Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN KEMAJUAN

PENELITIAN BPPTN

SEJARAH PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN SUMATERA UTARA


:
Kajian Kebijakan Kepariwisataan dan Inplementasinya dalam
PERDA ( Peraturan Daerah) dalam perspektif Pengelolaan,
Pulau, Laut, Danau, Sungai, Gunung, Satwa dan Tanaman
Langka

Drs. Gustanto, M.Hum 0005086302


Drs. Warisman Sinaga, M. Hum 001607620

LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
OKTOBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Potensi alam Sumatera Utara yang memiliki bentangan pegunungan,

sungai, danau, air terjun, dan pantai dan lautannya, serta kreasi budaya (kearifan

budaya) buatan karya dan karsa manusia adalah sebuah karunia yang tak

terhingga dari yang maha kuasa untuk Sumatera Utara atas keindahan alam,

kearifan budaya, kedamaian, dan harmonisnya masyarakat yang multi kultural di

Sumatera Utara.

Era baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah didorong kuat

oleh arus demokratisasi di indonesia. Titik kulminasi penting dalam hal ini

ditandai oleh reformasi penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui UU 22 Thn

1999 hingga revisi selanjutnya menjadi UU 32 Thn 2004. Perubahan tersebut

menekan kuat bandul sentralisasi menjadi desentralisasi dalam wujudnya otonomi

daerah. Pola pengembangan pariwisata berbasis komunitas cenderung lebih

memberikan manfaat bagi kepentingan pariwisata, dan hal ini pun sejalan dengan

pandangan Djamhur (1999) yang menyatakan bahwa:

Keuntungannya daerah dididik mandiri (mengatur, mengembang-


kan, dan mengawasi daerahnya sendiri). Pemerintah Daerah diberi
kesempatan untuk membuka diri (masuknya investasi asing ke daerah
tersebut), pemberdayaan masyarakat (dari, oleh dan untuk rakyat),
discover the unknown (menggali potensi wisata yang terpendam).
Sedangkan kerugiannya, mungkin timbul arogansi Pemerintah
Daerah, sementara di sisi lain Pemerintah Pusat masih akan ikut
menanggung kerugian akibat mismanagement, kesenjangan
pembangunan antara daerah maju dan daerah terbelakang

Kita mulai dari kawasan ekosistem Leuser, untuk melihat potensi

pegunungan, sungai dan yang potensi turunannya seperti air terjun, gua, air panas
mapun flora dan faunanya. Pariwisata berbasis alam (ekotourism) telah lama

berkembang di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, seperti jelajah hutan

(trekking), arung jeram (rufting), dan menghanyut dengan menggunakan ban

bekas (Tubing) dan pengamatan satwa liar seperti Orang Utan Sumatera (pong

pygmaeus abelii), Siamang (hylobates syndactilus), Owa (Hylobates lar), Kedih

(presbytis sp), Monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan beruk (macaca

namestrina). Beberapa lokasi yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser

(KEL) telah lama berkembang menjadi destinasi wisata, seperti Kawasan Bukit

Lawang-Bahorok, Gunung Sibayak-Berastagi, Ketambe Lawe Gurah-Kuta Cane,

dan yang saat ini sedang berbenah dan sudah masuk dalam highlightnya Sumatera

Utara adalah Kawasan Ekowisata Tangkahan kabupaten Langkat.

Kawasan Tangkahan memang memiliki bentuka-bentukan alami yang

dapat menjadi potensi kepariwisataan khususnya ekowisata. Beberapa potensi

andalan seperti sumber mata air panas di Sei Beluh, Sei Sekucip, dan Sei Glugur,

Air Terjun Umang, Air Terjun Gambir, Gua dan Tebing merupakan daya tarik

tersendiri yang sangat dapat diandalkan bagi pengembangan kawasan Tangkahan

sebagai kawasan wisata nantinya.

Sungai-sungai di Sumatera Utara sangatlah potensial untuk wisata arung

Jeram (rufting), banyaknya sungai-sungai yang memiliki jeram dan riak air yang

deras dan tinggi, dengan grade yang bervariasi, yang dapat di arungi untuk pemula

( family rufting - fun rufting), hingga ke grade 2, 3, 4 untuk para profesional

petarung arung jeram, membuat wisata arung jeram ini semakin di populerkan di

Sumatera Utara. Sudah banyak operator wisata arung jeram yang beroperasi di

sumatera utara. Pilihan sungai yang sudah dapat di operasionalkan sebagai


destinasi wisata arung jeram adalah Sungai Bingai, Sungai Bahorok, Sungai

Wampu, Sungai Batang Toru, dan yang paling utama dan sudah menjadi tempat

untuk event internasional arung jeram adalah Sungai Asahan di kabupaten

Asahan.

Menikmati keindahan dan pesona Danau Toba dapat dilihat dari

perjalanan mulai dari Kabupaten Tanah Karo, di kabupaten ini kita dapat melihat

panorama dari ketinggian desa Tongging yang berada di kaki pantai Danau Toba,

serta Air terjun Sipiso-piso. Kabupaten Karo juga telah membuka suatu kawasan

untuk menikmati keindahan panorama Danau Toba dan tempat rekreasi yang

sangat indah di kawasan Resort Simalem Tanah Karo. Dari kabupaten Dairi,

menatap danau Toba dapat dilakukan ketika kita menyelusuri jalan menuju kota

Sidikalang. Keindahan Danau Toba yang paling mempesona adalah ketika

menatap danau toba dari ketinggian di kawasan yang disebut Panorama di Tele

kabupaten Humbang Hasudutan. Menatap Danau Toba seperti hamparan lukisan

yang maha sempurna, gunung yang melingkupinya, danau di bawah yang

terhampar bak kain biru muda halus dan hijaunya pepohonan di kaki-kaki gunung

serta suasana sejuk, keheningan dari ketinggian adalah sebuah tempat kontemplasi

untuk mengagungkan Kebesaran Tuhan yang paling sempurna.

Untuk wisata Bahari Sumatera Utara sangat kaya karena dua wilayah

pesisir Barat dan Timur menjadi sesuatu yang berbeda eksotismenya, berbeda

deburan ombak dan pasir putihnya. Wilayah Timur dari mulai Pantai Cermin,

Pantai Puteri, Pantai Klang, Pantai Sialang Buah, hingga ke Tanjung Balai adalah

pesisir pantai Timur yang kaya akan hutan mangrove (Bakau) hingga ke jenis-

jenis ikan yang hidup di laut dengan pesisir mangrovenya, pantai dengan ombak
dan gelombang yang relatif tidak tinggi dan deras karena lautannya berupa selat

Malaka yang memisahkan pulau sumatera dengan Semenanjung Malaya, akan

berbeda dengan Pantai wilayah pesisir Barat yang menghadap ke Samudera

Hindia, yang kaya akan terumbu karang, karang laut dan terumbunya yang sangat

indah dan kaya jenisnya, ikan-ikan di laut dalam yang cantik mempesona hingga

ke deburan ombaknya yang relatif tinggi dengan gelombang yang bertingkat-

tingkat. Tempat surfing yang standard internasional tentunya berada Pulau Nias.

Kawasan wisata pantai Lagundri dan pantai Sorake di Pulau Nias adalah

tempatnya event-event internasional untuk surfing.

Berbagai upaya yang telah dilakukan dan akan terus dilakukan untuk

meningkatkan pencitraan Sumatera Utara sebagai destinasi wisata unggulan.

Hasilnya mulai nampak sekalipun masih jauh dari harapan, karena pemulihan

citra bukan pekerjaan instant, apalagi jika upaya ini hanya dilakukan untuk

keperluan jangka pendek, sementara yang dimaksudkan dalam meningkatkan

pencitraan Sumatera Utara sebagai Destinasi Wisata Indonesia setelah Bali dan

Pulau Jawa, disini adalah suatu yang sifatnya jangka panjang ke masa depan.

Melihat hal ini muncul berbagai pandangan dan wacana yang menyarankan

kepada Pemerintah, agar memacu destinasi-destinasi baru di selain Berastagi dan

Parapat Danau Toba (Danau Toba itu milik Kabupaten Sumalungun, kabupaten

Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi Hingga ke

kabupaten Humbang Hasudutan) jadi jangan dinikmati dari Parapat Saja.

Sumatera Utara adalah sebuah karunia yang diberikan Tuhan kepada

nusantara. Keunikan yang dimiliki Sumatera Utara dengan, Kawasan Bukit

Barisan, Kawasan Ekosistem Leuser, Danau Toba, Berastagi, pesisir dan pantai-
pantai barat dan pantai timurnya serta masyarakat multikulturalnya perlu dijaga

sebagai sebuah warisan. Karena itu diperlukan sebuah pemahaman Arif tentang

harmonisasi dan pelestarian Sumatera Utara secara menyeluruh dalam arti bahwa

Sumatera Utara adalah sebuah warisan Nusantara dan warisan dunia yang perlu

diselamatkan. Dinamika kehidupan yang ada di atas Tanah Sumatera Utara sendiri

dengan tatanan kosmologinya adalah sebuah keunikan yang sangat eksotis,

memukau dan memberikan pembelajaran akan arti keindahan, eksotisme, penjaga

kelestarian alam dan harmonisnya kehidupan antar etnis, antar kelompok

masyarakat, antar penganut agama di Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah


Dari penjelasan di atas, maka lebih khususnya penulis mengemukakan
perumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan kepariwisataan di Sumatera Utara
2. Bagaimana Dinamika budaya masyarakat Sumatera Utara guna mendukung
kepariwisataan
3. Bagaimana Kebijakan pemerintah yang diimplementasikan dengan PERDA
(Peraturan Daerah) dalam pengembangan kepariwisataan di Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Teori Sosial


Sejarah Sosial masih tergolong jenis penulisan sejarah yang baru.

Terbitnya majalah Comparative Study on Society and History pada tahun 1958 di

Inggris menjadi babak baru dalam tradisi penulisan sejarah Sosial. Sejarah sosial

mempunyai garapan yang sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakan sejarah

sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah ekonomi sehingga

menjadi semacam sejarah sosial ekonomi. Menurut Kuntowijoyo sejarah sosial

dapat mengambil fakta sosial sebagai bahan kajian. Tema seperti kemiskinan,

perbanditan, kekerasan, kriminalitas dapat menjadi sebuah sejarah. Demikian juga

sebaliknya kelimpah ruahan, kesalehan, kesatriaan, pertumbuhan penduduk,

migrasi, urbanisasi dan sebagainya.

Institusi sosial juga merupakan bahan garapan bagi sejarah sosial. Sejarah

sosial menjadikan masyarakat sebagai bahan kajian. Sepanjang lama ia

merupakan sejarah yang menyangkut manusia sebagai mahluk bermasyarakat

merupakan kajian sejarah sosial. Perkembangan ilmu sejarah tidak lagi hanya

menceritakan kejadian dan deretan tahun-tahun tanpa melihat saling hubungan

antara satu dengan yang lainnya, tetapi akan melihat satu kejadian dengan

menganalisis adanya saling hubungan antara kejadian-kejadian sejarah dalam

skala tempat dan semata-mata bertujuan menceritakan kejadian tetapi bermaksud

menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebabnya. Kondisi dan

lingkungannya, konteks sosial kulturalnya, secara mendalam dilakukan analisis


tentang faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual serta unsur-unsur yang

merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji.

Peter Burke menyatakan teori sosial dalam konteks sejarah memberikan

sumbangan besar terhadap telaah sejarah. Ilmu sosial bukan saja menjabarkan

pentingnya teori sosial dalam menganalisis berbagai peristiwa sejarah tetapi juga

telah berabad-abad menjadi pertentangan antara sejarawan dan sosiolog. Pada

awal abad 20 sejarawan dan teori sosial tidak pernah putus hubungan sama sekali,

beberapa contoh misalnya : pada tahun 1919 sejarawan terkenal Belanda Johan

Huizinga, menerbitkan buku Waning of the Middle Ages, yang mengkaji

kebudayaan abad ke 14 dan ke 15 dengan memanfaatkan ide-ide ahli antropologi

sosial. Tahun 1929 jurnal baru Annales dhistoire conomique et sociale

mengangkat ahli geografi politik Andre Siegfried dan sosiologiawan Maurice

Halbwachs untuk menjadi anggota dewan redaksi bersama para sejarawan. Pada

1939 pakar ekonomi Joseph Schumpeter menerbitkan penelitian tentang daur

bisnis yang berbahaya bersumber dari sejarah. Sosiologiawan Norbert Elias

menulis buku The Civilizing Process yang kemudian dikenal sebagai buku klasik.

Pada tahun 1949 antropologiawan Edward Evans Pritchard, yang sepanjang

hayatnya mendukung hubungan erat antara antropologi dan sejarah, menulis

sejarah tentang Sanusi dari Cyrenaica.

Penulisan sejarah deskriptif naratif yang hanya menonjolkan detail apa,

siapa, kapan, dimana dan bagaimana tidak lagi aktual dibicarakan. Penulisan ini

tidak memerlukan teori dan pendekatan ilmu sosial (ilmu bantu lainnya),

akibatnya penulisan sejarah yang seperti ini membuat sejarah itu kering.

Sebaliknya penulisan sejarah deskriptif analisis membutuhkan teori dan konsep-


konsep ilmu sosial membuat sejarah itu kaya akan intepretasi dan pemahaman

akan suatu peristiwa sejarah. Penulisan sejarah konvensional yang hanya

mengungkapkan fakta-fakta bagaikan ensiklopedi kecil. Perkembanan ilmu dan

dunia pendidikan ensiklopedi kecil itu tidak dibutuhkan lagi karena dengan

mengentry data melalui internet semua informasi dapat dengan mudah diperoleh.

2.2. Pariwisata dan Pembangunan


Memasuki abad 21, pariwisata diramalkan menjadi kegiatan industri

terbesar di dunia. Dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, pariwisata

memperlihatkan perkembangan yang stabil sejak perang dunia II, dan selama ini

luput dari fluktuasi ekstrim sebagaimana yang dialami sektor industri lain.

Fenomena dahsyat ini menyebabkan banyak negara, wilayah, masyarakat,

maupun investor di dunia ini yang mulai melirik, terjun dan melibatkan diri dalam

dunia kepariwisataan. Indonesia pun menyadari kekuatan sektor ini dan terus

mengembangkan industri pariwisata di tanah air.

Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun

1997, serta pemberlakuan otonomi daerah sejak tahun 2001, makin mendorong

kebutuhan untuk memperkuat sektor pariwisata sebagai sumber devisa dan

pemersatu bangsa. Dalam konteks tersebut banyak pemerintah daerah yang mulai

menyadari pentingnya pengembangan sektor pariwisata di daerah masin-masing,

meski mulanya masih dilihat sebagai sumber penghasilan PAD (Pendapatan Asli

Daerah) yang potensial. Kebijakan-kebijakan di bidang pariwisata yang diambil

kemudian adalah mendorong segala potensi daerah untuk mengembangkan

atraksi, produk dan destinasi wisata baru.


Wisata menurut UU No. 9/1990 tentang kepariwisataan didefinisikan

sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat

sementara, seperti perjalanan itu sebagian atau seluruhnya bertujuan untuk

menikmati objek dan daya tarik wisata. Seringkali pariwisata hanya dilihat dalam

bingkai ekonomi, padahal ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi,

lingkungan dan sosial budaya yang bersifat global. Pariwisata harus bisa menjual,

namun pariwisata dapat juga memberikan manfaat dan menyumbang antara lain

kepada :

1. Pelestarian budaya dan adat istiadat.

2. Peningkatan kecerdasan masyarakat.

3. Peningkatan kesehatan dan kesegaran

4. Terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari

5. Terpeliaranya peninggalan kuno dan warisan masa lalu.

Harus diakui pula kadang kala kegiatan pariwisata membawa dampak

negatif pada lingkungan alam maupun sosial budaya, tetapi dalam kegiatan

pariwisata yang terkonsep baik dan tertata rapi, dampak menjual itupun dapat

diminimalisasi. Konkretnya pariwisata tidak akan menjual hutan, melainkan

keindahan hutannya. Ia tidak akan menjual binatang langka, tetapi ia akan menjual

kelangkaan binatang itu, dan seterusnya.

Pada dasarnya prinsip pengembangan sektor pariwisata memiliki beberapa

hal yang harus dipertimbangkan yaitu :

1. Pariwisata melibatkan multisektor (perhubungan, akomodasi, objek wisata,

travel agent, dan sebagainya) yang pengembangannya tidak hanya tergantung

pada Kantor Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan pemerintah daerah.


2. Mengembangkan sektor pariwisata dengan mempertimbangkan kepekaan

budaya dan lingkungan dan tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan

untuk memperoleh devisa.

3. Pembangunan pariwisata yang inklusif yang menyertakan potensi masyarakat.

Kebijakan Pemerintah Daerah untuk pengembangan pariwisata antara lain

2. Menganalisis potensi pariwisata daerah, serta mengkaji faktor-faktor eksternal

dan internal yang mempengaruhi pengembangan pariwisata daerah. Daerah

harus dapat mengidentifkasi kombinasi atraksi budaya yang menjadi kekuatan

daerah yang akan dijadikan prioritas pengembangan pariwisata daerah.

3. Kebijakan pengembangan kombinasi atraksi budaya daerah diselaraskan

dengan pembangunan regional secara keseluruhan serta perencanaan tata

ruang provinsi.

4. Pengembangan infrastruktur daerah yang menunjang pengembangan sektor

pariwisata yang bekerjasama dengan pihak swasta. Infrastruktur daerah

fasilitas perhubungan (termasuk stasiun kereta api, bandara), sarana

pendidikan bagi tenaga kerja industri pariwisata, infrastruktur dasar bagi

pengembangan atraksi wisata potensial yang berlokasi daerah terpencil.

5. Promosi budaya dan wisata (yang menjadi tanggung jawab pemerintah

provinsi) bekerjasama dengan pihak swasta dan asosiasi-asosiasi pariwisata.

Jika daerah mengalami keterbatasan dana, kegiatan promosi budaya dan

wisata dapat memanfaatkan promosi melalui pasar wisata.


6. Kebijakan pelestarian dan pemeliharaan sumber daya alam yang sangat

penting bagi pengembangan pariwisata daerah, seperti : pantai, sungai, hutan

dengan melibatkan pihak swasta dan masyarakat.

7. kebijakan pengembangan peluang bisnis dan investasi asing pariwisata yang

dapat dilakukan langsung oleh pemerintah daerah dengan adanya otonomi

daerah, termasuk kebijakan-kebijakan yang bersifat teknis seperti : pemberian

izin investasi di daerah.

8. Kebijakan pengembangan usaha kecil menengah pariwisata : mendorong

kemitraan dengan usaha besar dalam negeri dan asing,

mengadakan/menfasilitasi pengadaan fasilitas-fasilitas terpadu (pelatihan,

penyediaan fasilitas keuangan, pemasaran, teknis, pengembangan sumber daya

manusia).

9. Kebijakan untuk mengakses sumber dana bagi calon investor, terutama calon

investor menengah dan kecil dengan penekanan pada kelayakan usahanya.

Memberikan informasi/penjelasan tentang berbagai skim kredit yang tersedia

dan lembaga pendamping untuk dapat mengakses sumber dana tersebut.

