Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

TENTANG

PRINSIP PENENTUAN TITIK PENGAMBILAN SAMPEL

Oleh

KELOMPOK 6

Adek Yulia Sari

Fajri Razes

Fatmimi Lia Auzani

Livea Ninda Ramadhini

Rahmawati Aulia

DOSEN PEMBIMBING :

Suksmerri, S.Pd, M.Pd, M.Si

Erdi Nur, SKM, M.Kes

Lindawati, SKM, M.Kes

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas kelempok untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknik Pengambilan Sampel, Jurusan D-III Kesehatan Lingkungan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah.

Terimakasih kepada Bapak / Ibu dosen yang membimbing kami dalam menyelesaikan
akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Aamiin.

Padang, 25 September 2016

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1

1.2 Tujuan ..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................3

2.1 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air dan Limbah Cair ..........................3

2.2 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Udara ................................................11

2.3 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Tanah ................................................13

2.4 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Usap Alat Mamin .............................16

2.5 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Vektor...............................................16

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................19

3.1 Simpulan ....................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengambilan sampel yang telah direncanakan dengan baik akan mendukung


pelaksanaan yang optimal. Hal penting bagi pengambil sampel sebelum ke lapangan adalah
menyusun perencanaan dalam suatu dokumen yang membantu dalam setiap tahapan
pengambilan sampel secara jelas dan sistematik. Langkah awal dalam pelaksanaan
pengambilan sampel adalah menentukan lokasi pengambilan sampel dengan mengetahui
keadaan daerah disekitarnya.

Aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan sampel lingkungan adalah :

1. Lokasi dan titik pengambilan sampel

Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel lingkungan akan berhasil dengan baik
apabila fasilitas untuk menuju ke lokasi dan aksesibilitas ke titik pengambilan sampel
memadai. fasilitas yang diperlukan untuk menuju ke lokasi dan titik pengambilan sampel
adalah Global Positioning System (GPS) untuk menunjukkan ordinat titik pengambilan
sampel. Adapun tangga dan peralatan keselamatan kerja merupakan fasilitas yang harus
disediakan dalam pengambilan sampel emisi dari cerobong industri.

2. Jumlah titik pengambilan sampel

Penetapan titik pengambilan sampel merupakan hal yang sangat menentukan


representatif tidaknya suatu sampel lingkungan. Adapun jumlah titik pengambilan sampel
lingkungan umumnya sangat tergantung pada biaya, masalah yang dihadapi dan tujuan yang
ditetapkan. Jumlah titik pengambilan sampel akan berbeda pada pengambilan sampel air,
udara, maupun tanah. Untuk pengambilan sampel air sungai, tidak hanya tergantung pada
lebar dan panjangnya sungai tetapi juga kedalaman dan debit sungai serta karakteristik
polutan dalam air sungai. Sedangkan untuk pengambilan sampel emisi dari cerobong industri,
jumlah titik pengambilan sampel sangat ditentukan oleh diameter ekivalen dan tinggi
cerobong.

Jumlah titik pengambilan sampel yang ditentukan akan sangat mempengaruhi biaya
yang dibutuhkan. Namun dalam hal pengawasan dan penegakan hukum lingkungan, biaya
seharusnya bukan merupakan kendala sehingga data yang dihasilkan valid dan dapat
membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.

Maka dari itu kita harus bisa menentukan dimana titik pengambilan sampel dan jumlah titik
pengambilan sampel untuk melakukan pengambilan sampel seperti; air dan limbah cair,
udara, tanah, dll.

1.2 Tujuan

Yaitu untuk mengetahui prinsip penentuan titik pengambilan sampel.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air dan Limbah Cair

Pada umumnya, perdebatan representatif suatu data hasil pengujian difokuskan pada
pengambilan sampel yang telah ditetapkan. Apabila lokasi dan titik pengambilan sampel
dinyatakan tidak representatif, maka data hasil pengujian yang diporeleh tidak dapat
menggambarkan kondisi kualitas lingkungan yang sesungguhnya. Karena itu, penentuan
lokasi dan titi pengambilan sampel merupakan suatu kegiatan penting dalam pengambilan
sampel lingkungan.

