Anda di halaman 1dari 42

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Stoma

Definisi

Kata stoma berasal dari bahasa Yunani yaitu mulut atau pembukaan.

Sebuah stoma bedah adalah pembukaan buatan yang mungkin timbul pada

dinding perut (Swan, 2011). Stoma adalah hubungan buatan antara organ dalam

dengan lingkungan eksternal, untuk drainase dan eliminasi sisa makanan.

Pembuatan stoma adalah prosedur bedah medis. Sehubungan dengan asal-usul

penyakit, stoma mungkin sementara atau permanen (Salome, Almeida, & Silveira,

2014). Sementara menurut Golicki, Styczen, dan Szczepkowskit (2013) stoma

adalah operasi yang dibuat pembukaan dari kolon (colostomy, ilestomy) atau

saluran kemih (urostomy) di dinding depan perut.

Sands dan Marchetti (2011) menyatakan bahwa ostomi adalah pembukaan

operasi dibuat antara organ dan tubuh permukaan berongga atau antara setiap 2

organ berongga. Kata, ostomi, berasal dari bahasa Latin, ostium, yang berarti

mulut atau pembukaan. Kata stoma, berasal dari bahasa Yunani yaitu mulut dan

digunakan secara bergantian dengan ostomi. Untuk memahami ostomi dan stoma

mendalam, Jackson (2008) secara singkat menekankan anatomi gastrointestinal.

Menurut Jackson, saluran pencernaan dimulai dengan kerongkongan dan berlanjut

melalui lambung, usus kecil, usus besar (kolon), rektum, dan anus. Setelah

makanan dicerna di bagian atas saluran pencernaan, kotoran meninggalkan usus

10
11

kecil sebagai cairan, usus besar menyerap air dari bahan cair dan menyimpan

sisanya sebagai kotoran terbentuk sampai dilewatkan secara sukarela keluar dari

tubuh melalui dubur. Dari semua definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan

bahwa stoma adalah lubang yang sengaja dibuat di atas permukaan dinding perut

yang bertujuan untuk membuang sisa-sisa makanan atau kotoran/feses.

Penyebab

Swan (2011) menyatakan bahwa kondisi kesehatan yang paling umum

dilaporkan sebagai yang mengakibatkan operasi stoma adalah: 1) kanker

kolon/rektal; 2) kanker kandung kemih; 3) kolotis ulseratif; 4) penyakit crohn; 5)

diverticulitis; 6) obstruksi; 7) inkontinensia urin dan feses; dan 8) trauma.

Tipe stoma berdasarkan lokasi stoma

Menurut Maryunani dan Haryanto (2016) tipe stoma berdasarkan

lokasi/tempatnya pada tubuh, antara lain:

Caecostomy

Caecostomy merupakan lubang pada sekum (caecum) yang biasanya

digunakan untuk mendekompresi usus besar pada kasus-kasus obstruksi.

Colostomy

Colostomy (kolostomi) merupakan suatu prosedur pembedahan yang

berkenaan dengan adanya bagian kolon, berada pada dinding abdomen anterior,

berbentuk lubang pada abdomen yang disebut stoma. Berikut ini adalah macam-

macam kolostomi menurut Menurut Potter dan Perry (2010) :


12

Kolostomi pada kolon ascenden

Jenis kolostomi ini merupakan jenis kolostomi yang jarang. Produksi dari

kolostomi berbentuk cair hingga semi cair dan dapat menyebabkan iritasi dari

kulit. Stoma jenis ini biasanya diletakkan pada sisi kanan dari abdomen.

Perawatan dari kolostomi ascenden hampir sama dengan ileostomi.

Kolostomi pada kolon transversum

Produksi yang dihasilkan dari jenis kolostomi ini berbentuk semi padat

dan biasanya merupakan jenis loop kolostomi dan diletakkan pada bagian atas

abdomen. Penyebab terjadinya dilakukan kolostomi transversum adalah

divetikulitis, inflamatory bowel desease, kanker, obstruksi, cedera maupun

gangguan kongenital. Satu kegunaan kolostomi adalah untuk mengistirahatkan

area pada kolon yang mengalami inflamasi, infeksi atau untuk membantu

penyembuhan luka operasi.

Kolostomi pada kolon desenden

Produksi stoma yang dihasilkan oleh kolostomi jenis ini berupa semi

padat. Hal ini dikarenakan air telah lebih dahulu di reabsobsi di colon ascenden

dan transversum. Stoma pada kolostomi kolon desenden diletakkan pada bagian

kiri bawah dari abdomen.

Kolostomi sigmoid

Produksi stoma pada kolostomi jenis ini memiliki konsitensi padat dan

biasanya diletakkkan pada kiri bawah abdomen. Jenis kolostomi ini merupakan

kolostomi yang tersering Pada kolostomi sigmoid stoma dapat berupa singel

barrel ataupun double barrel walaupun jenis single barrel merupakan jenis yang
13

lebih sering dilakukan. Komplikasi yang sering terjadi pada jenis kolostomi

desenden dan sigmoid adalah konstipasi oleh karena itu peting untuk sering

dilakukan irigasi.

Apendikostomi

Apendikostomi merupakan prosedur pembedahan untuk membuat lubang

pada usus buntu (vermiform appendix) untuk mengirigasi atau mengalirkan dari

usus besar.

Duodenostomi

Duodenostomi merupakan suatu prosedur pembedahan dimana lubang

dibuat pada duodenum. Tujuannya untuk tempat pemberian makan post-pyloric.

Ileostomi

Ileostomi merupakan lubang yang dibuat melalui pembedahan pada usus

halus, yaitu ileum.

Jejunostomi

Jejunostomi merupakan operasi pembedahan untuk membuat lubang

buatan pada jejunum.

Tipe stoma berdasarkan sifat stoma

Tipe stoma berdasarkan sifat stoma menurut Maryunani dan Haryanto

(2016) antara lain:

Stoma temporer/sementara

Stoma sementara dapat ditempatkan pada usus kecil/besar atau saluran

kemih, dimana beberapa jenis stoma dibuat untuk jangka waktu tertentu dan

kemudian dapat ditutup kembali. Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan


14

dekompresi kolon/usus besar atau untuk mengalirkan feses sementara dan

kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali.

Kolostomi seperti ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui

abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

Stoma sementara digunakan untuk membuat jalan feses dari usus bagian

distal. Ada beberapa indikasi dilakukan pambuatan stoma temporer: 1) untuk

mengistirahtkan bagian distal usus yang diakibatkan adanya penyakit seperti

fistula intestinal dan penyakit crohn; 2) untuk melindungi anastomosis

dikarenakan: kesulitan secara teknik, adanya sepsis, suplai darah yang kurang, dan

faktor predisposisi lain; 3) kondisi emergensi: mengurangi obstruksi usus, dan

mendisfungsikan trauma bagian distal

Stoma permanen/menetap

Stoma permanen/menetap dibuat apabila rektum, kolon, atau kandung

kemih telah dikeluarkan atau dilakukan bypass. Stoma ini akan menetap pada

pasien. Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah

tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan,

perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rektum sehingga tidak

memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa

kolostomi single barrel (dengan satu ujung lubang).