10. Kebijakan pengembangan sumber daya manusia. Khususnya perhatian

diberikan pada pengembangan sumber daya manusia di sektor-sektor/keahlian

yang dibutuhkan/sesuai dengan prioritas dan kekuatan daerah. Termasuk ke

dalam prioritas pengembangan sumber daya manusia adalah pengembagan

wirausaha dalam bentuk pendidikan/pelatihan ketrampilan formal maupun

informal.

11. Kebijakan mendorong pariwisata mancanegara dan mendorong kerjasama

antar kota, sister cities.


Mill Roekaerta dan Kris Savat dalam Mass Tourism in South and

Southeast Asia: A Challenge to Christian and The Chuches menegaskan beberapa

keuntungan kepariwisataan sebagai berikut :

1. Membuka kesempatan kerja : Industri pariwisata merupakan kegiatan mata

rantai yang sangat panjang sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi

masyarakat sekitarnya.

2. Menambah masukan atau pendapatan masyarakat daerah. Di daerah

pariwisata tersebut masyarakat dapat menambah pendapatan dengan menjual

barang-barang dan jasa.

3. Menambah devisa negara : dengan semakin banyaknya wisatawan asing yang

datang ke Indonesia maka akan semakin banyak devisa yang diterima.

4. Merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indoneasia: kebudayaan yang ada

dapat tumbuh dan berkembang karena adanya pariwisata. Wisatawan asing

yang datang ke Indonesia banyak yang ingin melihat kebudayaan asli

Indonesia sehingga kebudayaan itu dapat tumbuh dan berkembang.

5. Menunjang gerak pembangunan daerah: di daerah pariwisata banyak timbul

pembangunan jalan, hotel, restoran dan lain-lain sehingga pembangunan di

daerah lebih maju.

Literatur pariwisata (UNESCAP 2003 : 9) menceritakan kepada kita

bahwa pariwisata menjanjikan pertumbuhan ekonomi dengan menghasilkan

devisa untuk sebuah negara, pendapatan pajak dan investasi baru, diversifikasi

perekonomian setempat dan penciptaan lapangan kerja langsung dan tidak

langsung. Pariwsata juga memberikan sumbangan pada pengembangan

infrastruktur yang menguntungkan wisatawan maupun penduduk setempat. Lebih


jauh banyak pekerjaan yang tercipta oleh pariwisata adalah pekerjaan dengan

upah rendah dan tidak terampil merupakan tahap penting untuk pengembangan

peta penduduk miskin. Pekerja mengharap upah tinggi, tetapi ketrampilan yang

dimiliki minim.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengembangan pariwisata dapat

diartikan sebagai suatu rangkaian pengembangan dari berbagai macam bidang

usaha yang bersama-sama menghasilkan barang dan jasa yang mampu

menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan

kerja, peningkatan penghasilan masyarakat dan daerah.

2.3. Konsep Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat


Pariwisata sering juga disebut sebagai ekspor tanpa wujud (invisible

export), disebabkan banyak negara di dunia yang berhasil mengumpulkan devisa

dalam jumlah besar dari kegiatan kepariwisataan. Berbagai kegiatan pariwisata

yang dapat meningkatkan sumber pendapatan negara dan masyarakat terdiri dari

aneka kegiatan, seperti imbalan jasa transportasi, jasa boga (catering dan

restorant), akomodasi (hotel, motel, losmen), souvenir, pemandu wisata, usaha

perjalanan, dan lain-lain.

Untuk mencapai hal itu dibutuhkan keseriusan dan konsistensi sikap

politik pemerintah dalam pengembangan pariwisata. Sebagai institusi yang

menjalankan fungsi fasilitasi, maka pemerintah menjadi pihak pertama yang

dituntut untuk menginisiasi arahan-arahan dan perumusan kebijakan yang

mendorong pemangku kepentingan lainnya merancang program-program yang

memenuhi kriteria kesesuaian. Kebijakan yang dirumuskan hendaknya mampu

mendorong semua pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan perannya


sehingga terbuka ruang yang lebih besar bagi masyarakat miskin untuk

memperoleh distribusi dan redistribusi sumber daya pariwisata.

Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat secara nasional sudah

dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1990 dengan diberlakukannya Undang-

undang nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, khusunya pada bab II azas

dan tujuan pada pasal 2 dan pasal 3 huruf (d), serta bab V peran serta masyarakat

pada pasal 30 yang menyatakan :

....(Azas pasal 2) penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan


berdasarkan azas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, asli dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada diri
sendiri (tujuan pasal 3) penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan
a) memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan
meningkatkan objek dan daya tarik wisata; b) memupuk rasa cinta
tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c) memperluas
dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d)
meningkatkan pendapatan nasional (pasal 3). (peran serta
masyarakat-pasal 30), yakni ; (1) masyarakat memiliki kesempatan
yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
kepariwisataan, (2) dalam rangka proses pengambilan keputusan,
pemerintah dapat mengikutsertakan masyarakat sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) melalui penyampaian saran, pendapat, dan
pertimbangan (3) pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Agar pariwisata secara universal mampu menghadapi kompetisi global

serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat, maka peran pemerintah sebagai

pelaku dan sekaligus fasilitator sangatlah besar dan sangat diperlukan untuk

menjamin terlaksananya pembangunan dan pengembangan kepariwisataan yang

berkelanjutan (suistainable) dengan mengikutsertakan dan mengoptimalisasikan

para pelaku pembangunan di sektor pariwisata yakni pemerintah termasuk Pemda,

masyarakat lokal dan pihak swasta (investor). Peran tersebut diwujudkan dalam

kebijaksanaan umum pengembangan pariwisata, yaitu kebijakan untuk menjaga

keseimbangan antara peran serta pemerintah, swasta dan masyarakat.


2.3 Alur Kerja Proses Kreatif

Dinamika

Kebijakan Implemen
DTW PERDA
Kepariwisa- tasi
taan
berdasarkan
PERDA Perkembang-
an
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memetakan potensi

pariwisata di Sumatera Utara dengan pengimplementasian Undang-Undang baik

Kepres, PP, Perda ataupun Lembaran daerah. Tujuan penelitian dapat dilihat pada

poin-poin berikut:

1. Mengungkapkan potensi wisata di Provinsi Sumatera Utara seperti wisata

bahari (sungai, pesisir, dan danau) ataupun kawasan hutan lindung dan

lainnya.

2. Memetakan kebijakan dengan pengimplementasian pada potensi-potenssi

wissata tersebut serta pembangunannya.

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara umum adalah untuk memberikan penjelasan

lebih lengkap mengenai potensi wisata di Sumatera. Secara khusus hasil

penelitian dapat dipakai sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan untuk menggali potensi pariwisata di Sumatera Utara.


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Disain Penelitian

Sejarah Pembangunan Kepariwisataan


Sumatera Utara

Observasi

Wawancara Perkembangan
Kepariwisataan Pendekatan
terstruktur
Fenome-
Indepth nologis
Dinamika Budaya
Interview
Masyarakat Sumatera
Utara
Telaah Analisis
pustaka Kebijakan Pemerintah
Kebijakan
dalam PERDA
Sosial

Rekonstruksi
Indepth
Interview fakta sosiokultural

Asumsi
Paradigma Analisis
Draft nilai kearifan lokal fenomenologis

Focused Persepsi
Group Konsep Sejarah Pembangunan masyarakat
Discussion Pariwisata Dalam Bentuk terhadap fakta
Buku kebijakan
kepariwisataan
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian mengenai Sejarah dan Dinamika Budaya Masyarakat dalam

implementasi Peraturan Daerah (PERDA) Perkembangan Kepariwisataan di

Sumatera Utara ini, merupakan jenis deskriptif analisis dengan teknik analisa data

secara kualitatif. Pilihan terhadap metode deskriptif-kualitatif ini dimaksudkan

agar dapat dikumpulkan data atau informasi tentang situasi dari kondisi terakhir

berdasarkan fakta secara akurat.

Penelitian deskriptif sebagaimana dikemukakan oleh Narbuko dan

Achmadi merupakan penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan

masalah yang ada sekarang berdasarkan data, jadi ia juga menyajikan data,

menganalisis, dan mengintepretasikan. Seiring dengan itu, Travers dalam Sevilla,

dkk (1993) menyatakan bahwa tujuan utama menggunakan metode ini adalah

untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat

penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Di lain

pihak, Supranto (1997) berpendapat bahwa penggunaan desain atau metode

deskriptif-kualitatif adalah untuk mencari fakta dengan intepretasi yang tepat,

dengan tujuan untuk mencari gambaran yang sistematis disertai fakta yang akurat.

Memperhatikan uraian tersebut maka maksud kajian dalam studi ini ialah

untuk mendiagnosis konsep pembangunan yang berbasis pada budaya Sumatera

Utara dihubungkan dengan kepariwisataan yang berbasis budaya. Mampukah satu

sama lain saling mengisi, disatu sisi kepariwisataan selalu dikonotasikan dengan

sifat yang pleesure kesenangan sementara objek wisata alam yang menjadi

andalanya.
3.3. Defenisi dan Konsep
a. Sejarah
Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu sajoratun yang artinya pohon.

Pohon dalam makna harfiahnya memiliki akar sebagai unsur paling dasar

memberi kehidupan pada keseluruhan unsur pohon itu sendiri. Akar juga tidak

dapat tumbuh sendiri jika tidak ada daun yang menangkap udara sebagai nafas

kehidupan bagi pohon. Hubungan satu sama lain dan saling ketergantungan tidak

ada yang paling penting inilah yang menggambarkan rangkaian kejadian dan

memberikan fakta bahwa yang penting adalah pohon itu sendiri sebagai satu

kesatuan.

Untuk menemukan identitas diri suatu masyarakat atau bangsa kajian

sejarah mutlak diperlukan. Sejarah tidak hanya memberikan informasi penting

mengenai masa lalu mereka, akan tetapi juga kondisi kekinian. Sejarah dikatakan

juga mampu memberikan prediksi mengenai kondisi masa depan. Makna dari

sejarah salam hal ini sejarah itu mampu memberikan informasi proses kehidupan

manusia dalam perjalanan waktu, sehingga keberadaan kita saat ini dapat

dipahami secara utuh. Guna sejarah salah satunya agar kesalahan-kesalahan

sejarah di masa lalu tidak terulang lagi di masa depan.

b. Dinamika Budaya

Budaya dalam konteks ilmu antropologi adalah keseluruhan gagasan dan

karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari

hasil budi karya itu. Budaya adalah semua hasil cipta karya manusia untuk

kepentingan manusia dalam menunjang hidupnya. Budaya dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu:


1. Budaya berwujud (budaya materi), berupa benda-benda yang wujudnya

paling kecil, seperti jarum, kacing baju, sedang benda yang wujudnya besar

seperti gedung-gedung, bangunan dan sebagainya.

2. Budaya tak berwujud (budaya non materi) berupa tradisi-tradisi, adat-istiadat

dan sebagainya. Adapun istilah Inggrisnya, budaya berasal dari kata lain

Colere, yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau

bertani.

Dari pengertian ini berkembang menjadi culture, yang berarti segala daya dan

usaha manusia untuk merubah alam.

Kebudayaan adalah sebuah terminologi yang selalu melekat dalam

kehidupan keseharian manusia. Walaupun terminologi ini mudah difahami dan

dihayati, namun sulit dirumuskan dalam bentuk definisi. Pada level wacana

keilmuwan (intellectual discourse) ruang lingkup kebudayaan sangatlah luas dan

amat bervariasi. Setiap pembatasan yang diberikan terhadap makna kebudayaan

sangat dipengaruhi oleh dasar pemikiran tentang asas-asas pembentukan

masyarakat dan kehidupan manusia.

A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn (1952:7) memberikan pengertian

kebudayaan sebagai keseluruhan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun

implisit yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu

membentuk suatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk

perwujudan dalam bentuk benda-benda material. Sementara E.B. Tylor

mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat dan berbagai

kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.


Dari beberapa pengertian di atas, terlihat bahwa pengertian kebudayaan amat luas

dan kompleks.

Kebudayaan mengandung segala hasil olah pikir dan olah krida manusia,

yang secara normatif dimiliki bersama oleh sebuah satuan sosial yang disebut

"masyarakat". Di dalam satuan masyarakat itu terdapat agen-agen, atau para

pelaku yang menentukan, yaitu yang menciptakan atau meneruskan pencapaian-

pencapaian budaya. Agar suatu kebudayaan dapat lestari, yaitu selalu ada

eksistensinya (tidak perlu selalu berarti bentuk-bentuk pernyataannya), maka

upaya-upaya yang perlu dijamin kelangsungannya meliputi: perlindungan,

pengembangan, dan pemanfaatan.

Kebudayaan yang hidup mempunyai dinamikanya tersendiri: dinamika

pemertahanan maupun dinamika perubahan. Fungsi utama kebudayaan adalah

untuk membuat masyarakat pendukungnya tetap mempunyai kebersatuan dan

sama-sama memiliki kebudayaan tersebut sebagai jati dirinya. Dalam hal ini perlu

segera ditambahkan bahwa sejarah suatu bangsa adalah bagian dari jati dirinya,

oleh karena itulah dapat dikatakan bahwa anggota suatu masyarakat, agar dapat

menjadi komponen yang efektif dalam membangun integrasi, harus mempunyai

kesadaran budaya dan kesadaran sejarah.

Ada dua pandangan pokok mengenai apa yang dianggap komponen pokok

dari kebudayaan. Satu pandangan menyatakan bahwa kebudayaan par excellence

adalah nilai-nilai budaya beserta segala hasil pemikiran manusia dalam suatu

masyarakat, sedangkan tingkah laku dan benda-benda adalah akibat ikutan belaka

daripadanya. Pandangan yang lain menyatakan bahwa kebudayaan adalah


keseluruhan hasil pemikiran, pola tingkah laku, maupun benda-benda karya

manusia.

Proses terjadi dan berkembangnya kebudayaan dilihat dari dua teori, yaitu

teori idealistik dan teori materialistik. Teori idealistik menyatakan bahwa

pembentukan kebudayaan ditentukan oleh kapasitas manusia yang dapat

menciptakan dan mengembangkan ide-ide, sedangkan teori materialistik

menyatakan bahwa pembentukan kebudayaan ditentukan oleh lingkungan alam

dan peluang ekonomik yang dihadapi manusia. Budaya terjadi melalui proses

pendidikan dalam arti luas (formal maupun non formal dan informal, terstruktur

maupun tidak terstruktur, pendidikan jalur sekolah maupun "pendidikan

masyarakat"). Nilai-nilai budaya yang dianggap baik (luhur) diinternalisasikan

melalui berbagai macam program belajar, baik yang terstruktur ke dalam

kurikulum maupun yang bersifat meneruskan tradisi atau mengikuti adat.

Amatan terhadap sejarah kebudayaan dari berbagai kawasan di dunia ini

menunjukkan bahwa suatu hal yang dapat amat berpengaruh dalam perkembangan

kebudayaan adalah interaksi antar bangsa, atau juga interaksi di antara berbagai

sub bangsa. Proses-proses penyerapan unsur-unsur budaya di antara dua atau

beberapa bangsa yang dapat berposisi sebagai 'pendatang' dan 'tuan rumah',

ataupun sebagai sesama penghuni suatu kawasan, sehingga dapat membuahkan

'adopsi', 'modifikasi', 'lokalisasi', 'pembauran', maupun 'dominasi'. Proses-proses

yang pelik ini pun, dengan segala konfigurasinya, telah terjadi di wilayah

Indonesia ini, sejak zaman prasejarah hingga kini.

Bukan tanpa alasan bahwa para perintis kemerdekaan Republik Indonesia

ini mengusung suatu penggalan karya sastra klasik, yaitu bhinneka tunggal ika (=
terpisah namun satu jua) dan mentrasposisinya dari konteks keagamaan Siwa-

Budha ke dalam konteks yang berbeda, yaitu keanekaragaman budaya di dalam

satu negara modern. Sejak masa Pergerakan Nasional, khususnya sejak Sumpah

Pemuda, proses pembentukan kebudayaan baru, yaitu kebudayaan 'nasional'

Indonesia telah terjadi, dan ini tidak perlu dipertimbangkan dengan

keanekaragaman suku bangsa, yang masing-masing juga memperkembangkan

kebudayaannya.

Satu hal yang juga perlu dipahami kalangan luas adalah bahwa

kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang masing-masing telah membangun

tradisinya, bukanlah kebudayaan yang statis. Dari waktu ke waktu kita melihat

daya cipta mencuat di dalam tradisi, yang dapat membawakan perluasan khazanah

dan bahkan penciptaan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, namun

tetap diterima di dalam masyarakat yang bersangkutan. Kebudayaan adalah

bagaikan sebuah rumah, di mana seorang merasa aman di dalamnya. Rasa aman

itu dapat menjadi pandu dalam setiap perjalanan mencari makna hidup.

Sebaliknya, ketiadaan orientasi nilai dapat membuat orang resah atau tidak peduli.

b. Pengertian Pariwisata

Istilah Pariwisata sesungguhnya baru populer di Indonesia setelah

diselenggarakannya Musyawarah Nasional Tourisme II di Tretes, Jawa Timur

pada tanggal 2 14 Juni 1958. Sebelumnya kata Pariwisata adalah Tourisme

(dalam Bahasa Belanda) yang kemudian sering diIndonesiakan menjadi Turisme.

Berdasarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan

disebutkan defenisi dari wisata, wisatawan, kepariwisataan dan pariwisata yaitu:


1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang

dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara waktu untuk menikmati

objek dan daya tarik wisata.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk

pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di

dalamnya.

4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata

termasuk semua penyelenggaraan pariwisata.

Menurut Robert W. Mc.Intosh dan Charles R. Tourism may be defined as the

sum of the phenomena and relationships arising from the interaction of tourist,

business supplies, host government and host communities in the process of

attracting of hosting these tourist and other visitors Maksudnya adalah

pariwisata itu didefenisikan dengan sejumlah kejadian-kejadian yang terjadi

sehingga menjadi ciri khas sesuatu yang tertentu dan hubungan yang ditimbulkan

interaksi dari turis, orang yang berhubungan dengan bisnis, tuan rumah

(pemerintah) dan penduduk asli dalam proses menarik perhatian dan melayani

tuan rumah dan turis yang lain.

Menurut definisi yang luas, pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat

ke tempat yang lain, bersifat sementara dan dilakukan perorangan maupun

kelompok sebagai usaha mencari kesenangan atau kebahagiaan dengan

lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya dan ilmu. Beberapa pendapat para

pakar pariwisata mengenai kepariwisataan, yang pada umumnya memandang


kepariwisataan dari perspektif yang berbeda-beda, seperti yang dikatakan oleh

Salah Wahab yang memandang kepariwisataan dari sudut ekonomi, bahwa :

"Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru mampu menghasilkan


pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja,
peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktivitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, ia juga
meliputi industri-industri klasik sebenarnya seperti industri kerajinan
tangan dan cinderamata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis
juga dipandang sebagai industri".

