(TUBEKTOMI)
Tubektomi (MOW) ialah kontrasepsi permanen bagi wanita untuk mereka yang tidak
menginginkan anak lagi dengan cara menghambat perjalanan sel telur wanita, sehingga tidak
dapat dibuahi sel sperma. Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba fallopi
wanita yang mengakibatkan tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan hamil lagi. Pada
kesimpulannya, tubektomi adalah pemotongan saluran indung telur (tuba fallopi) sehingga sel
telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi. Tubektomi bersifat permanen, walaupun bisa
disambungkan kembali seperti sedia kala. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri
perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) ,
yang membina perkembangan metoda dengan operasi (M.O) atau kontrasepsi mantap secara
sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk kedalam program nasional keluarga
berencana di Indonesia.
Keuntungan :
1. Motivasi hanya dilakukan satu kali saja sehingga tidak diperlukan motivasi berulang
2. Efektivitas hampir 100%
3. Tidak mempengaruhi libido seksualis / factor senggama lainnya
4. Patient failure tidak ada
5. Tidak ada efek samping jangka panjang
6. Tidak mempengaruhi proses menyusui
7. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual ( tidak ada efek pada produksi hormone
ovarium)
8. Berkurangnya angka resiko kanker ovarium
Kerugian :
1. Resiko & efek samping bedah tetap ada
2. Dipertimbangkan kembali sifat permanennya karena tidak dapat dipulihkan kembali,
kecuali dengan operasi rekanalisasi sehingga klien dapat menyesal nantinya
3. Resiko komplikasi meninggat apabila digunakan anestesi umum
4. Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Tidak melindungi diri dari PMS, termasuk HIV/AIDS
6. Harus dilakukan oleh dokter yang terlatih tidak sembarangan petugas kesehatan bisa
diberikan wewenang
Waktu Penggunaan Tubektomi :
1. Pada pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya
dilakukan dalam 48 jam pasca persalinan. Karena setelah lebih dari 48 jam, operasi akan
dipersulit oleh adanya edema tuba dan infeksi lain yang dapat menyebabkan kegagalan
dalam fertilisasi. Bila dilakukan setelah hari ke 7 sampai 10 pasca bedah, uterus dan alat
genital lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah
dan infeksi.
2. Pada pasca keguguran atau post abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
3. Pada masa interval, sebaiknya setelah selesai menstruasi
4. Sewaktu operasi membuka perut hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah
mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi dimana hal ini diterangkan kepada
pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat sekaligus digunakan untuk melakukan
kontrasepsi mantap.
5. Dapat dilakukan segera setelah persalinan atau setelah operasi sesar
6. Jika tidak dapat dikerjakan dalam 1 minggu setelah persalinan, ditunda 4 sampai 6 minggu
Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara M.O
postpartum dan M.O dalam interval. Tubektomi postpartum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba fallopi,
terdiri atas pembedahan transabdominal, seperti laparotomy, mini laparotomy, laparoscopy,
dan pembedahan transvaginal seperti kolpotomi posterior, kuldoscopy, pembedahan
transservikal (trans-uterin) seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai
macam tindakan operatif seperti cara pomeroy, cara irving, cara uchida, cara kroener, cara
Aldridge. Pada cara madlener tuba tidak dipotong. Disamping cara-cara tersebut diatas,
penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan
clips, falope ring, yoon ring dan lain-lain.
Indikasi M.O:
Metode dengan operasi dewasa ini dijalankan atas dasar sukarela dalam rangka keluarga
berencana (KB). Kerugiannya yaitu tindakan ini dapat dianggap reversible walaupun sekarang
ada kemungkinan membuka tuba kembali pada mereka yang masih menginginkan anak lagi
dengan operasi rekanalisasi. Oleh karena itu, penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada
mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Seminar Kuldoskopi Indonesia pertama di
Jakarta (18-19 Desember 1972) mengambil kesimpulan sebaiknya tubektomi sukarela
dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
2. Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup
3. Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup
Pada konperensi khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di Medan (3-5 Juni
1976) dianjurkan pada umur antara 25-40 tahun dengan jumlah anak sebagai berikut:
1. Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih
2. Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih
3. Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih
Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anak telah
melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan tersebut. Di bagian Obstetri/ Ginekologi
Fakultas Kedokteran USU/ RSUPP Medan, berhubung dengan tingginya angka kematian
perinatal dan bayi, serta pentingnya anak lelaki bagi beberapa suku di Sumatera Utara,
digunakan rumus 120 yang disesuaikan dengan persyaratan sterilisasi sukarela. Dengan ini,
syarat untuk sterilisasi ialah umur wanita x jumlah anak hidup dengan paling sedikit 1 anak
laki-laki, harus tidak kurang dari 120, dengan umur wanita terendah 25 tahun. Rumus 120
tersebut, dewasa ini tidak begitu dipegang teguh lagi sehubungan dengan beratnya tekanan
pertumbuhan penduduk.
Indikasi lainnya :
1. Indikasi medis umum
Apabila adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini
hamil lagi
a) Gangguan fisik : TBC, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker payudara dll
b) Gangguan psikis : skizofrenia dll
2. Indikasi medis obstetric
Yaitu toksemia gravidarum yang berulang-ulang , seksio sesarea berulang , abortus yang
berulang ulang dll
3. Indikasi medis ginekologi
Yaitu disaat melakukan operasi ginekologi dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus
melakukan sterilisasi
4. Indikasi sosial ekonomi
Yaitu berdasarkan banyaknya anak dengan sosial ekonomi yang rendah
Kontraindikasi :
1. Hamil
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang kuat
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
6. Ibu dalam keadaan menstruasi dengan usia reproduktif
7. Belum memberikan persetujuan tertulis
Komplikasi :
1. Perdarahan disaluran tuba (sel telur)
2. Perdarahan karena perlukaan di pembuluh darah besar
3. Adanya kerobekan / perforasi atau kebocoran pada usus dan kandung kemih
4. Terjadinya emboli atau sumbatan karena adanya udara / gas
5. Gatal-gatal dikulit disertai bentol-bentol bisa diakibatkan alergi pada obat yang diminum
6. Kemungkinan jika pasca operasi ini terjadi panas tinggi, nyeri dibagian bekas luka dan
bernanah disertai dinding perut yang kaku, lesu, lemah, kesadaran menurun
NO JENIS JENIS KOMPLIKASI
KONTRASEPSI
RINGAN SEDANG BERAT