15

Tipe stoma berdasarkan teknik konstruksi pembuatannya

Tipe stoma berdasarkan teknik konstruksi pembuatannya menurut

Maryunani dan Haryanto (2016) antara lain:

End stoma

End stoma dibuat dengan cara ahli bedah memotong bowel (usus) dan

membuatnya menjadi end (akhir) sebagai stoma tunggal (single stoma). Dalam hal

ini, untuk end stoma. Usus dipotong, dan ujung proksimal dikeluarkan lewat

dinding abdomen. Pada permukaan kulit dikeluarkan ujungnya sampai setinggi

2.5 cm di atas permukaan kulit. Teknik ini paling sering dibuat untuk membuat

stoma pada sigmoid dan kolon desenden, ileum, atau jika membuat diversi

urinary ileal atau kolon eksternal. End stoma dapat bersifat temporer (sementara)

atau permanen.

Gambar 2.1 end stoma

Loop stoma

Loop stoma dibuat jika seluruh loop of bowel (ikatan bagian usus)

dikeluarkan ke permukaan kulit, di mana pada dinding anterior usus dibuka secara

longitudinal maupun transversal. Loop of intestinal (ikatan usus) dikeluarkan


16

melalui lubang pembedahan yang dibuat di dinding abdomen. Dalam hal ini, loop

stoma dibuat dengan mematangkan segmen usus di atas sebuah tabung tanpa

memotongnya secara komplet.

Dengan ini tercipta satu stoma yang distal sebagai lubang nonfungsional

(disebut mukus fistula karena hanya menghasilkan mukus/lendir normal), dan satu

stoma yang proksimal sebagai lubang fungsional yang mengeluarkan

cairan/kotoran. Loop stoma sering dibuat pada kolon transversum atau ileum

sebagai prosedur pembuatan stoma sementara/temporer.

Pasien dengan loop stoma jarang mengeluarkan mukus/lendir dari rektum.

Tujuan loop stoma adalah untuk mengalihkan aliran feses dari usus yang

tersumbat, traumatik atau berpenyakit atau dari tempat adanya anastomosis. Jika

stoma dibuat pada usus yang tidak sepenuhnya dicabangkan (divided), tetapi

dibuka sepanjang permukaan kulit anterior.

Loop stoma membuat dekompresi yang sangat baik dan menguntungkan

karena prosedur pembedahan yang lebih sederhana dimana pada kebanyakan

kasus tidak memerlukan laparatomi terpisah. Walaupun demikian, loop stoma

tidak secara komplet mengalirkan isi lumen karena isi di proksimal dapat

mengalirkan masuk ke distal. Jadi loop stoma dibuat dengan risiko menimbulkan

masalah feses di bagian distalnya.

Gambar 2.2 loop stoma


17

Double-barrel stoma

Double-barrel stoma mirip seperti loop stoma, tetapi tidak terlalu sering

digunakan, hanya jika ahli bedah berkeinginan untuk mendiversi usus secara total.

Stoma ini membagi usus dan membawa kedua ujungnya (ends) ke permukaan

kulit sebagai dua bagian terpidah end stoma. Ujung-ujung proksimal dan distal,

keduanya dikeluarkan melalui satu lubang di dinding abdomen, kemudian

dieversikan dan dijahit ke kulit untuk membentuk dua stoma yang letaknya

berdampingan/bersebelahan.

Gambar 2.3 double barrel stoma

Komplikasi stoma

Menurut Laurel (2014) komplikasi stoma antara lain:

Hernia peristomal

Hernia peristomal adalah tonjolan di bawah kulit peristomal menunjukkan

bahwa satu atau lebih loop dari usus telah melewati wilayah membedah fasia dan

otot, yang diperlukan untuk mengeksternalisasi stoma, dan kolon sekarang

menonjol ke dalam jaringan subkutan di sekitar stoma.


18

Gambar 2.4 hernia peristomal

Penyebab hernia peristomal: 1) biasanya akibat adanya lubang terbuka

yang terlalu besar pada dinding otot abdomen; 2) kelemahan pada otot abdomen;

3) peregangan stoma menyebabkan perubahan pada ukuran stoma misalnya:

stoma makin membesar dan makin mendatar; 4) tekanan intraabdomen

meningkat, misalnya karena latihan/gerakan fisik; 5) berat badan meningkat; 6)

penempatan stoma dimana dinding abdomen lemah atau pembuatan lubang yang

sangat besar pada dinding abdomen; 7) inadekuat pada proses atau teknik

pembedahan; 8) penempatan stoma yang buruk (di luar otot rektus abdominus);

dan 9) usia (lebih sering terjadi pada lanjut usia) (Maryunani & Haryanto, 2016).

Tidakan keperawatan yang dilakukan menurut Maryunani dan Haryanto

(2016) adalah sebagai berikut: 1) hindari aktivitas yang berlebihan; 2) pilih alat

stoma yang tepat yang bisa menyesuaikan kontur hernia (seperti: gunakan

perlengkapan yang sangat mudah dibentuk/moldable untuk mempertahankan

integritas kulit, dan pakai alat/kantong stoma yang fleksibel); 3) manual reduksi

bila mungkin; 4) pakai hernia belt atau adominal hinder untuk penopang dan

kenyamanan; 5) perbaikan hernia melalui pembedahan dan penempatan ulang

stoma (memperbaiki kembali letak stoma); dan 6) hentikan irigasi stoma.


19

Laserasi

Laserasi stoma adalah potongan atau sobekan yang paling sering terjadi

sebagai akibat dari teknik pemasangan kantong (misalnya, stoma menggosok

terhadap bagian dari sistem kantong). Laserasi juga dapat diakibatkan karena

trauma (misalnya, kecelakaan mobil, mencukur dengan pisau cukur).

Gambar 2.5 laserasi

Mucocutaneous separation

Mucocutaneous separation terjadi ketika stoma sepenuhnya atau sebagian

memisahkan/melepaskan dari kulit. Hal ini dapat dangkal atau dalam.

