Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH POLITIK PEMERINTAHAN TIMUR

PENGARUH FILSAFAT SHINTOISME TERHADAP NEGARA

OLEH :

ANGGAL DEITRY NATALIA SITOHANG

DESBIN RAJA IRSANTO SIALLAGAN (1501113385)


ERNAWATI BATUBARA
MONITA MAULIDA PURBA

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

2017/2018
KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan berkat
dan kasih-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pengaruh
Filsafat Shintoisme Terhadap Negara. Penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat menjadi
bahan tambahan dalam bacaan mengenai isu isu kontemporer dan pemikiran-pemikiran
politik timur dan juga sekaligus sebagai salah satu tugas untuk memenuhi tugas UAS mata
kuliah Politik Pemerintahan Timur.

Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, terutama kepada penulis sendiri dan dapat menambah wawasan kita mengenai
pemikiran-pemikiran politik dari Timur. Makalah ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kami
penerimaan dari pembaca atas karya ini dan apabila berkesempatan untuk memberikan saran
serta kritikan selanjutnya untuk dapat terus memperbaiki karya karya selanjutnya. Terima
kasih.

Pekanbaru, 14 Maret 2017.

Penulis

i|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................... ii

BAB I

A. Latar Belakang .......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 2
D. Kerangka Teori .......................................................................... 2

BAB II

A. Shintoisme Sebagai Pemikiran & Agama.................................................. 3


B. Pengaruh Shintoisme Terhadap Negara .................................................. 7
C. Pengaruh Shintoisme Terhadap Ekonomi.................................................. 9
D. Shingaku .................................................. 14

BAB II

A. Kesimpulan ...................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 19

ii | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di era globalisasi ini, dimana panggung internasional dan politik internasional


berjammuran,pemikiran-pemikiran terkait politik dan juga ideologi semakin berkembang.
Sudah sejak dahulu pemikiran pemikiran politik berkembang diseluruh dunia. Dimulai dari
zaman kerajaan, negara kota dan negara bangsa dan juga sampai saat ini, pemikiran baru
selalu saja muncul. Semakin banyak pemikiran baru, semakin banyak pula varietasnya.
Namun itu tidak berarti setiap pemikiran tersebut berbeda. Dapat dikatakan pemikiran yang
baru hanyalah barang lama yang muncul kembali dalam bentuk yang lebih baru.

Pemikiran-pemikiran politik saat ini berkembang pesat dibagian barat bumi, seperti
Eropa dan juga Amerika. Banyak sekali pemikiran baru yang bermunculan. Pemikiran politik
yang teranyar adalah Liberalisme dan juga Demokrasi beserta embel-embelnya. Pemikiran
yang berhasil mengalahkan Komunisme ini berkembang dari Barat dan mulai menyebar
keseluruh dunia, menjadi pemikiran yang paling dianut saat ini. Namun hal itu tidak
mencegah terlahirnya pemikiran baru dari bagian bumi lainnya,misalnya saja dari belahan
bumi Timur, seperti Asia.

Di Asia banyak pemikiran pemikiran baru yang dilahirkan tokoh tokoh di Asia.
Sebut saja Soekarno, Gandhi, Jose Rizal, Confusius, Kanone dan Martin. Tokoh tokoh
tersebut melahirkan pemikiran politik baru terkait hubungan internasional, ekonomi maupun
politik, walau pemikiran tersebut tidak jauh berbeda dengan pemikiran barat. Namun
disamping pemikiran politik ini terdapat pula pemikiran politik yang lahir akibat pengaruh
agama atau kepercayaan. Salah satu kepercayaan yang paling berpengaruh adalah Agama
Shinto yang mengakar dan sudah sangat terkenal di Jepang. Bahkan pengaruh dari Shinto
sendiri sudah sangat mengakar dalam budaya, politik maupun ekonomi dari rakyat Jepang.

Shinto itu sendiri merupakan identitas asli orang Jepang, dimana shinto merupakan
kepercayaan religius masyarakat Jepang sudah sejak sangat lama, bahkan tertua. Akan tetapi,
bukanlah merupakan perkara yang mudah untuk mendefiniskan Shinto sebagai agama,
dikarenakan karakteristiknya yang berbeda dengan agama kebanyakan. Shinto merupakan

1|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


gabungan dari dua ideogram Jepang, yaitu kami alias Dewa dan the way, sehingga
diartikan sebagai The Way of God alias jalan Dewa dan oleh sebab itu banyak yang
mempertanyakan apakah Shinto merupakan sebuah agama.1 Menurut tokoh agama Shinto,
Motohisa Yamakage, Shinto merupakan dasar dari mentalitas masyarakat Jepang, baik itu
dari sisi nilai dan budaya. Bagi masyarakat Jepang, Shinto Feelings dan Japanese
Feelings merupakan dua hal yang nyaris tidak bisa dibedakan dan dipisahkan, dikarenakan
dalam kehidupan sehari-hari rakyat Jepang, banyak sekali dipengaruhi oleh nilai-nilai
kepercayaan Shinto. Yamakage juga menyatakan bahwa Shinto diklasifikasikan sebagai non-
agama bagi para akademisi Jepang dan juga para intelektual asing. Tetapi bagi Yamakage,
Shinto memiliki karakteristik yang ambigu, yakni simpati dan pengalaman silent2. Bagi
sebagian orang juga, Shinto hanyalah norma dan kebiasaan kuno orang Jepang. Hal ini
mungkin ada benarnya dalam beberapa contoh, seperti kehormatan kepada leluhur,
menghargai dan bersyukur kepada alam dan beberapa kebiasaan lainnya yang
menghubungkan antara Shinto dan budaya Jepang.

