Anda di halaman 1dari 4

PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA PASCA ERA REFORMASI

Lahirnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaiki tatanan perikehidupan


bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu
menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan
itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mendahuluinya, terutama ketidakadilan
dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum.

Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata
tidak konsisten dan konsekuen dalam mewujudkan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya
tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan
Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-
ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan,
Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.
Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab
umum lahirnya gerakan reformasi dengan tuntutan-tuntutan sebagai berikut :
1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
2. Laksanakan Amandemen UUD1945,
3. Penghapusan Dwi fungsi ABRI,
4. Pelaksanaan Otonomi daerah seluas-luasnya,
5. Tegakkan Supermasi Hukum,
6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.

Pasca masa reformasi, kehidupan politik Indonesia berjalan mengarah kepada hal yang
lebih baik jika dibandingkan dengan masa Orde Baru. Hal ini dapat dilihat dari adanya sistem
kepartaian yang baru. Sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptable apabila sistem
tersebut mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan nasional baru yang muncul
sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting
bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang
diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas.


Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan
segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan
partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang
kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna
mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
Pada tahun 1999 diadakan pemilu yang diikuti oleh berbagai macam partai. Partai
politik yang mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman berjumlah 141. Namun setelah
diseleksi, tidak semuanya dapat mengikuti pemilihan umum 1999. Partai politik yang
memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilihan umum hanya 48 partai saja.
Hasil pemilihan umum 1999 yang tertera pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa
tidak ada partai yang secara tunggal mendominasi pemerintahan. Selain itu, juga tidak ada
partai yang memegang posisi mayoritas mutlak yang dapat mengendalikan pemerintahan.

Tabel 1
Perolehan Suara dan Kursi Enam Besar dalam Pemilihan Umum 1999

Nama Partai Perolehan Persentase Perolehan Persentase


Suara Kursi
PDIP 35.689.073 33,74 153 33,11
Golkar 23.741.749 22,44 120 25,97
PPP 11.329.905 10,71 58 12,55
PKB 13.336.982 12,61 51 11,03
PAN 7.528.956 7,12 34 7,35
PBB 2.049.708 1,93 13 2,81
Sumber: Komisi Pemilihan Umum RI

Setelah pemilihan umum 1999 dan menjelang pemilihan umum tahun 2004 banyak
bermunculan partai-partai politik baru. Pada awal 2003, partai politik yang terdaftar di
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia bertambah lagi, hingga berjumlah 237 partai.
Oleh karena itu, pada pemilihan umum 2004 ada dua tahap seleksi yang harus dilalui untuk
dapat menjadi peserta pemilihan umum 2004. Pertama, seleksi yang dilakukan oleh
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kedua, seleksi yang dilakukan oleh Komisi
Pemilihan Umum. Partai politik yang tidak lolos pada seleksi tahap pertama tidak
diperbolehkan untuk mengikuti seleksi tahap kedua. Dari jumlah tersebut yang dapat mengikuti
seleksi di KPU hanya 50 partai, sedangkan yang lolos tahap kedua sehingga dapat mengikuti
pemilihan umum 2004 hanya 24 partai.

Dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2009, partai ini memeroleh suara sekitar
1,8 juta yang serata dengan 1,7% yang berarti tidak mampu meraih perolehan suara melebihi
parliamentary threshold 2,5% sehingga berakibat pada tidak memiliki wakil seorang pun di
DPR RI , meski di beberapa daerah pemilihan beberapa calon anggota DPR RI yang diajukan
memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Anggota DPR RI. Pada pemilu legislatif 2014,
partai ini diloloskan KPU sebagai peserta pemilu 2014 dan mendapat nomor urut 14. PBB
meraih suara sebesar 1 sampai 2 persen yang dianggap tidak lolos bersama PKPI. Namun,
partai yang memperjuangkan syari'at Islam masuk dalam sistem hukum di Indonesia sebagai
icon perjuangannya ini, masih memiliki sekitar 400 Anggota DPRD baik di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Partai politik yang memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilihan umum tahun
1999 hanya 48 partai saja. Hasilnya tidak ada partai yang secara tunggal mendominasi dan
memegang posisi mayoritas mutlak yang dapat mengendalikan pemerintahan. Partai politik
yang lolos seleksi untuk menjaadi peserta pemilu 2004 hanya 24 partai. Pada pemilihan umum
ini, terdapat 7 partai yang memenuhi electoral threshold. Partai-partai tersebut adalah Golkar,
PAN, PDIP, PPP, PBB .