Gambar 2.6 mucocutaneous separation

Penyebab mucocutaneous separation antara lain: 1) buruknya proses

penyembuhan luka; 2) status nutrisi; 3) infeksi yang terjadi di sekitar stoma; 4)

infeksi yang terjadi pada lokasi jahitan; dan 5) jahitan yang terlalu kencang.
20

Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain: 1) cegah terjadinya kontak

feses dengan kulit atau jahitan yang terbuka; 2) luka ini perlu dibalut dan diisolasi

dari output feses; 3) cuci bersih dan keringkan; 4) ratakan sekitar kulit dengan

pasta/seal sehingga seluruh bekas jahitan tertutup pasta; 5) pasang skin barrier

dengan tepat; dan 6) kolaborasi dengan dokter untuk mengatasi infeksi, dan revisi

jahitan (Maryunani & Haryanto, 2016).

Nekrosis

Nekrosis adalah kematian jaringan yang terjadi ketika aliran darah ke atau

dari stoma terganggu atau terputus.

Gambar 2.7 nekrosis

Penyebab dari nekrosis ini antara lain: 1) suplai darah yang tidak adekuat,

komplikasi ini biasanya tampak 12-24 jam setelah operasi dan bisa memerlukan

operasi tambahan; 2) teknik pembedahan; 3) dinding abdomen tebal; 4) edema

dinding usus; dan 5) tekanan pembuluh darah kearah stoma. Tindakan

keperawatan adalah sebagai berikut: 1) observasi warna dan fungsi stoma: bila

warna dan turgor makin memburuk, kolaborasi dengan tim bedah untuk reoperasi;
21

2) dokumentasi; 3) kontrol bau; dan 4) follow-up/kontrol ulang (Maryunani &

Haryanto, 2016).

Prolap

Prolaps terjadi ketika panjang ketebalan penuh usus menonjol melalui

stoma.

Gambar 2.8 prolap

Penyebab prolap stoma di antaranya: 1) fiksasi stoma yang kurang kuat; 2)

peningkatan tekanan intra abdomen yang tinggi (peningkatan intra abdomen

disebabkan oleh muntah atau ketegangan lain); 3) kelemahan otot abdomen; 4)

lubang yang sangat besar pada dinding abdomen; 5) insisi yang terlalu besar; dan

6) latihan fisik (Maryunani & Haryanto, 2016).

Menurut Maryunani dan Haryanto (2016) tindakan keperawatan yang

dilakukan pada komplikasi prolap antara lain: 1) untuk beberapa kondisi prolap,

stoma bisa dimanipulasi kembali dengan tekan kuat prolap dengan menggunakan

handuk yang telah direndam pada air dingin; 2) reduksi manual sebelum

memasang skin barrier; 3) saat mengukur stoma ukur juga kedalaman stoma; 4)

turunkan kondisi edema; 5) gunakan kantong stoma yang fleksibel dan ukuran

lebih besar; 6) topang stoma dengan stoma belt; dan 7) perbaikan dan fiksasi

dengan cara pembedahan.


22

Retraksi

Retraksi terjadi ketika stoma tertarik atau ditarik di bawah lapisan kulit.

Retraksi mungkin melibatkan seluruh stoma, atau mungkin terbatas persimpangan

mukokutan. Retraksi lebih umum pada pasien dengan ileostomi atau dengan

penyakit crohn, mungkin karena pendek dan mesenterium yang kaku mesenterium

yang telah menebal oleh edema.

Gambar 2.9 retraksi

Penyebab retraksi stoma antara lain: 1) stoma mengalami pengikatan

karena kantong stoma yang terlalu sempit; 2) adanya jaringan skar yang terbentuk

di sekitar stoma yang mengalami pengerutan; 3) peningkatan berat badan; 4)

Asites; 5) infark/nekrosis stoma; 6) tinggi stoma yang tidak mencukupi; dan 7)

dinding abdomen yang tebal (Maryunani & Haryanto, 2016).

Tindakan keperawatan dalam mengatasi retraksi sebagai berikut: 1) pada

saat fase segera setelah operasi, stoma seharusnya dimonitor terus-menerus untuk

memastikan bahwa stoma tidak beretraksi (masuk) ke dalam ruang abdominalis;

2) pilih alat stoma yang tepat agar tidak menyebabkan kebocoran (leakage); 3)

revisi pembedahan untuk stoma atau letak stoma; dan 4) evaluasi penggunaan
23

perlengkapan yang tepat untuk meningkatkan lapisan pada kantong/pouch seal

(misalnya: barrier strips, pasta, dan rings) (Maryunani & Haryanto, 2016).

Stenosis

Stenosis adalah penyempitan atau pengkerutan dari stoma yang membuka

yang mungkin terjadi pada kulit atau lapisan fasial. Hal ini dianggap komplikasi

awal, tetapi juga bisa menjadi komplikasi akhir stoma. Dengan adanya stenosis,

lubang sempit kecil di stoma, yang mengganggu drainase dari stoma.

Gambar 2.10 stenosi

Penyebab dari stenosis adalah karena kontraksi kulit sekitar mengikuti

retraksi soma, pembentukan jaringan parut, obstruksi intestinal, dan sering

berkaitan dengan infeksi di sekitar stoma atau pembentukan skar/jaringan parut.

Tindakan keperawatan yang dilakukan: 1) mengatur berat badan; 2) pemilihan

kantong one-piece-drainable fleksibel; 3) atasi obstruksi intestinal; 4) revisi

pembedahan jika stenosis berlokasi di fasia atau pada level kulit; 5) bisa dilakukan

dilatasi dengan tangan (digital) atau dengan alat (instrument/dilator probe) agar

tetap berfungsi; dan 6) ouput feses seharusnya dijaga supaya tetap lembek dan

tedapat modifikasi diet (Maryunani & Haryanto, 2016).


24

Perawatan stoma

Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6

pascaoperatif. Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih

perawatan ini. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana

menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi. Menurut Smeltzer dan

Bare (2002) ada beberapa yang harus diperhatikan dalam menangani kolostomi,

antara lain:

Perawatan kulit

Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada kolostomi

transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit. Pada

kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit

mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering

mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit

protektif di sekitar stoma, dan mengamankannya dengan meletakkan kantung

drainase. Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan

waslap lembab serta lembut. Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun

bertindak sebagai agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan

fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutupi stoma.

Memasang kantong

Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantong yang tepat. Lubang

kantong harus sekitar 0.3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan terlebih

dahulu. Barier kulit peristoma dipasang. Kemudian kantung dipasang dengan cara
25

membuka kertas perekat dan menekannya di atas stoma. Iritasi kulit ringan

memerlukan tebaran bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan.