Kepercayaan Shintoisme inilah yang sudah banyak memengaruhi kehidupan


bernegara, berpolitik dan ekonomi dari Jepang. Dan pengaruh pengaruh tersebutlah yang
akan dibahas didalam karya ilmiah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Pengaruh dari agama Shinto, yang lebih dikenal dengan Shintoisme, dalam
kehidupan bernegara, berpolitik dan juga ekonomi dari masyarakat Jepang memiliki dasar
dari kehidupan tradisional Jepang serta pemikiran-pemikiran dari kitab Shinto. Karya ilmiah
ini ditulis untukmemaparkan pengaruh dari Shintoisme terhadap pemikiran politik diJepang
dengan Rumusan Masalah : Apa dan Bagaimana Pengaruh Shintoisme terhadap
Negara, ekonomi dan pemikiran politik diJepang?

C. TUJUAN PENULISAN

Karya ilmiah ini ditulis untuk mengetahui bagaimana pengaruh Shintoisme terhadap
kehidupan negara, ekonomi serta pemikiran politik yang terkhusus pemikiran Shingaku yang
ada diJepang.

1
Ritgero, 2008, Shintos Spritiual Value to the Ancient and Modern Japanese, Iceland: Sigillum Uniersitatis
Islandiae.
2
Ibid.

2|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


BAB II

PEMBAHASAN

A. SHINTOISME SEBAGAI PEMIKIRAN & AGAMA

Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara


faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shintoisme
dipandang oleh bangsa Jepang sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang
telah berabad-abad hidup di Jepang, bahkan faham ini timbul daripada mitos-mitos yang
berhubungan dengan terjadinya negara Jepang. Latar belakang historis timbulnya Shintoisme
adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang asal-usul timbulnya negara dan
bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya faham ini adalah budidaya manusia
dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi kepercayaan animisme, maka
faham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah.

Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad keenam
masehi yang dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang. Selama berabad-
abad antara agama Shinto dan agama Buddha telah terjadi percampuran yang sedemikian
rupa (bahkan boleh dikatakan agama Shinto berada di bawah pengaruh kekuasaan agama
Buddha) sehingga agama Shinto senantiasa disibukkan oleh usaha-usaha untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya sendiri.
Pada perkembangan selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan
kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhienya mengakibatkan munculnya
persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta
agama Buddha, maka untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para
pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan
mereka. Akibatnya agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya.
Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama
Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patang dewa yang semula tidak
dikenal dalam agama Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci
agama Shinto lambat laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-
warni yang mencolok.
Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal seperti anggapan
bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan
3|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara
Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan
Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam Budhisme Mahayana), hal im
berlangsung sampai abad ketujuh belas masehi.
Setelah abad ketujuh belas timbul lagi gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran
Shinto murni di bawah pelopor Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain
dengan tujuan bangsa Jepang ingin membedakan Badsudo (jalannya Buddha) dengan
Kami (roh-roh yang dianggap dewa oleh bangsa Jepang) untuk mempertahankan
kelangsungan kepercayaannya.
Pada abad kesembilan belas tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan
menjadi agama negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta
pemeluknya. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang
mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat
kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.
Sangat menarik tentu saja karena di saat kebanyakan masyarakat modern dan
"beradab" mulai meninggalkan kepercayaan kuno semacam Animisme, masyarakat Jepang
justru tetap setia mempertahankan dan melestarikannya. Ditengah gencarnya serbuan agama
baru yang salah satunya menawarkan monotheisme sebagai salah satu isu utamanya
sepertinya kurang begitu menarik minat kebanyakan orang Jepang.. Mengapa Shinto masih
tetap eksis di Jepang, beberapa alasan yang bisa saya kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Menerima ajaran baru tanpa harus membuang kepercayaan lama
Konsep monotheisma salah satu contohnya sepertinya dewasa ini sudah diterima
secara luas oleh kebanyakan orang Jepang. Namun cara pererimaan konsep baru ini tergolong
unik, yaitu bukan dengan cara membuang kepercayaan lama namun cukup hanya
"memperbaiki dan merevisi" konsep polyteisme saja. Mereka sudah mengenal konsep Kami
yang artinya Tuhan.
Karena ajaran Shinto yang tidak "mengenal ajaran", buku kitab suci dan juga nabi
atau pemimpin agama, membuat mereka mudah beradaptasi mengikuti perkembangan
terbaru, termasuk dengan "seenaknya" mengganti polyteisme menjadi konsep monotheisme.
Sebutan Tuhan Pohon, Tuhan Bunga ataupun Tuhan Batu sekarang ini hanya tinggal sejarah
saja yang sudah lama ditinggalkan. Jadi pada masa sekarang ini beberapa misi penyebaran
agama baru yang masih mengandalkan monotheisme sebaga isu utama sepertinya hampir
tidak berguna sama sekali dan menurut saya metode ini hanya cocok di diterapkan pada masa
lalu. Dalam masyarakat modern sepertinya Jepang, sepertinya tidak ada orang yang masih
menganggap matahari sebagai Tuhan.