Pasca Tumbangnya Orde Baru


Indonesia, setelah 32 tahun berkuasa regim non-demokratis Orde Baru, akhirnya
merelakan meletakkan tahtanya melalui sebuah sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dengan tergulingnya Orde Baru, Indonesia menapaki tahapan transisi menuju demokrasi,
transisi ungkap Gunther: begins with the breakdown of the former authoritarian regime and
ends with establishment of a relatively stable of political institution within a democratic
regime.
Pasca tumbangnya Orde Baru, terdapat dua metoda yang bisa ditempuh untuk menata
ulang kembali tata politik, yakni; suatu reformasi radikal terhadap institusi politik warisan Orde
Baru termasuk penggusuran besar-besaran para penjaga lembaga tersebut dalam bentuk
pemecatan, penggantian dan sebagainya, dikarenakan persoalan yang dihadapi ialah korupsi,
kolusi, nepotisme, sehingga konsekuensi paling logis ialah pembersihan institusi politik,
dengan kata lain metoda ini membawa gerakan reformasi lebih dekat kepada republikanisme.
Hal kedua yang dapat dilakukan ialah: lebih merupakan konsep demokratik klasik, dengan
tekanan utama diberikan pada persamaan, partisipasi rakyat dalam proses politik, dan
memberikan focus pada ide kebebasan dan kebersamaan. Tentunya pilihan pertama tidak
dilakukan dengan sungguh-sungguh, karena seluruh perhatian diarahkan pada pilihan kedua.
Capaian penting pasca tumbangnya regim authoritarian Orde Baru. Pertama,
penyelenggaraan Pemilihan umum sebagai wujud partisipasi rakyat, jika pada pemilu-pemilu
Orde Baru dilakukan hanya untuk melegitimasi kekuasanya dengan mekanisme memobilisasi
massa rakyat. Kedua, reformasi struktur dan fungsi-fungsi politik yang melekat pada struktur
tersebut. Ketiga, reformasi system kepartaian, yang mana pada masa Orde Baru partai politik
tidak memberikan ruang untuk berkembang dan melaksanakan fungsi-fungsinya secara
maksimal dalam system politik demokrasi penyerderhanaan partai politik hingga menjadi dua
partai saja Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Perjuangan, dan proses de-
ideologisasi di perparah dengan kebijakan floating mass. Dan Keempat, reformasi
penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pasca Pemilu 1999


Dari hasil perhitungan pemilu, ada pola yang menarik, Pemilu kali ini dimenangkan
oleh berbagai partai terbuka, Empat dari lima partai teratas adalah partai yang menjadikan
Pancasila sebagai azasnya(PDI-Perjuangan, PKB, PAN dan Golkar), Diantara lima partai
teratas, hanya PPP yang menjadikan islam sebagai azasnya, Sementara partai lain yang
berazaskan islam berada dalam peringkat yang lebih rendah.
Ini menjadi fenomena yang menarik, Mengapa yang menduduki peringkat teratas
adalah partai terbuka, bukan partai yang berazaskan islam? Bukankah mayoritas
pemilih(sekitar 90%) adalah beragama islam? Mengapa mayoritas muslim ini tidak memilih
partai yang berazaskan islam? Padahal ada belasan partai yang berazaskan islam? Mengapa
partai yang berazaskan islam itu malah menduduki peringkat yang lebih rendah.
Padahal seminggu sebelum hari pencoblosan, gerakan anti partai yang banyak calon
legislatif non muslimnya sudah gencar dilakukan, Tidak kurang dari ulama kondang menjadi
juru bicara dan bintang iklan untuk seruan itu, Berbagai partai yang berazaskan islam sudah
pula merapatkan barisan, untuk menggabungkan sisa suara, dan melabel kelompok lain sebagai
nasionalis sekuler.
Masyarakat luas sudah memilih, Suka atau tidak, hasil pemilu itu adalah gambaran
keinginan politik masyarakat Indonesia, Ada empat penyebab, mengapa yang menang pemilu
kali ini adalah berbagai partai terbuka, Sementara partai yang berazaskan islam tidak dipilih
oleh mayoritas penganut islam itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA :

Kacung Marijan, Sistem Politik Indoensia : Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru,


PenerbitKencana, Cet Ke-3 2012, hal 334-335
Daniel Dhakidae, Partai-partai Politik, Demokrasi, dan Oligarki, dalam Tim Litbang
Kompas, Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program, Kompas, 2004, hal 5
Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Penerbit MedPress, cet ke-2 2008,
hal55-61
Opcit. Kacung Marijan, 2012, hal 57-59
Sigit Pamungkas, Partai Politik : Teori dan Praktik di Indonesia, Institute for Democracy
and
Welfarism, Yogyakarta, 2011, hal 182
Denny J.A Jatuhnya, Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia, LKIS Yogyakarta 2006 hal
46-49

Anda mungkin juga menyukai