Maryunani dan Haryanto (2016) menyatakan prinsip pemilihan kantong

stoma berdasarkan kebutuhan pengguna (ostomate), seharusnya memenuhi

kebutuhan-kebutuhan berikut: 1) kenyamanan (base plate dan skin barrier mampu

mengikuti gerakan tubuh, kantong melekat lembut di kulit, desain: fleksibel,

bentuk material lembut); 2) mudah digunakan (mudah dalam pemasangan, tidak

meninggalkan residu, outlet/bagian pengeluaran mudah dalam pengelolaan); 3)

keleluasaan (tidak bau, tidak berisik, ukuran/volume terbatas); 4) dapat

melindungi kulit (tidak ada feses yang kontak dengan kulit, kondisi kulit yang

sehat terpelihara, efek gesekan seminimal mungkin); 5) keamanan (pelekat alat

aman, tidak ada kebocoran dari bawah base plate, tidak ada kebocoran dari

kantong, pelekatan kuat dan menahan power).

Nyaman

Mudah
digunakan

Leluasa

Perlindungan
terhadap kulit

Aman

Gambar 2.11 Piramida kebutuhan ostomate


26

Menangani kantong drainase

Kantong stoma dapat digunakan segera setelah irigasi, dan diganti dengan

balutan sederhana. Pasien dapat memilih berbagai bentuk kantung, tergantung

pada kebutuhan individu. Kebanyakan kantung sekali pakai.

Mengangkat alat drainase

Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai

seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari

diskus perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau

berdiri yang nyaman dan dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari

permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan menjauh dari stoma.

Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya isi fekal

yang tercecer keluar.

Mengirigasi kolostomi

Tujuan pengirigasian kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari

gas, mukus, dan feses. Sehingga pasien dapat menjalankan aktivitas sosial dan

bisnis tanpa rasa takut terjadi drainase fekal. Dengan mengirigasi stoma pada

waktu yang teratur, terdapat sedikit gas dan retensi cairan pengirigasi.

Diet dan nutrisi pada ostomate

Tujuan manajemen diet bagi ostomate adalah : 1) mencegah penyumbatan

setelah pembedahan; 2) meningkatkan penyembuhan luka stoma; dan 3)

meminimalkan rasa tidak nyaman pada gastrointestinal seperti flatus, diare,

konstipasi, dan bau (Maryunani & Haryanto, 2016).


27

Perencanaan makan bagi ostomate berdasrakan prinsip 3 J : 1) jumlah

(jumlah kalori sesuai kebutuhan, makanlah sesuai kebutuhan); 2) jenis makanan

(komposisi yang seimbang pada karbohidrat 50-60%, utamakan karbohidrat

komleks, protein 15-20%, lemak 30%, zat gizi spesifik terpenuhi, seperti vitamin

dan mineral); dan 3) jadwal (waktu makan terjadwal dengan baik, yaitu 3 makan

utama dan 2-3 kali snack, jangan melewatkan waktu makan, sarapan sangat

penting, merupakan persiapan energy untuk beraktivitas) (Maryunani & Haryanto,

2016).

Menurut Maryunani dan Haryanto (2016) makanan yang bisa

menyebabkan gas yang berlebih : bawang merah, kacang polong, buncis dan kol,

buah jeruk, telur, jamur muniman bersoda, mengunyah permen karet. Cara

mengurangi produksi gas dan angin berlebih : makan makanan anda dengan

perlahan, kunyah dengan mulut tertutup dan hindari menelan makanan dengan

tergesa-gesa, hindari makan makanan dengan porsi yang banyak pada setiap kali

makan, makan secara teratur, telat makan berisiko meningkatkan produksi gas.

Makanan yang bisa membantu memadatkan feses: pasta, labu, kue bola,

pudding, tapioka, pancake, kue kering yang asi, nasi putih, pisang, roti panggang,

kentang pure/tumbuk, saus apel, roti putih, bubur jagung, selai kacang, dan apel

pannggang tanpa kulit. Sedangkan makanan yang dapat mengubah konsistensi

feses: buah segar, sayuran berdaun hijau, minuman yang berdesis, alcohol, jus,

makanan yang digoreng kering, makanan pedas, dan obat-obatan (Maryunani &

Haryanto, 2016).
28

Resiko tinggi untuk


Memproduksi gas Memproduksi bau Mengurangi bau
penyumbatan
Bawang merah Bawang merah Jagung Yogurt
Brokoli Asparagus Daun seledri Daun seledri
Sayuran silangan Sayuran silangan Kacang Mentega susu
(buncis, (buncis, Popcorn
kol/kubis, kacang kol/kubis, kacang Biji-bijian
polong) polong)
Minuman bersoda Telur
Alkohol Ikan
Tabel 2.1 Pertimbangan diet pada pasien stoma (Nowicke, 2011; Piras & Hurley,

2011; Quatrara, 2016)

Hak ostomate

Menurut InOA dalam Maryunani dan Haryanto (2016) ada sepuluh hak

yang perlu diketahui oleh ostomate adalah sebagai berikut : 1) konseling pra-

operasi; 2) konseling tentang letak stoma; 3) memiliki stoma yang bentuknya

baik; 4) mendapatkan perawatan pascaoperasi; 5) mendapatkan dukungan

emosional; 6) mendapatkan bimbingan individu dan keluarga; 7) mendapatkan

informasi tentang peralatan yang diperlukan sesuai dengan indukasi; 8) adanya

informasi di masyarakat tentang perkumpulan bagi para ostomate; 9)

mendapatkan tindak lanjut dan pengawasan dari perawat stoma atau Enterostomal

Therapy Nurse (ETN); dan 10) mendapatkan manfaat dari upaya tim kesehatan

yang professional.

Piagam hak-hak ostomate

Piagam hak-hak ostomate ini menyampaikan tentang kebutuhan-

kebutuhan khusus kelompok ini dan perawatan yang mereka perlukan. Mereka

harus menerima informasi dan perawatan yang akan memungkinkan mereka

hidup secara mandiri, independen, dan turut serta dalam semua proses

pengambilan keputusan. Ini merupakan tujuan yang sudah dideklarasikan oleh


29

Persatuan Ostomi Internasional bahwa piagam ini harus direalisasikan di seluruh

Negara di dunia (Maryunani & Haryanto, 2016).

Isi dari piagam hak-hak ostomate harus : 1) menerima konseling

praoperasi untuk memastikan agar mereka mengetahui sepenuhnya manfaat

operasi dan kenyataaan yang penting tentang hidup dengan stoma; 2) mempunyai

stoma yang dibuat dengan benar dan pada tempat yang sesuai pertimbangan yang

penuh dan tepat untuk kenyamanan ostomate; 3) menerima dukungan medis yang

berpengalaman dan professional, perawatan stoma oleh perawat dan dukungan

psikososial, dalam masa praoperasi dan pascaoperasi baik di rumah sakit maupun

dalam masyarakat; 4) menerima dukungan dan informasi bagi manfaat keluarga,

perawat-perawat pribadi dan teman-teman untuk meningkatkan pengertian mereka

tentang kondisi dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan untuk mencapai

standar kehidupan yang memuaskan dengan stoma; 5) menerima informasi yang

lengkap dan tidak memihak tentang segala persediaan yang relevan dan produk-

produk yang tersedia di negaranya; 6) mempunyai akses tidak terbatas untuk

berbagai produk ostomi yang tidak mahal; 7) diberikan infromasi tentang

Persatuan Ostomi Nasional serta pelayanan dan dukungan yang dapat disediakan;

dan 8) dilindungi dari segala bentuk diskriminasi (Maryunani & Haryanto, 2016).
30

Konsep Kualitas Hidup

Definisi

Menurut WHO dalam Kimura, Kamda, Guilhem, dan Monteiro (2013)

mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap tempat mereka

dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai yang mana mereka hidup

berhubungan dengan tujuan, ekspektasi, standar, dan perhatian mereka.

Berdasarkan perspektif ini, kualitas hidup adalah sebuah konsep subjek yang

membawa kepuasan pribadi dalam berbagai aspek, terutama yang dianggap

sebagai dasar bagi kehidupan individu (Kimura, Kamada, Guilhem, Modesto, &

Abrue, 2016).

Kualitas hidup adalah persepsi individu dari posisi mereka dalam

kehidupan dikontes budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dalam

kaitannya dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian mereka yang

mempengaruhi cara kompleks dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan

psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial untuk menonjolkan fitur dari

lingkungan mereka (Thamilselvam, Khairuzi, & Fadzli, 2013). Kualitas hidup

merupakan terbebas dari nyeri, mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan

berjuang untuk hidup (Wiq et al., 2006). Kualitas hidup merupakan derajat

kepuasan hati karena terpenuhinya kebutuhan hidup, sehingga seseorang dapat

bekerja, belajar, beraktivitas lain seperti atau mendekati normal (Staquet, 1998

dalam Erdiana, Effendy, & P, 2007). The Centre For Health Promotion (2007)

mendefinisikan kualitas hidup sebagai tingkat kesenangan dan ketidaksenangan

seseorang terhadap hal-hal penting dalam hidupnya.


31

Hal tersebut meliputi kelebihan dan keterbatasan seseorang dalam

hidupnya dan refleksi interaksi personal dengan lingkungannya. Kesenangan

meliputi 2 komponen yaitu pengalaman yang menyenangkan dan sikap serta

karakteristik orang tersebut terhadap kesenanagn. Lebih lanjut The Centre for

Health Promotion, mengemukakan ada 3 domain dari kualitas hidup yaitu

personal (being), kepemilikan (belonging) dan tujuan hidup (becoming). Hal yang

sama dilaporkan oleh Hampton dan Qin-Hilliard (2004) yang menemukan bahwa

dimensi kualitas hidup pada pasien injuri pada tulang belakang adalah meliputi

masalah hubungan dengan keluarga besar, tetangga, dukungan pemerintah, dan

hidup damai.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup

merupakan sebuah fenomena yang abstrak dan merupakan pengalaman individu

yang sangat subjektif. Setiap orang mempersepsikan dan mengekspresikan

pengalaman hidupnya sesuai dengan kapasitas dari orang tersebut. Orang dengan

kesenangan dan pencapaian hidup yang lebih baik sesuai dengan seting yang

mereka buat akan menyatakan kualitas hidupnya baik sementara orang dengan

kualitas hidup kurang baik bilamana apa yang mereka telah tentukan dalam

hidupnya tidak tercapai atau kurang dapat memenuhi keinginan subjektifnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Kualitas hidup merupakan pengalaman subjektif akan dipengaruhi oleh

kemampuan individu dalam memahami hidupnya. Banyak faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup pasien stoma. Faktor fisik, dan fungsional sangat

berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien stoma.


32

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power,

2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks

budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai dengan apa

yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara

individu yang tinggal di kota/wilayah satu dengan yang lain bergantung pada

konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut.

Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor

lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup yaitu:

Gender atau jenis kelamin

Moons, Marquet, Budts, dan De Geest (2004) mengatakan bahwa gender

adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain et al. (2003)

menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan

perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas

hidup perempuan. Fadda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan

perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap

berbagai sumber sehingga kebutuhan/hal-hal yang penting bagi laki-laki dan

perempuan juga akan berbeda. Ryff dan Singer (dalam Papalia, Harvey, Ruth, &

Cameron, 2007) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan

perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan

aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria

lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

Usia
33

Moons, Marquet, Budts, dan De Geest (2004) mengatakan bahwa usia

adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang

dilakukan oleh Wagner, Abbot, dan Lett (2004) menemukan adanya perbedaan

yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi

individu. Ryff dan Singer (dalam Papalia, Harvey, Ruth, & Cameron, 2007)

mengatakan bahwa individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih

tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, Warner,

Bisoffi, dan Fontecedro (2001) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua

terhadap kualitas hidup subjektif.

Pendidikan

Moons, Marquet, Budts, dan De Geest (2004) mengatakan bahwa tingkat

pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup

subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, Rustoen, Hanestad, Lerdal, dan

Moum (2004) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan

lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, Asgharpur, Safa, dan Kermani (2007) menemukan

adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun

tidak banyak.

Pekerjaan

Moons, Marquet, Budts, dan De Geest (2004) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,

penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari

pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity
34

tertentu). Wahl, Rustoen, Hanestad, Lerdal, dan Moum (2004) menemukan bahwa

status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun

wanita.

Status pernikahan

Moons, Marquet, Budts, dan De Geest (2004) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai

ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di

Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki

kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai,

ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal. Demikian juga dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wahl, Rustoen, Hanestad, Lerdal, dan Moum (2004)

menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status

menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.

Penghasilan

Dalkey (2002) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa

penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) juga menemukan

adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup

subjektif namun tidak banyak.

Hubungan dengan orang lain

Baxter et al. (1998) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi

berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif.

Myers, dalam Kahneman, Diener, dan Schwarz (1999) mengatakan bahwa pada
35

saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui

hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan,

manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik, baik secara fisik maupun

emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan

Kermani (2007) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain

memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.

Domain kualitas hidup

World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) membagi kualitas

hidup dalam enam domain yaitu fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan

sosial, lingkungan, spiritual, agama atau kepercayaan seseorang (WHO, 1998).

Domain fisik

WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu: 1) nyeri dan

ketidak nyamanan, aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan

yang dialami individu, dan berubah menjadi sensasi yang menyedihkan dan

mempengaruhi hidup individu tersebut. Sensasi yang tidak menyenangkan

meliputi kekakuan, sakit, nyeri dengan durasi lama atau pendek, bahkan penyakit

gatal. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun tidak ada

alasan medis yang membuktikan (WHO, 1998). 2) tenaga dan lelah, aspek

mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk selalu dapat

melakukan aktivitas sehari-hari, seperti rekreasi. Kelelahan membuat individu

tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang

sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal seperti sakit, depresi,

atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 1998). 3) tidur dan istirahat, aspek yang
36

berfokus pada tidur dan istirahat. Masalah tidur termasuk kesulitan untuk pergi

tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur

dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO, 1998).