2.1.1 Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang berasal dari air sungai, air danau, air waduk, mata air,
air rawa dan air gua. Pengujian air permukaan bertujuan untuk :

a. kajian rona awal lingkungan terkait sumber daya air permukaan,


b. dasar penetapan kebijakan pengelolaan air permukaan,
c. mengetahui kualitasnya sehingga dapat ditentukan peruntukan sebagai air minum, air
untuk rekreasi, air untuk industri, air untuk perikanan, atau air untuk pertanian dan lain
sebagainya, dan
d. pembuktian adanya pencemaran air sehingga dapat dilakukan pengendalianya.

Setelah menetapkan tujuan pengambilan sampel, langkah awal dalam penentuan lokasi
pengambilan sampel air sungai adalah mengetahui tentang geografi yang mengambarkan
aliran sungai serta aktifitas yang ada di sekitar daerah aliran sungai. Secara umum, penentuan
lokasi pengambilan sampel air sungai adalah :

a. daerah hulu atau pada air sumber alamiah yaitu lokasi yang belum terjadi pencemaran.
Penentuan lokasi ini untuk identifikasi kondisi asal atau base line dari sistem tata air,
b. daerah pemanfaatan air sungai yaitu suatu lokasi dimana air sungai akan dimanfaatkan
untuk bahan baku air minum, air untuk rekreasi, industri, perikanan, pertanian dan lain-
lain. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui kualitas air sebelum dipengaruhi suatu
aktifitas,
c. daerah yang potensial sebagai penerima kontaminan yaitu lokasi yang mengalami
perubahan kualitas air disebabkan setelah adanya aktifitas industri, pertanian, domestik
dan lain sebagainya. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui pengaruh aktifitas yang ada
dengan penurunan kualitas air sungai,
d. daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak sungai. Penentuan lokasi ini
diperlukan apabila antara sungai dan anak sungai terdapat aktifitas yang masing-masing
mempunyai pengaruh terhadap penurunan kualitas air sungai,
e. daerah hilir atau muara yaitu daerah pasang-surut pertemuan antara air sungai dengan
air laut. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui kualitas air sungai secara keseluruhan.
Apabila data hasil pengujian yang diperoleh pada daerah hilir dibandingkan dengan
daerah hulu maka evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan kebijakan
pengelolaan kualitas air sungai terpadu (one river one management).

Pada pertemuan dua sungai atau masuknya anak sungai, penentuan lokasi pengambilan
sampel dilakukan pada daerah dimana dua air sungai diperkirakan telah terjadi pencampuran
sempurna. Untuk mengetahui pencampuran sempurna tersebut, maka perlu dilakukan
pengujian homogenitas air sungai. Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengambil
beberapa sampel sepanjang lebar sungai, yaitu pada sisi kanan, kiri dan tengah sungai.

Lokasi pengambilan sampel air sungai

Parameter yang diuji antara lain suhu, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO),
dan daya hantar listrik (DHL). Bila hasil pengujian parameter pada beberapa titik
pengambilan sampel tersebut tidak berbeda nyata yaitu kurang dari 10% maka dapat
disimpulkan bahwa telah terjadi pencampuran sempurna terhadap dua air sungai tersebut.
Perkiraan jarak pencampuran sempurna air sungai

Penentuan jumlah titik pengambilan sampel

Bila lokasi pengambilan sampel telah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah
menentukan titik pengambilan sampel. Jumlah titik pengambilan sampel air sungai sangat
tergantung pada debit rerata tahunan dan klasifikasi sungai. Semakin banyak jumlah titik
pengambilan sampel semakin dapat menggambarkan kualitas air sungai yang sesungguhnya.
Jika kualitas air sungai berdasarkan kedalamannya ingin diketahui maka Tabel 2 memberikan
ilustrasi jumlah titik pengambilan sampel air sungai sesuai klasifikasinya (WMO, 1988).

