Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


PRIMARY CENTRAL NERVOUS SYSTEM LYMPHOMA
MATA KULIAH KEPERAWATAN ONKOLOGI

Disusun oleh :
Kelompok 5
Muhammad Tarmizi (131611123033)
Muhammad Bagus S (131611123034)
Fatichul Muhtadi (131611123035)
Alpian umbu Dewa (131611123036)
Titah Khalimatus S (131611123037)
Rina Afriani (131611123038)
Yumiati Tuwa Rungu (131611123039)
Heny Sulistyarini (131611123040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 PENGERTIAN
Primary central nervous system lymphoma (PCNSL) adalah merupakan limfoma agresif
yang terlokalisasi di dalam sistem saraf pusat (SSP) dan sering menyebar di otak, saraf
kranial, meningen, cairan serebrospinal, intraokular dan sumsum tulang belakang, tanpa
penyakit sistemik yang jelas. (Dulamea, Buture, Badelita, & Lupescu, 2017)

Central nervous system (CNS) lymphoma adalah suatu bentuk kanker pada sistem saraf
pusat (otak dan saraf tulang belakang) yang terbentuk dari sistem peredaran kelenjar
getah bening. Sel limfosit yang beredar pada sistem kelenjar getah bening berubah
menjadi sel yang tidak normal sel kanker. CNS lymphoma dapat terbentuk pada otak,
saraf tualng belakang, dan selaput pembungkus otak (meninges). Selain itu, lmfomajuga
dapat terbetuk pada mata karena posisi mata sangat dekat dengan otak. Seseorang
dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami kondisi ini (Carnevale & Rubenstein, 2016)

1.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi Primary Central Nervous System Lymphoma (Miller et al., 1994; Yun &
Iwamoto, 2016) meliputi :

1. Diffuse large B-Cell lymphoma ( sekitar 90% kasus)


2. Low-grade lymphomas (Burkitt lymphoma dan T-Cell lymphoma )

1.3 ETIOLOGI
Imunoblast atau centroblast yang terdapat dalam pembuluh darah. Limfosid disekitar
pembuluh serebral kecil, kemungkinan limfosit ganas melakukan pematangan lebih
lanjut. Tumor muncul di lingkungan ekstranal ke SSP, berdasarkan neurotropisme.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugita dkk, PCNSL berasal dari pusat germinal kemudian
kepusat postgerminal. Faktor risiko pada pasien yang mengalami imunokompromise
(pasien HIV) PCNSL lebih sering terjadi pada laki-laki (rasio laki-laki terhadap perempuan
adalah 2:1), dan pada orang lanjut usia.

Etiologi:

1. Pada pasien immunocompromised


2. Penggunaan glukokortikoid yang berkepanjangan
3. Pasien HIV yang emiliki CD4 rendah
4. Corboy dkk, 56% kelompok pasien imunokompeten dan immunocompromised
memiliki virus herpes (HHV-8)
5. Infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada limfoma terkait AIDS
6. Status imunodefisiensi bawaan seperti sindrom wiskott Aldrick

1.4 PATOFISIOLOGI
Kebanyakan PCNSL muncul di daerah meningeal, terdapat genom virus Ebsten-Barr
pada sel neuroplastik. Pada 60-90% didomonasi oleh largecell, lomfoma imunoblastik,
limfoblastik. Karakterisistik histologis PCNSL adalah multiplikasi dari membrane basal
pembuluh darah yang terbungkus oleh neoplasma. PNSL dapat terjadi pada pasien
dengan imunodefisiensi, pada pasien umum belum dapat dijelaskan penyebab terjadinya
PCNSL. Pada pasien dengan imunodefisiensi yaitu imunodepresi karena viris atau
iatrogenik seperti virus ebsten-barr atau HIV yaitu dengan cara induksi proliferasi.
Sebagian besar kasus muncul dengan cara yang tidak diketahui. Beberapa penelitian
didapatkan hasil PCNSL muncul pada usia 60 tahun, hal ini dikaitkan dengan
kewaspadaan imunologis yang menurun, khususnya limfosit T. proliferasi ini berkembang
secara monoclonal limfoma terutama pada daerah dengan sistem imun yang unik seperti
pada jaringan syaraf.