4|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


Mirip dengan transkrip Hindu kuno yang menyebutkan "Hanya ada satu Tuhan tapi
orang bijaksana menyebutkannya dengan banyak nama". Sepertinya konsep ini dimiliki juga
oleh Shinto. Dewasa ini Kata "Kamisama" seakan sudah menjadi sebutan baku untuk kata
Tuhan dan sepertinya untuk agama baru semacam agama Kristenpun harus "mengalah"
dengan memakai terjemahan yang sama untuk menunjuk kata Tuhan. Shinto saat ini
kebanyakan disebut sebagai No Religion, yaitu suatu konsep baru yaitu "bermoral dan
beretika tanpa harus beragama atau Percaya pada Tuhan tanpa harus beragama"
2. Shinto dianggap menjunjung tinggi kebebasan
Kebebasan yang dimaksud disini adalah dalam arti luas khususnya dalam hal agama
dan kepercayaan. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya bahwa tidak ada keharusan bagi
seorang pemeluk Shinto untuk mendatangi kuil dan juga tidak ada keharusan untuk berdoa
atau sembahyang di dalamnya dan dilain pihak mereka juga bisa bebas memasuki atau
bahkan berdoa di tempat agama lain tanpa hambatan karena Shinto sendiri tidak memiliki
ajaran untuk mengharuskan ataupun melarang hal itu. Hal ini sering dianggap sebagai salah
satu kelebihan yang tidak dimiliki oleh ajaran agama baru.
Orang Jepang sama sekali tidak membutuhkan agama dan sepertinya Shinto sangat
sesuai dengan keinginan mereka karena dari awal Shinto itu sendiri bukanlah agama dan kuil
itu sendiri sering dianggap sebagai simbul kebebasan yaitu bebas dari simbul, doktrin dan
dogma agama.

3. Menjunjung tinggi toleransi


Ketaatan yang tinggi terhadap suatu agama atau kepercayaan bisa melahirkan
kefanatikan. Kefanatikan dalam satu sisi bisa bermakna positif namun bisa juga sebaliknya.
Karena agama di Jepang dianggap tidak lebih dari kebiasan, tradisi atau budaya semata maka
sifat fanatik yang berlebihan terhadap agama tertentu khususnya Shinto nyaris tidak ada.
Agama apapun bisa berkembang dengan bebas dan damai di negara tersebut tidak terkecuali.
Pluralisme agama sepertinya nyaris diterima tanpa ada hambatan berarti. Banguan
kuil Buddha dan Shinto yang berdekatan lokasi satu sama lain mungkin bisa dijadikan
sebagai salah satu contoh kecil. Contoh mudah adalah komplek kuil Nikko di Jepang utara
serta Kuil Kiyumizu dera di Kyoto, Jepang bagian tengah. Di tempat ini kita bisa menemukan
kedua kuil ini berdiri dalam areal yang sama. Kompek kuil tersebut sangat terkenal karena
termasuk warisan dunia (World Heritage Site). Namun tentu saja bukan karena faktor
toleransi agama, tempat ini dijadiakan warisan dunia namun karena keindahannya. Keindahan

5|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


ditambah toleransi, sepertinya merupakan paduan yang lengkap. Contoh lain sepertinya
terlalu panjang untuk disebutkan disini.
4. Kepercayaan lama dirasa lebih memahami permasalahan mereka sehari hari
Selain "kebebasannya", agama ini juga diterima secara luas karena dirasa lebih dekat
atau lebih "memahami" permasalahan mereka sehari hari. Misalnya berbagai festival atau
upacara budaya yang ada seperti festival tanam padi, pergantian musim, meresmikan rumah
baru atau bahkan ritual peluncuran produk baru untuk kasus yang lebih modern. Bahkan saat
pertandingan piala dunia, sejumlah anak datang ke kuil dan meminta pendeta untuk
mendoakan atau memberkati tim nasional mereka. Hal ini umum terjadi dalam tradisi Shinto.
Kemudian konsep "Omamori" atau jimat keberuntungan, jimat lulus ujian, mendapat
pekerjaan, usaha lancar dll dirasa lebih dekat dengan kehidupan riil yang tentu saja dilarang
dan diharmkan oleh agama baru. Kehiduapan mereka sehari hari tampaknya sudah sangat
ketat dengan batasan norma dan aturan sehingga sulit rasanya kalau harus ditambah dengan
aturan baru dalam hal kepercayaan dan agama.

6|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


B. PENGARUH SHINTOISME TERHADAP NEGARA

Menurut John K. Nelson, Shinto sudah melekat di hati masyarakat Jepang sejak saat
keberadaan politik dinyatakan di Jepang, atau Nihon, yaitu Tanah Sumber Matahari3. Jikalau
Shintoisme sudah melekat sejak lama di hati masyarakat Jepang, sudah barang tentu semua
yang dilakukan oleh Jepang sangat dipengaruhi oleh Shintoisme. Dengan demikian, budaya
yang sudah melekat di seluruh penjuru Jepang tersebut juga pasti akan mempengaruhi cara
setiap individu dalam hal memerintah, dan tentu mempengaruhi bagaimana negara Jepang
mengambil setiap kebijakan yang ada.

Menteri pendidikan Jepang menyatakan bahwa dalam pendidikan Jepang, setiap


pelajar akan diajarkan pendidikan moral dan patriotisme dan penghormatan kepada simbol
nasional Jepang. Buku-buku pendidikan juga merefleksikan mengenai pandangan
pemerintah terhadap isu nasional, seperti permasalahan teritorial Jepang dengan tetangganya
seperti Tiongkok, Rusia dan Korea Selatan. Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe ingin
merevisi Piagam Dasar Jepang: Konstitusi 1946, Undang-Undang Pendidikan dan Traktat
Keamanan dengan Ameerika Serikat. Pemerintahan Jepang juga ingin memperbaharui
kembali Tempat Suci Yasukuni, yang mengabadikan banyak kematian rakyat Jepang,
termasuk pemimpin yang menyebabkan kehancuran antara 1933 and 1945. Pemerintah
Jepang ingin mengembalikan kembali apa yang sudah pernah dihancurkan oleh Amerika
Serikat. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengembalikan kejayaan masa lampau. Dan dari
sini bisa kita lihat, bahwa budaya menghormati leluhur dari Shinto juga cukup mempengaruhi
kebijakan pemerintahan Jepang.