Jumlah titik pengambilan sampel air sungai sesuai klasifikasinya

Dalam praktiknya, jumlah titik pengambilan sampel sangat dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi air sungai serta biaya yang tersedia. Titik pengambilan contoh air sungai ditentukan
berdasarkan debit air sungai yang diatur dengan ketentuan sebagai berikut :

a. untuk sungai dengan kategori sangat kecil yaitu debit kurang dari 5 m 3/detik dengan
kedalaman air rerata kurang dari 1 m, sampel air sungai diambil pada satu titik di
tengah sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan air sungai,
b. untuk sungai dengan kategori kecil yaitu debit kurang dari 5 m3/detik dengan
kedalaman air rerata lebih dari 1 m, sampel air sungai diambil pada dua titik pada jarak
1
/3 dan 2/3 lebar sungai di 0,5 kali kedalaman air sungai,
c. untuk sungai dengan kategori sedang, yaitu debit antara 5-150 m3/detik, sampel air
sungai diambil pada empat titik pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai di 0,2 dan 0,8 kali
kedalaman air sungai,
d. untuk sungai dengan kategori besar, debit antara 150-1000 m3/detik, sampel air sungai
diambil pada sembilan titik pada jarak , 2/4, dan lebar sungai di 0,2; 0,5; dan 0,8
kali kedalaman sungai,
e. untuk sungai dengan ktegori sangat besar, debit lebih dari 1000 m3/detik, sampel air
sungai diambil pada enam belas titik pada jarak 1/5, 2/5, 3/5, dan 4/5 lebar sungai di 0,2;
0,4; 0,6; dan 0,8 kali kedalam air sungai.

Jika biaya yag tersedia sangat terbatas, jumlah titik dapat dikurangi atau sampel diambil
secara sesaat di masing-masing titik lalu dicampurkan dan dihomogenkan untuk dianalisis di
laboratorium. Namun demikian, fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk sarana pengambilan
contoh perlu dipertimbangkan, misalnya jembatan, pos pengukur debit air sungai atau
bendungan yang pada umumnya terdapat pengukur debit serta catatan-catatan lain yang
berguna untuk evaluasi kualitas air sungai.

Jumlah titik pengambilan sampel air sungai sesuai klasifikasi dan debit rerata tahunan
2.1.2 Air Danau / Waduk

Homogenitas air danau atau air waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
bentuk danau maupun arah angin. Ketika aliran air sungai masuk ke danau maka akan terjadi
pencampuran pada daerah tersebut. Cekungan yang terisolasi akan mempunyai kualitas air
yang berbeda dengan bagian danau lainnya. Sebagai contoh, jika angin berhembus hanya
mengarah pada salah satu sudut danau/waduk maka ada kemungkinan terjadi konsentrasi alga
pada sudut danau/waduk tersebut yang akan mengakibatkan kualitas air pada daerah tersebut
berbeda dengan bagian lainnya.

Penentuan lokasi pengambilan sampel air danau/waduk diutamakan pada :

a. daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui
kualitas air danau/waduk oleh masuknya air sungai ke badan air danau/waduk,
b. pada bagian tengah danau/waduk untuk mengetahui kualitas air danau/waduk pada
umumnya,
c. daerah pemanfaatan air danau/waduk yaitu lokasi tertentu dimana air danau/waduk
dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, perikanan, pertanian, pembangkit listrik
tenaga air, dan lain sebagainya. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui kualitas air
danau/waduk yang akan dimanfaatkan untuk suatu aktifitas tertentu,
d. daerah keluarnya air danau/waduk. Penentuan lokasi ini untuk mengetahui kualitas air
danau/waduk secara keseluruhan bila dibandingkan dengan daerah masuknya air ke
danau/waduk.

Lokasi pengambilan sampel air danau/waduk

Penentuan titik pengambilan sampel

Apabila kualitas air danau/waduk ditentukan berdasarkan kedalamannya maka


perbedaan temperatur pada kedalaman 1 meter di bawah permukaan dan 1 meter diatas dasar
danau/waduk harus diketahui terlebih dahulu. Jika perbedaan temperatur mencapai lebih dari
30C maka penentuan titik pengambilan sampel didasarkan pada stratifikasi temperatur.