Pengertian pariwisata ditinjau dari segi ekonomi pada mulanya tidaklah begitu

jelas dan mudah. Ini disebabkan oleh tidak adanya konsep atau batasan (definisi)

yang jelas mengenai bidang, bentuk atau jenis pariwisata dewasa ini. Demikian

pula industri-industri yang tergolong mana dan siapa-siapa saja sebenarnya dapat

dianggap sebagai seorang wisatawan. Pada permulaan abad 21 timbul keinginan

untuk merumuskan suatu konsepsi mengenai pariwisata yang dapat dipergunakan

sebagai pegangan untuk membangun industri, yang dinamakan industri

pariwisata.

Definisi kepariwisataan kemungkinan akan terus berubah, namun yang

pasti kepariwisataan memiliki dimensi-dimensi lain selain kegjatan ekonomi,

artinya terdapat kompleksitas interaksi dan akibat-akibat yang terjadi

sebelumnya, selama dan sesudah suatu perjalanan pariwisata. Lebih dari itu,

terdapat dampak-dampak psikologis, sosiologis, ekologis dan politis. Misi dalam

konteks kepariwisataan. Thoha memberikan pengertian konseptual mengenai arti

pengembangan sebagai suatu tindakan, proses, hasil atau peryataan menjadi lebih

baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan,

evolusi atas berbagai kemungkinan berkembangnya atau peningkatan atas sesuatu.


Kemajuan di bidang kepariwisataan juga didukung adanya objek wisata.

Objek wisata adalah tempat atau kedudukan yang memiliki sumber daya wisata

yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan

diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan. Objek wisata juga

merupakan salah satu bagian dari berbagai macam yang termasuk dalam produk

wisata, dimana objek wisata merupakan hal yang terutama dari sebuah daerah

tujuan wisata, karena objek wisata pada umumnya memiliki daya jual tersendiri,

dimana masing-masing objek wisata memiliki kekuatan-kekuatan karakter atau

daya tarik tersendiri yang mampu menarik wisatawan. Upaya pengembangan

objek-objek wisata didukung oleh faktor-faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu

1. Potensi wisata, yaitu potensi yang meliputi alamnya yang indah, adat-

istiadatnya, kesenian, budaya serta peninggalan-peninggalan sejarah.

2. Fasilitas, mencakup sarana dan prasarana transportasi, penginapan, restoran

dan kelengkapan wisata lainnya.

3. Pemasaran; merupakan usaha yang dilakukan agar apa yang diperlukan dapat

mendatangkan keuntungan, dengan demikian pemasaran akan mempengaruhi

usaha yang dilakukan.

4. Partisipasi masyarakat, dalam upaya pengembangan objek wisata ini, mutlak

diperlukan adanya partisipasi dan dukungan masyarakat, karena tanpa adanya

dukungan masyarakat upaya pengembangan tersebut tidak akan berhasil.

5. Dana, adalah faktor terpenting dalam upaya pengembangan objek wisata.

Pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

yang ditetapkan dengan undang-undang berfungsi materiil, artinya anggaran


pembiayaan dan pembangunan ini merupakan suatu perencanaan yang

diwujudkan dalam nilai nominal yang berisi jumlah-jumlah pengeluaran

negara maksimum, untuk membayar kegiatan-kegiatan non proyek untuk

masa satu tahun mendatang, dengan asumsi bahwa pengoperasian suatu

program tidak akan berjalan atau bekerja dengan baik tanpa adanya aset atau

dana. Faktor dana ini sangat menentukan kelanjutan perencanaan dan

pelaksanaan kegiatan proyek/program pengembangan objek wisata.

Setiap daerah kunjungan wisata harus menganalisis dengan baik dan

mengevaluasi sumber-sumber wisatanya atau kekuatan karakter objek wisatanya

agar dapat mengetahui kekuatan suatu objek dalam menyerap wisatawan. Spillane

menjelaskan bahwa di setiap objek wisata sebetulnya ada berbagai unsur yang

saling tergantung, semua ini diperlukan agar wisatawan dapat menikmati suatu

pengalaman yang memuaskan pada liburan mereka. Lima unsur yang harus

dimiliki oleh suatu objek wisata yaitu :

1. Attraction hal-hal yang menarik para wisatawan.

2. Fasilitas, adanya fasilitas yang diperlukan

3. Infrastruktur

4. Transportasi, jasa pengangkutan

5. Keramahtamahan atau kesediaan untuk menerima tamu.

Fasilitas ini bermakna bahwa pentingnya pendukung yang baik untuk

mengetengahkan suatu hal yang menarik bagi wisatawan, agar wisatawan mampu

menikmati berbagai objek wisata yang disuguhkan dengan maksimal tanpa

diliputi kekecewaan akan berbagai fasilitas yang mereka butuhkan seperti

penginapan, tempat tidur, makanan, minuman, souvenir dan pemandu penting


untuk disiapkan. Selain itu infrastruktur yang baik juga meliputi sistem pengairan,

jaringan komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik

dan energi, sistem pembuangan kotoran, jalan dan sistem, serta keamanan yang

terjamin.

3.4. Metode Analisis


Teknik yang digunakan teknik analisis data secara kualitatif. Pertimbangan

dipergunakannya metode penelitian kualitatif didasarkan pada tiga asumsi dasar

yang diintroduksi oleh Moeleong yaitu : pertama menyesuaikan metode kualitatif

lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua metode ini

menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan responden dan

ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Hasil pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan dokumentasi

selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Tahap-tahap proses analisis data meliputi :

1. Penelitian data, data yang sudah dikumpulkan melalui dokumentasi

wawancara dan observasi dengan memperhatikan validitas data, objektivitas

data, selanjutnya data-data tersebut diadakan pengkatagorian data dengan

sistem pencatatan yang relevan.

2. Intepretasi data dilakukan dengan cara menganalisis data dengan pemahaman

intelektual yang dibangun atas dasar pengalaman empirik terhadap data, fakta

dan informasi yang sudah dikumpulkan dan disederhanakan dalam analisis

data. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran yang jelas dan dapat menjawab berbagai masalah menyangkut

pertanyaan penelitian.
BAB V

HASIL YANG DICAPAI

5.1 Perkembangan Pariwisata Danau Toba di Sumatera Utara

Sumatera Utara mempunyai bermacam ragam destinasi Pariwisata dalam

hal pengembangan objek-objek wisata yang terdiri dari alam, budaya dan objek

wisata lainnya seperti kuliner, dan lain-lain. Pengembangan Pariwisata diharapkan

nantinya dapat menjadi salah satu cara dalam hal pengentasan kemiskinan, sesuai

dengan tujuan pembangunan kepariwisataan dalam UU No.10 Tahun 2009 yaitu

Peningkatan pertumbuhan ekonomi, Peningkatan kesejahteraan Rakyat,

Menghapus Kemiskinan, Mengatasi pengangguran, Melestarikan lingkungan,

Memajukan kebudayaan, Meningkatkan cinta tanah air, Memperkokoh jati diri

dan Memperkuat persatuan antar bangsa. Adapun program-program pariwisata

telah digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Provsu Tahun 20013-2018, yaitu Pengembangan pemasaran pariwisata,

pengembangan destinasi pariwisata, Pengembangan kemitraan, Pengembangan

Nilai Budaya, Pengelolaan Kekayaan Budaya, Pengelolaan Keragaman Budaya

dan Pengembangan kerjasama pengelolaan kekayaan budaya. Namun, dalam

pengembangan pariwisata di Sumatera Utara masih menghadapi berbagai kendala

yaitu adanya krisis global yang menyebabkan menurunnya investasi di bidang

pariwisata, terbatasnya SDM profesional, kualitas infrastruktur rendah, pelayanan

kepada wisatawan belum prima, dan masih belum sadarnya masyarakat di sekitar

objek wisata akan pentingnya sadar wisata / sapta pesona.

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Wisata Alam adalah


kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan

rekreasi alam. Sedangkan kawasan konservasi sendiri adalah kawasan dengan ciri

khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai sistem

penyangga kehidupan, peng-awetan keaneka-ragaman jenis tumbuhan dan

satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Pasal 31 dari Undang-undang No. 5 tahun 1990 menyebutkan bahwa

dalam taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian,

ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya dan wisata alam. Pasal 34

menyebutkan pula bahwa pengelolaan taman wisata dilaksanakan oleh

Pemerintah.

Berbagai kegiatan atamsebagai bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata

yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik dalam keadaan alami maupun

setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh

kesegaran jasmaniah dan rohaniah, men-dapatkan pengetahuan dan pengalaman

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Anonymous, 1982 dalam

Saragih, 1993)

Obyek wisata alam adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup seni-

budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya

tarik untuk dikunjungi (Anonymous, 1986).

Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (1979) mengasumsikan

obyek wisata adalah pembinaan terhadap ka-wasan beserta seluruh isinya maupun

terhadap aspek pengusahaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan

pengawasan terhadap ka-wasan wisata. Obyek wisata yang mempunyai unsur


fisik lingkungan berupa tumbuhan, satwa, geomorfologi, tanah, air, udara dan lain

sebagainya serta suatu atribut dari lingkungan yang menurut anggap-an

manusia memiliki nilai tertentu seperti keindahan, keunikan, ke-langkaan,

kekhasan, keragaman, bentangan alam dan keutuhan (Anonymous, 1987).

Obyek wisata alam yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi dua

obyek wisata alam yaitu obyek wisata yang terdapat di luar kawasan konservasi

dan obyek wisata yang terdapat di dalam kawasan konsevasi yang terdiri dari

taman nasional, taman wisata, taman buru, taman laut dan taman hutan raya.

Semua kawasan ini berada di bawah tanggung-jawab Direktorat Jendral

Perlindungan dan Pelestarian Alam.

Berbagai kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan berupa lintas alam,

mendaki gunung, mendayung, berenang, menyelam, ski air, menyusur sungai arus

deras, berburu (di taman buru). Sedangkan obyek wisata yang terdapat di luar

kawasan konservasi dikelola oleh Pemerintah Daerah, Pihak Swasta dan Perum

Perhutani, salah satunya adalah Wana Wisata.

Tingginya potensi sumberdaya alam merupakan potensi obyek wisata

alam yang terdiri dari unsur-unsur fisik lingkungan berupa tumbuhan, satwa,

geomorfologi, tanah, air, udara dan lain sebagainya, serta suatu atribut dari

lingkungan yang menurut anggapan manusia memiliki nilai-nilai tertentu

seperti keindahan, keunikan, kelangkaan, atau ke-khasan keragaman, bentangan

alam dan keutuhan.

Undang-Undang Kepariwisataan No. 9 Tahun 1990, menyatakan bahwa

penyelenggaraan pariwisata dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian


dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta obyek dan daya

tarik wisata itu sendiri, nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan

adab, mempertinggi derajat kema-nusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum

guna memperkokoh jati diri bangsa dalam rangka mewujudkan wawasan

Nusantara.

Menurut John, dkk. (1986), prinsip wisata yang paling berhasil

mengkombinasikan sejumlah minat yang berbeda diantaranya olah raga, satwa

liar , pakaian setempat, tempat ber-seja-rah, pemandangan yang mengagumkan,

makanan. Ditambahkan pula potensi wisata alam (kawasan yang dilindungi)

akan turun dengan cepat bila biaya, waktu dan ketidak-nyamanan perjalanan

meningkat atau bila bahaya selalu mengintai.

Berbagai fasilitas-fasilitas yang memadai diperlukan agar pengunjung

dapat menikmati keindahan atau kebudayaan daerah tersebut. Pene-rangan

disampaikan kepada pengunjung mengingat akan pentingnya keselamatan

pengunjung dan kelestarian alam dan kebersihan ling-kungan.

Keputusan Menteri Kehutanan RI No: 687/Kpts II/ 1989 Bab I

Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1 : bahwa hutan wisata adalah kawasan hutan

diperuntukkan secara khusus, dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata

dan wisata buru, yaitu hutan wisata yang memiliki keindahan alam dan ciri khas

tersendiri sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan budaya

disebut Taman Wisata.

Wana wisata adalah obyek-obyek wisata alam yang dibangun dan

dikembangkan oleh Perum Perhutani di dalam kawasan hutan produksi atau hutan
lindung secara terbatas dengan tidak mengubah fungsi pokoknya (Anonimous,

1989).

Danau sebagai bahan kajian, kawasan Danau Toba khususnya kota

Parapat, Tigaraja, Tigaras dan Haranggaol di Simalungun, Tongging di Kabupaten

Karo; Tomok, Tuktuk, Ambarita, Simanindo dan Balige (Tapanuli Utara) telah

berkembang menjadi daerah tujuan wisata ditandai dengan banyaknya kunjungan

wisatawan domestik dan mancanegara, apalagi Parapat berada pada jalur lintas

Sumatera-Jakarta via Tapanuli, maka tak ayal lagi waktu itu banyak berdiri hotel

yang dikelola swasta dan pemerintah dari kelas melati hingga kelas bintang,

rumah rumah penduduk yang juga dijadikan sebagai rumah tinggal wisatawan

mancanegara.

Berbagai usaha industry pariwisatapun tumbuh subur dibangun persis di

pantai Danau Toba, khususnya hotel, bahkan banyak juga penduduk yang pindah

dari kawasan bukit dan membangun rumah di pinggir pantai. Menurut hasil

pengukuran para ahli ketika itu tinggi permukaan air Danau Toba berada pada 905

meter diatas permukaan laut yang dijadikan sebagai batas normal ketinggian

danau termasuk menjadi patokan dalam Perda Nomor 1 Tahun 1990.

Ketika pendirian bangunan yang menjamur di pinggir pantai belum ada

aturan, kecuali aturan mengenai pendirian bangunan di kawasan perkotaan dan

ibukota kecamatan dipersyaratkan 12 meter dari as jalan dan wajib memiliki ijin

bangunan.

Selanjutnya berdirilah hotel dan penginapan menghadap pantai diatas tanah

milik pribadi atau tanah yang dibeli dari masyarakat, dan menurut para orangtua
setempat sesuai aturan adat yang berlaku, pantai atau "kaki" tanah juga menjadi

hak pemilik hotel/rumah hingga ke danau artinya pantai juga menjadi kawasan

hotel yang kemudian ditembok dan dibuat dermaga kapal.

Sudah banyak Hotel yang berdiri ketika itu persis di tepi pantai antara lain

hotel Samosir, Hotel Danau Toba, Hotel Sibigo, Hotel Natour dan home stay di

lokasi pantai bebas yang dipindahkan ke terminal Sosor Saba di Parapat;, Hotel

Silintong, Toba Beach Hotel, Toledo Inn, Carolina Cottage, dan beberapa rumah

penginapan di kawasan Tuktuksiadong serta di Pulau Tao Simanindo, Samosir.

Ketika terjadi perubahan musim yang kadang ekstrim dan beroperasinya

PLTA Asahan yang turut ditengarai menyebabkan surutnya air danau Toba,

tumbuh suburnya industry pariwisata, arus wisatawan yang makin besar,

pembuangan limbah hotel, limbah kapal dan limbah rumah tangga dan

penggunaan pestisida yang menggelora dalam berbagai usaha masyarakat

langsung ke Danau Toba tanpa disadari berdampak pada pencemaran air Danau

Toba dikhawatirkan semakin tinggi.

Kesadaran masyarakat di kawasan Danau Toba ketika itu belum

menyadari bahwa air Danau Toba sudah tercemar, mereka tetap saja mengambil

air minum dan mandi di Danau Toba, kendatipun terdengar issu bahwa

pencemaran telah melewati ambang batas. Issue ini diredam Pemerintah karena

dianggap belum diketahui pihak luar dan kuatir akan berdampak pada penurunan

arus wisatawan, namun Pemerintah diam-diam melakukan penelitian,

memprakarsai pembentukan lembaga atau Yayasan yang tidak diketahui hasil


kerjanya, serta melakukan pembangunan IPAL sepanjang pantai Parapat-Tigaraja

hingga Ajibata, kini IPAL tersebut tidak lagi beroperasi.

Menyadari hal tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara

menetapkan sebuah peraturan yang diharapkan dapat menyelamatkan dan

melestarikan kawasan Danau Toba yakni Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1990

tentang Penataan Kawasan Danau Toba, antara lain ditetapkan larangan

mendirikan bangunan dipinggir pantai sejauh 50 meter dari bibir pantai (air),

dilarang mendirikan bangunan yang dapat menghambat pandangan kea rah pantai,

untuk penegakannya di lapangan Pemerintah Daerah diharapkan membuat patok

atau pilar batas 50 meter di wilayah pantai masing-masing.

Beberapa dari Pemerintah Kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba,

misalnya Kabupaten Tapanuli Utara pada waktu itu juga mengeluarkan Perda

tentang Larangan menguasai dan mengusahai tanah pangeahan (tanah yang timbul

akibat surutnya air Danau Toba), namun Perda ini juga terabaikan menjadi aturan

diatas kertas tidak terealisasi di lapangan seiring dengan perubahan politik

pemerintahan daerah dan pergantian para Pimpinan di tingkat Provinsi dan Daerah

Tingkat II.

Disebutkan bahwa disaat sebelum dan Peraturan Daerah Sumatera Utara

Nomor 1/1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba disosialisasikan dan

dilaksanakan, kondisi realitas di kawasan Danau Toba sangat tidak mendukung.

Permukaan Danau Toba makin surut mencapai 900-902 meter dpl hingga

memunculkan tanah kering di tepian Danau Toba, tercatat ratusan hektar


tanah "pangeahan" terutama pada pinggiran Danau yang landai, seperti di

kawasan bagian Utara hingga Barat dan Selatan pulau Samosir.

Dalam kurun waktu sekitar tahun 1988 hingga 1995, tanah timbul akibat

surutnya Danau Toba dimanfaatkan masyarakat pemilik tanah berbatasan menjadi

ladang dan sawah, ditanami hortikultura dan tanaman berbuah bahkan

membangun rumah tempat tinggal, sementara di kawasan wisata seperti di

Tuktuksiadong, Tomok, Ambarita, pantai yang kering ditimbun tanah dan batu

untuk memperluas lokasi usahanya (hotel, taman dan dermaga)/

Persoalan yang muncul ditengah perselisihan masyarakat adalah

pertengkaran bahkan bentrok fisik antar penduduk yang mengklaim pemilikan

atas tanah pangeahan termasuk upaya masyarakat menentang Pemerintah yang

menetapkan tanah tersebut sebagai tanah Negara.

Dengan demikian sesungguhnya Peraturan Daerah Sumatera Utara

Nomor 1/1990 dan Perda Tapanuli Utara tentang tanah pangeahan tidak dapat

diberlakukan dan diperhadapkan pada kondisi faktual yakni dikawasan yang

dilarang sudah banyak berdiri bangunan dan sumber mata pencaharian penduduk.

Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kecamatan tidak mungkin dapat

mengeluarkan Ijin Mendirikan Bangunan bagi hotel dan bangunan lain ditepi

Danau Toba dan selanjutnya banyak usaha pariwisata tidak memiliki ijin

operasional dan ijin lainnya karena IMBnya tidak ada, hingga saat ini tentunya.

Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 1/1990 tentang Penataan

Kawasan Danau Toba telah 18 tahun tidak dijalankan, mati suri, tanpa ada yang

bertanggungjawab untuk menjalankannya walaupun lima tahun belakangan ini


ada lembaga-lembaga yang dibentuk dalam rangka penanganan dan

pelestariannya antara lain BKPEKDT, LTRM. Mati surinya Perda Nomor 1/1990

tersebut telah mengakibatkan kawasan Danau Toba danau terbesar kedua di dunia

sesudah danau Victoria di Afrika ini tampak semrawut dan tidak lagi memberi

manfaat maksimal bagi masyarakat, padahal kawasan Danau Toba sudah

ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dan objek pariwisata nasional.

Sebagai Pertanyaan selanjutnya adalah siapakah yang mampu

membangkitkan kembali Perda tersebut? Harapan ditujukan kepada Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara dibawah pimpinan Gubernur akan dapat merealisasinya

di lapangan, kendatipun diakui bahwa untuk menata kawasan ini butuh waktu dan

keterlibatan semua elemen masyarakat, dan Daerah sekitar bertanggung jawab

terhadap pengelolaan ekosistem dari pencemaran.

Khusus untuk penanganan kawasan Danau Toba sebagai kawasan

pengembangan pariwisata, Pemerintah Pusat juga telah mengeluarkan Inpres

Nomor 16/2005 tentang Koordinasi dan keterpaduan semua Lembaga Pemerintah

di tingkat Pusat (Departemen dan Non Departemen) sampai ke tingkat Daerah

(Gubernur/Bupati/Walikota dan jajarannya) untuk memberi perhatian bagi

pembangunan dan pengembangan kepariwisataan.

Danau Toba adalah reservoir air tawar terbesar di Asia Tenggara dan

sebagai pegunungan tropis di dunia dengan luas permukaan mencapai 1.100 km

dengan kedalaman maksimum sekitar 450 meter, terletak di puncak vulkanik tua

pada ketinggian 905 meter di atas permukaan air laut (Sinamo, 1999, dan Whitten,

dkk, 2001).
Letak Geografis Danau Toba yang unik ini menyimpan berbagai potensi

ekonomis yang menjadi sumber kehidupan masyarakat luas, terutama sumber air

tawar yang melimpah dan hutan tropis yang lebat. Daya tarik Danau Toba yang

paling terkenal adalah keindahan alamnya yang telah diakui dunia. Seharusnya

dengan kekayaan alam Danau Toba jika dimanfaatkan dengan baik akan

mengakibatkan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat yang berada di

sekitarnya, namun sudah ratusan tahun keberadaan Danau Toba kehidupan

masyarakat yang berada di sekitarnya masih berada pada masyarakat miskin.

Persoalan lingkungan hidup di sekitar perairan Danau Toba akhir-akhir ini

menjadi agenda dan topik aktual. Yakni pencemaran air danau, menurunnya debit

air danau dan penggundulan hutan. Akibatnya, pesona Danau Toba dan Pulau

Samosir yang menjadi daerah tujuan wisata ketiga di Indonesia setelah Bali dan

Yogyakarta, terancam sirna karena kurangnya penataan lingkungan, sarana dan

prasarana yang dimiliki. Dalam menghadapi berbagai persoalan tersebut,

Pemerintah Kabupaten Simalungun telah membuat kebijakan. Adapun arah

kebijakan Pemerintah Simalungun tercermin pada RPJMD (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah) lima tahun. Pada periode tahun 2005-

2025, mencakup pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, mengurangi

angka kemiskinan, penanggulangan kemiskinan, penanggulangan pengangguran,

modernisasi sistem dan usaha agribisnis, diversifikasi produk-produk tanaman

pangan, revitalisasi sistem ketahanan pangan, pengembangan tujuan/daerah wisata

potensial dan peningkatan pelayanan publik. Kenaikan tingkat kunjungan

wisatawan ke Danau Toba tidak begitu signifikan untuk tiap tahunnya. Hal ini

tentu saja, merupakan hambatan bagi pengembangan kepariwisataan di Danau


Toba tersebut. Adapun beberapa faktor-faktor penghambat pengembangan

kepariwisataan di Danau Toba yaitu :

Keadaan sekitar Danau Toba yang tercemar dan terancam terkena

degradasi.Kawasan hutan dan pegunungan yang mengelilingi Danau Toba

semakin gundul. Permukaan air Danau Toba yang sudah surut hampir empat

meter dan mungkin lebih akan bertambah surut lagi karena tidak adanya penahan

air. Kurangnya sarana dan prasarana.Melihat berbagai kekurangan dan kelemahan

yang ada, bukan tidak mungkin masa depan keindahan alam Danau Toba sebagai

daerah tujuan wisata semakin tidak menarik lagi bagi wisatawan lokal dan manca

negara. Sebab, untuk meraup devisa bagi negara dari sektor pariwisata, tidak

cukup hanya dengan mengandalkan keindahan alam dan keunikan budayanya

saja. Pembenahan dan perbaikan infrastruktur memainkan peranan penting untuk

mendukung keindahan alam, disamping keramahtamahan dan rasa kekeluargaan

yang tidak bisa dilupakan.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam pengembangan

pariwisata di kawasan objek wisata Danau Toba, antara lain, yaitu :

1. Berbagai kegiatan yang diselenggarakan di kawasan Danau Toba dan

yang dilaksanakan di kabupaten Samosir, misalnya penyelenggaraan FIPOB 2008

di Sumatera Utara (kabupaten Batubara dan Samosir).

2. Pelaksanaan Lake Toba Ecotourism Sport setiap tahun.

3. Pelaksanaan Pesta Danau Toba setiap tahun.


4. Mensinkronkan secara terstruktur dan sinergi pengembangan destinasi

pariwisata Danau Toba oleh para stakeholder yang tergabung dalam wadah DMO

(Destination Management Organization). Merupakan kerja sama yang bersinergi

antara pemerintah pusat melalui Kemenbudpar, Dinas Budaya dan Pariwisata

propinsi, Dinas Pariwisata kabupaten di kawasan Danau Toba serta stakeholder

lainnya dimana pembangunan jalan outer ring road Danau Toba sudah menjadi

salah satu program nasional dalam rangka percepatan pengembangan destinasi

pariwisata Danau Toba. Terdapat 3 wilayah yang menjadi fokus utama, yakni

Tomok, Tuktuk dan Ambarita, dengan tidak mengesampingkan wilayah lainnya.

5. Kawasan wisata Danau Toba akan dijadikan ikon pariwisata nasional

setelah Bali. Rencana itu ditetapkan setelah adanya kesepakatan dan dukungan

dari pemerintah pusat melalui nota kesepahaman yang dibuat seluruh unsur terkait

di Sumatera Utara dengan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Langkah pertama, pihak Dinas Budaya

dan Pariwisata Sumatera Utara akan menyosialisasikan dan mempromosikan

potensi Danau Toba bekerja sama dengan Dinas Budaya dan Pariwisata Bali.

Langkah itu dilakukan karena Bali sudah menjadi ujung tombak pariwisata

nasional dan banyaknya turis yang berada di lokasi wisata yang dijuluki "Pulau

Dewata" tersebut. Pihak Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatera Utara

berkeinginan ada program promosi wisata kembar antara Bali dan Danau Toba.

6. Dinas Pariwisata dan Budaya Sumatera Utara akan menyiapkan sarana

dan prasarana guna memudahkan dan menarik minta wisatawan untuk berkunjung

ke Danau Toba. Sebab sebagian besar wisatawan enggan berkunjung ke Danau

Toba karena banyak kerusakan jalan dan jarak yang harus ditempuh. Untuk jalan
darat, pihak Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatera Utara akan memperbaiki

infrastruktur jalan melalui koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait,

khususnya Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Namun akan diupayakan juga

kemudahantransportasi udara yang mampu mempersingkat jarak tempuh ke

kawasan wisata Danau Toba. Untuk merealisasikan hal itu, pihak Pemerintah

Sumatera Utara sedang mengupayakan perbaikan dan pengembangan Bandara

Silangit di Kabupaten Tapanuli Utara.

7. Untuk di lokasi wisata Danau Toba, akan dibangun kereta gantung

(cable car) untuk memudahkan wisatawan dalam menikmati seluruh keindahan

lokasi wisata tersebut. Kereta gantung yang akan dibangun cukup panjang dan

meliputi dua kabupaten di kawasan Danau Toba tersebut diperkirakan akan

mengubah penampilan dan fasilitas tempat itu.

8. Kemudian, untuk mempermudah wisatawan menikmati Danau Toba,

Pemerintah akan membangun satu lagi pintu masuk di Kecamatan

Merek,Kabupaten Tanah Karo dengan berbagai fasilitas yang cukup lengkap.

Terdapat beberapa mantan teknokrat dari Jerman yang ingin membangunpintu

masuk tersebut dengan tambahan fasilitas seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan,

dan hotel. Semuanya akan ditanggung oleh para teknokrat tersebut karena ingin

memberikan pengabdian kemanusiaan," katanya. Rencana pengembangan

kawasan wisata Danau Toba itu akan dimulai pada pertengahan 2011. Sedangkan

pada rencananya pada 2012, pemerintah pusat akan menambah anggaran lagi

untuk pembangunan fisik.


Berbagai yang telah dilakukan tersebut menunjukkan kinerja dalam

pengembangan kepariwisataan yaitu dapat dilihat dari peningkatan jumlah

kunjungan wisatawan ke Danau Toba.

Bagaimanapun juga, upaya penataan kawasan ini akan sangat berat dan

sulit, dan tidak sekedar menegakkan peraturan melalui penerapan hukum, tetapi

harus diperhatikan betapa perkembangan kehidupan masyarakat dan banyaknya

usaha/perusahaan yang telah eksis seperti peternakan ikan/KJA, usaha

transportasi/ferry, usaha peternakan di kawasan ini.

Kita sangat yakin, pemerintah akan dapat mencari solusi dan

menyelesaikan persoalan penataan kawasan Danau Toba tanpa ada yang merasa

dirugikan atau diabaikan, terutama mengingat saat ini sudah banyak

kegiatan/usaha yang berdiri di kawasan tersebut yang "melanggar" Perda.

5.2 Perkembangan Pariwisata Pegunungan di Berastagi Sumatera Utara

Berastagi merupakan tujuan utama wisata di Kabupaten Karo. Berastagi

terletak di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, yang juga terkenal dengan

nama Tanah Karo dan beribukotakan Kabanjahe. Kota Berastagi sebagai pusat

Kepariwisataan Kabupaten Karo terletak pada posisi strategis di jalan utama yang

menghubungkan Kota Medan dengan Parapat (Simalungun) atau Taman Iman

(Dairi). Kota ini juga merupakan pintu gerbang perjalanan wisata ke obyek wisata

lainnya di Sumatera Utara. Kota Berastagi juga telah didukung oleh sarana

akomodasi dan restoran yang sangat memadai dengan fasilitas umum yang cukup

baik seperti adanya stasiun bus, sarana komunikasi, sarana kesehatan, perbankan

dan money changer. Pengembangan kepariwisataan Berastagi tentunya


berhubungan dengan upaya memperkenalkan kekayaan, kebudayaan, dan jati diri

dari Kebudayaan Karo, yang berarti terkait juga terhadap perlindungan,

pengembangan dan pemanfaatan dalam menunjang dunia kepariwisataan.

Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo memiliki Visi dan

Misi Organisasi yang dapat dianggap sebagai falsafah organisasi. Visi dan Misi

yang telah dirumuskan bersifat tetap dan jangka panjang yang juga menjadi

kerangka dasar Perencanaan Strategis bagi pengembangan kepariwisataan di

Kabupaten Karo. Adapun visi tersebut adalah : Mewujudkan Kepariwisataan Karo

yang maju, Modern berwawasan lingkungan dan berdayasaing tinggi dengan

mempertahankan nilai-nilai budaya karo melalui peranserta masyarakat dan dunia

usaha yang seluas-luasnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan

kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan Misi Organisasi yaitu :

1. Memanfaatkan potensi pariwisata minat khusus secara optimal.

2. Memberdayakan secara maksimal obyek dan daya tarik wisata operasional dan

potensial serta agrowisata.

3. Keberpihakan kepada pengusaha menengah kebawah serta masyarakat,

khususnya pengusaha dan masyarakat lokal.

4. Peningkatan kemitraan antara berbagai instansi teknis pemerintah untuk

mencapai tujuan pembangunan yang saling terkait.


5. Peningkatan kualitas Aparatur Pemerintah, Pelaku Pariwisata dan masyarakat

terkait.

6. Membina budaya sebagai aset pariwisata.

7. Mendorong pembangunan prasarana, sarana dan fasilitas wisata.

8. Peningkatan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran wisatawan.

Adapun hambatan-hambatan pengembangan kepariwisataan dapat disebabkan

beberapa faktor, antara lain yaitu :

Daerah Berastagi sangat lekat dengan budaya Karo. Namun keadaan ini

tidak dapat dioptimalkan pemerintah menjadi potensi wisata yang menjadi daya

tarik wisatawan. Oleh sebab itu Arsitektur Tradisional Karo tidak berkembang,

malah semakin tenggelam.

Banyaknya jalan-jalan yang rusak terutama jalur Medan-Brastagi,

khususnya di sekitar kawasan PT Tirta Ceria Sejahtera dan kawasan objek wisata

Sembahe. Jalur Medan-Berastagi yang biasanya dapat ditempuh dalam waktu 1,5

jam, kini membutuhkan hingga 3-4 jam. Rusaknya infrastruktur khususnya jalan

ke lokasi wisata Berastagi ini membuat kalangan industri di daerah itu mengeluh.

Keluhan itu antara lain disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata

Indonesia (Asita) Sumatera Utara Solahuddin Nasution di Medan. Menurut beliau,

promosi yang gencar dilakukan belakangan ini bisa menjadi sia-sia jika kondisi

jalan yang semakin rusak parah itu tidak segera diperbaiki. Kurang terawatnya

kondisi jalan Medan ke Berastagi dimana terdapat banyak jurang di kiri kanannya

dan juga sering terjadi longsor.


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 11 Tahun 2006

tentang Retribusi Memasuki Obyek Wisata dan Perizinan Hiburan pada Bab II

tentang Pengembangan Pariwisata pasal 2 disebutkan tujuan upaya pengembangan

pariwisata di Kabupaten Karo adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah dari sektor Retribusi Obyek-Wisata dan Pendapatan Masyarakat Umum,

memperluas lapangan kerja dan mendorong kegiatankegiatan usaha pariwisata,

dan memperkenalkan serta mendayagunakan potensi daerah dari sektor keindahan

alam, kebudayaan daerah, hasil pertanian daerah dan hasil kerajinan daerah.

Selanjutnya pada pasal 3 pula disebutkan bahwa usaha-usaha pengembangan

kepariwisataan dilaksanakan dengan memelihara dan atau membina serta

melestarikan keindahan alam maupun kebudayaan daerah sebagai obyek dan daya

tarik wisata, membina sarana rekreasi dan hiburan serta mendorong usaha

pariwisata dan atraksi wisata, menata dan melengkapi obyek-obyek wisata

keindahan alam dan wisata budaya. Kemudian, dinyatakan pula bahwa usaha

pengembangan kepariwisataan dapat dilakukan dan bekerjasama dengan pihak

swasta. Sebagai upaya pengembangan kepariwisataan di Berastagi, salah satu cara

yang dilakukan pemerintah daerah adalah dengan mengadakan tradisi pesta

Mejuah-Juah dan Pesta Buah dan Bunga setiap tahun. Selanjutnya Tanah Karo

juga memiliki tradisi yang telah turun temurun dilakukan yaitu Kerja Tahun

yang diselenggarakan setiap tahun oleh orangorang Karo yang tinggal di daerah

tersebut ataupun yang sudah merantau datang kembali ke perkampungan yang

memiliki hubungan keluarga untuk saling berkunjung dan bersilaturahmi.

Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengembangan kepariwisataan

di Kapubaten Karo, khususnya kota Berastagi telah menunjukkan hasil yaitu pada
tahun 2014 terdapat 59 usaha akomodasi, 1.270 kamar, dan 2.213 tempat tidur

dengan tingkat hunian kamar mencapai 23,97 persen untuk hotel berbintang dan

untuk hotel melati dengan rata-rata 20,88 persen. Jumlah wisatawan yang datang

ke Kabupaten Karo mencapai 92.832 orang yang terdiri dari 15.308 orang

wisatawan mancanegara dan 77.524 orang wisatawan Nusantara. Berdasarkan

statistik tingkat penghunian tempat tidur selama tahun 2014 untuk seluruh hotel

rata-rata sebesar 25,31 persen. Tingkat penghunian tempat tidur yang paling tinggi

adalah hotel bintang 1, rata-rata sebesar 31,36 persen, kemudian hotel bintang 4

rata-rata 27,60 persen, dan hotel bintang 2 rata-rata 11,28 persen sedangkan hotel

melati sebesar 25,35 persen. Namun, selayaknya dengan segala potensi yang ada

seharusnya jumlah kunjungan wisatawan dapat ditingkatkan pada daerah ini.

Dalam hal mengembangkan kepariwisataan di daerah kota Berastagi maka

terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan Pemerintah, antara lain yaitu :

1. Hendaknya pihak Dinas Bina Marga mendirikan pos-pos pengawasan di

sepanjang jalur jalan Medan ke Berastagi yang disebabkan banyaknya jurang dan

sering terjadinya longsor maka pihak Dinas Bina Marga dapat memantau dan

mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Pemanfaatan warisan budaya sebagai modal harus dilaksanakan secara optimal

melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang baik, cerdas dan tepat, yang secara

umum bertujuan untuk meningkatkan ekonomi atau pendapatan masyarakat Karo

khususnya. Yang bertanggung jawab dalam melestarikan kebudayaan Karo adalah

pemerintah, baik melalui dinas-dinas yang terkait dengannya secara langsung

maupun yang tidak. Seyogianya pemerintah daerah melakukan berbagai upaya


untuk mengelola dan melestarikan warisan budaya leluhur yang sangat kaya dan

beragam tersebut. Dalam melestarikan ini perlu dilakukan kerjasama dengan

berbagai pihak pemangku kepentingan, yaitu yang berkaitan dengan budaya itu

sendiri. Misalnya dengan instansi terkait, akademisi, peneliti, dunia usaha,

organisasi sosial kemasyarakatan (LSM) dan sebagainya. Langkah-langkah yang

dilakukan pemerintah adalah dengan mengembangkan sistem komunikasi yang

sinergis antar instansi, akademisi, koordinasi, dan sinkronisasi, mengembangkan

berbagai pola pengumpulan data (inventarisasi), kajian, fasilitasi, gelar budaya,

pertunjukan kesenian, pembinaan, advokasi, pemberdayaan, revitalisasi dan

memperluas jaringan komunikasi dan informasi dan lain-lain. Ini semua

menunjukkan kehati-hatian dalam mengelola warisan budaya, apalagi dikaitkan

dengan dunia kepariwisataan.

