PENDAHULUAN
1
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan pasien
saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna (Nursalam, 2013).
Operan atau timbang terima merupakan sistim kompleks yang
didasarkan pada perkembangan sosio-teknologi dan nilai-nilai yang dimiliki
perawat dalam berkomunikasi. Operan shif penting untuk menjaga
kesinambungan layanan keperawatan selama 24 jam. Operan pada setiap
pergantian shif merupakan periode persiapan perawat yang telah selesai
berdinas, perawat yang telah selesai berdinas dan perawat yang akan berdinas
pada shift berikutnya saling berkomunikasi untuk menyampaikan informasi
yang berkaitan dengan dinas dan mencocokkan informasi (Lardner dalam
Keliat, 2013).
Pelaksanaan timbang terima ini seringkali masih menjadi permasalahan
di setiap rumah sakit. Hasil penelitian Mayasari (2011) di Ruang Kelas I Irna
Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR. M. Djamil Padang ditemukan pada
pelaksanaan timbang terima (operan) yang diobservasi pada pergantian shift
pagi sore malam yang dilaksanakan tiga kali pertemuan tidak ada yang
dilaksanakan dengan efektif dengan ratarata persentase yang diperoleh
adalah 60.3%. Hasil penelitian Hardianti Anthon (2012) tentang penerapan
metode tim (MPKP), masih ada 25,6% perawat yang belum melaksanakan
sepenuhnya timbang terima diruang rawat inap di RSUD Kabupaten Majene.
Agar pelaksanaan prosedur timbang terima atau operan pasien yang dilakukan
oleh perawat, dibutuhkan peran kepala ruangan sebagai manajer ruangan
dimana salah satunya fungsinya adalah pengarahan.
Menurut Keliat (2013), bentuk fungsi pengarahan kepala ruangan antara
lain adalah operan atau timbang terima. Fungsi pengarahan ini dilakukan oleh
kepala ruangan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Seorang pemimpin
khususnya kepala ruangan atau ketua tim harus dapat mengarahkan stafnya
karena implikasi fungsi pengarahan dapat meningkatkan kemampuan dan
pemahaman perawat pelaksana tentang asuhan keperawatan khususnya
pelaksanaan timbang terima. Sebagai seorang pemimpin, kepala ruangan
harus mengetahui bagaimana mengatur bawahannya dan mampu
2
mempertahankan kualitas kerja. Pengarahan bisa mencakup penugasan,
perintah atau instruksi yang mudah dimengerti dan diikiuti oleh bawahannya
agar tujuan organisasi khususnya asuhan keperawatan dapat tercapai dengan
baik. Khusus pada pelaksanaan timbang terima, dengan adanya pengarahan
yang baik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam
menjalin komunikasi antar perawat dan pemahaman tentang pentingnya
timbang terima akan semakin baik (Kurniadi, 2013).
Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 14 April 2015
melalui observasi di salah satu ruang rawat inap RSUD Toto Kabila, prosedur
timbang terima selama ini sudah dilakukan pada setiap pergantian shift jaga,
namun cara penyampaian isi timbang terima belum terungkap secara
komprehensif, meliputi: isi timbang terima (masalah keperawatan pasien
lebih fokus pada diagnosis medis), dilakukan secara lisan tanpa ada
pendokumentasian, sehingga rencana tindakan yang belum dan sudah
dilaksanakan, dan hal-hal penting masih ada yang terlewati untuk
disampaikan pada shift berikutnya.
Hasil observasi ini juga sejalan dengan ungkapan oleh salah seorang
perawat ruangan yang mengatakan bahwa timbang terima saat ini hanya
dilaksanakan berdasarkan diagnose medis tanpa adanya penjelasan diagnosa
keperawatan dan tindak lanjut implementasi keperawatan. 6 dari 10 perawat
juga mengungkapkan pengarahan yang diberikan oleh kepala ruangan belum
sepenuhnya dilaksanakan misalnya kepala ruangan belum mengidentifikasi
tanggung jawab pekerjaan terhadap staf perawat, kepala ruangan belum
sepenuhnya melakukan kooordinasi dan efisiensi dengan unit kerja lain.
Pelaksanaan timbang terima dan pengarahan kepala ruangan dalam
menjamin terlaksananya asuhan keperawatan yang pada pasien penting
dilakukan karena apabila hal ini tidak dilaksanakan dengan baik, maka dapat
berdampak pada intervensi keperawatan yang diberikan misalnya pada
pelaksanaan timbang terima, perawat tidak melaporkan keadaan pasien yang
sebenarnya kepada perawat shif selanjutnya maka resiko kesalahan intervensi
dan pemberian tindakan medis dapat saja terjadi. Demikian pula dengan
pengarahan kepala ruangan terhadap jalannya pelayanan keperawatan.
3
Apabila kepala ruangan tidak memberikan arahan pada setiap kegiatan
perawat maka dampaknya adalah 5 perawat akan bekerja sesuai dengan
pemahamannya sendiri tanpa ada arahan yang jelas. Untuk itu dalam
kaitaannya dengan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan suatu kajian yang mendalam tentang hubungan pengarahan kepala
ruangan dengan pelaksanaan timbang terima perawat di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolan.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembahsan mengenai timbang terima,
pendelegasian, dan supervisi diharapkan mahasiswa dapat memahami
serta mengaplikasikan dilapangan dengan prosedur yang telah
dilakukan.
2. Tujuan Khusus
1. Memahami pengertian dari operan atau timbang terima.
2. Memahami hal-hal yang diperhatikan dalam timbang terima.
3. Memahami Komunikasi SBAR.
4. Memahami prosedur SBAR dalam timbang terima.
1.3 Manfaat
4
b. Pasien dan keluarga dapat menyampaikan masalah secara langsung
bila ada yang belum terungkap.
c. Manfaat bagi pendidikan
a. Memiliki mahasiswa/i yang berkompeten.
b. Meningkatkan derajat pendidikan khususnya keperawatan.
d. Manfaat bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat menerapkan komunikasi yang baik.
b. Menjadikan suatu bimbingan belajar yang baik.
c. Sebagai dasar acuan menerapkan operan dengan baik saat praktik
klinik/Rumah Sakit.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
2.2 Tujuan Timbang Terima
Menurut Australian Health Care and Hospitals Association/ AHHA
(2009) tujuan timbang terima adalah untuk mengidentifikasi,
mengembangkan dan meningkatkan timbang terima klinis dalam berbagai
pengaturan kesehatan. Menurut Nursalam (2011) tujuan dilaksanakan
timbang terima adalah:
1) Menyampaikan kondisi atau keadaan pasien secara umum.
7
4. Timbang terima memiliki dampak yang positif bagi perawat, yaitu
memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan informasi untuk
membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya
(pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan), meningkatkan kemampuan komunikasi antar
perawat, menjalin suatu hubungan kerja sama dan bertanggung jawab
antar perawat, serta perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara
komprehensif.
8
sebagai pemimpin. Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada
eskalasi pasien yang memburuk.
2. Pemahaman tentang timbang terima pasien
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa
timbang terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting
dari pekerjaan sehari-hari dari perawat dalam merawat pasien. Memastikan
bahwa staf bersedia untuk menghadiri timbang terima pasien yang relevan
untuk mereka. Meninjau jadwal dinas staf klinis untuk memastikan mereka
hadir dan mendukung kegiatan timbang terima pasien. Membuat solusi-
solusi inovatif yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya kehadiran
staf pada saat timbang terima pasien.
3. Peserta yang mengikuti timbang terima pasien
9
4.
10
11
multidisiplin, timbang terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan anggota
multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan.
4. Waktu timbang terima pasien
Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk timbang terima
pasien. Hal ini sangat direkomendasikan, dimana strategi ini memungkinkan
untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. Timbang terima pasien tidak hanya
pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab
misalnya ketika pasien diantar dari bangsal ke tempat lain untuk suatu
pemeriksaan. Ketepatan waktu timbang terima sangat penting untuk memastikan
proses perawatan yang berkelanjutan, aman dan efektif.
5. Tempat timbang terima pasien
Sebaiknya, timbang terima pasien terjadi secara tatap muka dan di sisi tempat
tidur pasien. Jika tidak dapat dilakukan, maka pilihan lain harus dipertimbangkan
untuk memastikan timbang terima pasien berlangsung efektif dan aman. Untuk
komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat timbang terima pasien bebas dari
gangguan misalnya kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi alat
telekomunikasi.
6. Proses timbang terima pasien
a. Standar protocol
Standar protokol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran peserta, kondisi
klinis dari pasien, daftar pengamatan/pencatatan terakhir yang paling penting,
latar belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian dan tindakan
yang perlu dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Kondisi pasien memburuk
Menurut Hughes (2008) beberapa jenis timbang terima pasien yang berhubungan
dengan perawat, antara lain:
1. Timbang terima pasien antar dinas
Metode timbang terima pasien antar dinas dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, antara lain secara lisan, catatan tulisan tangan, dilakukan di
samping tempat tidur pasien, melalui telepon atau rekaman, nonverbal, dapat
menggunakan laporan elektronik, cetakan computer atau memori.
2. Timbang terima pasien antar unit keperawatan
Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka
tinggal di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Timbang terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik.
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik selama
rawat inap. Pengiriman unit keperawatan ke tempat pemeriksaan diagnostik telah
dianggap sebagai kontributor untuk terjadinya kesalahan.
4. Timbang terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain sering terjadi
antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung antar rumah
sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda.