Pada umumnya, danau/waduk dengan kedalaman rata-rata kurang dari 10 meter tidak
mempunyai perbedaan temperatur yang nyata. Sedangkan pada danau/wadukyang
cukup dalam dimungkinkan mempunyai stratifikasi temperatur sebagai berikut :

a. epilimnion yaitu lapisan air danau/waduk berada dibawah permukaan yang suhunya
relatif sama,
b. metalimnion/termoklin yaitu lapisan air danau/waduk yang mengalami penurunan suhu
yang cukup besar (lebih dari 10C/m) kearah dasar danau/waduk. Penentuan lapisan ini
dapat dilakukan dengan cara mengukur temperatur pada beberapa interval kedalaman
tertentu,
c. hipolimnion yaitu lapisan bawah air danau/waduk yang mempunyai temperatur relatif
sama dan lebih dingin dari lapisan atasnya. Biasanya lapisan ini mengandung kadar
oksigen yang rendah dan relatif stabil.

Jika stratifikasi temperatur danau/waduk telah diketahui maka titik pengambilan sampel
didasarkan pada ketentuan sebagai berikut :

a. danau/waduk yang mempunyai kedalaman rata-rata kurang dari 10 meter, sampel


diambil pada 2 titik yaitu 0,2 dan 0,8 kali kedalaman air danau/waduk,
b. danau/waduk dengan kedalaman antara 10-30 meter, sampel diambil pada 3 titik di
permukaan, pada lapisan metalimnion dan di dasar danau/waduk,
c. danau/waduk dengan kedalaman antara 30-100 meter, sampel diambil pada 4 titik di
permukaan, pada lapisan metalimnion, pada lapisan hipolimnion dan di dasar
danau/waduk,
d. danau/waduk yang kedalamannya lebih dari 100 meter, titik pengambilan sampel dapat
ditambah sesuai dengan tujuannya.

Secara umum, perlu diperhatikan bahwa pengambilan sampel diusahakan minimum 1


meter di bawah permukaan air danau/waduk. Sedangkan untuk pengambilan sampel di dasar
danau/waduk harus hati-hati sehingga endapan atau sedimen danau/waduk tidak terambil.
Penentuan titik pengambilan sampel air danau/waduk berdasarkan stratifikasi temperatur
kedalamannya.

2.1.3 Air Muara dan Air Laut

Pengambilan sampel air muara dan air laut lebih komplek bila dibandingkan dengan
pengambilan sampel air sungai maupun air danau/waduk. Hal ini disebabkan kualitas air
muara sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: pasang-surut, arus, musim, jenis
kegiatan di sekitar muara dan debit air sungai. Sedangkan kualitas air laut sangat dipengaruhi
oleh suhu, salinitas arah angin dan arus laut. Pada lokasi yang sama, nilai salinitas air muara
pada saat surut dapat mencapai 0,5 PSU (practical salinity unit, %) sedangkan pada saat
pasang nilai salinitasnya 5 PSU. Perbedaan nilai salinitas ini dipengaruhi oleh seberapa besar
air sungai atau air laut yang dominan pada daerah muara. Semakin besar air laut yang masuk
ke aliran sungai maka nilai salinitasnya akan semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Apabila pengambilan sampel dilakukan pada lokasi yang sama namun mempunyai nilai
salinitas yang berbeda disebabkan waktu pasang-surut, maka data kualitas air muara tersebut
tidak dapat dibandingkan. Perbedaan nilai salinitas pada lokasi yang sama akan menyebabkan
perbedaan matrik maupun karakteristik kimiawi air muara. Penentuan lokasi pengambilan
sampel didasarkan pada perbedaan nilai salinitas yang menunjukkan perbedaan ekosistem
aquatik di air laut.

tidal zone (daerah pasang surut): 0,0 0,5 PSU


oligohaline (estuari/muara) : 0,5 5,0 PSU
mesohaline (pantai) : 5,0 18,0 PSU
polyhaline (laut) : 18,0 30,0 PSU
euhaline (samudra) : < 30,0 PSU

Lokasi pengambilan sampel air laut berdasarkan perbedaan ekosistem akuatik

Apabila nilai salinitas telah diketahui dan digunakan sebagai dasar penentuan lokasi
pengambilan sampel maka ordinat lokasi tersebut ditentukan dengan Global Positioning
System (GPS). Penentuan ordinat maupun nilai salinitas ini dapat digunakan sebagai acuan
dalam pengambilan sampel air muara atau air laut selanjutnya, sehingga data yang diperoleh
dari waktu ke waktu dapat dibandingkan.