5.3 Perkembangan Pariwisata Sungai di Tangkahan dan Bukit Lawang

Sumatera Utara

5.3.1 Perkembangan Pariwisata Sungai di Tangkahan

Propinsi Sumatera Utara pada umumnya memiliki potensi wisata yang

cukup banyak, salah satunya adalah ekowisata di Tangkahan.Isu ekowisata di

Indonesia terus berkembang dalam waktu beberapa tahun terakhir ini. Bahkan

pada beberapa negara berkembang lainnya telah menjadikan ekowisata sebagai

salah satu alternatif dalam meningkatkan pendapatan negara dan membuka

peluang kerja baru. Hal yang sangat menggembirakan adalah adanya perhatian

yang cukup besar dan meningkatnya kecenderungan dari Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) untuk turut serta di dalam mengembangkan ekowisata.Paduan

pelaksanaannya dan pelatihan-pelatihan dalam usaha meningkatkan kemampuan


dalam usaha para pengeola dan LSM sendiri mungkin sangat perlu untuk segera

dilaksanakan. Selain itu diperlukan pula suatu model pelaksanaan yang tepat,

yang harus terus disempurnakan. Mengingat pengelolaan ekowisata tidak terlepas

dari sektor bisnis, maka pelatihan untuk pengelolaan suatu usaha kecil sangat

diperlukan, yang mana suatu sektor yang jarang digeluti para aktivitas

LSM.Mengingat minat wisatawan yang tinggi untuk melakukan perjalanan

menantang sekaligus dapat menikmati keindahan alam hutan tropis, maka perlu

adanya usaha pengembangan potensi wisata ini dimana di daerah ini terdapat

banyak sungai yang mengalir deras sepanjang tahun dengan kondisi hutan yang

masih alami. Namun potensi yang cukup besar ini tidak dapat berkembang tanpa

usaha yang nyata dan maksimal utnuk meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia, melestarikan daerah aliran sungai, dan menambah sarana dan prasarana

yang mendukung atraksi wisata ini.

Kabupaten Langkat sangat kaya dengan sumberdaya alam berupa hutan tropis dan

keanekaragaman hayatinya; areal pertanian tanaman pangan, peternakan dan

perkebunan; sungai ; laut ; pariwisata ; dan bahan tambang seperti mintak bumi

dan gas bumi. Bila ditelusuri hampir semua kecamatan memiliki komoditi

unggulan yang dapat dipasarkan ke Medan, khususnya dalam kawasan segitiga

pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand IMT-GT (Indonesia Malaysia

Thailand Growth Triangle). Seperti disektor pertanian siapa tak kenal dengan

rambutan Brahrang, Jeruk Pantai Buaya, Durian Bahorok. Juga untuk komoditas

kelapa sawit, karet, kakao, kelapa. ternak kambing dan ayam petelur. udang,

kerapu dan kepiting, kayu bakau dan damar ataupun dari industri rumah tangga
seperti,. terasi, kerupuk ikan, industri anyaman purun, gula aren, sulaman bordir

dan lain-lain.

Dari kawasan ekosistem Leuser, untuk melihat potensi pegunungan, sungai dan

yang potensi turunannya seperti air terjun, gua, air panas mapun flora dan

faunanya. Pariwisata berbasis alam (ekotourism) telah lama berkembang di

kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, seperti jelajah hutan (trekking), arung

jeram (rufting), dan menghanyut dengan menggunakan ban bekas (Tubing) dan

pengamatan satwa liar seperti Orang Utan Sumatera (pong pygmaeus abelii),

Siamang (hylobates syndactilus), Owa (Hylobates lar), Kedih (presbytis sp),

Monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan beruk (macaca namestrina).

Beberapa lokasi yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) telah

lama berkembang menjadi destinasi wisata, seperti Kawasan Bukit Lawang-

Bahorok, Gunung Sibayak-Berastagi, Ketambe Lawe Gurah-Kuta Cane, dan yang

saat ini sedang berbenah dan sudah masuk dalam highlightnya Sumatera Utara

adalah Kawasan Ekowisata Tangkahan kabupaten Langkat.

Kawasan Tangkahan memang memiliki bentuka-bentukan alami yang

dapat menjadi potensi kepariwisataan khususnya ekowisata. Beberapa potensi

andalan seperti sumber mata air panas di Sei Beluh, Sei Sekucip, dan Sei Glugur,

Air Terjun Umang, Air Terjun Gambir, Gua dan Tebing merupakan daya tarik

tersendiri yang sangat dapat diandalkan bagi pengembangan kawasan Tangkahan

sebagai kawasan wisata nantinya.

Kawasan Tangkahan terletak pada pertemuan dua sungai yaitu sungai

Buluh dan sungai Batang Serangan, yang bergerak mengalirke hilir dan bertemu

dengan dengan Sungai Musam. Sungai Batang Seranganlah yang mengalir


membelah kota Tanjung Pura sebelum sampai di Pantai Timur Sumatera.

Kawasan Tangkahan masuk ke dalam wilayah dua desa yaitu desa Namo Sialang

dan desa Sei Serdang yang mayoritas merupakan suku Karo, suku Batak, Melayu

dan Jawa. Kawasan Tangkahan pada bagian Taman Nasional Gunung Leuser,

memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat kaya. Sebagian besar

kawasan Tangkahan merupakan hutan hujan tropis, mulai dari hutan primer

Dipterocarpaceae dan hutan primer campuran, secara umum didominasi oleh

tumbuhan dari family Dipterocarpaceae, Meliaceae, Burceraceae,

Euphorbiaceae dan Myrtaceae. Pohon-pohon besar dengan diameter di atas satu

meter seperti pohon kayu jenis damar, meranti, raja dan cendana masih dapat

disaksikan pada jalur-jalur yang relatif mudah dicapai di dalam kawasan hutan

yang asri di Kabupaten Langkat ini.

Dewasa ini kita berhadapan pada suatu realitas, bahwa dinamika

kepariwisataan kita sejak hampir sepuluh terakhir ini mengalami penurunan yang

amat drastis, tentu saja tidak harus dibiarkan hal ini berturut-turut karena

pariwisata adalah sektor yang sangat potensial bagi pembangunan dan perolehan

devisa negara. Saya ingin mengajak semua pihak yang berkepentingan dalam

sektor ini untuk mengambil hikmah dari kemerosotan ini agar dapat menyamakan

persepsi untuk bangkit bersama melangkah ke hari depan yang lebih baik.

Kita biasa mendengar komentar seseorang yang secara kebetulan

berkunjung ke satu daerah wisata di luar Jawa dan Bali, Mereka umumnya

memberi pujian tentang keindahan panorama dan ketakjuban menyaksikan

aktraksi Budayanya yang unik. Komentar yang luar biasa dan ketakjuban yang

keluar secara spontan berbarengan diakhir dengan kata "sayangnya" jalan menuju
obyek jauh dan rusak, "sayangnya" tidak ada hotel yang representatif,

"sayangnya" tidak ada restoran yang memadai, "sayangnya" tidak ada tempat

singgah untuk rehat dan terakhir tempat buang hajat di perjalanan tidak ada dan

kalaupun ada joroknya bukan kepalang. Kalau komentar atau keluh-kesah seperti

ini yang keluar, apa lagi yang harus dilakukan, kaarena realitasnya memang

demikian dan kitapun harus mau dengan jujur menerima kenyataan ini, sambil

bertanya pada diri sendiri. Apakah daerah/obyek destinasi semacam ini layak

dikunjungi wisatawan atau kasarnya mau dijual, tapi apakah kita tega menjualnya,

tapi juga siapa yang mau membeli/mengunjungi. Kasus serupa ini terjadi

dibanyak tempat yang disebut sebagai daerah obyek wisata. Kumpulan kasus

semacam ini menggugat kita untuk segera berbuat dan berhenti untuk menutup-

nutupi hal semacam ini dan sekarang sudah tiba saatnya kita sebaiknya melihat

realitas potensi destinasi kita dengan jujur, terbuka apa adanya dan mari kita

secara serius membicarakannya serta mencari jalan yang tepat dengan

menanggalkan pamrih dan kepentingan pribadi dan golongan, serta kelompok

untuk membangun kepariwisataan kita secara sistimatis, rasional dan bertanggung

jawab.Secara sederhana dalam bayangan yang selintas bahwa Pariwisata berbasis

masyarakat adalah sebuah obyek wisata disatu daerah yang ramai di kunjungi

orang dari berbagai penjuru, baik wisatawan local maupun mancanegara. Di

obyek tersebut tumbuh bermacam-macam kegiatan yang melibatkan masyarakat

setempat, baik berupa jasa tenaga, maupun infrastructural. Termasuk didalamnya

bahwa dinamika masyarakat itu sendiri dalam kerangka kehidupan

kemaysarakatannya menjadi juga obyek dari Pariwisata. Seperti berbagai ritual

dan tradisi dari masyarakat itu sendiri.


Kegiatan pariwisata berbasis masyarakat harus mampu mengembangkan

teknik-teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran

masyarakat, orientasi pariwisata berbasis masyarakat haruslah membantu

masyarakat pelaku wisata (sasaran) agar mampu mengembangkan diri atas dasar

inovasi-inovasi yang ada, Mulai dari fasilitas akomodasi (Hotel, Penginapan,

Losmen, atau bahkan rumah tinggal mereka dll). Restoran/Warung, Kios, Jasa

Telekomunikasi berupa Wartel, Cinderamata, Sarana rileks daari massage,

refleksi, Spa dll termasuk Pemandu Wisata, Transportasi, keamanan lingkungan

banyak lagi, semua itu dapat dikatagorikan sebagai faktor pendukung dari sebuah

fokus yang menjadi obyek wisata apakah ia berupa, Air Terjun, Danau, Hutan

Bakau, Pasir Putih, Deburan Ombak, Taman Karang, Hutan Tropis Perkebunan,

Sungai, Taman Margasatwa, Guwa, Bangunan Kuno/Candi, Masjid, Gereja,

Benteng dan lain-lain). Namun demikian banyak ritual-ritual tradisi dan acara-

acara budaya yang selama ini dianggap daya tarik wisata diberbagai distinasi

tertentu, sebenarnya telah pula mengalarni degradasi dan pemudaran nilai. Ritual-

ritual tradisi yang semua sangat sakral, kini tak lebih dari sandiwara yang

dilakonkan oleh masyarakat yang berpakaian adat dan dipimpin oleh sekelompok

orang yang dipermaklumkan sebagai tokoh adat, sebagai cendikiawan local,

sebagai Tetua, sebagai pemuka agama, yang dalam realitas sesungguhnya tidak

berakar lagi dalam kehiudpan masyarakat sehari-hari, tidak dapat dipungkuri

bahwa sangat banyak peristiwa-peristiwa budaya, acara-acara tradisi yang disebut

upacara sacral, ritual budaya dan dijadikan obyek/focus distinasi sesunggunya

dilaksanakan hanya karena tradisi tersebut masih tersimpan dalam kolektif

memori mereka melalui tradisi lisan yang terpelihara dan sedikit tertolong oleh
semangat otonomi daerah yang sejak tahun 1999, digalakkan berbagai daerah

sebagai upaya pencarian jatidiri dan identias local, sehubungan dengan itu

berbagai ritual tradisi digalakkan lagi sebagai simbol identitas, akibatinya

seringkali sangat fatal karena banyak dari ritual-ritual itu terkesan mengada-

ngada.

Pembangunan Kepariwisataan berbasis komunitas secara nasional sudah

dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 1990, dengan diberlakukannya Undang-

undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan; Bab II Azas dan Tujuan,

serta Bab V, Peran Serta Masyarakat yang menyatakan:

Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan

berdasarkan azas manfaat, usaha bersama dan

kekeluargaan, asli dan merata, perikehidupan dalam

keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri.

Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan: a)

memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan,

dan meningkatkan objek dan daya tarik wisata; b)

memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan

persahabatan antar bangsa; c) memperluas dan

memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan

kerja; d) meningkatkan pendapatan nasional dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat; dan e) mendorong

pendayagunaan produksi nasional.


--Peran Serta Masyarakat-- yakni: 1) Masyarakat

memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya

untuk berperan serta dalam penyelenggaraan

kepariwisataan. 2) Dalam rangka proses

pengambilan keputusan, Pemerintah dapat

mengikutsertakan masyarakat sebagaimana yang

dimaksud dalam ayat (1) melalui penyampaian

saran, pendapat, dan pertimbangan.

Pariwisata secara universal harus mampu

menghadapi kompetisi global serta memberikan nilai

tambah bagi masyarakat. Oleh karena itu peran

Pemerintah sebagai pelaku dan sekaligus fasilitator

sangatlah besar dan sangat diperlukan untuk

menjamin terlaksananya pembangunan dan

pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan,

dengan mengikutsertakan dan mengoptimalisasikan

para pelaku pembangunan di sektor pariwisata,

yakni: Pemerintah/Pemda, masyarakat lokal,

swasta/investor. Peran tersebut dapat diwujudkan

dalam Kebijaksanaan Umum Pengembangan

Pariwisata, yaitu kebijakan untuk menjaga

keseimbangan antara peran serta Pemerintah,

swasta, dan masyarakat (Suwantoro, 1997).


Oleh karena itulah, keberadaan suatu kawasan objek wisata perlu untuk selalu

dipelihara, dirawat, diperbaiki, ataupun dikembangkan sehingga tetap menarik

untuk dikunjungi, karena bila suatu kawasan kepariwisataan telah dirasakan

masyarakat setempat sebagai miliknya sendiri dan berfungsi dalam kehidupannya,

maka keberlanjutan kepariwisataan di daerah tersebut akan tetap dipelihara dan

dijaga oleh masyarakat setempat. Hal ini mutlak harus dilakukan mengingat

potensi pengembangan pariwisata di Indonesia yang sangat luar biasa yang

meliputi warisan budaya bangsa yang kaya sebagai aset kunci, seperti sejarah

keagamaan, seni, kerajinan, musik dan tari, dan gaya hidup tradisional di berbagai

daerah; bentangan alam yang indah, meliputi gunung berapi dan daerah

pegunungan, pulau-pulau dan lingkungan bahari, pantai maupun hutan hujan;

letaknya yang dekat dengan pasar-pasar pertumbuhan di Asia, seperti Singapura,

Jepang, Hongkong, Korea dan Cina untuk jangka panjang; penduduk yang sangat

besar jumlahnya dan semakin kaya, akan membentuk pasar domestik yang

menunjang perkembangan pariwisata; serta tenaga kerja yang besar dan relatif

murah, dan dengan demikian dapat menghasilkan produk dengan harga yang

dapat bersaing (Faulkner, 1997).

Tangkahan merupakan kombinasi dari vegetasi hutan dan topografi yang

berbukit, menjadikan tempat ini sangat ideal bagi tempat wisata. Sungai Batang

Serangan dan Bulih yang membelah hutan ini merupakan tipe sungai yang

mencirikan sungai di hutan tropis, dengan beraneka ragam jenis tumbuhan dan

tebing yang beraneka warna di tepian sugai ini. Air sungai yang sangat jernih dan

bernuansa hijau menciptakan panorama dan atmosfer yang alami dan mistik.
Tangkahan memiliki 11 air terjun dan beberapa sumber air panas, juga gua

kelelawar.

Untuk sampai di lokasi ini, dari terminal pinang baris di kota medan, bisa

menggunakan bis PS langsung menuju Tangkahan, melewati Stabat. Perjalanan ke

Tangkahan dapat ditempuh sekitar 3 - 4 jam dari kota Medan. Untuk menuju

kawasan ekowisata, kita harus menyebrangi sungai. Sungai batang serangan

cukup deras arusnya, sehingga harus menggunakan rakit, ini merupakan salah satu

petualangan lain yang akan dirasakan pengunjung Di Tangkahan sangat banyak

aktivitas yang dapat dilakukan baik yang berupa petualangan atau hanya sekedar

trekking di hutan tropis. Ada 3 jalur trekking di hutan ini mulai dari soft trekking

(untuk anak anak maupun keluarga) sampai yang bersifat petualangan. Para

pengunjung akan ditemani oleh pemandu lokal yang telah dibekali dengan

pengetahuan hutan dan interpretasi alam. Jalur trekking yang ada juga telah

dilengkapi dengan papan informasi tentang beberapa fenomena alam di hutan

Tangkahan.

Bagi yang suka petualangan, dapat merasakan pengalaman baru, yaitu

tubing. Tubing adalah semacam kegiatan rafting, namun tidak menggunakan

perahu karet seperti biasa. Kita akan duduk di atas ban mobil dan mengalir

mengikuti arus sungai sampai ke titik tertentu, sambil melewati goa, menikmati

pemandangan di tepi sungai. Jangan khawatir, para pemandu di Tangkahan

semuanya sudah sangat berpengalaman dalam kegiatan ini, dan mereka telah

mengikuti pelatihan keselamatan dan memiliki SOP.


Aktivitas lain yang dapat dilakukan selain pengamatan burung, berenang,

dan kegiatan alam bebas lainnya, pengunjung juga dapat ikut dengan masyarakat

yang melakukan monitoring hutan dengan gajah. Pengunjung akan diajak

berkeliling hutan sambil menunggang gajah. Sampai saat ini ada 3 ekor gajah

yang dipelihara dan dipergunakan untuk monitoring.

Untuk menginap di Tangkahan, telah tersedia ecolodge (bamboo river)

yang dikelola masyarakat, dilengkapi dengan restoran yang menyediakan menu

lokal sederhana, namun cukup lezat dinikmati.

Hutan Tangkahan masih merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem

Leuser. Kawasan hutan ini merupakan salah satu habitat asli dari Orangutan

Sumatera. Sebagai habitat Orangutan, data-data yang menjelaskan mengenai

keberadaan Orangutan di lokasi ini masih sangat kurang. Hutan Tangkahan

terletak di Desa Namo Sialang, Kecamatan Sei Serdang, Kabupaten Langkat,

Sumatera Utara. Daerah ini memiliki hamparan hutan hujan tropis dataran rendah

yang sangat luas dan kaya akan keanekaragaman hayati.

5.3.2 Perkembangan Pariwisata Sungai di Bahorok Sumatera Utara

Keragaman flora dan fauna di Kecamatan Bahorok, merupakan salah satu

pendukung meningkatnya minat wisatawan asing berkunjung ke Bukit Lawang.

Selain Orang Utan terdapat beberapa satwa yang saat ini berkembang biak dan

terpelihara dengan baik. Kawasan Bukitlawang telah menjadi Pusat Pengamatan

Orang Utan Sumatera (Viewing Centre) yang telah menjadi salah satu andalan

wisata di Sumatera Utara. Ketika bencana banjir bandang di kawasan Bukit

Lawang pada tanggal 2 November 2003, selama enam bulan kawasan ini sempat
ditutup untuk seluruh kegiatan parawisata. Akibatnya masyarakat setempat

yangmengandalkan nafkahnya dari sektor pariwisata tersebut terpaksa

menganggur. Tiga tahun kemudian kawasan wisata Bukit Lawang ini telah dibuka

kembali dan sejumlah wisatawan asing mulai berdatangan ke Bukit Lawang.

Kawasan wisata Bukit Lawang pada sekitar tahun 1995 pernah mengalami masa

jayanya, ketika itu tercatat kunjungan wisatawan mancanegara sejumlah 21.577

orang. Tahun pertama pasca bencana bandang (2004) jumlah kunjungan

wisatawan mancanegara merosot drastis menjadi 1.051 orang. Tahun 2005

kunjungan wisman meningkat menjadi 1.831 orang , Tahun 2006 tercatat 2.069

orang dan tahun 2007 tercatat kunjungan wisatawan asing sejumlah 3.042 orang.