Domain psikologis

WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu: 1)

perasaan positif, aspek ini menguji pengalaman perasaan positif individu dari

kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan

kenikmatan dari hal yang baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan

pada masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 1998). 2)

berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi, aspek ini mengeksplor pandangan

individu terhadap pemikiran, pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuan

dalam membuat keputusan. Keadaan ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan

individu memberikan gagasan (WHO, 1998). 3) harga diri, aspek ini menguji apa

yang individu rasakan yang memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan

yang ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga

sebagai individu dieksplor. Aspek dari harga diri berfokus dengan perasaan

individu dari kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 1998).

4) gambaran diri dan penampilan, aspek ini menguji pandangan individu dengan

tubuhnya. Apakah penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada

kepuasan individu dengan penampilan yang dimilikinya pada konsep diri.

Keadaan ini termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan

bisa dikoreksi misalnya, berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan

sebagainya (WHO, 1998). 5) perasaan negatif, aspek ini berfokus pada


37

pengalaman perasaan negatif individu, termasuk putus asa, perasaan berdosa,

kesedihan, tidak bersemangat, kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam

hidup. Segi ini termasuk pertimbangan dari perasaan negatif yang menyedihkan

yang berakibat pada fungsi keseharian individu (WHO, 1998).

Domain tingat kebebasan

WHOQOL membagi domain tingkat kebebasan pada empat bagian, yaitu:

1) pergerakan merupakan aspek yang menguji pandangan individu terhadap

kemampuan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergerak di sekitar

rumah, bergerak di sekitar tempat kerja, atau ke dan dari pelayanan transportasi

(WHO, 1998). 2) aktivitas hidup sehari-hari yaitu aspek yang mengeksplor

kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perawatan

diri dan perhatian yang tepat pada kepemilikan. Tingkatan dimana individu

tergantung pada yang lain untuk membantunya dalam aktivitas keseharian juga

berakibat pada kualitas hidupnya (WHO, 1998). 3) Ketergantungan pada

pengobatan atau perlakuan yakni aspek yang menguji ketergantungan individu

pada medis atau pengobatan alternatif (seperti akupuntur dan obat herbal) untuk

mendukung fisik dan kesejahteraan psikologis. Pengobatan pada beberapa kasus

dapat berakibat negatif pada kualitas hidup individu (seperti efek samping dari

kemoterapi) di saat yang sama pada kasus lain menambah kualitas hidup individu

(seperti pasien kanker yang menggunakan penghilang nyeri) (WHO, 1998). 4)

Kapasitas pekerjaan yaitu aspek yang menguji penggunaan energi individu untuk

bekerja. Bekerja didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana individu

disibukkan. Aktivitas besar termasuk pekerjaan dengan upah, pekerjaan tanpa


38

upah, pekerjaan sukarela untuk masyarakat, belajar dengan waktu penuh, merawat

anak dan tugas rumah tangga (WHO, 1998).

Domain hubungan sosial

WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu: 1)

hubungan perorangan merupakan aspek yang menguji tingkatan perasaan individu

pada persahabatan, cinta, dan dukungan dari hubungan yang dekat dalam

kehidupan. Aspek ini termasuk pada kemampuan dan kesempatan untuk

mencintai, dicintai dan lebih dekat dengan orang lain secara emosi dan fisik.

Tingkatan dimana individu merasa mereka bisa berbagi pengalaman baik senang

maupun sedih dengan orang yang dicintai. (WHO, 1998). 2) dukungan sosial

merupakan aspek yang menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab,

dukungan, dan bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini berfokus pada banyak

yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada

tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit (WHO, 1998). 3)

aktivitas seksual merupakan aspek yang berfokus pada dorongan, dan hasrat pada

seks, serta tingkatan dimana individu dapat mengekspresikan dan senang dengan

hasrat seksual yang tepat (WHO, 1998).

Domain lingkungan

WHOQOL membagi domain lingkungan pada lima bagian yaitu: 1)

keamanan fisik dan keamanan, aspek ini menguji perasaan individu pada

keamanan dari kejahatan fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari

beberapa sumber seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan

langsung dengan perasaan kebebasan individu (WHO, 1998). 2) lingkungan


39

rumah, aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat

berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada

kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 1998). 3) sumber

penghasilan, aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan

(dan sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat

mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998). 4)

kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas, aspek ini menguji

pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di sekitar (WHO, 1998).

5) kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan, aspek ini

menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari keterampilan

baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka pada apa yang terjadi, misalnya

program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas di

waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).

Domain spritual

Domain Spiritual/ agama/ kepercayaan seseorang, aspek ini menguji

kepercayaan individu dan bagaimana dampaknya pada kualitas hidup yang dapat

membantu individu untuk mengkoping kesulitan hidup, memberi kekuatan pada

pengalaman, aspek ini ditujukan pada individu dengan perbedaan agama (Buddha,

Kristen, Hindu, dan Islam), sebaik individu dengan kepercayaan individu dan

kepercayaan spiritual yang tidak sesuai dengan orientasi agama (WHO, 1998).
40

Domain kualitas hidup sangat luas dan sangat abstrak. The Centre for

Health Promotion (2007) mengemukakan bahwa kerangka kerja konseptual dari

kualitas hidup terdiri dari 3 domain yaitu:

Being

Being yaitu berkaitan dengan kapasitas diri. Being terdiri dari tiga

subdomain yaitu physical being termasuk didalamnya adalah kesehatan, personal

hygiene, nutrisi, aktivitas, berpakaian, dan penampilan diri secara keseluruhan.

Psychological being yaitu kesehatan psikologis, kognitif, perasaan, konsep diri,

dan kontrol diri. Spiritual being yaitu nilai personal, standar personal, dan

kepercayaan.

Belonging

Belonging yaitu kepemilikan dan hubungan dengan orang lain termasuk

lingkungan. Belonging terdiri dari tiga subdomain yaitu physical belonging

diantaranya kepemilikan rumah, pekerjaan atau sekolah, tetangga dan komunitas.

Social belonging yaitu keintiman hubungan dengan orang lain, keluarga, teman,

dan rekan kerja. Community belonging meliputi pendapatan, pelayanan sosial dan

kesehatan, program pedidikan, program rekreasi dan aktifitas sosial.

Becoming

Becoming yaitu berkaitan dengan tujuan hidup, harapan dan aspirasi.