Bila lokasi pengambilan sampel dilakukan pada daerah muara kearah pantai maka
sebaran air sungai yang masuk ke laut harus diketahui. Pada saat pasang, air sungai akan
tersebar di sepanjang pantai sedangkan pada saat surut air sungai akan terbawa ke tengah
laut. Selain dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, pola sebaran air sungai ke laut juga
dipengaruhi oleh arah arus laut. Jika arah arus laut menuju barat maka aliran air sungai yang
masuk ke laut juga menuju kearah barat.

Pola sebaran air sungai di muara pada saat pasang-surut maupun saat dipengaruhi oleh arah arus
air laut

Penentuan titik pengambilan sampel

Penentuan titik pengambilan sampel air muara atau air laut pada beberapa kedalaman
didasarkan pada perbedaan suhu dan salinitas. Hal ini disebabkan pola distribusi zat-zat kimia
di muara atau air laut sangat tergantung pada perbedaan suhu atau salinitas kedalaman air.
Jumlah titik pengambilan sampel untuk air muara atau air laut sangat tergantung pada
tujuannya.

Secara umum penentuan titik kedalaman untuk pengambilan sampel air muara atau air
laut dilakukan 1 meter mewakili air permukaan sedangkan pengambilan dekat dasar laut
harus hati-hati sehingga endapan dasar/sedimen tidak terambil. Untuk daerah pantai atau
pelabuhan yang mempunyai kedalaman kurang dari 5 meter, penentuan titik pengambilan
sampel pada 1 meter di bawah permukaan air, bagian tengah dan 0,5 meter di atas dasar laut
(Hutagalung 1997).

Titik sampling air laut berdasarkan kedalaman

2.2 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Udara

Secara umum pengambilan sampel udara ambien diperuntukkan pada daerah


pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan sekitar industri atau daerah lain yang dianggap
penting untuk mengetahui kualitas udara akibat dari suatu kegiatan tertentu. Kriteria daerah
berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan lokasi pengambilan
sampel udara ambien, yaitu :

a. daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi akibat paparan emisi sumber
tidak bergerak maupun sumber bergerak,
b. daerah dengan kepadatan penduduk tinggi,
c. daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan bagi kawasan studi,
d. daerah proyeksi penerima sumber pencemar dari emisi sumber bergerak maupun
sumber tidak bergerak sehingga dapat digunakan untuk prediksi dampak akibat dari
suatu kegiatan.
Lokasi pengambilan sampel udara ambien

Sedangkan penentuan titik pengambilan sampel udara ambien harus


mempertimbangkan faktor meteorologi yaitu arah angin, kecepatan angin, suhu udara,
kelembaan serta faktor geografi seperti topografi dan tata guna lahan. Beberapa petunjuk
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan titik pengambilan sampel udara
ambien adalah :

a. hindari daerah yang dekat dengan gedung atau bangunan dan/atau pepohonan sehingga
dapat menimbulkan terjadinya proses absorpsi atau adsorpsi pencemar udara ke gedung
atau pepohonan tersebut,
b. hindari daerah dimana pengganggu yang bersifat kimia dapat mempengaruhi pencemar
udara yang akan diukur, misalnya gas emisi dari kendaraan bermotor akan dapat
menggangu secara kimiawi pada saat mengukur ozon,
c. hindari daerah dimana pengganggu fisika dapat mempengaruhi hasil pengukuran,
sebagai ilustrasi, pada saat mengukur total partikulat di udara ambien tidak
diperkenankan dekat dengan insinerator atau dapur,
d. jika pemantauan bersifat kontinu, pemilihan lokasi harus mempertimbangkan
perubahan kondisi peruntukan pada masa yang akan datang.