1.5 STAGING LYMPHOMA


Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi
jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya serta digambar
secara skematis.Hal ini penting dalam menilai hasil pengobatan.Disepakati
menggunakan system staging menurut Ann-Arborr(Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2016).

Catatan : mohon ditinjau kriteria stadium IV merujuk modifikasi Costwolds 12

Keterangan :

A : Tanpa gejala konstitusional

B : Dengan gejala konstitusional

C : Keterlibatan ekstranodal

Penentuan stadiunm pada PCNSL dapat memberikan informasi tentang:


Di mana tumor berada di dalam tubuh
Jenis sel (seperti, adenokarsinoma atau karsinoma sel skuamosa)
Ukuran tumor
Apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening terdekat
Apakah kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang berbeda
Tumor kelas, yang mengacu pada bagaimana abnormal sel-sel kanker terlihat dan
seberapa besar kemungkinan tumor untuk tumbuh dan menyebar
1.6 Web of Causation (WOC)

Etiologi : HIV/AIDS, metastasis Ca dari organ lain, infeksi virus Epstein-Barr

Infiltrasi sel T reaktif ke sistem saraf pusat

Sel berkembang membentuk neoplasma sel B non-Hodgkin extranodal tipe imunoblastik

PCNSL

Lesi Desak ruang otak Perubahan sirkulasi CSS Gejala spesifik terlokalisasi di area tumor Intravaskular

Kelainan Obstruksi sirkulasi CSS Disfungsi saraf Gejala pada Menyerang sistem
polarisasi kranial sum-sum persarafan seluruh
tulang tubuh dan ekstremitas
Peningkatan cairan otak belakang
Merangsang Diplopia,
korteks motorik disfagia, mati Kelemahan/
Hidrosefalus Dg. Hambatan
rasa wajah, Paralisis
komunikasi
Kejang kehilangan visual
Peningakatan tekanan intrakranial verbal
monokular
Dg. Hambatan
mobilitas fisik
Menekan diskus optikus Menekan pusat muntah MK: Penurunan perfusi
Aliran darah ke otak
intraserebral

Edema papila Dg : Mual Hipoxia


Penurunan kesadaran

Perubahan persepsi sensori Peningkatan CO2 intraserebral


Dg. Risiko Jatuh
Dg. Nyeri Kepala
1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Secara umum penentuan diagnosa PCNSL dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Presentasi klinis
PCNSL terjadi pada semua kelompok usia. Puncak kejadian adalah antara usia 60 dan
70 tahun untuk individu yang imunokompeten, Rasio laki-laki: perempuan adalah 1,5: 1
Pada awalnya, presentasi klinis tidak spesifik dan konsisten dengan massa
intrakranial,dengan tanda-tanda motorik dan defisit fokal sensorik di sekitar 50% kasus
Karena neoplasma ini menunjukkan predileksi untuk lokalisasi di lobus frontal, sering
terjadi perubahan, sakit kepala (56%) dan tanda intrakranial lainnya seperti hipertensi
seperti mual (35%), muntah (11%) dan papilloedema (32%) dapat juga terjadi Kejang
umum, tanda-tanda kerusakan batang otak dan sindrom serebelum dan ekstrapiramidal.
PCNSL menyebabkan pemburukan keadaan yang progresif pada status kinerja
neurologis: rata-rata 2-3 bulan
2. Neuroimaging
Untuk saat ini pola radiologi patognomonik PCNSL tidak ada, namun CT-scan dan MRI
masih bisa digunakan untuk mencurigai sifat limfomatosa sebuah massa serebral Pada
90% kasus, CT scan pra-kontras menunjukkan lesi iso atau hipo-padat, tunggal atau
ganda. Penggunaan media kontras menghasilkan intens dan peningkatan citra secara
homogen. Peningkatan dapat memprediksi, serta memberikan informasi diagnostik,
tentang respon terhadap kemoterapi karena hal ini tergantung pada
grade integritas penghalang darah-otak atau ( bloodbrain barrier /BBB), Lesi otak umum
terjadi pada semua histotipe PCNSL dan hal ini berguna dalam diagnosis diferensial
dengan demielininasi penyakit, glioma, meningioma, metastasis, sarkoidosis dan
toksoplasmosis