Becoming meliputi tiga subdomain yaitu practical becoming diantaranya aktifitas

domestik, aktifitas sekolah dan sosial, pencarian bantuan kesehatan dan kebutuhan

sosial. Leisure becoming yaitu aktifitas untuk meningkatkan relaksasi dan

menurunkan stres. Growth becoming yaitu aktifitas untuk meningkatkan dan


41

mempertahankan pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan beradaptasi

terhadap perubahan.

Kolostomi (stoma) yang mempengaruhi kualitas hidup

Pemasangan stoma dipandang sebagai suatu beban stres yang dapat

memepengaruhi kualitas hidup dengan berbagai dimensinya. Pada awalnya,

pasien merasa tidak nyaman, malu, nyeri, cemas, dan masalah-masalah lainnya.

Bila kemampuan adaptasinya tidak mencukupi, tidak menutup kemungkinan

pasien bisa putus asa, depresi, dan jatuh pada kondisi buruk kesehatannya. Hal ini

akan menrunkan kemampuan bertahan hidup pasien. Studi yang dilakukan oleh

Karadag et al. (2002) menyimpulkan bahwa kolostomi (stoma) memiliki dampak

negatif yang sangat berat pada kualitas hidup pasien. Beberapa masalah yang

dialami pasien kolostomi (stoma) yang sangat dapat mempengaruhi kualitas

hidupnya, antara lain adalah :

Masalah fisik dan psikologis

Masalah fisik berkaitan dengan kolostomi, termasuk iritasi dan ruam di

sekitar lokasi stoma, gangguan tidur, bau, emisi gas, dan penurunan berat badan

(Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi, 2011). Selain itu, kekhawatiran

emosional dan mental yang digambarkan oleh pasien dalam penelitian Salome,

Almeida, & Silveira (2014). Mitchell et al. (2007), menunjukkan bahwa

kebocoran, bau, dan kebisingan dari kantong adalah sumber utama rasa malu yang

dirasakan oleh pasien. Kesehatan fisik menurun khususnya pada kekuatan saraf

dan otot, iritasi pada kulit karena reaksi alergi terhadap kantong stoma (Erdiana,

Effendy, & P, 2007).


42

Hubungan sosial dan keluarga

Masalah keluarga ditemui oleh kebanyakan pasien terutama beberapa

bulan setelah kolostomi. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan pasien dalam

menemui keluarga atau teman sekolah karena takut akan kebocoran kantong dan

emisi gas yang ofensif begitu juga dengan keluarga yang menghindari pasien

(Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi, 2011). Pembuatan stoma dan masalah

yang terkait dapat mempengaruhi hubungan pasien dengan pasangan intim

mereka (Nichols & Riemer, 2008), dan cenderung cemas tentang masalah

hubungan seksual (Brown & Randle, 2005)

Tantangan ekonomi

Coons, Chongpison, Wendel Grand, & Krouse (2007), telah menunjukkan

bahwa biaya kolostomi mempengaruhi kualitas hidup yang penting untuk

dipertimbangkan. Nichol & Riemer (2008), menyatakan bahwa hilangnya

pekerjaan sebagai salah satu konsekuensi stoma. Pernyataan yang sama dari

Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi (2011), melaporkan bahwa mereka

harus mengganti atau meninggalkan pekerjaan mereka setelah kolostomi, hal ini

mempengaruhi pendapatan mereka, dan biaya yang berkaitan dengan penyakit

misalnya membeli kantong dan sarung tangan.

Masalah nutrisi

Kebiasaan pasien stoma tidak menerima pendidikan tentang status diet dan

nutrisi, mereka menganggapnya sebagai masalah penting untuk melakukan yang

terbaik dalam mengendalikannya (Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi,


43

2011). Kehilangan nafsu makan juga masalah penting pada kelompok stoma

(Nasvall et al., 2017).

Aktivitas fisik

Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi, (2011) melaporkan

keterbatasan aktivitas fisik setelah ostomi. Pasien sadar bahwa mereka telah

mengalami pengurangan aktivitas dan keterbatasan yang biasa dalam mengangkat

benda berat, karena dapat membuat hernia peristom sebagai salah satu jenis

komplikasi stoma untuk stoma pasien (Laurel, 2014).

Pertimbangan perjalanan dan keagamaan

Meskipun ada batasan bepergian untuk pasien stoma sebagai masalah

kualitas hidup, namun dalam studi Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi,

(2011) menyatakan bahwa bepergian dengan kantong stoma tidak menjadi

masalah bagi pasien stoma tersebut. Meskipun sebagian besar peserta menyatakan

bahwa mereka tidak memiliki masalah besar dengan dimensi spritual, tapi masih

sangat penting bagi perawat untuk memperhatikan dimensi spiritual dan ritual

keagamaan klien mereka. Seperti banyak agama, penting bagi Islam untuk

menjadi bersih dan bebas dari bahan tinja, terutama saat sholat. (Dabirian,

Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi, 2011).

Fungsi seksual

Aktivitas seksual individu dengan stoma sangat rumit karena pembedahan

itu sendiri, yang dapat menyebabkan disuria, nyeri saat berhubungan intim,

inkontinensia urin, dan pengurangan atau hilangnya libido (Kimura, Kamada,

Guihem, & Monteiro, 2013). Dalam sebuah studi oleh Dabirian, Yaghmaei,
44

Rassouli, & Tafreshi (2011), peserta yang menikah mengalami beberapa masalah

seksual, terutama sejak dini dalam perjalanan penyakit atau setelah operasi, juga

Symms et al. (2008), hal itu menunjukkan bahwa hampir setengah dari pasien

yang aktif secara seksual sebelum operasi stoma menjadi tidak aktif setelah

prosedur.
45

Penyebab paling umum operasi pembuatan end stoma


kanker kolon/rektal, kolotis ulseratif, penyakit crohn,
diverticulitis, obstruksi, inkontinensia urin dan feses, dan
traum.

Stoma permanen/
end stoma

Dampak pembuatan end stoma Dampak pembuatan end stoma


Meningkatnya stres, iritasi kulit, Inflamasi disekitas stoma,
kantong bocor, bau tak sedap, gangguan tidur, takut akan masa
pengurangan aktivitas depan, khawatir tentang hubungan
menyenangkan, dan depresi/ dengan keluarga dan teman,
ansientas. kesulitan seksual, pembatasan
aktivitas fisik dan diet, perubahan
pada gaya hidup, dan
ketidakmampuan mengonrol gas.

Kualitas Hidup
dengan 3 domain

Belonging Becoming
Being
- Physical - Practical
- Physical being
belonging becoming
- Psychological
- Social belonging - Leisure becoming
being
- Community - Growth becoming
- Spritual being
belonging

Skema 1. Kerangka Konseptual

(Swan, 2011; Dabirin, Yaghmaei, Rossouli, & Tafreshi, 2011; Anaraki et al.,

2012; The Centre for Health Promotion, 2007)


46

Konsep Fenomenologi

Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan

logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani phainesthai yang berarti

menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya

sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena

bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan

sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan (Hajaroh, 2013).