Adapun persyaratan penempatan peralatan pengambilan sampel udara ambien adalah :

a. letakkan peralatan pada daerah yang aman dari pencurian, kerusuhan, gangguan orang-
orang yang tidak bertanggung jawab,
b. letakkan peralatan pada daerah yang dilengkapi dengan sumber listrik dan bebas dari
daerah banjir,
c. sedapat mungkin peralatan diletakkan di daerah terbuka atau di daerah yang
mempunyai gedung atau bangunan yang relatif rendah dan saling berjauhan.
Penempatan peralatan pengambilan sampel udara ambien diatap bangunan lebih baik
untuk daerah yang mempunyai cukup kepadatan pemukiman atau perkantoran. Apabila
peralatan diletakkan diatap gedung maka harus dihindari pengaruh emisi gas buang dari
dapur, insinerator atau sumber lainnya,
d. probe ditempatkan pada jarak minimal 15 m dari jalan raya dengan ketinggian 1,5 m
dari permukaan tanah untuk pengukuran secara manual, sedangkan ketinggian probe
stasiun tetap ditempatkan pada 3 hingga 6 m dari permukaan tanah,
e. untuk pengambilan sampel partikulat minimal 2 m di atas permukaan tanah untuk
hindari debu jalanan.

2.3 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Tanah

Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Tanah Terkontaminasi

Penentuan lokasi dan titik serta jumlah sampel tanah yang akan diambil sangat
tergantung dari luas dan kondisi tanah yang mengalami pencemaran maupun karakteristik
serta mobilitas polutan di dalam tanah. Apabila komposisi polutan dan pengaruhnya di tanah
diketahui maka jumlah sampel yang harus diambil terbatas pada lokasi tanah yang tercemar
serta tanah yang tidak tercemar sebagai pembanding atau kontrol untuk mengetahui
konsentrasi polutan sehingga kualitas tanah dapat diketahui.

Jika telah diketahui terjadi pencemaran tanah berdasarkan pengamatan visual seperti
perubahan warna, bau atau tidak adanya vegetasi disebabkan tumpahan, kebocoran, atau
kelindiaan zat kimia, namun belum diketahui jenis bahan pencemarnya maka langkah awal
pengambilan sampel tanah didesain untuk analisis secara kualitatif agar dapat diketahui jenis
dan karakteristik polutannya. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan titik dan jumlah sampel yang harus diambil.

Jika lokasi pengambilan sampel tanah telah ditentukan untuk suatu daerah tertentu
maka titik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara acak sederhana, acak stratifikasi,
atau sistimatik sebagaimana ditunjukkan pada gambar. Cara acak sederhana dipilih apabila
lokasi tanah tersebut diasumsikan cenderung homogen dan komposisi kimiawi tanahnya
mempunyai variabilitas yang rendah. Sebagai contoh daerah perkebunan, persawahan dan
lain sebagainya. Untuk menghindari bias yang dilakukan oleh petugas pengambil sampel
maka penentuan pengambilan sampel dengan cara acak sangat baik dilakukan sebelum
menuju ke lapangan.

Pengambilan sampel tanah secara acak sederhana

Pengambilan sampel tanah dengan cara acak stratifikasi digunakan untuk mengetahui
kualitas tanah tiap stratum. Cara acak stratifikasi dapat meningkatkan presisi pengambilan
sampel sehingga hasil yang diperoleh dapat menggambarkan kualitas tanah yang lebih
representatif. Penentuan pengambilan sampel tanah dengan cara acak stratifikasi dilakukan
pada daerah yang mempunyai perbedaan topografi, jenis vegetasi, tipe tanah, ataupun
perkiraan paparan kontaminan.

Apabila cara acak stratifikasi ditetapkan dalam pengambilan sampel tanah maka harus
didahului dengan kegiatan presampling untuk mendefinisikan pembagian strata berdasarkan
perbedaan tanah secara fisik atau kontaminan yang ada. Kegiatan presampling dilakukan
berdasarkan informasi sebelumnya atau survey pendahuluan dilaksanakan. Dengan cara acak
stratifikasi maka kualitas tanah dapat diketahui lebih detail bagian perbagian berdasarkan
stratum yang telah ditetapkan.

Pengambilan sampel tanah secara acak stratifikasi

Untuk mendapatkan gambaran kualitas tanah yang lebih detail dan presisi yang tinggi
pada suatu daerah tertentu maka pengambilan sampel tanah terkontaminasi secara sistematik
dapat dilakukan. Penentuan pengambilan sampel secara sistematik diawali dengan penentuan
satu titik acuan yang dilakukan secara acak. Titik-titik pengambilan sampel yang lain
ditentukan berdasarkan titik acuan tersebut dengan jarak interval yang sama antar titik-titik
yang lain.
Apabila pengambilan sampel tanah berdasarkan kedalaman diperlukan disebabkan
suatu alasan tertentu maka tingkat kedalaman yang direkomendasikan tergantung kepada
tujuan yang akan dicapai serta kondisi tanah yang akan diambil. Pengambilan sampel tanah
pada kedalaman 0 30 cm diperlukan untuk mengetahui kualitas humus atau daerah aktifitas
akar tanaman. Sedangkan pengambilan sampel pada kedalaman 30 100 cm diperlukan
untuk mengetahui pengendalian simpanan air dalam tanah, pergerakan zat-zat garam dalam
tanah dan tingkat kepadatan tanah. Adapun pengambilan sampel permukaan tanah yaitu pada
kedalaman kurang dari 5 cm diperlukan untuk mengetahui deposisi asam akibat pengaruh
dari hujan asam.

Pengambilan sampel tanah secara sistematis

Untuk meminimisasi biaya yang dibutuhkan dalam pengambilan sampel dan analisis
kualitas tanah maka dapat dilakukan dengan cara komposit kedalaman yaitu pengambilan
sampel pada kedalaman tertentu dengan menggunakan peralatan pengambilan sampel core.
Tanah yang telah diambil dicampur sehomogen mungkin kemudian dilakukan sub-sampel
untuk dianalisis di laboratorium. Disamping biaya dapat ditekan, penggunaan cara komposit
lebih mudah dilakukan namun semua informasi tentang variabilitas kedalaman tidak dapat
diketahui dengan pasti.

Jika sebidang tanah atau lahan memiliki luas kurang dari 1 hektar dengan kondisi tanah
tercemar atau terkontaminasi, minimal ada 4 titik pengambil sampel yang diambil secara
random. Penentuan titik pengambil contoh uji ini berdasarkan kepada :

a. tentukan pusat lokasi tanah yang terkena polutan, arah akuifer (air larian) dan kontur
lahan,
b. kemudian tanah atau lahan tersebut dibagi dua (2) sebagai garis pembagi (division line),
c. tarik garis tegak lurus di tengah division line sehingga terbentuk 4 kuadran,
d. pilih lokasi pengambilan sampel pada setiap kuadran,
Titik pengambil sampel pada 3 kedalaman

e. setiap daerah kuadran lakukan pengambilan sampel dengan berbagai kedalaman yaitu
0-0,1 m; 0,5-0,6 m serta 0,9-1,0 m.

Namun demikian, penentuan jumlah titik pengambilan sampel disesuaikan dengan


tujuan dan kondisi lahan untuk memenuhi keterwakilan pengambilan sampel. Karena itu,
setiap kuadran dapat diambil lebih dari satu titik pengambilan sampel.

2.4 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Usap Alat Makanan dan Minuman

Permukaan tempat alat/perabot yang di usap yaitu:

Cangkir & gelas : permukaan luar dan dalam bagian bibir setinggi 6 mm
Sendok : permukaan bagian luar dan dalam seluruh mangkok sendok
Garpu : permukaan bagian luar dan dalam alat penusuk
Piring : permukaan dalam tempat makanan diletakkan.

Cara melakukan usapan :

Pada cangkir dan gelas dengan usapan mengeliling bidang permukaan


Pada sendok dan garpu dengan usapan seluruh permukaan luar dan dalam
Pada piring dengan 2 usapan pada permukaan tempat makanan dengan menyilang siku-
siku antara usapan yang satu dengan garis usapan ke dua

2.5 Prinsip Penentuan Titik Pengambilan Sampel Vektor


2.5.1 Pemetaan

Survei lingkungan macam apa pun seyogyanya dimulai dengan perijinan, dan
survei/pengamatan lokasi survei. Dalam pengamatan lokasi survei, kegiatan pemetaan
sebaiknya dilakukan. Peta yang dihasilkan menggambarkan tataletak/tataruang yang
sebenarnya, terutama untuk menentukan sederetan titik penting tempat pengambilan sampel
dan tempat penting lainnya, yaitu jalan, danau, sungai, jalan setapak, bangunan, pepohonan,
hutan semak, dan lain-lain. Mempelajari peta iklim umum dan bioma tempat survei dilakukan
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam survei tikus. Karena akan memberikan
nilai tambah dalam menginterpertasikan keterkaitan populasi tikus dengan lingkungannya.