Asosiasi Tempat Suci Shinto, yang mewakili sekitar 80.000 tempat suci,
diklasifikasikan sebagai organisasi religius Jepang. Mereka diklasifikasikan sebagai para pe-
lobi politik Jepang yang berpengaruh. Para elit politik Jepang seperti Shinzo Abe dan menteri
pendidikan Hakubun Shimomura, merupakan anggota dari organsiasi asosiasi ini, Shinto Seiji
Renmei (atau lebih dikenal dengan Shinto Association of Spiritual Leadership). Bagian dari
organisasi ini, Shinto Political Alliance Diet Members Association memiliki 240 pembuat
kebijakan, termasuk 16 dari 19 anggota kabinet. Abe adalah sekertaris jenderal dari asosiasi
ini..

3
John. K. Nelson, 1996, A Year in the Life of a Shinto Shrine, Seattle: Washington UP.

7|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


Seiji Renmei memiliki misi untuk memperluas nilai-nilai spiritual Jepang. dalam
menjalankan misinya ini, mereka merevisi konstitusi Jepang dan memberikan pendidikan
moral dan patriotisme dan secara konsisten, mempertahankan nilai-nilai konservatif yang
sering bertentangan dengan kapitalisme internasional Shinzo Abe. Asosiasi ini menentang
perdagangan bebas beras dan penjualan properti strategis seperti hutan atau danau kepada
non-Jepang, karena tidak sesuai dengan prinsip Shintoisme yang mengagungkan alam.

Sejak terbentuk pada 1969, Shinto Seiji Renmei memenangkan beberapa perdebatan
politik dan arsitektur sosial. Pada tahun 1979, asosiasi ini suksses melobi pemerintah untuk
mengembalikan nama-nama di Jepang seperti era imperial. Pada 2007, mereka mendapatkan
hari libur nasional, yaitu 29 April untuk memperingati masa pada masa monarki, Hirohito,
yaitu hari dimana rakyat Jepang bisa memperingati pengorbanan dari masa Showa Emperor4.
Setelah beberapa dekade, Tokyo juga menghimbau agar para guru mengajarkan para
muridnya untuk menyanyikan lagu kebangsaan Kimigayo dan ini juga merupakan bagian
dari pengajaran Shinto. Pada April 2013, 168 anggota Diet mendatangi tempat suci Yasukuni
untuk festival musim semi, dan ini merupakan jumlah terbanyak dari anggota diet sejak
mereka mulai didirikan. Yutaka Yuzawa, kepala Shinto Seiji Renmei menyatakan bahwa,
sudah banyak politisi Jepang sekarang yang mengerti betapa pentingnya pandangan
Shinto.5

4
Back to the Future: Shintos Growing Influence in Politics, www.japantimes.co.jp
5
Ibid

8|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


C. PENGARUH SHINTOISME TERHADAP EKONOMI

Secara garis besar, perekonomian Jepang sangat ditentukan oleh kristalisasi


aliran kepercayaan sinkretisme Budhaisme, Counfuisme, dan Shintoisme. Alam
pemikiran orang Jepang sangat dipengaruhi oleh ketiga bersinkretisme ini sejak
beberapa abad lalu. Shintoisme sebagai ajaran asli, sedangkan Confuisme dan
Budhaisme diadopsi dari Cina dan Korea. Akan tetapi, Shinto memiliki kontribusi
khusus yang sering disebut dengan sense of vitalism dalam etos kerja dan perilaku
ekonomi Jepang. Shinto dengan tegas menegaskan keunggulan, bangsawan, kecantikan,
dan keajaiban kehidupan. 6

Dalam mitos Shinto, dunia dan manusia, tidak diciptakan, tetapi dihasilkan
oleh para dewa. Konsep-konsep kehidupan dan kelahiran, penyelesaian, kombinasi
berpusat pada pemikiran Shinto. Bentuk-bentuk pengembangan evolusioner kreativitas
orang Jepang berdasarkan pada work-view Shinto. Di masa lalu pemikiran orang
Jepang bahwa generasi dari setiap makhluk hidup, terciptanya benda-benda, perlakuan,
pengaturan, penciptaan, penambahan, penginovasian, dan proses memperkaya berada
dalam posisi yang tertanam dan mendalam. Shintoisme sudah sangat melekat di dalam
hati masyarakat dan pada dasarnya merupakan perbuatan-perbuatan baik yang telah
melalui transformasi dan perluasan hingga menjadi bagian yang mengisi hukum
fundamental secara universal.

1. Etos Kerja

Bekerja bagi orang Jepang bukanlah sebuah kesalahan tetapi sebuah aspek dari
musubi, produksi, generasi, dan kombinasi. Shintoisme menyediakan inspirasi untuk
karakteristik orang Jepang. Orang-orang barat sering menyebutnya sebagai
workaholism, tetapi orang Jepang sendiri menganggap bahwa bekerja setiap detiknya
merupakan aspek nyata dalam kehidupan.Orang Jepang berusaha bekerja untuk
menciptakan inovasi, berkreasi, menghasilkan temuan baru sebagaimana yang telah
dilakukan oleh para dewa yang terdapat dalam ajaran Shintoisme dalam menciptakan
dunia. Pemikiran ini lah membuat perekonomian Jepang dapat meningkat tajam.
Bahkan peristiwa Hiroshima dan Nagasaki tidak membuat negara ini menjadi terpuruk,

6
Joseph Pittau, Ethical Values and The Japanese Economy, Political Academy of Social Sciences, Acta
5, Vatican City,1999.

9|Pengaruh Filsafat Shintoisme Terhadap Negara


melainkan dapat bangkit menjadi negara yang memiliki perekonomian berpengaruh di
dunia. Bahkan menurut Oded Shenkar dalam bukunya The Chinese Century dikatakan
bahwa dalam hal militer AS dapat dikatakan sebagai negara pemenang, akan tetapi
kalah secara ekonomi.

Jepang sangat terkenal dengan kemajuan otomotifnya. Pada tahun, 1950-an,


Jepang menetapkan sektor otomotif sebagai strategi industri. 7 Kemudian di tahun 1970-
an, inovasi dalam hal menciptakan mobil yang ekonomis memberi keuntungan yang
besar bagi Jepang sendiri. Hal ini disebabkan, harga minyak dunia pada saat itu
mengalami kenaikan sehingga mengakibatkan masyarakat dunia, terutama AS yang
memang membutuhkannya banyak melakukan impor dari Jepang. Pada akhir tahun,
1970-an dan awal 1980-an, Jepang banyak menghasilkan produk bermutu tinggi dengan
harga yang murah, sehingga banyak menarik minat masyarakat dunia, termasuk AS.
Pengendalian mutu, produktivitas, dan manajemen sumber daya manusia yang tak luput
dari ajaran Shintoisme dan tertanam kuat di hati masyarakat ini sanga t berkontribusi
dalam perekonomian Jepang.

2. Pasar

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa Shintoisme merupakan perpaduan antara budha
dan juga konfusius. Jadi, untuk menjelaskan hubungan antara ekonomi dan shinto dapat
dipahami melalui teori negara dari Konfusius yang mempunyai pengaruh besar di Jepang.
Dasar pikiran Konfusius tentang masalah ini adalah "kemanunggalan ekonomi dan negara."
Maka pada era Tokugawa kata keizai yang dalam pemakaian modern diterjemahkan sebagai
ekonomi, dalam ungkapan Dazai Shundai berarti "memerintah kekaisaran dan membantu
rakyat."

Para pemikir Konfusian melihat adanya kaitan yang langsung antara kesejahteraan
ekonomi dan moralitas, dan inilah di atas segalanya, yang menurut mereka menentukan nilai
politik dari kehidupan ekonomi. Walaupun para pemikir Konfusian mengajarkan bahwa
moralitas harus dipegang teguh tanpa peduli kondisi ekonomi, mereka cukup realistis untuk
menyadari bahwa prinsip seperti ini tidak terlalu mudah untuk dipenuhi oleh orang
kebanyakan.

7
Oded Shenkar,2005,The Chinese Century,Jakarta:PT.Bhuana Ilmu Populer.

10 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
Inti dari kebijakan ekonomi Konfusian yang disusun untuk menjamin stabilitas
politik tercakup dalam penyataan dari Ta Hseh yang sangat sering dikutip:

Ada jalan utama (tao) untuk menghasilkan kekayaan. Hendaknya produsen lebih
banyak dan konsumen lebih sedikit. Hendaknya banyak kegiatan untuk produksi tetapi
penghematan dalam pembelanjaan. Oleh karena itu akan selalu cukuplah kekayaan yang
ada8

Inilah intisari dari kebijakan ekonomi Konfusian, yang secara rinci berarti: dorong
produksi dan kurangi konsumsi. Pengurangan konsumsi mengambil dua bentuk utama, lahir
dan batin. Bentuk batin adalah pembatasan keinginan dan bentuk lahir adalah pembatasan
pengeluaran, artinya ekonomi ugahari. Hsun Tzu menyatakan dalam kaitannya dengan yang
pertama:

...jika nafsu dibiarkan merajalela, kuasa mereka tak akan berlangsung, dan segala
sesuatunya tak akan cukup untuk memuaskan mereka.9

Mencius memberikan pernyataan yang banyak kali dikutip tentang hal ini:

Untuk memelihara hati tidak ada cara terbaik kecuali menahan nafsu. Inilah orang
yang nafsunya terkendali: dalam beberapa hal dia mungkin tidak bisa menahan hati,
tetapi itu sangat jarang terjadi. Inilah orang yang nafsunya tak terkendali: dalam
beberapa hal dia mungkin bisa menahan hati tetapi itu sangat jarang terjadi.10

Sikap hemat ditekankan baik bagi mereka yang di atas maupun di bawah. Tidak
adanya sikap ini dianggap mempunyai akibat-akibat politis yang langsung. Dalam kaitannya
dengan mereka yang di bawah, Konfusius berkata, "Sikap bermewah-mewah akan mengarah
kepada pembangkangan, dan sikap kikir kepada kehinaan. Lebih baik hina daripada
membangkang."11 Dalam kaitannya dengan penguasa, Kaibara Ekiken (1630-1714)
menyatakan dalam bukunya Kunshikun:

Jika penguasa ingin memerintah rakyatnya dengan kebajikan, dia harus


melaksanakan sikap hemat. Produktivitas tanah ada batasnya, sehingga jika penguasa
terbiasa bermewah-mewah dan boros, sumber daya yang ada dalam kekuasaannya
akan segera kering dan dia akan berada dalam kesulitan untuk mencukupi
kebutuhannya. Hal ini sangat mungkin terjadi terutama karena panen kadang-kadang

8
James Legge 1893,The Chinese Classics, Oxford, vol.1 Hal 243
9
Homer H.Dubs, 1927,Hsuntze, The Moulder of Ancient Confucianism, London:Probsthain, hlm. 65
10
James Legge 1893,The Chinese Classics, Oxford, vol. II, hlm 373
11
Ibid., vol. I, hlm. 71

11 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
bisa gagal. Jika penguasa berada dalam kesulitan keuangan, tidak mungkin baginya
untuk berlaku dermawan, untuk membantu mengatasi kesulitan mereka yang miskin.
Lebih jelek lagi, dia akan terpaksa melakukan pemerasan, karena sendirinya terdesak
hutang sehingga menjadikan negaranya berada dalam kekacauan. Pemerintah yang
baik tidak mungkin lagi ada dalam kondisi seperti itu. Semua penguasa yang bijak
selalu hemat. Sikap hemat, memang dasar kebajikan yang penting bagi penguasa.12