Hajaroh (2013) menyatakan bahwa fenomena dapat dipandang dari dua

sudut. Pertama, fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan

realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena

fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam

memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat penyaringan (ratio),

sehingga mendapatkan kesadaran yang murni, sehingga fenomenologi adalah ilmu

tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai

korelasi dengan kesadaran.

Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk

menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran

untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan

yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan

apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya

digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan kesehatan

(Hajaroh, 2013)
47

Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan

seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam

fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari

pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial

dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith,

Flowers, & Larkin, 2009). Prinsip-prinsip penelitian fenomenologis ini pertama

kali diperkenalkan oleh Husserl. Husserl mengenalkan cara mengekspos makna

dengan mengeksplisitkan struktur pengalaman yang masih implisit. Konsep lain

fenomenologis yaitu intensionalitas dan intersubjektifitas, dan juga mengenal

istilah phenomenologic hermeneutic yang diperkenalkan oleh Heidegger.

Setiap hari manusia sibuk dengan aktifitas dan aktifitas itu penuh dengan

pengalaman. Esensi dari pengalaman dibangun oleh dua asumsi (Smith, Flowers,

& Larkin, 2009). Pertama, setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah satu

ekspresi dari kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan

pengalamannya sendiri yang memang bersifat subjektif. Kedua, setiap bentuk

kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu. Ketika melihat mobil

melewati kita, kita berpikir siapa yang mengemudikannya, mengharapkan

memiliki mobil seperti itu, kemudian menginginkan pergi dengan mobil itu. Sama

kuatnya antara ingin bepergian dengan mobil seperti itu, ketika itu pula tidak

dapat melakukannya. Itu semua adalah aktifitas yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari, sebuah sikap yang natural. Kesadaran diri merefleksikan pada sesuatu

yang dilihat, dipikirkan, diingat dan diharapkan, inilah yang disebut dengan

menjadi fenomenologi.
48

Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam

kesadaran individu, yang disebut sebagai intensionalitas. Intensionalitas

(intentionality), menggambarkan hubungan antara proses yang terjadi dalam

kesadaran dengan objek yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam istilah

fenomenologi, pengalaman atau kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat

adalah melihat sesuatu, mengingat adalah mengingat sesuatu, menilai adalah

menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah objek dari kesadaran yang telah distimulasi

oleh persepsi dari sebuah objek yang real atau melalui tindakan mengingat atau

daya cipta (Smith, Flowers, & Larkin, 2009). Intensionalitas tidak hanya terkait

dengan tujuan dari tindakan manusia, tetapi juga merupakan karakter dasar dari

pikiran itu sendiri. Pikiran tidak pernah pikiran itu sendiri, melainkan selalu

merupakan pikiran atas sesuatu. Pikiran selalu memiliki objek. Hal yang sama

berlaku untuk kesadaran. Intensionalitas adalah keterarahan kesadaran

(directedness of consciousness). Dan intensionalitas juga merupakan keterarahan

tindakan, yakni tindakan yang bertujuan pada satu objek.

Smith, Flowers, dan Larkin (2009) menuliskan bahwa menurut Heidegger

pandangan lain dalam konsep fenomenologi adalah mengenai person (orang) yang

selalu tidak dapat dihapuskan dari dalam konteks dunianya (person-in-context)

dan intersubjektifitas. Keduanya juga merupakan pusat dalam fenomenologi.

Intersubjektifitas berhubungan dengan peranan berbagi (shared), tumpang tindih

(overlapping) dan hubungan alamiah dari tindakan di dalam alam semesta.

Intersubjektifitas adalah konsep untuk menjelaskan hubungan dan perkiraan pada


49

kemampuan mengkomunikasikan dengan orang lain dan membuat rasa (make

sense) pada yang lain.

Polit dan Beck (2012) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian

fenomenologi yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif.

Descriptive Phenomenology

Fenomenologi deskriptif dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962.

Jenis penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh

manusia berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan, diingat,

dievaluasi, dan dilakukan. Penelitian ini memiliki empat langkah, yaitu

bracketing, intuiting, analyzing, dan describing.

Bracketing merupakan proses mengidentifikasi dan membebaskan diri dari

teori-teori yang diketahuinya serta menghindari perkiraan-perkiraan dalam upaya

memperoleh data yang murni. Intuiting terjadi ketika para peneliti tetap terbuka

dengan makna dikaitkan dengan fenomena dengan mereka yang telah

mengalaminya. Peneliti fenomenologi kemudian dilanjutkan ke tahap analisis

(yaitu, penggalian pernyataan yang signifikan, mengkategorikan, dan membuat

tema atau makna penting dari fenomena tersebut). Analyzing merupakan proses

analisa data yang dilakukan melalui beberapa fase seperti; mencari pernyataan-

pernyataan signifikan kemudian mengkategorikan dan menemukan makna

esensial dari fenomena yang dialami. Describing merupakan tahap terakhir dalam

fenomenologi deskriptif. Langkah ini peneliti membuat narasi yang luas dan

mendalam tentang fenomena yang diteliti.


50

Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif

adalah Giorgi (1985, 2005), Colaizzi (1973, 1978), dan Van Manen (1990).

Ketiga fenomenologis tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana

fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena (Chesnay, 2015).

Interpretive Phenomenology

Interpretive Phenomenology dikembangkan oleh Heidegger pada tahun

1962. Filosofi yang dianut oleh Heidegger berbeda dengan Husserl. Inti

filosofinya ditekankan pada pemahaman dan interpretif (penafsiran), tidak sekedar

deskripsi pengalaman manusia. Pengalaman hidup manusia merupakan suatu

proses interpretif dan pemahaman yang merupakan ciri dasar keberadaan manusia.

Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna

pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan. Pemahaman

yang dimaksud adalah pemahaman setiap bagian dan bagian-bagian secara

keseluruhan. Van Manen adalah ahli fenomonelogi interpretif yang berpedoman

pada filosofi Heidegger. Metode analisis datanya menggunakan kombinasi

karakteristik pendekatan fenomenologi deskriptif dan interpretif (Polit & Beck,

2012).

Van Manen (2006, dalam Polit & Beck, 2012) menekankan bahwa

pendekatan metode fenomenologi tidak terpisahkan dari praktik menulis.

Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami

dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti yang dituangkan dalam

bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat

mengarahkan pemahaman pembaca dalam memahami fenomena tersebut. Van


51

Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya

diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh

dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang

dapat menyediakan wawasan bagi peneliti dalam melakukan interpretasi dan

pencarian makna dari suatu fenomena.

Anda mungkin juga menyukai