Kini setelah sarana perhubungan menuju kawasan Bukit Lawang sudah

lebih baik dari sebelumnya diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan asing

maupun lokal pada tahun-tahun mendatang bakal terus bertambah. Sesuai dengan

visi-misi, tujuan dan sasaran Kabupaten Langkat, maka ditetapkan arah kebijakan

di bidang pariwisata Kabupaten Langkat sebagai berikut:

1. Menggali dan mengembangkan potensi pariwisata khususnya di daerah dengan

penekanan pada peningkatan sarana dan prasarana pariwisata.

2. Pemasaran industri pariwisata dengan penekanan pada keterpaduaanantar

produk dan pasar pariwisata, termasuk pengembangan sistem informasi jaringan

pariwisata antardaerah dalam rangka mendukung penguatan dan pengembangan

promosi pariwisata terpadu ke pasar global.

3. Menggali, memelihara, mengembangkan serta melestarikan nilai budaya daerah

yang berakar pada nilai tradisional serta sejarah dan situs sejarah. Kawasan wisata
Bukit Keasrian Bukit Lawang, Bahorok Kabupaten Langkat memiliki daya tarik

bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Ketika terjadi banjir bandang

pada tahun 2003 Bukit Lawang Bahorok tersebut, sebenarnya membangun citra

yang buruk bagi daerah tujuan wisata (DTW) tersebut. Permasalahan juga terjadi

dengan banyaknya berdiri bangunan liar di areal kawasan wisata tanpa izin dari

pemerintah. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat belum menyadari arti

penting penataan kawasan tersebut. Sebagai DTW, daerah itu harus ditata dengan

baik agar menarik dan asri untuk dilihat para wisatawan dalam negeri maupun

mancanegara. Keasrian alam di daerah kawasan Bukit Lawang ini sebenarnya

tidak boleh terganggu karena keasrian itu merupakan daya tarik bagi wisatawan.

Para wisatawan baik domestik maupun mancanegara berkunjung untuk melihat

keasrian dan keaslian alamnya. Keasrian alam Bukit Lawang bersama keaslian

alamnyalah yang menjadi daya tarik tersendiri. Ketika terjadi banjir banding di

Bahorok tahun 2003 yang lalu, sebetulnya merupakan indikasi terjadinya

penggundulan hutan di hulu Sungai yang mengalir dri tengah hutan Bahorok

tersebut.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya bagi pengembangan

pariwisata di daerah kawasan objek wisata Bukit Lawang ini, antara lain dengan

adanya pertemuan Bupati Langkat dengan sejumlah pekerja wisata, tokoh dan

masyarakat serta Muspika setempat di Ball Room Rindu Alam Hotel Bukit

Lawang Kecamatan Bahorok. Hal ini dimaksudkan untuk adanya kerjasama

dalam menjaga keasrian hutan Bukit Lawang tersebut. Ketika terjadi banjir di

Bukit Lawang, ternyata banyak juga kayu gelondongan yang dihanyutkan oleh air

dari hulu. Dengan kata lain, Pemda Langkat maupun Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara mengharapkan perlu adanya usaha untuk menjaga kelestarian

hutan tersebut dengan merawat hutan alam itu agar warisan dunia itu tetap

terpelihara. Hal ini disebabkan hutan di Bukit Lawang tersebut juga termasuk

hutan tropis yang harus dipelihara sebagai warisan dunia.

Upaya-upaya pengembangan kepariwisataan yang telah dilakukan di Bukit

Lawang ini menunjukkan kinerja yaitu dengan adanya peningkatan kunjungan

wisatawan ke Bukit Lawang. Tingkat kunjungan wisatawan asing terus meningkat

tercatat 5.185 turis (tahun 2010) dan melonjak menjadi 8.544 pada tahun 2012

serta sejumlah 8.931 wisatawan mancanegara pada tahun 2014 berkunjung ke

Bukitlawang. Dari sekian banyak wisatawan asing, wisatawan asal Belanda

merupakan jumlah yang terbesar mencapai 2.906 orang, Inggris 1.000, Amerika

48, Australia 388 , Spanyol 270 , Canada 211 , Swiss 190 dan Belgia 187 orang.

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan

kepariwisataan di daerah kawasan Bukit Lawang antara lain sebagai berikut :

1. Untuk mendukung kegiatan wisata di Bukitlawang, tersedia berbagai

penawaran jasa wisata yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, berupa penyediaan

pondok penginapan atau hotel, warung makan, restoran, souvenir shop, dan jasa

pemanduan atau guide. Penyediaan sarana wisata diharapkan dapat meningkatkan

daya tarik obyek wisata alam Bukitlawang. Oleh karena itu, Pemerintah

Kabupaten Langkat perlu melakukan penataan ulang kawasan wisata tersebut

sehingga lokasi wisata lebih terasa nyaman dengan kehadiran kios-kios sovenir,

kawasan bantaran sungai yang indah serta lokasi parkir yang baik.
1. Perlunya kerjasama masyarakat setempat untuk peduli terhadap pembenahan

kawasan Bukit Lawang agar dapat menjadi lebih baik lagi.

2. Sebaiknya Bukit Lawang di kawasan Bahorok ini tetap terjaga agar tetap

seperti apa adanya. Sebab daerah tersebut juga sudah dikenal di dunia sebagai

daerah ekowisata dan mempunyai daya tarik wisatawan sendiri. Oleh karena itu,

perlu adanya kerjasama pemerintah dan masyarakat setempat untuk menjaga

kelestarian alam, keasrian dan keaslian hutan itu juga menjadi objek wisata yang

sangat digemari wisatawan. Semua pihak terkait harus berkomitmen untuk benar-

benar menjaga keaslian hutan itu.


BAB VI

5.4 Analisa Pengimplementasian UU bagi Pengembangan Pariwisata

Indonesia sebagai negara yang kaya akan potensi pariwisata telah

menempatkan posisinya di mata dunia sebagai destinasi wisata. Destinasi wisata

Indonesia terdiri dari beberapa destinasi seperti wisata bahari (sungai, danau,

pantai/laut/pesisir), pegunungan, agrowisata dan wisata religi. Untuk mengelola

dan melindungi kekayaan alam dan daya tarik kepariwisataan, pemerintah telah

mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

kepariwisataan bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan

budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal

pembangunan pariwisata untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat.

Hal tersebut didukung oleh konsep pembangunan wisata yang idel, yakni

pembangunan pariwisata yang mampu mendukung kelestarian alam secara

keberlanjutan, adanya partisipasi masyarakat dan mendorong pertumbuhan

ekonomi. Konsep di atas merupakan pedoman untuk berbagai daerah di Indonesia

agar mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah guna

memajukan kepariwisataan daerah. Hal tersebut juga diterapkan di Provinsi

Sumatera Utara yang banyak memiliki potensi wisata bahari (sungai, danau, laut

dan pesisir). Dalam rangka untuk memajukan kepariwisataan di Sumatera Utara,

maka diperlukan peraturan-peraturan yang mendukung kepariwisataan tersebut.

Untuk itu, diperlukan Undang-Undang, Peraturan Gubernur, Peraturan Daerah


dan peraturan lainnya yang dapat mendukung kepariwisataan. Peraturan-peraturan

tersebut kemudian diimplementasikan agar dapat berjalan sebagaimana

semestinya.

5.3.1 Implementasi Wisata Sungai

Sumatera Utara sebagai wilayah yang dilalui oleh Pegunungan Bukit

Barisan banyak dialiri oleh sungai-sungai yang tersebar di berbagai wilayah

kabupaten. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Wampu, Sungai Asahan, Sungai

Sei Bingei, Sungai Deli, dan sungai-sungai lainnya yang dijadikan tempat untuk

wisata.

Potensi wisata sungai merupakan wisata berupa pemandian alam, arum

jeram dan memancing. Destinasi wisata sungai yang paling terkenal saat ini

adalah Wisata Bukit Lawang dan Tangkahan yang keduanya berada di wilayah

Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat.

Keragaman flora dan fauna di Kecamatan Bahorok, merupakan salah satu

pendukung meningkatnya minat wisatawan asing berkunjung ke Bukit Lawang.

Selain Orang Utan terdapat beberapa satwa yang saat ini berkembang biak dan

terpelihara dengan baik. Kawasan Bukitlawang telah menjadi Pusat Pengamatan

Orang Utan Sumatera (Viewing Centre) yang telah menjadi salah satu andalan

wisata di Sumatera Utara. Ketika bencana banjir bandang di kawasan Bukit

Lawang pada tanggal 2 November 2003, selama enam bulan kawasan ini sempat

ditutup untuk seluruh kegiatan parawisata. Akibatnya masyarakat setempat yang

mengandalkan nafkahnya dari sektor pariwisata tersebut terpaksa menganggur.

Kini setelah sarana perhubungan menuju kawasan Bukit Lawang sudah

lebih baik dari sebelumnya diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan asing


maupun lokal pada tahun-tahun mendatang bakal terus bertambah. Sesuai dengan

visi-misi, tujuan dan sasaran Kabupaten Langkat, maka ditetapkan arah kebijakan

di bidang pariwisata Kabupaten Langkat sebagai berikut:

1. Menggali dan mengembangkan potensi pariwisata khususnya di daerah

dengan penekanan pada peningkatan sarana dan prasarana pariwisata.

2. Pemasaran industri pariwisata dengan penekanan pada keterpaduaan antar

produk dan pasar pariwisata, termasuk pengembangan sistem informasi

jaringan pariwisata antardaerah dalam rangka mendukung penguatan dan

pengembangan promosi pariwisata terpadu ke pasar global.

3. Menggali, memelihara, mengembangkan serta melestarikan nilai budaya

daerah yang berakar pada nilai tradisional serta sejarah dan situs sejarah.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya bagi pengembangan

pariwisata di daerah kawasan objek wisata Bukit Lawang ini, antara lain dengan

adanya pertemuan Bupati Langkat dengan sejumlah pekerja wisata, tokoh dan

masyarakat serta Muspika setempat di Ball Room Rindu Alam Hotel Bukit

Lawang Kecamatan Bahorok. Hal ini dimaksudkan untuk adanya kerjasama

dalam menjaga keasrian hutan Bukit Lawang tersebut. Ketika terjadi banjir di

Bukit Lawang, ternyata banyak juga kayu gelondongan yang dihanyutkan oleh air

dari hulu. Dengan kata lain, Pemda Langkat maupun Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara mengharapkan perlu adanya usaha untuk menjaga kelestarian

hutan tersebut dengan merawat hutan alam itu agar warisan dunia itu tetap

terpelihara. Hal ini disebabkan hutan di Bukit Lawang tersebut juga termasuk

hutan tropis yang harus dipelihara sebagai warisan dunia. Upaya-upaya

pengembangan kepariwisataan yang telah dilakukan di Bukit Lawang ini


menunjukkan kinerja yaitu dengan adanya peningkatan kunjungan wisatawan ke

Bukit Lawang.

Selain hal di atas, ada beberapa upaya-upaya yang dilakukan pemerintah

untuk mengembalikan kejayaan pariwisata di Bukit Lawang seperti:

1. Untuk mendukung kegiatan wisata di Bukitlawang, tersedia berbagai

penawaran jasa wisata yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, berupa

penyediaan pondok penginapan atau hotel, warung makan, restoran,

souvenir shop, dan jasa pemanduan atau guide. Penyediaan sarana wisata

diharapkan dapat meningkatkan daya tarik obyek wisata alam

Bukitlawang. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Langkat perlu

melakukan penataan ulang kawasan wisata tersebut sehingga lokasi wisata

lebih terasa nyaman dengan kehadiran kios-kios sovenir, kawasan

bantaran sungai yang indah serta lokasi parkir yang baik.

2. Perlunya kerjasama masyarakat setempat untuk peduli terhadap

pembenahan kawasan Bukit Lawang agar dapat menjadi lebih baik lagi.

3. Sebaiknya Bukit Lawang di kawasan Bahorok ini tetap terjaga agar tetap

seperti apa adanya. Sebab daerah tersebut juga sudah dikenal di dunia

sebagai daerah ekowisata dan mempunyai daya tarik wisatawan sendiri.

Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama pemerintah dan masyarakat

setempat untuk menjaga kelestarian alam, keasrian dan keaslian hutan itu

juga menjadi objek wisata yang sangat digemari wisatawan. Semua pihak

terkait harus berkomitmen untuk benar-benar menjaga keaslian hutan itu.1

1
Tim Penelitian, Tinjauan Tentang Kebijakan Daerah Terkait Pengembangan
Kepariwisataan di Sumatera Utara, Medan: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Sumatera Utara, 2011, hlm. 37-40.
Selain wisata sungai yang terdapat di Kabupaten Langkat, terdapat juga

wisata-wisata sungai yang lain yang terletak di wilayah Pemerintah Daerah

Kabupaten Serdang Bedagai yakni objek wisata alam (pemandian alam) yang

memanfaatkan keindahan sungai. Sungai tersebut adalah sungai-sungai yang

terdapat di Kecamatan Kotarih, Kecamatan Silinda, Kecamatan Bintang Bayu,

Kecamatan Dolok Masihul, Kecamatan Serbajadi, Kecamatan Sipis-pis dan

Kecamatan Dolok Merawan.

Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam hal untuk menjaga

kebersihan, kerapian serta keindahan mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Serdang Bedagai Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Objek Wisata Pesisir

Pantai dan Sungai di Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam peraturan tersebut

untuk menjaga kebersihan, kerapian serta keindahan tertuang pada BAB III Pasal

6 yang isinya:

(1). Dilarang membangun atau mendirikan segala jenis bangunan

permanen di sepanjang sungai 15 meter dari titik pasang tertinggi

dan terendah.

(2). Dilarang membuka usaha atau berjualan di sepanjang sungai 15

meter dari titik pasang tertinggi dan terendah.

(3). Dilarang mengambil atau memindahkan atau mengurangi tanah serta

segala sesuatu yang dapat mengubah atau merusak kondisi pinggir

sungai.

Peraturan di atas merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Kabupaten Serdang Bedagai sehingga berlaku untuk semua tempat wisata sungai

di Serdang Bedagai. Untuk menjamin pengimplementasian peraturan tersebut,


dalam Perda ini juga dituliskan bagaimana pelaksanaan dan pengawasan yang

tertuang pada BAB IV Pasal 7 yang isinya adalah:

(1). Pelaksanaan terhadap Peraturan Daerah ini dilakukan secara terpadu

di bawah koordinasi Kepala Daerah.

(2). Dalam hal-hal tertentu dipandang perlu Kepala Daerah dapat

membentu Tim Penerbitan dan Pengawasan Terpadu.

Untuk kefektifan peraturan, dalam Perda juga tertuang sanksi yang

tertera pada BAB V Pasal 8. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 6 Peraturan Daerah ini akan dikenakan sanksi berupa:

(1). Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 6 ayat (1) :

Dikenakan ancaman pidana kurungan badan 30 hari atau denda Rp.

10.000.000,-.

(2). Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 6 ayat (2) :

Dikenakan ancaman pidana kurungan badan 30 hari atau denda Rp.

5.000.000,-.

(3). Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 6 ayat (3) :

Dikenakan ancaman pidana kurungan badan 30 hari atau denda Rp.

30.000.000,-.

Penerapan Peraturan Daerah sejauh ini sangat efektif sehingga lokasi-

lokasi wisata pemandian alam sungai di Kabupaten Serdang Bedagai telah

mencapai target yang telah dimaksud sebagai diversifikasi destinasi wisata di

Kabupaten Serdang Bedagai yang sebelumnya memanfaatkan destinasi wisata

pantai. Sejauh ini wisata-wisata pemandian alam masih dikelola dengan baik oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai yang dapat menambah income


pemerintah melalui retribusi dan dapat mensejahterakan masyarakat sekitar

dengan hadirnya wisata tersebut.

5.3.2 Implementasi Wisata Danau

Potensi wisata danau di Sumatera Utara tertumpu pada objek wisata

Danau Toba di Kabupaten Toba Samosir, Karo, Humbang Hasundutan,

Simalungun, dan beberapa kabupaten yang wilayahnya dikelilingi Danau Toba.

Untuk itu, pemerintah kabupaten yang dikelilingi bersama-sama membuat

kesepakatan agar melindungi dan mengembangkan Danau Toba.

Danau Toba adalah reservoir air tawar terbesar di Asia Tenggara dan

sebagai pegunungan tropis di dunia dengan luas permukaan mencapai 1.100 km

dengan kedalaman maksimum sekitar 450 meter, terletak di puncak vulkanik tua

pada ketinggian 905 meter di atas permukaan air laut (Sinamo, 1999, dan Whitten,

dkk, 2001). Posisi geografis Danau Toba yang unik ini menyimpan berbagai

potensi ekonomis yang menjadi sumber kehidupan masyarakat luas, terutama

sumber air tawar yang melimpah dan hutan tropis yang lebat. Daya tarik Danau

Toba yang paling terkenal adalah keindahan alamnya yang telah diakui dunia.

Seharusnya dengan kekayaan alam Danau Toba jika dimanfaatkan dengan baik

akan mengakibatkan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat yang berada di

sekitarnya, namun sudah ratusan tahun keberadaan Danau Toba kehidupan

masyarakat yang berada di sekitarnya masih berada pada masyarakat miskin.

Persoalan lingkungan hidup di sekitar perairan Danau Toba akhir-akhir

ini menjadi agenda dan topik aktual. Yakni pencemaran air danau, menurunnya

debit air danau dan penggundulan hutan. Akibatnya, pesona Danau Toba dan
Pulau Samosir yang menjadi daerah tujuan wisata ketiga di Indonesia setelah Bali

dan Yogyakarta, terancam sirna karena kurangnya penataan lingkungan, sarana

dan prasarana yang dimiliki.

Dalam menghadapi berbagai persoalan tersebut, Pemerintah Kabupaten

Simalungun telah membuat kebijakan. Adapun arah kebijakan Pemerintah

Simalungun tercermin pada RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah) lima tahun. Pada periode tahun 2005-2025, mencakup pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan, mengurangi angka kemiskinan,

penanggulangan kemiskinan, penanggulangan pengangguran, modernisasi sistem

dan usaha agribisnis, diversifikasi produk-produk tanaman pangan, revitalisasi

sistem ketahanan pangan, pengembangan tujuan/daerah wisata potensial dan

peningkatan pelayanan publik.2

Dalam kebijakan tersebut, diatur juga tentang kepariwisataan Danau

Toba seperti menjelaskan potensi wisata, rencana pembangunan insfratruktur,

pelarangan bagi wisatawan dan lainnya. Pemerintah telah melakukan berbagai

upaya dalam pengembangan pariwisata di kawasan objek wisata Danau Toba,

antara lain, yaitu :

1. Berbagai kegiatan yang diselenggarakan di kawasan Danau Toba dan yang

dilaksanakan di kabupaten Samosir, misalnya penyelenggaraan FIPOB

2008 di Sumatera Utara (kabupaten Batubara dan Samosir).