Dari tinjauan singkat tentang pandangan Konfusian mengenai ekonomi politik di


atas dapatlah ditangkap bahwa sebetulnya yang diutamakan adalah sistem yang imbang.
Produksi dimaksudkan agar kebutuhan tercukupi dan penghematan diterapkan agar
kecukupan itu tidak terganggu. Cara pandang ini jelas kuat pada masa Tokugawa Jepang.
Tetapi, terlihat bahwa pandangan ini juga selalu digabung dengan sudut pandang lain yang
mungkin lebih khas Jepang. Secara khusus hal ini tercermin paling jernih dalam etika
ekonomi Bushid. Sebagaimana telah dipaparkan dalam bab terdahulu sikap rajin dan hemat
adalah aspek penting dalam Bushid. Namun, pada dasarnya kedua sikap ini tidak disebabkan
karena kepedulian akan keseimbangan dan stabilitas tetapi lebih karena pengabdian tanpa
pamrih kepada pangeran atau atasan. Keduanya dilihat lebih sebagai pencapaian tujuan bukan
sebagai penggabungan sistem.

Satu hal yang membedakan pandangan ekonomi politik Jepang dari pandangan Cina
adalah penekanannya pada dinamisme satu arah dalam pencapaian tujuan dan pengorbanan
tanpa pamrih dari setiap anggota kolektivitas untuk pencapaian tujuan bersama dari pada
pencapaian harmoni ideal yang statis. Di sini perlu diperhatikan bahwa ternyata sikap rajin
dalam berproduksi dan hemat dalam pembelanjaan terdapat dalam kedua cara pandang
tersebut. Kenyataan ini merupakan alasan mengapa dua cara pandang itu saling baur. Namun,
hal ini juga disebabkan karena sering kali tuntunan-tuntunan nyata seperti yang dikutip dari
karya-karya kuno di atas telah ditafsirkan dalam konteks cara pikir etika "Jepang" yang akibat
akhirnya justru memperkuatnya. Jika hal ini benar maka penafsiran dari semua tuntunan
tersebut akan sangat berbeda bagi orang Cina.

Pikiran ekonomi politik mempunyai arti penting tidak hanya pada tataran teoritik
saja tetapi mempunyai dampak nyata dalam kebijakan ekonomi pemerintah. Tinjauan

12
Eijiro Honjo,1938,Economic Ideas in Tokugawa Days, KUER, Vol 13,hlm. 5

12 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
terhadap beberapa kebijakan ini mungkin akan membantu memperjelas pemahaman tentang
teori-teori tersebut.

Himbauan moral selalu merupakan suatu bagian penting dalam kebijakan


pemerintah dan hal ini berlaku dalam hal dorongan untuk berproduksi sebagaimana dalam
bidang-bidang lain. Nasehat untuk bekerja keras, tidak melalaikan pekerjaan, tidak
membuang-buang waktu, dan sebagainya, menjadi nada dasar peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan diperuntukkan bagi gonin-gumi atau kepada rakyat. Namun,
pemerintah sama sekali tidak membatasi dirinya dengan hanya kesibukan memberi nasehat
saja.

Kebijakan pemerintah yang mendorong ekonomi sama kuatnya dengan imbauan


moral yang diberikannya. Aturan-aturan gonin-gumi dengan keras memperingatkan orang
untuk tidak bersenang-senang, bermewah-mewah, menenggelamkan diri dalam olahraga dan
perjudian. Peraturan yang mengecam kemewahan ditempel di setiap papan pengumuman
pemerintah. Peringatan-peringatan tersebut diperkuat oleh hukum yang secara sistematik
mengontrol dan mengatur pengeluaran serta konsumsi orang sehingga bisa mencegah
tindakan bermewah-mewah. Memang banyak sekali peraturan-peraturan itu berhasil
dielakkan dengan menggunakan muslihat yang cerdik tetapi pada umumnya diterapkan secara
konsisten dan memberikan ancaman hukuman berat bagi siapa yang melanggar.

13 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
D. SHINGAKU

Shingaku merupakan sebuah gerakan yang dikemukakan oleh sesorang yang


bernama Ishda Bagian (1685-1744). Ia memberikan ceramah umumnya pertama kali pada
tahun 1729. Gerakan ini menarik banyak orang dari kelas perkotaan, ribuan dari mereka
memadati tempat-tempat ceramahnya selama lebih dari seratus tahun, walaupun pengaruhnya
juga mencapai kalangan samurai dan petani. Banyak cendekiawan Jepang menganggapnya
sebagai salah satu gerakan yang mempunyai pengaruh terbesar pada moralitas rakyat awam
pada era Tokugawa.

Dalam usahanya mencari sebuah prinsip dasar, Ishida percaya bahwa langkah
pertama dan terakhir dalam proses pembelajaran adalah untuk memahami hati manusia dan
dengan demikian mendapatkan informasi tentang sifat manusia. Menurut Ishida, kita harus
memanfaatkan kapasitas diri baik spiritual maupun mental untuk mengatasi keinginan.
Hanya ketika pikiran seseorang sedang kosong dan bebas dari hasrat manusia maka ia akan
mampu mengatasi ego dan keinginannya akan dan memungkinkan seseorang untuk
melaksanakan tugas seseorang dalam kehidupan. Selain itu ajarannya agar mengembangkan
semangat pengorbanan diri terhadap penguasa , dan berbakti kepada orang tua.