2.5.2 Pengukuran faktor lingkungan

Telah diketahui bahwa faktor lingkungan baik abiotik dan biotik berpengaruh terhadap
ukuran dan penyebaran populasi tikus. Oleh karena pengukuran faktor lingkungan perlu
dilakukan, seperti pengukuran faktor abiotik (suhu, kelembaban, sinar, angin, dan pH
(tanah/air)) dan biotik (tumbuhan dan binatang). Pengamatan tumbuhan meliputi struktur
vegetasi (bentuk kehidupan, ukuran, manfaat daun, dan tekstur daun) dan rimbunan tanaman
(semak, tumbuhan polowijo, dll), sedangkan pengamatan binatang meliputi jenis, kebiasaan
makan, jumlah dan habitat.

2.5.3 Pelaksanaan survei tikus

Kegiatan dalam pelaksanaan survei tikus tergantung dari tujuan yang akan dicapai.
Tetapi kegiatan utama yang dilakukan adalah

1) Penangkapan tikus

Penjebakan/pemerangkapan di lapangan merupakan cara baik untuk mendapatkan


sampel tikus. Perbedaan tipe perangkap yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil
tangkapan. Perangkap hidup lebih baik daripada perangkap mati. Perangkap hidup tidak
merusak tubuh (kulit dan atau tulang) dari tikus yang terperangkap, dan tikus akan tetap
hidup. Sebaliknya dengan perangkap mati, tikus yang terbunuh harus segera ditangani, karena
cepat membusuk.

2) Pencatatan dan pelabelan

Sampel tikus yang tertangkap merupakan data penting yang perlu dikoleksi sebagai
spesimen, terutama dari daerah/habitat yang berbeda. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan
dalam mengkoleksi yaitu; label/etikat harus dibuat dengan kertas kaku atau tebal, tulisan
dengan huruf balok dan ditulis dengan tinta yang tidak dapat terhapus. Hal penting yang perlu
dicatat adalah;

a) Nama jenis
b) Lokasi/habitat
c) Tangal (hari, bulan, tahun)
d) Berat badan (gram)
e) Panjang kepala dan badan (mm)
f) Panjang ekor (mm)
g) Panjang kaki belakang (mm
h) Lebar telinga (mm)
i) jenis kelamin
j) Organ reproduksi, seperti testis, seminal vesikel, uterus, dan embrio
k) Rumus mamae
l) Kolektor
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Jika pengambilan sampel tidak memenuhi kesesuaian terhadap kaidah-kaidah yang


berlaku, maka langkah selanjutnya berupa pengawetan, transportasi, penyimpanan, preparasi,
maupun pengujian di laboratorium akan sia-sia serta membuang waktu dan biaya.
Filosofi jaminan mutu mempunyai makna bahwa setiap tahapan kegiatan tidak asal betul saja
melainkan harus betul sejak awal diterapkan pada setiap proses, mulai perencanaan
pengambilan sampel sampai penyusunan laporan pengujian termasuk interpretasi data hasil
pengujian.

Untuk mendapatkan validitas data pengujian parameter kualitas lingkungan yang dapat
dipercaya sesuai tujuan yang diharapkan, beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam
pengambilan sampel lingkungan, salah satunya adalah Lokasi dan titik pengambilan sampel
DAFTAR PUSTAKA

Hadi Anwar. 2015. Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta : Erlangga.

http://lingkunghidup.blogspot.co.id/2014/11/aspek-aspek-yang-harus-dipertimbangkan.html
(Diakses tanggal: 25 September 2016)

Anda mungkin juga menyukai