2. Pelaksanaan Lake Toba Ecotourism Sport setiap tahun.

3. Pelaksanaan Pesta Danau Toba setiap tahun.

2
Tim Penelitian, Tinjauan Tentang Kebijakan Daerah Terkait Pengembangan
Kepariwisataan di Sumatera Utara, Medan: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Sumatera Utara, 2011, hlm. 22-23.
4. Mensinkronkan secara terstruktur dan sinergi pengembangan destinasi

pariwisata Danau Toba oleh para stakeholder yang tergabung dalam

wadah DMO (Destination Management Organization). Merupakan kerja

sama yang bersinergi antara pemerintah pusat melalui Kemenbudpar,

Dinas Budaya dan Pariwisata propinsi, Dinas Pariwisata kabupaten di

kawasan Danau Toba serta stakeholder lainnya dimana pembangunan jalan

outer ring road Danau Toba sudah menjadi salah satu program nasional

dalam rangka percepatan pengembangan destinasi pariwisata Danau Toba.

Terdapat 3 wilayah yang menjadi fokus utama, yakni Tomok, Tuktuk dan

Ambarita, dengan tidak mengesampingkan wilayah lainnya.

5. Kawasan wisata Danau Toba akan dijadikan ikon pariwisata nasional

setelah Bali. Rencana itu ditetapkan setelah adanya kesepakatan dan

dukungan dari pemerintah pusat melalui nota kesepahaman yang dibuat

seluruh unsur terkait di Sumatera Utara dengan Dirjen Pengembangan

Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Langkah

pertama, pihak Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatera Utara akan

menyosialisasikan dan mempromosikan potensi Danau Toba bekerja sama

dengan Dinas Budaya dan Pariwisata Bali. Langkah itu dilakukan karena

Bali sudah menjadi ujung tombak pariwisata nasional dan banyaknya turis

yang berada di lokasi wisata yang dijuluki "Pulau Dewata" tersebut. Pihak

Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatera Utara berkeinginan ada program

promosi wisata kembar antara Bali dan Danau Toba.

6. Pihak Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatera Utara akan menyiapkan

sarana dan prasarana guna memudahkan dan menarik minta wisatawan


untuk berkunjung ke Danau Toba. Sebab sebagian besar wisatawan

enggan berkunjung ke Danau Toba karena banyak kerusakan jalan dan

jarak yang harus ditempuh. Untuk jalan darat, pihak Dinas Budaya dan

Pariwisata Sumatera Utara akan memperbaiki infrastruktur jalan melalui

koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait, khususnya Dinas

Pekerjaan Umum Bina Marga. Namun akan diupayakan juga kemudahan

transportasi udara yang mampu mempersingkat jarak tempuh ke kawasan

wisata Danau Toba. Untuk merealisasikan hal itu, pihak Pemerintah

Sumatera Utara sedang mengupayakan perbaikan dan pengembangan

Bandara Silangit di Kabupaten Tapanuli Utara.

7. Untuk di lokasi wisata Danau Toba, akan dibangun kereta gantung (cable

car) untuk memudahkan wisatawan dalam menikmati seluruh keindahan

lokasi wisata tersebut. Kereta gantung yang akan dibangun cukup panjang

dan meliputi dua kabupaten di kawasan Danau Toba tersebut diperkirakan

akan mengubah penampilan dan fasilitas tempat itu.

8. Kemudian, untuk mempermudah wisatawan menikmati Danau Toba,

Pemerintah akan membangun satu lagi pintu masuk di Kecamatan Merek,

Kabupaten Tanah Karo dengan berbagai fasilitas yang cukup lengkap.

Terdapat beberapa mantan teknokrat dari Jerman yang ingin membangun

pintu masuk tersebut dengan tambahan fasilitas seperti rumah sakit, pusat

perbelanjaan, dan hotel. Semuanya akan ditanggung oleh para teknokrat

tersebut karena ingin memberikan pengabdian kemanusiaan," katanya.

Rencana pengembangan kawasan wisata Danau Toba itu akan dimulai

pada pertengahan 2011. Sedangkan pada rencananya pada 2012,


pemerintah pusat akan menambah anggaran lagi untuk pembangunan fisik.

Upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut menunjukkan kinerja dalam

pengembangan kepariwisataan yaitu dapat dilihat dari peningkatan jumlah

kunjungan wisatawan ke Danau Toba.3

Untuk mendukung kebijakan-kebijakan di atas, Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara berupaya untuk mengembangkan kepariwisataan Danau Toba.

Upaya-upaya tersebut dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Badan

Peneltian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara yakni:

1. Pentingnya koordinasi secara rutin antara pemerintah pusat, Pempropsu

dan pemerintah kabupaten yang berada di sekitar Danau Toba agar bekerja

sama dalam pemberdayaan kawasan Danau Toba.

2. Perlunya komitmen, koordinasi, kolaborasi dan sinergitas dari Pemerintah

Daerah di kawasan Danau Toba sebagai fasilitator yang dapat

menggerakkan kaum professional untuk mengelola kepariwisataan Danau

Toba yang menjadi ikon Pariwisata di Sumatera Utara. Kaum professional

yang bergerak dibidang Industri Pariwisata akan menjadi pelaku,

pengelola Danau Toba menjadi Objek Tujuan Wisata, dan sebaiknya

pelaku industri pariwisata harus disatukan dalam sebuah komunitas atau

lembaga, sebagaimana di Bali dengan lembaga Bali Tourism Development

Board.

3. Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat di sekitar kawasan Danau

Toba agar bersama-sama menjaga kelestarian Danau Toba dan

3
Ibid., hlm. 24-26.
peningkatan kesadaran masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba agar

menghormati dan melayani tamu.

4. Perlunya membentuk sebuah Badan Otorisasi dalam pengelolaan dan

pemberdayaan Danau Toba seperti: Otorita Asahan dan Otorita Batam.

5. Perlu adanya konsistensi terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pemberdayaan sektor pariwisata di daerah Danau Toba agar dilaksanakan

dengan baik.

6. Perlunya penataan dan pengadaan sarana serta prasarana yang mendukung

pengembangan pariwisata kawasan Danau Toba.

7. Perlunya Pemerintah setempat membuat kebijakan untuk menghijaukan

kembali semua pinggiran Danau Toba dengan merealisasikan gerakan

sejuta pohon. Demikian pula bagi pengusaha yang sudah memperoleh

keuntungan dari kawasan Danau Toba, sudah selayaknya menyisihkan

keuntungan mereka untuk ikut membantu pengembangan pariwisata di

Danau Toba dengan menempuh berbagai cara seperti ikut serta dalam

perbaikan jalan dan melakukan reboisasi.4

Berbagai upaya di atas saat ini telah dilaksanakan oleh pemerintah baik

kabupaten, provinsi bahkan pusat. Upaya agar pemerintah kabupaten bersinergi

dengan pemerintah provinsi juga telah berjalan yang kemudian diteruskan kepada

pemerintah pusat. Selain itu, upaya untuk melestarikan Kawasan Danau Toba juga

telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti melakukan bersih-bersih danau,

penanaman seribu pohon dan sosialisasi tidak diizinkan membakar lahan di sekitar

Kawasan Danau Toba. Upaya-upaya ini tampaknya tidak cukup jika pemerintah

4
Ibid., hlm. 27-28.
saja yang melakukan sendiri tanpa adanya partisipasi dari berbagai pihak yang

merasa bertanggung jawab akan Kawasan Danau Toba.

Tidak adanya kepedulian dan partisipasi penduduk serta pemangku

kepentingan akan keberadaan Kawasan Danau Toba menghambat pengembangan

kepariwisataan Kawasan Danau Toba. Beberapa faktor penghambat juga telah

dituliskan oleh tim peneliti dari Balitbang Prov. Sumatera Utara seperti yang

tertera di bawah ini:

1. Keadaan sekitar Danau Toba yang tercemar dan terancam terkena

degradasi.

2. Kawasan hutan dan pegunungan yang mengelilingi Danau Toba semakin

gundul.

3. Permukaan air Danau Toba yang sudah surut hampir empat meter dan

mungkin lebih akan bertambah surut lagi karena tidak adanya penahan air.

4. Kurangnya sarana dan prasarana.

Melihat berbagai kekurangan dan kelemahan yang ada, bukan tidak

mungkin masa depan keindahan alam Danau Toba sebagai daerah tujuan wisata

semakin tidak menarik lagi bagi wisatawan lokal dan manca negara. Sebab, untuk

meraup devisa bagi negara dari sektor pariwisata, tidak cukup hanya dengan

mengandalkan keindahan alam dan keunikan budayanya saja. Pembenahan dan

perbaikan infrastruktur memainkan peranan penting untuk mendukung keindahan

alam, disamping keramahtamahan dan rasa kekeluargaan yang tidak bisa

dilupakan.
Selain wisata Danau Toba, di Kabupaten Batubara juga terdapat wisata

danau meskipun danau tersebut merupakan danau yang sengaja dibuat. Wisata

danau tersebut adalah wisata Danau (Situ) Danau Laut Tador di Kecamaatan Sei

Suka dan Waduk Indah di Kecamatan Air Putih. Kedua tempat wisata tersebut

saat ini dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Batubara.

Untuk mewujudkan pembangunan tersebut, Pemerintah Kabupaten

Batubara yang mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataa Daerah Tahun 2014-2029

mengupayakan berbagai upaya seperti:

1. Memasukkan rencana pembangunan pariwisata ke dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMP).

2. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA)

adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan daerah

untuk periode 15 tahun terhitung sejak tahun 2014 sampai dengan tahun

2029.

3. Menetapkan destinasi wisata yang di dalamnya terdapat Daya Tarik

Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas serta

masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya

kepariwisataan.

4. Membangun sarana dan prasarana pendukung pariwisata untuk

meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.

5.3.3 Implementasi Wisata Pesisir/Laut/Pantai


Destinasi wisata pesisir di Sumatera Utara merupakan destinasi yang

tidak kalah penting dengan destinasi wisata lainnya. Apalagi saat ini investor

mulai melirik peluang usaha pada sektor wisata bahari. Para investor membangun

atau mengemas tempat wisata pantai lengkap dengan fasilitas wahana bermain

dan berbagai restoran sea food. Salah satu objek wisata pantai yang dilengkapi

dengan insfrastruktur tersebut adalah kawasan wisata bahari Pantai Cermin.

Pantai Cermin adalah kawasan objek wisata bahari pantai cermin terletak

di desa Pantai Cermin kanan kecamatan Pantai Cermin, memiliki lokasi yang

Sangat strategis dengan jarak tempuh hanya 30 menit dengan kedaraan roda

empat dari kota Medan. Kawasan Objek Wisata Pantai Cermin terletak di Desa

Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin sebelumnya merupakan salah

satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang.

Kecamatan pantai cermin ini memiliki panjang garis pantai 21 km dengan kondisi

tanah datar sangat berpotensi untuk pengembangan wisata laut.5 Saat ini

kecamatan Pantai Cermin telah memiliki 5 lokasi pantai yang telah dikelola, yang

terdiri dari:

1. Pantai Mutiara 88

2. Pantai Gudang Garam

3. Pantai Pondok Permai

4. Pantai Cermin Theme Park

5. Pantai Kuala Putri

Visi merupakan artikulasi dari citra, nilai, arah dan tujuan organisasi.

Kecamatan Pantai Cermin sebagai perangkat dearah Kabupaten Serdang Bedagai

5
Tim Peneliti Balitbang Prov. Sumatera Utara, Ibid., hlm. 32-33.
telah menetapkan visi yang akan membawa masyarakat Pantai Cermin untuk

eksis, antisipatif dan inovatif. Adapun visi Kecamatan Pantai Cermin adalah

Terwujudnya Kecamatan Pantai Cermin sebagai Kecamatan yang Prima Dalam

Pelayanan Dengan Mengkedepankan Pembangunan Partisipatif Dalam Menuju

Masyarakat Maju dan Sejahtera.

Dalam hal pengembangan pariwisata di daerah Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai, maka Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai telah

menetapkan Arah dan Kebijakan Umum (AKU) Kabupaten Serdang Bedagai.

Adapun kebijaksanaan pembangunan di bidang pariwisata adalah6 :

1. Mewujudkan objek wisata di Kabupaten Serdang Bedagai menjadi

kawasan berskala nasional maupun internasional.

2. Meningkatkan pengelolaan dan penyediaan sarana dan prasarana

pariwisata termasuk pemberdayaan seni dan budaya sebagai penunjang

dan daya tarik.

3. Mengembangkan kegiatan berbagai pariwisata melalui pemanfaatan

potensi budaya lokal, wisata iman, wisata agro dan wisata eko (eco

tourism).

Untuk mengupayakan tujuan di atas, maka Pemerintah Kabupaten Serdang

Bedagai mendeteksi apa yang menjadi kendala dalam melaksanakan tujuan

tersebut demi kemajuan pariwisata Pantai Cermin. Dalam upaya pengembangan

objek wisata bahari di Pantai Cermin ini, masih terdapat kendala-kendala dalam

pelaksanaannya, seperti :

6
Ibid., hlm. 33-34.
1. Lemahnya peraturan desa dan peraturan yang mengatur tata pelaksanaan

pengembangan menyebabkan kurangnya kesadaran sumber daya manusia

dalam hal kebersihan dan pelayanan yang baik bagi wisatawan.

2. Lemahnya sumber daya manusia dalam hal pelayanan jasa kepariwisataan,

seperti penyediaan pemandu wisata (guide) dan kemampuan berbahasa

Inggris dan bahasa asing lainnya.

3. Kurangnya perhatian pemerintah dalam pengelolaan akomodasi.

4. Kurangnya infrastruktur pendukung serta kondisi jalan yang rusak di

beberapa jalur.

5. Kurangnya partisipasi dari pihak-pihak sponsor ataupun pihak-pihak yang

terkait.

6. Kurangnya kesadaran masyarakat setempat tentang arti pentingnya

pemeliharaan objek wisata Pantai Cermin ini. Seperti pada Pantai Kuala

Putri, Pantai Gudang Garam dan pantai kawasan wisata lainnya adanya

beberapa calo makanan dan beberapa gubuk liar yang mengganggu

kenyamanan dan keasrian pantai.7

Pengembangan daerah wisata Pantai Cermin telah terlihat nyata dengan

adanya Pantai Cermin Theme Park yang telah dikelola secara modern dengan

investor Malaysia yang bermitra dengan pemerintah kabupaten. Pantai Cermin

Theme Park merupakan pilihan yang tepat bagi keluarga untuk berwisata bahari

dengan beragam fasilitas yang sangat baik. Pantai Cermin Theme Park saat ini

merupakan kebanggaan masyarakat kabupaten Serdang Bedagai. Selanjutnya,

guna mendukung kepariwisataan di kecamatan Pantai Cermin yaitu kondisi

7
Ibid., hlm. 34.
pinggiran pantai yang bersih dan bebas dari gubuk-gubuk liar serta para calo

makanan, maka telah dilakukan himbauan secara tertulis dan aksi penertiban yang

diharapkan masyarakat sadar dan bersedia untuk tidak melakukan percaloan atau

penambahan pondok liar di sekitar kawasan Pantai Cermin.8

Dalam upaya pengembangan objek wisata bahari di Pantai Cermin maka

perlu adanya bantuan dari pihak masyarakat setempat maupun pihak-pihak

pengembangan dan pelestarian obejk wisata tersebut. Adapun upaya-upaya yang

dapat dilakukan antara lain sebagai berikut9 :

1. Mengembangkan lebih jauh potensi objek wisata di Pantai Cermin.

2. Membuat jalur khusus atau akses yang memadai sehingga memudahkan

pengunjung untuk mencapai objek wisata yang dituju.

3. Mengadakan berbagai kegiatan di Pantai Cermin dengan tujuan agar dapat

menarik wisatawan untuk berkunjung.

4. Membangun akomodasi bagi para wisatawan yang berkunjung ke Pantai

Cermin dalam waktu yang lama, misalnya mengadakan penelitian.

5. Melatih sumber daya manusia yang dapat memberikan pelayanan jasa

kepariwisataan seperti pemandu wisata (guide).

6. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat setempat untuk menjaga

kelestarian objek wisata.

7. Mempromosikan objek wisata melalui media elektronik, dan media cetak

serta mengikuti event-event promosi lainnya di berbagai daerah.

8
Ibid., hlm. 35.
9
Ibid., hlm. 36-37.
8. Perlu adanya partisipasi dan sponsor dari pihak-pihak yang terkait dalam

pengembangan kepariwisataan di daerah objek wisata Pantai Cermin.

Semua keterangan di atas, merupakan bentuk implementasi Peraturan Daerah

Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Objek

Wisata Pesisir Pantai dan Sungai di Kabupaten Serdang Bedagai. Bentuk

implementasi tersebut adalah dengan berjalannya ketertiban masyarakat dan

wisatawan mentaati larangan yang telah di atur dalam Perda tersebut.

Selain wisata Bahari di Kecamatan Pantai Cermin, dalam Peraturan

Daerah tersebut juga diimplementasikan di objek-objek wisata lainnya di

Kabupaten Serdang Bedagai seperti wisata bahari di Kecamatan Perbaungan,

Kecamatan Tanjung Beringin, Kecamatan Teluk Mengkudu dan Kecamatan

Bandar Khalifah. Sama seperti penerapan larangan yang tercantum dalam

Peraturan Daerah tersebut, semua destinasi wisata bahasi di atas menerapakan

peraturan yang telah di buat.

Pemerintah Daerah lainnya yang menerapkan Peraturan Daerah terhadap

wisata bahari di Sumatera Utara adalah Kabupaten Batubara. Kabupaten Batubara

sebagai kabupaten yang wilayahnya sebagian besar termasuk daerah pesisir

sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan poteni wisata bahari. Denga

kondisi demikian, maka Pemerintah Kabupaten Batubara membuat Peraturan

Daerah dan segera mengimplementasikannya.

Peraturan Daerah yang mengatur tentang kepariwisataan di Kabupaten

Batubara adalah Peraturan Daerah Kabupaten Batubara Nomor 9 Tahun 2014

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2014 hingga

tahun 2029. Dalam Peraturan Daerah tersebut, yang menjadi fokus pembangunan
kepariwisataan bahari di Kabupaten Batubara adalah wisata bahari Pulau Salah

Namo dan Pulau Pandang di Kecamatan Tanjung Tiram, wisata pesisir dan pantai

yang terdiri dari Pantai Sejarah, Pantai Bunga, Pantai Alam Datuk, Pantai

Perjuangan/Jono, Pantai Bunga Laut Indah, dan wisata Hutan Mangrove di

Kecamatan Limah Puluh.

Arah dan strategi kebijakan dalam Peraturan Daerah adalah untuk

pengembangan daya tarik wisata adalah memperkuat upaya pengelolaan potensi

kepariwisataan pesisir dan pantai serta mengembangkan daya tarik wisata baru di

kawasan wisata yang belum berkembang seperti destinasi wisata Pulau Salah

Namo dan Pulau Pandang.

Upaya yang dilakukan agar tercapainya strategi di atas adalah dengan

membangun dermaga dan penyediaan moda transportasi penyebrangan di

Kawasan Pelabuhan Tanjung Tiram guna mempermudah akses wisatawan menuju

Pulau Salah Namo dan Pulau Pandang. Selain itu, juga dilakukan pembangunan

jalan dan angkutan jalan menuju Kawasan Destinasi Wisata pesisir dan pantai

seperti Pantai Sejarah, Pantai Bunga, Pantai Alam Datuk, Pantai Perjuangan/Jono,

Pantai Bunga Laut Indah, dan wisata Hutan Mangrove di Kecamatan Limah

Puluh. Pembangunan insfrastruktur ini merupakan bentuk impelentasi Pasal 9 ayat

(4) dari Peraturan Daerah Kabupaten Batubara Nomor 9 Tahun 2014.