Ia menilai semua ajaran-ajaran ini sebagai "metode mengosongkan pikiran" (kokoro


wo migaku togikusa, sebagaimana dicatat dalam bukunya Tohi mondo), sehingga melihat
pikiran manusia (kokoro) sebagai aktor sentral. Dia juga mempromosikan "cara berdagang"
dan praktek sehari-hari cita-cita luhur seperti kejujuran dan berhemat. Sehingga secara tidak
langsung mengajarkan bangsa Jepang untuk jujur dalam berdagang.

Dengan berpedoman pada sejarah Shingaku pada masa akhirnya, marilah secara
ringkas lihat pikiran-pikiran yang ada pada masa yang lebih kemudian. Walaupun
perkembangan-perkembangan kecil telah terjadi pada pikiran-pikiran keagamaan, semua itu
tidak memberikan perubahan yang berarti, karena itu kita akan memusatkan diri pada ajaran-
ajaran etika. Marilah mulai dengan sejumlah nasehat konkret dari Wakizaka Gido , seorang
murid Toan, yang terkenal karena melakukan dakwah kepada para narapidana di penjara
Kyoto:

14 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
1. Hormatilah Shintoisme, Budhisme dan Konfusianisme dan pegang teguhlah sikap
tulus kepada semuanya.
2. Taati hukum, terimalah posisi sosialmu serta pegang teguhlah sikap hemat.
3. Buatlah rumah tanggamu harmonis dan pegang teguhlah perniagaan yang menjadi
panggilanmu.
4. Pegang teguhlah kesetiaan, ketaatan kepada orang tua dan kesabaran.
5. Pegang teguhlah rasa kasih sayang, kedermawanan yang dirahasiakan, perhatian
kepada badan dan kepada keluarga.
6. Bertingkahlakulah secara baik dan perhatikan pendidikan anak dan para pengikut.
7. Ketahuilah bahwa karunia terdapat dalam kerja dan hargailah kerja hari ini.(92)

Inilah penekanan kepada kesalehan dan kesetiaan, kepada sikap hemat dan rajin, dan
pada keluarga yang tidak diragukan lagi akan keluar dari seorang pengikut Ishida Baigan.
Dengan mengambil dari berbagai jenis nasehat, Miyamoto Mataji telah membuat
karakterisasi dari ajaran Shingaku pada masa yang lebih kemudian dan kita akan
menggunakan singkatan yang dibuatnya tersebut, yang disusun dalam tiga kategori: harmoni
keluarga, rasa tanggung jawab terhadap masyarakat, dan pandangan-pandangan tentang
bisnis:

I. Jangan lupa pada kata "kepatuhan kepada orang tua". Praktekkan sikap hemat dan
jagalah kesehatan, serta berhati-hatilah dalam hal makanan dan anggur, jangan
berlebihan. Sikap mementingkan diri dan tindakan serta kata-kata yang tidak masuk akal
dilarang. Bekerja keraslah untuk urusan keluarga dan jangan mengeluh tentang
kekurangan. Bersikap sabarlah dan cepatlah memperbaiki kesalahan. Punyailah hati
yang simpatik. Jangan melupakan semua yang telah dicapai para leluhur dan bersikap
baiklah kepada para dewa dan para Budha.
II. Kamu harus jujur (shojiki). Hormatilah para atasan dan kasihilah mereka yang
dibawahmu. Taatilah hukum negara. Bersikaplah halus dan hindari pertikaian dan
keributan. Jangan mengingkari janji. Jangan melupakan kebaikan orang lain dan
lakukanlah balas budi. Jangan melempar kesalahan kepada orang lain.
III. Di seluruh dunia tidak ada sesuatupun yang disebut kepunyaan sendiri.
Keluarga merupakan pemberian yang dilimpahkan oleh leluhur dan diteruskan kepada
keturunan. Uang bukanlah milik hanya satu orang. Jika uang merupakan milik bersama
masyarakat maka tidak bisa dia dibelanjakan oleh satu orang untuk kepentingan dia
sendiri. Jika sedikit harus dibelanjakan untuk seluruh keluarga, jika banyak harus

15 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
digunakan untuk kepentingan umum. Perniagaan tidak boleh hanya untuk tujuan
mengumpulkan uang. Selalu berpikirlah tentang kesejahteraan keluarga.13

Di sini, pandangan dasar etika Baigan terlihat sangat jelas. Pengabdian tanpa pamrih
kepada kolektivitas beserta tujuan-tujuannya merupakan hal yang ditekankannya. Kerja
keras, keugaharian, dan pengaturan yang masuk akal merupakan aspek-aspek dari pengabdian
tersebut. Bagi Shingaku awal maupun lanjutan orang yang sudah mencapai pencerahan
religius, kondisi tanpa keakuan, adalah orang yang bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban
etika di atas secara spontan dan tanpa bimbang atau ragu. Dalam hal ini sulit untuk melihat
perbedaan antara gerakan Shingaku lama dan lanjutannya dalam kaitannya dengan
rasionalisasi ekonomi. Gerakan lanjutannya tidak meneruskan usaha keras Baigan untuk
membela kelas pedagang dan upayanya untuk merasionalisasi laba perdagangan. Kendati
demikian, ringkasan etika di atas menurut mencerminkan sikap yang sama terhadap kelas
pedagang. Jelas bahwa peran pedagang dilihat sebagai kerangka yang sah untuk
melaksanakan kesetiaan dan kepatuhan kepada orang tua. Mungkin para guru Shingaku
lanjutan kehilangan "rasa acar buah prem gosong" dan kesediaan untuk menghadapi
perdebatan yang menjadi ciri Baigan, tetapi dalam inti ajaran etika dan religi sulit ditemukan
perbedaannya.

