca tidak
kristalin; di samping itu, komposisi terlalu rumit untuk membentuk satu mineral.
Kadang-kadang diklasifikasikan sebagai mineraloid. Meskipun obsidian berwarna
gelap mirip dengan batu mafic seperti basalt, obsidian komposisi sangat asam.
Obsidian terdiri dari SiO2 (silikon dioksida), biasanya 70% atau lebih. Batu
kristal dengan komposisi obsidian termasuk granit dan rhyolite. Obsidian
memiliki kadar air rendah ketika segar, biasanya kurang dari 1% air berdasarkan
berat, tetapi menjadi semakin kering saat terkena air bawah tanah, membentuk
perlite.
Obsidian biasanya gelap dalam penampilan, meskipun warna bervariasi
tergantung pada kehadiran pengotor. Besi dan magnesium biasanya memberikan
obsidian hijau tua menjadi cokelat ke warna hitam. Sangat sedikit sampel hampir
tidak berwarna. Dalam beberapa batu, dimasukkannya kecil, putih, kristal
berkumpul radial kristobalit di kaca hitam menghasilkan jerawat atau pola
kepingan salju (kepingan salju obsidian). Pola-pola tersebut mungkin juga
mengandung gelembung gas yang tersisa dari aliran lava, sejajar sepanjang
lapisan diciptakan sebagai batuan cair mengalir sebelum didinginkan. Gelembung
ini dapat menghasilkan efek yang menarik seperti emas kemilau (kilau obsidian)
atakilau pelangi (rainbow obsidian).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://tambangunp.blogspot.co.id/2013/07/batuan-piroklastik.html (09-APRIL-2016
PUKUL 15.30)
https://elangnaga.wordpress.com/2014/01/26/petrografi-batuan-beku-fragmental-
piroklastik/(12 APRIL 2016 PUKUL 16.00)
http://arriqofauqi.blogspot.co.id/2014/10/macam-macam-batuan-piroklastik.html((09-
APRIL-2016 PUKUL 16.30)