5. Timbang terima pasien dan obat-obatan
Scovell (2010) mencatat bahwa perawat lebih cenderung untuk membahas aspek
psikososial keperawatan selama laporan lisan.
2. Rekaman timbang terima
14
(2002) bahwa rekaman timbang terima membuat rendahnya tingkat fungsi
pendukung.
3. Bedside timbang terima
a. Menghindari informasi yang hilang dan memungkinkan staf yang tidak hadir
pada timbang terima untuk mengakses informasi.
b. Perawat mengetahui tentang situasi pasien dan apa saja yang perlu
disampaikan, bagaimana melibatkan pasien, peran penjaga dan anggota keluarga,
bagaimana untuk berbagi informasi sensitif, apa yang tidak dibahas di depan
pasien, dan bagaimana melindungi privasi pasien.
15
2.1.7. Langkah-langkah pelaksanaan timbang terima
d. Penyampaian timbang terima harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-
buru.
e. Perawat primer dan anggota kedua dinas bersama-sama secara langsung melihat
keadaan pasien. 2.1.8. Pelaksanaan Ttmbang terima yang baik dan benar
Menurut AMA (2006) pelaksanaan timbang terima yang baik dan benar
diantaranya:
1. Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian dinas dengan waktu yang
cukup panjang agar tidak terburu-buru.
16
3. Perawat yang terlibat dalam pergantian dinas harus diberitahukan untuk
mengetahui informasi dari dinas selanjutnya.
4. Timbang terima umumnya dilakukan di pagi hari, namun timbang terima juga
perlu dilakukan pada setiap pergantian dinas.
6. Timbang terima antar dinas, harus dilakukan secara menyeluruh, agar peralihan
ini menjamin perawatan pasien sehingga dapat dipertahankan jika perawat absen
untuk waktu yang lama, misalnya selama akhir pekan atau saat mereka pergi
berlibur. 2.1.9. Pemilihan tempat untuk pelaksanaan timbang terima
AMA (2006) menyatakan bahwa tempat yang tepat pada saat akan dilakukan
pelaksanaan timbang terima adalah:
1. Idealnya dilakukan di ruang perawat atau nurse station.
2. Tempatnya luas dan besar sehingga memberikan kenyamanan dan
memungkinkan semua staf menghadiri dalam pelaksanaan timbang terima.
3. Bebas dari gangguan sehingga berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan
untuk mendengar laporan dan dapat mengakibatkan penerimaan informasi yang
tidak tepat.
4. Terdapat hasil lab, X-ray, informasi klinis lainnya.
17
2.1.10. Prosedur timbang terima
a. Kedua kelompok yang akan melakukan timbang terima sudah dalam keadaan
siap.
b. Kelompok yang akan bertugas atau yang akan melanjutkan dinas sebaiknya
menyiapkan buku catatan.
2. Pelaksanaan
18
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
selanjutnya, diantaranya operasi, pemeriksaan laboratorium, atau pemeriksaan
penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak
dilaksanakan secara rutin.
8) Lamanya waktu timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit
kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan
terperinci.
9) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku laporan
ruangan oleh perawat primer.
19
c. Menggunakan komunikasi tertulis atau written. Yaitu melakukan pertukaran
informasi dengan melihat pada medical record saja atau media tertulis lain.
2.1.11. Tahapan dan bentuk pelaksanaan timbang terima
2. Pertukaran dinas jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang
melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya timbang terima itu sendiri
yang berupa pertukaran informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua
arah antara perawat yang dinas sebelumnya kepada perawat yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab
dan tugas yang dilimpahkan merupakan aktivitas dari perawat yang menerima
timbang terima untuk melakukan pengecekan dan informasi pada medical record
dan pada pasien langsung.
20
2.1.12. Hambatan dalam pelaksanaan timbang terima
Engesmo dan Tjora (2006); Scovell (2010) dan Sexton, et al., (2004) menyatakan
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat dalam pelaksanaan
timbang terima, diantaranya adalah:
1. Perawat tidak hadir pada saat timbang terima
2. Perawat tidak peduli dengan timbang terima, misalnya perawat yang keluar
masuk pada saat pelaksanaan timbang terima
3. Perawat yang tidak mengikuti timbang terima maka mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien mereka saat ini 2.1.13. Efek timbang terima
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan
dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja
malam. Menurutnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk
dan lelah menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
21
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja dinas malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis
dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan
mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan
seperti kualitas rendah dan pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Survei pengaruh dinas kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang
dilakukan Smith et al dalam Wardana (1989), melaporkan bahwa frekuensi
kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi dinas kerja (malam) dengan rata-
rata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian
menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada dinas
malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi
selama dinas pagi dan lebih banyak terjadi pada dinas malam.
22