1.8 KOMPLIKASI

Berkembang di dalam otak juga sebagai salah satu atau lebih benjolan (massa) - ini
biasanya terlihat di limfoma SSP primer , atau menyebar dalam meninges (dikenal
sebagai limfoma meningeal difus
Melibatkan mata dikenal sebagai limfoma intraocular baik dengan sendirinya
limfoma intraokular primer, atau sebagai bagian dari limfoma yang mempengaruhi
bagian lain dari SSP
Berkembang di sumsum tulang belakang (sangat jarang) atau tekan pada saraf
tulang belakang dari luar, menyebabkan spinal cord compression
Menyebar dari limfoma tempat lain di tubuh (dikenal sebagai limfoma SSP sekunder,
atau kadang-kadang 'SCNSL').

1.9 PENATALAKSANAAN
Limfoma Sistem Saraf Pusat Primer (PCNSL) mewakili sekitar 3% dari semua
tumor otak dan 2-3% dari semua kasus limfoma non-Hodgkin (NHL), secara
keseluruhan kejadian neoplasma ini mungkin meningkat, terutama di kalangan orang
berusia 65 tahun ke atas (Fraser, Gruenberg, & Rubenstein, 2015).

Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis
histologi), stadium, sifat tumor (indolen/agresif), usia, dan keadaan umum pasien.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2016), menetapkan tatalaksana limfoma
non-Hodgkin sebagai berikut:

1. LNH INDOLEN / Low grade: (Ki-67 < 30%) Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
SLL/small lymphocytic lymphoma/CLL =chronic lymphocytic lymphoma
MZL (marginal zone lymphoma), nodal, ekstranodal dan splenic)
Lymphoplasmacytic lymphoma
Follicular lymphoma gr 1-2
Mycosis Fungoides
Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma.

A. LNH INDOLEN STADIUM I DAN II

Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa pasien.


Standar pilihan terapi :
1. Radiasi
2. Kemoterapi dilanjutkan dengan radiasi
3. Kemoterapi (terutama pada stadium 2 menurut kriteria GELF)
4. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
5. Observasi
B. LNH INDOLEN / low grade STADIUM II bulky, III, IV Standar pilihan terapi :
1. Observasi (kategori 1) bila tidak terdapat indikasi untuk terapi. Termasuk dalam
indikasi untuk terapi:
Terdapat gejala
Mengancam fungsi organ
Sitopenia sekunder terhadap limfoma
Bulky
Progresif
Uji Klinik
2. Terapi yang dapat diberikan:
Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama yaitu R-CVP.
Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan maka kemoterapi
kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya: COPP, CHOP dan
FND.(Review of Antibody-Based Immunotherapy in the Treatment of Non-
Hodgkin Lymphoma and Patterns of Use, 2015)
Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi kombinasi tidak
dapat diberikan/ditoleransi (cyclofosfamid, chlorambucil)
Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan
Kemoterapi intensif Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem cell
resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk mengurangi
nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN/ low grade RELAPS

Standar pilihan terapi:


1. Radiasi paliatif
2. Kemoterapi
3. Transplantasi sumsum tulang

2. LNH AGRESIF / High grade: (Ki-67 > 30%). Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
1. MCL (Mantle cell lymphoma, pleomorphic variant)
2. Diffuse large B cell lymphoma, Follicular lymphoma gr III, B cell lymphoma
unclassifiable with features between diffuse large B cell and Burkitt,
3. T cell lymphomas

A. LNH STADIUM I DAN II

Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor <7.5cm) dengan kriteria: pasien
muda risiko rendah atau rendah menengah (aaIPI score 1) dan risiko tinggi atau
menengah-tinggi (aaIPI 2), bila fasilitas memungkinkan, kemoterapi kombinasi R-
CHOP 6 siklus merupakan protokol standar saat ini serta dapat dipertimbangkan
pemberian radioterapi (untuk konsolidasi), atau kemoterapi 3 siklus dilanjutkan dengan
radioterapi.

B. LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV


1. Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6siklus radioterapi
konsolidasi, dipertimbangkan pada stadium I dan II
2. Uji klinik pada stadium III dan IV
C. LNH REFRAKTER/RELAPS
1. Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, dapat diberikan terapi
salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi pilihan
bila memungkinakan adalah kemoterapi salvage diikuti dengan transplantasi
sumsum tulang
2. Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
3. LNH LEUKEMIA-LIKE: Lymphoblastic, Burkitt, double hit lymphoma.

High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti dengan transplantasi sumsum


tulang.

4. DUKUNGAN NUTRISI

Status gizi merupakan salah satu faktor yang berperan penting pada kualitas
hidup pasien kanker.

5. REHABILITASI MEDIK

Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian gangguan


kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan fungsi yang ada.

Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak sebelum


pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan pada berbagai tahapan &
pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan tujuan penanganan rehabilitasi kanker:
preventif, restorasi, suportif atau paliatif.

6. EDUKASI

Topik edukasi ke pasien tentang:

1. Kemoterapi
2. Nutrisi
3. Lainnya (anjuran kontrol)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan yang menyeluruh dan akurat sangat penting dalam
merawat pasien yang memiliki masalah saraf. Perawat perlu waspada terhadap
berbagai perubahan yang kadang samar dalam kondisi pasien yang mungkin
menunjukkan perburukan kondisi.
A. Anamnesa
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan durasinya makin
meningkat
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat meningkat
dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan mental seperti
disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parasthesia
atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengalami imunitas yang rendah, AIDS
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
kanker PCNSL.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test
dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
B. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan PCNSL meliputi pemeriksaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan sesak
napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga terjadi herniasi dan
kompresi medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien normal, tidak
menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas, dan biasanya
memerlukan Oksigen.
2. Kardiovaskular B2 (Blood)
Peningkatan tekanan intracranial mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Selain itu terjadi ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan bradikardi. Klien
tidak mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung normal, akral hangat, nadi
bradikardi.
3. Persyarafan B3 (Brain)
a. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau
diplopia.
b. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
c. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
d. Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
1) Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
2) Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3) GCS :
a) Eye (respon membuka mata)
(4):Spontan
(3):Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2):Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1): Tidak ada respon
b) Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c) Motor (respon motorik)
(6):Mengikuti perintah
(5):Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4):Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3):Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2):Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1):Tidak ada respon
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan kontrol sfinter urine
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial sehingga
menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah ini biasanya akan
diikuti dengan penurunan nafsu makan pada pasien. Kondisi mulut bersih dan
mukosa lembab
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan bahkan
kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi tubuh kelelahan.

2.2 DIAGNOSA
1. Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan gangguan neuromuskular
2. Mual (00134) berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
3. Gangguan eliminasi urine (00016) berhubungan dengan gangguan sensori
motorik
4. Hambatan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan gangguan sistem
saraf pusat
2.3 INTERVENSI
1. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak (00201) berhubungan dengan tumor
otak

NOC:

Perfusi jaringan : otak

Mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi


motorik serta sensorik

Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan


tekanan intra kranial

Tidak menunjukkan keburukan lebih lanjut atau pengulangan kejadian difisit

NIC:

Peningkatan perfusi serebral :

Tentukan faktor yang berhubungan dengan situasi individual, penyebab koma,


penurunan perfusi serebral, dan kemungkinan peningkatan tekanan intra kranial

Pantau dan dokumentasikan status neorologis

Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaktifitas terhadap cahaya

Posisikan dengan kepala sedikit ditinggikan dan dalam posisi netral


Pertahankan tirah baring

Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan, sesuai indikasi

2. Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan gangguan neuromuskular

NOC:

Konsekuensi imobilitasi : fisiologis

Pertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang


terganggu atau yang terpengaruh

Mempertahankan posisi fungsi yang optimal sebagaimana dibuktikan dengan


tidak terjadi kontraktur dan footdrop

Mendemonstrasikan teknik dan perilaku yng memampukan pelaksanaan kembali


aktifitas

Mempertahankan integritas kulit

NIC:

Pemberian posisi :

Kaji kemampuan fungsi dan luas hambatan pada saat pertama kali dan secara
teratur

Observasi warna, edema, atau tanda lain dari perburukan sirkulasi pada sisi
yang terganggu

Inspeksi kulit secara teratur terutama diatas tonjolan tulang

Kolaborasi dalam penyediaan tempat tidur khusus

3. Mual (00134) berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

NOC:

Keparahan mual dan muntah :

Bebas dari mual


Efek mengganggu dari mual dan muntah

Mengatasi mual yang ditandai dengan kadar asupan diet yang dapat diterima

Mempertahankan berat badan, jika tepat

NIC:

Manajeman mual :

Kendalikan faktor lingkungan, seperti bau

Hindari makanan yang sangat manis, berlemak atau pedas

Beri atau anjurkan higiene oral yang sering

Evaluasi keefektifan agens anti-emetik

Ukur tinggi dan berat badan klien, timbang berat badan setiap hari atau sesuai
indikasi

Kolaborasi dalam pemberian anti-emetik

4. Gangguan eliminasi urine (00016) berhubungan dengan gangguan sensori motorik

NOC:

Eliminasi urine :

Berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi

Menunjukkan perilaku untuk mencapai pengendalian kandung kemih dan urine

NIC:

Manajemen eliminasi urine :

Kaji haluaran urine dan sistem drainase kateter, terutama selama irigasi
kandung kemih

Bantu klien melakukan posisi normal untuk berkemih

Catat waktu dan jumlah urine


Observasi perubahan status mental, perilaku, atau tingkat kesadaran

Kolaborasi dalam mempertahankan irigasi kandung kemih kontinu

5. Hambatan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan gangguan sistem saraf


pusat

NOC:

Komunikasi :

Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi

Menetapkan metode komunikasi yang dapat mengekpresikan kebutuhan

Menggunakan sumber dengan tepat

NIC:

Peningkatan komunikasi : defisit bicara

Kaji tipe dan derajat disfungsi seperti afasia reseftif

Bedakan afasia dari disartria

Dengarkan kesalahan dalam percakapan dan berikan umpan balik

Tunjuk benda-benda dan mita klien menyebutkan nama benda tersebut

Kolaborasi dalam konsultasi klien ke ahli terapi bicara


DAFTAR PUSTAKA

Carnevale, J., & Rubenstein, J. L. (2016). The Challenge of Primary Central Nervous
System Lymphoma. Hematology/Oncology Clinics of North America, 30(6), 1293
1316. https://doi.org/10.1016/j.hoc.2016.07.013

Dulamea, A. O., Buture, A., Badelita, S., & Lupescu, I. (2017). Primary Central Nervous
System Lymphoma: A Diagnostic and Therapeutic Challenge-Case Report and
Short Review, 4(5), 69. https://doi.org/10.19080/OAJNN.2017.04.555647

Fraser, E., Gruenberg, K., & Rubenstein, J. L. (2015). New Approaches in Primary
Central Nervous System Lymphoma. Chinese Clinical Oncology, 4(1), 11.
https://doi.org/10.3978/j.issn.2304-3865.2015.02.01

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2016). Panduan Penatalaksanaan Limfoma


Non Hodgkin. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Miller, D. C., Hochberg, F. H., Harris, N. L., Gruber, M. L., Louis, D. N., & Cohen, H.
(1994). Pathology with clinical correlations of primary central nervous system non-
Hodgkins lymphoma. The Massachusetts General Hospital experience 1958-1989.
Cancer, 74(4), 138397. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8055462

Review of Antibody-Based Immunotherapy in the Treatment of Non-Hodgkin Lymphoma


and Patterns of Use. (2015). Clinical Lymphoma Myeloma and Leukemia, 15(3),
129138. https://doi.org/10.1016/J.CLML.2014.07.016

Yun, J., & Iwamoto, F. M. (2016). Primary Central Nervous System Lymphoma: A
Critical Review of the Role of Surgery for Resection. Archives in Cancer Research,
4(2). https://doi.org/10.21767/2254-6081.100071

Anda mungkin juga menyukai