13
Miyamoto, 1942,"Sekimnon Shingaku to Shonin Ishiki" (Sekimon Shingaku dan Kesadaran Kaum Pedagang).
Shingaku, Vol. 2,hlm. 30-31

16 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Shintoisme yang merupakan agama dan juga sekaligus pegangan hidup oleh bangsa
Jepang saat ini memang sangat populer dikalangan masyarakat Jepang. Kehidupan sehari-hari
mereka dipanduoleh ajaran Shinto dan ajaran Shinto ini sudah mengakar didalam keluuarga-
keluarga Jepang. Jika diperhatikan, efek dari ajaran Shinto sudah tercermin dari lingkungan
kehidupan Jepang endiri, yaitu Perduli Lingkungan yang mana tercermin dari kebersihan
lingkungan yang terjaga diJepang.

Jika diperhatikan, ajaran Shinto memang tidak menuntut pengikutnya agar selalu
beribadah, sehingga menganggap bangsa Jepang sangat sekularisme. Namun sesungguhnya
ajaran ini tidak mengajarkan hal surgawi atau kehidupan setelah kematian sehingga tidak
menuntut umatnya untuk beribadah setiap saat. Ajaran Shintoisme berpusat pada kehidupan,
yang artinya penerapan moral. Ajaran moral yanng baik adalah ajaran Shinto sehingga
bangsa Jepang memiliki moral dan ajaran melakukan aktivitas kehidupan secara maksimal.

Ajaran-ajaran Shinto yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari juga diterapkan


dalam kepemerintahan oleh pemerintah Jepang. Banyak sekali pengaruh Shintoisme yang
diterapkan. Telah dijelaskan diatas bahwa pengaruhnya diterapkan dibidang pendidikan,
pemerintahan dan juga peraturan-peraturan. Yang paling mengakar adalah mematuhi yang
lebih berpengalaman, yang didalam budaya Jepang diurutkan sebagai Senpai atau senior
dan Sensei/Shiso atau guru dan juga orang yang lebih tua yang menyangkut orang tua.

Bidang kepemerintahan diJepang telah lama menerapkan ajaran Shinto, dimulai


sejak era Tokugawa dan sempat mulai hilang dimasa-masa era restorasi Meiji namun mulai
diterapkan ulang pada akhir Perang Dingin. Hal ini memang tampak jelas karena mereka
menerapkan sistem keptuhan kolektiv dan juga kerja sama kolektiv.

Dibidang ekonomi sendiri agak sedikit pelik. Hal ini dikarenakan a=dari ajaran
Shinto yang hanya berfokuspada moral sehingga memiliki banyak celah untuk diterapkan
dalamm bidang lainnya. Maka dari itu, Shinto melakukan akulturasi terahadap ajaran
Konfusianisme. Ajaran campuran inilah yang penerapannya mengakar kuat didalam bidang

17 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
perekonomian. Hal yang paling menonjol adalah pemahaman akan Memperbesar Produksi
dan Memperkecil Konsumsi. Hal inilah yang diterapkan pada masa-masa era Restorasi
Meiji. Publik internasional mungkin menganggap bahwa pada masa ini Jepang hanya
melakukan penjiplakan dari teknologi barat, namun ini merupakan model yanng dicoba
lakukan Jepang untuk menjadi negara maju setelah isolasi dirinya dimasa pemerintahan
Tokugawa.

Selain bidang pemerintahan dan juga ekonomi, Shintoisme juga melahirkan


beberapa ajaran baru. Salah satunya adalah ajaran Shingaku. Ajaran yang juga berfokus pada
moral ini merupakan ajaran yang dikembangkan dengan dasarnya adalah ajaran Shintoisme.
Hal ini menjadikan ajaran Shintoisme yanng berfokus pada moral kehidupan menjadi patokan
Shingaku. Namun juga terdapat beberapa tambahan dari ajaran lainnya, misalnya saja ajaran
Konfusianisme sehingga Shingaku menghasilkan ajran metode dagang.

Dari semua pengaruh Shintoisme tersebut, dapat dikatakan bahwa Shintoisme telah
mengakar dengan kuat dalam kehidupan bangsa Jepang dan menjadi ajaran yang sangat
fleksibel sehingga dapat menerima perubahan dan ajaran baru yang semakin
menyempurnakan Shintoisme. Hal ini menjadikan Shintoisme sulit untuk dikategorikan
sebagai agama melainkan pemikiran.

18 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Anesaki,Masaharu.1963.Histori of Japanese Religion.Tokyo

Robert N., Bellah, 1992. Religi Tokugawa Akar-akar Budaya Jepang. Jakarta: Karti
Sarana dan PT. Gramedia Pustaka Utama

Ritgero.2008.Shintos Spritiual Value to the Ancient and Modern Japanese.Iceland:


Sigillum Uniersitatis Islandiae.

Dubs,Homer H. 1927,Hsuntze,The Moulder of Ancient Confucianism,


London:Probsthain

Legge, James.1893.The Chinese Classics (edisi kedua, revisi) 7 jilid.Oxford.

Nelson,John K. 1996.A Year in the Life of a Shinto Shrine, Seattle: Washington UP.

Pittau,Joseph.1999.Ethical Values and The Japanese Economy, Political Academy of


Social Sciences, Acta 5.Vatican City.

Shenkar,Oded.2005.The Chinese Century.Jakarta:PT.Bhuana Ilmu Populer.

Sumber Jurnal :

Miyamoto.1942.Sekimnon Shingaku to Shonin Ishiki" (Sekimon Shingaku dan


Kesadaran Kaum Pedagang).Shingaku,Vol. 2

Honjo,Eijiro.1938.Economic Ideas in Tokugawa Days.KUER Vol 13

Sumber Online :

Back to the Future: Shintos Growing Influence in Politics, www.japantimes.co.jp

19 | P e n g a r u h F i l s a f a t S h i n t o i s m e T e r h a d a p N e g a r a

Anda mungkin juga menyukai