Selanjutnya arah dan kebijakan pembangunan prasarana umum, fasilitas

umum dan fasilitas pariwisata meliputi:

a. Pengembangan prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas

pariwisata dalam mendukung perintisan pengembangan destinasi


wisata mencakup Kawasan wisata bahari Pulau Salah Namo dan

Pulau Pandang, yang meliputi dan tidak terbatas pada:

1. Pembangunan dermaga khusus penyebrangan beserta penyediaan

modal angkutan laut yang aman dan nyaman.

2. Pembangunan dermaga pendaratan di Pulau Salah Namo dan

Pulau Pandang.

3. Pembangunan sarana akomodasi.

4. Penyediaan wahana wisata bahari seperti wisata pancing,

snorkling, scuba diving, amping area dan tracking.

b. Pengembangan prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas

pariwisata dalam mendukung perintisan pengembangan destinasi

wisata pesisir dan pantai meliputi dan tidak ada batas pada:

1. Pembangunan dan pengembangan sarana jalan dan angkutan jalan

menuju destinasi wisata pesisir dan pantai.

2. pembangunan akomodasi.

3. Pembangunan pos-pos SAR disertai dengan sistem peringatan

dini akan ancaman bahaya.

4. Pembangunan pusat pelayanan kesehatan dan sistem tindakan

emergensi.

5. Pengembangan wahana wisata pantai yang aman, nyaman dan

terjangkau.

6. Pembangunan dan pengembangan sarana rekreasi berkelompok

seperti fasilitas outbond.


7. Pembangunan tanda-tanda, petunjuk-petunjuk dan rambu-rambu

berbagai kegiatan kepariwisataan pantai.

8. Pembangunan pos-pos pemandu wisata, dan

9. Pembangunan sarana dan sistem pengolahan limbah dan sampah

yang berwawasan lingkungan.

Keterangan di atas merupakan implementasi dari peraturan yang telah

direncanakan. Keterangan di atas merupakan butir-butir yang terdapat dalam Pasal

13 dan 14 Peraturan Daerah Kabupaten Batubara Nomor 9 Tahun 2014 Tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2014-2029. Dengan

demikian jelas terlihat bahwa peraturan yang telah ditetapkan untuk kemudian

diimplementasikan sebagai upaya meningkatkan pendapatan pemerintah melalui

retribusi dan dapat memperdayakan masyarakat sekitar untuk kesejahteraan

masyarakat sekitar.
KESIMPULAN

Kebijakan-kebijakan merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh

Pemerintah untuk mengembangkan kepariwisataan di Indonesia. Setiap daerah di

Sumatera Utara mempunyai kebijakan yang berbeda dalam hal pengembangan

kepariwisataan di daerah masing-masing. Namun, pada setiap kebijakan tersebut

menyatakan bahwa kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani,

rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta

meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat seperti

yang terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009

Bab II Pasal 3 Tentang Kepariwisataan. Demikian pula seperti yang terdapat pada

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.

105/UM.001/MKP/2010 Tentang Perubahan Pertama Atas Rencana Strategis

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010-2014. Yang menyatakan

bahwa pembangunan kepariwisataan mempunyai peranan penting dalam

meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mendorong pemerataan kesempatan

berusaha, mendorong pemerataan pembangunan nasional, dan memberikan

kontribusi dalam penerimaan devisa negara yang dihasilkan dari jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), serta berperan dalam mengentaskan

kemiskinan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pariwisata juga berperan dalam upaya meningkatkan jati diri bangsa dan

mendorong kesadaran dan kebanggaan masyarakat terhadap kekayaaan alam dan

budaya bangsa dengan memperkenalkan kekayaan alam dan budaya. Keberhasilan

kinerja kepariwisataan tercermin dari meningkatnya jumlah pergerakan wisatawan

ke objek wisata. Jumlah kunjungan wisatawan ke masing-masing kawasan wisata


di daerah Sumatera Utara untuk tiap-tiap kawasan wisata tidak merata. Pada

sebagian daerah, terjadi kenaikan maupun penurunan tingkat kunjungan

wisatawan. Tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Propinsi Sumatera

Utara selama 4 tahun terakhir mulai tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami

kenaikan tiap-tiap tahun. Indikator lainnya untuk mengukur tingkat keberhasilan

pariwisata di Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat tingkat hunian kamar dan rata-

rata lama menginap tamu pada suatu hotel. Pada tahun 2008 hingga tahun 2009

terdapat penurunan tingkat hunian kamar dan rata-rata lama menginap tamu di

hotel pada Propinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya

wisatawan berkunjung ke Propinsi Sumatera Utara masih merupakan sebagai

tempat transit untuk menuju objek-objek wisata ke daerah lain di Sumatera Utara

seperti Danau Toba, Brastagi. Faktor- faktor penghambat dalam pengembangan

kegiatan usaha pariwisata di Propinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan terdiri

dari bidang promosi, bidang infrastruktur dan bidang pengelolaan obejk wisata di

Propinsi Sumatera Utara.

Hasil wawancara yang mengamati informasi destinasi wisata kepada para

wisatawan mancanegara di temukan bahwa informan menyatakan tidak

mengetahui dengan pasti bahwa Pemerintah Propinsi Sumatera Utara

menyediakan atau tidak informasi tentang pariwisata Propinsi Sumatera Utara.

Infrastruktur berupa sarana dan prasarana yang ada saat ini di Medan dinilai

belum cukup mendukung menjadikan daerah itu sebagai tujuan wisatawan seiring

dengan pencanangan Visit Medan Year sebagai tahun kunjungan wisata. Hasil

jawaban responden pula tentang infrastruktur di Propinsi Sumatera Utara, banyak

informan menyatakan bahwa lalu lintas di Propinsi Sumatera Utara tidak teratur.
Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memiliki banyak

potensi pariwisata namun kebijakan pemerintah dinilai tidak memiliki keseriusan

dalam mengelola pariwisata di Propinsi Sumatera Utara. Kurangnya peran aktif

Dinas Pariwisata Propinsi Sumatera Utara dalam pelestarian tempat wisata yang

ada terbukti selama ini perawatan obyek-obyek wisata terasa masih sangat

berkurang. Seperti tidak terawatnya objek wisata Kebun Binatang Medan (KBM),

kebun binatang ini banyak dikritik karena dianggap tidak menyediakan fasilitas

yang layak bagi menampung hewan-hewan yang dimilikinya.

Daya tarik Danau Toba yang paling terkenal adalah keindahan alamnya

yang telah diakui dunia. Seharusnya dengan kekayaan alam Danau Toba jika

dimanfaatkan dengan baik akan mengakibatkan kehidupan yang sejahtera bagi

masyarakat yang berada di sekitarnya, namun sudah ratusan tahun keberadaan

Danau Toba kehidupan masyarakat yang berada di sekitarnya masih berada pada

masyarakat miskin. Persoalan lingkungan hidup di sekitar perairan Danau Toba

akhir-akhir ini menjadi agenda dan topik aktual. Yakni pencemaran air danau,

menurunnya debit air danau dan penggundulan hutan. Pembenahan dan perbaikan

infrastruktur di kawasan Danau Toba memainkan peranan penting untuk

mendukung keindahan alam.

Kota Berastagi sebagai pusat Kepariwisataan Kabupaten Karo terletak

pada posisi strategis di jalan utama yang menghubungkan Propinsi Sumatera

Utara dengan Parapat (Simalungun) atau Taman Iman (Dairi). Pada tahun 20011

hingga tahun 2015, terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya

wisatawan nusantara yang merupakan konsumen utama pariwisata di kabupaten

Karo. Padahal selayaknya dengan segala potensi yang ada seharusnya jumlah
kunjungan wisatawan dapat ditingkatkan pada daerah ini. Penurunan jumlah

kunjungan wisatawan ke Kabupaten Karo, khususnya Kota Brastagi, disebabkan

antara lain banyaknya jalan-jalan yang rusak terutama jalur Medan-Brastagi,

khususnya di sekitar kawasan PT Tirta Ceria Sejahtera dan kawasan objek wisata

Sembahe.

Pantai Cermin adalah kawasan objek wisata bahari pantai cermin terletak

di desa Pantai Cermin kanan kecamatan Pantai Cermin, memiliki lokasi yang

Sangat strategis dengan jarak tempuh hanya 30 menit dengan kedaraan roda

empat dari kota Medan. Kawasan Objek Wisata Pantai Cermin terletak di Desa

Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin sebelumnya merupakan salah

satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang. Pada

tahun 2007 hingga tahun 2008 terjadi penurunan kunjungan wisatawan ke Pantai

Cermin yang cukup tinggi yaitu sebesar 8,87%. Hal ini antara lain disebabkan

kurangnya infrastruktur pendukung serta kondisi jalan yang rusak di beberapa

jalur, kurangnya partisipasi dari pihak-pihak sponsor ataupun pihak-pihak yang

terkait, dan kurangnya kesadaran masyarakat setempat tentang arti pentingnya

pemeliharaan objek wisata Pantai Cermin ini.

Keragaman flora dan fauna di Kecamatan Bahorok, merupakan salah satu

pendukung meningkatnya minat wisatawan asing berkunjung ke Bukit Lawang.

Selain Orang Utan terdapat beberapa satwa yang saat ini berkembang biak dan

terpelihara dengan baik. Kawasan Bukitlawang telah menjadi Pusat Pengamatan

Orang Utan Sumatera (Viewing Centre) yang telah menjadi salah satu andalan

wisata di Sumatera Utara. Tingkat kunjungan wisatawan asing terus meningkat

tercatat 5.185 turis (tahun 2008) dan melonjak menjadi 8.544 pada tahun 2009
serta sejumlah 8.931 wisatawan mancanegara pada tahun 2010 berkunjung ke

Bukitlawang. Permasalahan yang terjadi di Bukit Lawang yaitu dengan

banyaknya berdiri bangunan liar di areal kawasan wisata tanpa izin dari

pemerintah. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat belum menyadari arti

penting penataan kawasan tersebut. Sebagai DTW, daerah itu harus ditata dengan

baik agar menarik dan asri untuk dilihat para wisatawan dalam negeri maupun

mancanegara.
SARAN/REKOMENDASI

Agar dapat menjadikan Kota Medan sebagai Kota Wisata tentu saja

terdapat beberapa faktor yang harus dibenahi dalam mengangkat citra pariwisata

Propinsi Sumatera Utara salah satunya adalah keseriusan Pemerintah Propinsi

Sumatera Utara membenahi objek wisata di Propinsi Sumatera Utara,

mempromosikan objek wisata, dan memperbaiki infrastruktur yang belum

optimal. Propinsi Sumatera Utara memiliki banyak potensi namun potensi ini

menjadi tenggelam karena belum ada yang menggali. Salah satu cara untuk

memulai penggalian potensi wisata Propinsi Sumatera Utara sebagai ikon wisata

Indonesia adalah dengan sedikit demi sedikit memperbaiki berbagai sarana dan

prasarana. Jalan raya Propinsi Sumatera Utara sudah saatnya mulai diprioritaskan.

Selain itu, promosi tentang berbagai destinasi wisata Propinsi Sumatera Utara

selayaknya disebarkan di dunia maya dan dengan teratur selalui diperbaharui.

Perbaikan sarana berupa jalan merupakan syarat mutlak bagi suatu daerah yang

akan mempromosikan sebagai tempat kunjungan wisata. Oleh karena itu,

kekurangan yang dimiliki Propinsi Sumatera Utara harus diperbaiki dan tidak bisa

dibiarkan begitu saja.

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara harus secepatnya tanggap

menghadapi kondisi seperti ini. Bila hal ini tidak dilakukan oleh Pemerintah

Propinsi Sumatera Utara, dikhawatirkan daerah ini yang sesuai dengan slogan

Visit Medan Year hanya akan menjadi pajangan dan tidak dapat diwujudkan

seperti yang diharapkan. Kemajuan wisata Propinsi Sumatera Utara harus

disadari oleh segenap warga dan dengan adanya Kampanye Sadar Wisata

menjadikan seluruh warga Propinsi Sumatera Utara menjadi satu sinergi bersama-
sama dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara mengembangkan Kota Medan

sebagai salah satu Kota Wisata di Indonesia.

Propinsi Sumatera Utara seharusnya mempunyai agenda pariwisata,

misalnya menampilkan seni dan budaya etnis di kota itu khususnya Batak dan

Melayu yang bisa ditonton wisatawan seperti halnya apabila wisatawan ke

Yogyakarta atau daerah lain. Jika Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dapat

mepersiapkan semuanya maka tak dapat dipungkirin bahwa Propinsi Sumatera

Utara akan menjadi tujuan wisata bagi para pengunjung dari seluruh mancanegara.

Perlunya komitmen bersama dari semua elemen baik dari pemerintah, swasta

maupun masyarakat untuk menjadikan pariwisata di Sumatera Utara sebagai asset

yang mempunyai potensi besar. Artinya pariwisata dianggap sebagai asset yang

dapat memberikan manfaat yang banyak bagi semua pihak, bagi masyarakat

pariwisata dapat memberikan kesempatan atau peluang untuk bekerja dan

berusaha serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, bagi pemerintah

pariwisata dapat memberikan andil yang sangat besar bagi Pendapatan asli daerah

(PAD), bagi swasta pariwisata merupakan peluang untuk mengembangkan usaha

yang lebih besar lagi. Oleh karena itu diperlukan kemauan yang kuat bagi

Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam mengembangkan pariwisata di

Sumatera Utara, sehingga pariwisata dijadikan prioritas utama dalam membangun

daerah karena mengingat besarnya potensi dan manfaat yang diperoleh dari

kegiatan wisata. Pengembangan pariwisata tidak bisa terlepas dari sarana dan

prasarana pendukungnya, sehingga Pemerintah daerah dituntut untuk lebih

memperhatikan apabila ingin pariwisata bisa maju dan berkembang. Keberhsilan

pengembangan pariwisata ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tersedianya


obyek dan daya tarik wisata, adanya fasilitas aksesbilitas yaitu sarana dan

prasarana yang memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau

kawasan wisata dan tersedianya fasilitas amenities yaitu sarana kepariwisataan

yang dapat memberikan kenyamanan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena

itu, maka sangat penting sekali sarana dan prasarana pendukung pariwisata dalam

menunjang keberhasilan pengembangan pariwisata, sehingga merupakan suatu

keharusan bagi pemerintah untukmenyediakan sarana dan prasarana yang

memadai dalam rangka pengembangan pariwisata. Perlunya peningkatan kualitas

sumber daya manusia dan kualitas sumber daya alam.

Dalam hal sumber daya manusia memegang peranan yang penting dalam

pengembangan pariwisata. Suatu kegiatan tanpa didukung oleh adanya sumber

daya manusia yang berkualitas, maka akan banyak mengalami hambatan dalam

pelaksanaannya. Melakukan promosi mengenai potensi-potensi obyek wisata

yang ada di Sumatera Utara, baik dalam cakupan regional maupun nasional

bahkan internsional. Melalui promosi maka semua pihak akan dapat mengetahui

apa saja yang terdapat di Sumatera Utara terutama potensi wisatanya. Hal tersebut

didasarkan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan pada

pasal 3, dinyatakan bahwa salah satu tujuan dari pengembangan kepariwisataan

adalah untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan

mutu obyek wisata dan daya tarik wisata yaitu melalui kegiatan promosi

pariwisata.

Adanya suatu jaminan keamanan dan pemberian pelayanan prima kepada

para wisatawan. Untuk dapat mengembangkan pariwisata diperlukan adanya

manajemen pelayanan tersendiri. Wisatawan merupakan pelanggan yang harus


dilayani secara baik dan memuaskan sehingga mereka mempunyai kesan

tersendiri dan akhirnya mempunyai keinginan untuk berkunjung kembali.

Mengadakan MOU atau semacam kerjasama baik dengan instansi

pemerintah maupun non pemerintah, baik yang terdapat di Sumatera Utara di

maupun di luar Sumatera Utara.


DAFTAR PUSTAKA
Ankersmit, F.R., terj. Dick Hartoko, 1987, Refleksi Tentang Sejarah Pendapat-
Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah, Jakarta : Gramedia.
Arikunto, Suharsimi, 1998, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan Edisi ke Empat, Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.
Azra, Azyumardi, 1994, Jaringan Ulama Timur Tengahdan Kepulauan Nusantar
Abad XVII dan XVIII, Penerbit Mizan, Bandung.
A. Yoety, Oka, 1997, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya
Paramita, Jakarta.
Boland, B.J., 1971, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, The Hague :
Martinus Nijhoff.
Burke, Peter, 2003, Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Damanik, Janianton, Hendrie Adji Kuswowo, dan Destha T. Raharjana (eds).,
2005, Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Beberapa
Catatan Akhir, dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata,
Kepel Yogyakarta, Yogykarta.
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Pariwisata Indonesia 1999,
Jakarta, Dirjen Pariwisata.
Damste, H.T. BKI 84, 1928.
Desky, 1999, Manajemen Perjalanan Wisata, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Gibson, James, Ivan Cevich, J.M. Donnelly, 1984, Organisasi : Prilaku, Struktur
dan Proses, Erlangga, Jakarta.
Hadinoto, Kusudianto, 1996, Perencanaan Pembangunan Destinasi Pariwisata,
UI. Press, Jakarta.
Inskeep, Edwar, 1991, Tourism Planning (An Integrated and
SustainableDevelopment Approach, Van Monstrand Reinhold, 115 th
Avenue, New York, 10003.
Iskandar, Teuku, 1996, Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad, Libra ,
Jakarta.
Kodhyat, H. Dan Ramaini, 199, Kamus Pariwisata dan Perhotelan, Edisi
Pertama, Cetakan Kedua, PT. Grasindo, Jakarta.
Kartodirdjo, Sartono, 1992, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodeologi Sejarah,
Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat, 1990, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta : PT. Dian
Rakyat.
Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, PT. Tiara Wacana,
Yogyakarta.
Marzali, Amri, 2005, Antropologi dan Pembangunan Indonesia, Prenada Media,
Jakarta.
Mill, Robert Christie, 2000, Tourism The International Bussiness, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Moleong, Lexy, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Jakarta.
Pendit, Nyoman.S., 1994, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Pires, Tome. 1944. The Suma Oriental of Tome P ires Vol. I translated and edited
by Armando Cortesao, London : Printed for the Hakluyt, Society.
Poerwanto, Hari, 2000, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif
Antropologi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sedyawati, Edi, 2006, Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soekadijo, R.G. , 1997, Anatomi Pariwisata (Memahami Pariwisata Sebagai
Systemic Linkage), Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Spillane J., James, 1987, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya,
Cetakan Pertama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
______. 1994, Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan,
Kanisius, Yogyakarta.
Thoha, Miftah, 1981, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, CV.
Rajawali, Jakarta.
Wahab, Salah, 1996, Manajemen Kepariwisataan, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta.
_______,1997, Pemasaran Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai