Anda di halaman 1dari 20

Fistula- in- Ano (Fistula Anorektal)

OVERVIEW

Latar Belakang

Fistula-in-ano adalah saluran berongga abnormal atau kavitas yang dilapisi dengan
jaringan granulasi dan menghubungkan lubang utama di dalam saluran anus ke
lubang sekunder di kulit perianal; Traktus sekunder mungkin multipel dan bisa meluas
dari lubang utama yang sama. Harus dibedakan dari proses berikutnya, yang tidak
berhubungan dengan kanal anus:

Hidradenitis suppurativa
Kista inklusi yang terinfeksi
Penyakit pilonidal
Abses kelenjar Bartholin pada wanita

Kebanyakan fistula diduga timbul akibat infeksi kriptoglandular yang mengakibatkan


abses perirektal. Abses merupakan suatu inflamasi akut, sedangkan fistula
merupakan gambran dari proses kronis. Gejala umumnya mempengaruhi kualitas
hidup secara signifikan, dan berkisar dari ketidaknyamanan minor dan drainase
dengan masalah higienis yang kemudiannya mengakibatkan sepsis.

Referensi untuk fistula-in-ano dari zaman kuno lamanya. Daya tarik pada fistula-in-
ano telah dibuktikan lebih dari 2000 tahun dimanifestasikan oleh banyak makalah dan
buku tentang masalah ini. Hippocrates, sekitar tahun 430 SM, mengacu pada terapi
bedah untuk penyakit fistula, dan dia adalah manusia yang mengadvokasi
penggunaan seton (dari bahasa Latin seta "bristle").

Pada tahun 1376, ahli bedah Inggris John Arderne(1307-1390) menulis Treatises of
Fistula in Ano; Haemmorhoids, and Clysters, yang mendeskripsikan adanya
penggunaan fistulotomi dan seton. Referensi sejarah menunjukkan bahwa Louis XIV
dirawat karena fistula anal pada abad ke-18. Salmon mendirikan sebuah rumah sakit
di London (St. Mark's) yang ditujukan untuk pengobatan fistula-in-ano dan kondisi
rektal lainnya.
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, dokter/ahli bedah terkemuka, seperti Goodsall
dan Miles, Milligan dan Morgan, Thompson dan Lockhart-Mummery memberi
kontribusi besar kepada pengobatan fistula anus. Dokter-dokter ini menawarkan teori
tentang patogenesis dan klasifikasi sistem pada fistula-in-ano.

Karena kemajuan awal ini, sedikit yang telah berubah dalam memahami proses
penyakitnya. Pada tahun 1976, Parks memperbaiki sistem klasifikasi yang masih
banyak digunakan. Selama beberapa dekade terakhir, banyak penulis telah
mempresentasikan teknik dan rangkaian kasus baru dalam upaya meminimalkan
tingkat kekambuhan dan komplikasi inkontinensia, namun walaupun dengan lebih dari
dua ribu tahun pengalaman, fistula-in-ano masih tetap merupakan penyakit bedah
yang membingungkan.

Pengobatan fistula-in-ano tetap kekal mencabar. Tidak ada terapi medis definitif yang
tersedia untuk kondisi ini, meski profilaksis antibiotik jangka panjang dan infliximab
mungkin memiliki peran bagi kasus fistula berulang pada pasien penyakit Crohn.
Pembedahan adalah pengobatan pilihan, dengan tujuan pengeringan infeksi,
eradikasi traktus fistula, dan menghindari penyakit persisten atau berulang sementara
mempertahankan fungsi sfingter anal.

Untuk informasi edukasi pasien, lihat Digestive Disorders Center, serta Anal Abses,
Rectal Pain, dan Rectal Bleeding.

Anatomi

Pemahaman menyeluruh tentang dasar panggul dan anatomi sfingter adalah


prasyaratan untuk memahami sistem klasifikasi penyakit fistula secara jelas. (Lihat
gambar di bawah ini.)
Anatomi saluran anus dan ruang perianal.

Otot sfingter eksternal adalah otot lurik dengan kontrol volunter oleh tiga komponen:
submukosa, superfisial, dan otot dalam. Segmen dalamnya terus berlanjut dengan
puborectalis dan membentuk cincin anorektal, yang teraba pada pemeriksaan digital.

Otot sfingter internal adalah otot polos di bawah kontrol otonom dan merupakan
ekstansi dari otot sirkular rektum.

Dalam kasus sederhana, aturan Goodsall dapat membantu mengantisipasi anatomi


pada fistula-in-ano. Aturan ini menyatakan bahwa fistula dengan bukaan eksternal
anterior ke sebuah dataran yang secara melintang melewati dan melalui pusat anus
dan akan mengikuti jalur radial lurus ke linea dentate. Fistula dengan bukaan posterior
ke garis ini akan mengikuti jalur melengkung ke garis tengah posterior (lihat gambar
di bawah). Pengecualian terhadap aturan ini adalah untuk bukaan eksternal lebih dari
3 cm dari ambang anal. Ini hampir selalu berasal daripada traktus primer atau
sekunder dari garis tengah posterior, konsisten dengan abses horseshoe
sebelumnya.

Fistula-in-ano. Aturan Goodsall.

Sistem klasifikasi Parks

Sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Parks, Gordon, dan Hardcastle (umumnya
dikenal sebagai Klasifikasi Parks) adalah yang paling umum digunakan untuk fistula-
in-ano. Sistem ini (lihat gambarnya di bawah) mendefinisikan empat tipe fistula-in-ano
yang dihasilkan dari infeksi kriptoglandular, sebagai berikut:

Intersphincteric
Transsphincteric
Suprasphincteric
Ekstrafincteric
Klasifikasi Parks fistula-in-ano.

Fistula- in- ano intersphincteric ditandai sebagai berikut:

Hasil dari abses perianal


Penyebab utama - Dimulai pada linea dentate, lalu dilacak melalui sfingter
internal ke ruang intersphincteric antara sphincters anal internal dan eksternal,
dan akhirnya berakhir di kulit perianal atau perineum
Insiden - 70% dari semua fistula anal
Kemungkinan yang lain - Tidak ada pembukaan perineum; high blind tract;
traktus rectum atau pelvis letak tinggi ke letak rendah

Fistula- in- ano transsphincteric ditandai sebagai berikut:

Dalam variasi yang biasa, fistula ini dihasilkan dari abses fossa ischiorectal
Penyebab utama jalur dari pembukaan internal di linea dentate melalui
internal dan eksternal sfingter anal ke dalam fosa ischiorectal dan kemudian
berakhir di kulit perianal atau perineum
Insiden - 25% dari semua fistula anal
Kemungkinan yang lain traktus letak tinggi dengan pembukaan perineum;
high blind tract

Fistula- in- ano suprasphincteric ditandai sebagai berikut:

Timbul dari abses supralevator


Penyebab utama - melewati dari pembukaan internal pada linea dentate ke
ruang intersphincteric, jalur superior ke atas puborectalis, dan kemudian kurva
lateral ke sfingter anus eksternal ke fosa ischiorectal dan akhirnya ke perianal
kulit atau perineum
Insiden - 5% persen dari semua fistula anal
Kemungkinan yang lain high blind tract (misalnya, teraba melalui dinding
rektum di atas garis dentate)

Fistula- in- ano extrasphincteric ditandai sebagai berikut:

Mungkin timbul dari penetrasi benda asing pada rektum dengan drainase
melalui levator, dari luka tembus ke perineum, dari penyakit Crohn atau
karsinoma atau pengobatannya, atau dari penyakit radang panggul
Penyebab utama- melewati dari kulit perianal melalui fosa ischiorectal,
meluncur ke atas dan melalui otot levator ani ke dinding rektum, sama sekali di
luar mekanisme sfingter, dengan atau tanpa sambungan ke saluran dentate
Insiden - 1% dari semua fistula anal

Klasifikasi kode terminologi prosedur saat ini

Pengkodean terminology prosedur berikut ini mencakup hal-hal berikut:

Subkutan
Submuskular (intersphincteric, transsphincteric letak rendah)
Kompleks, kambuh (transsphincteric letak tinggi, suprasphincteric dan
extrasphincteric, traktus multipel, rekuren)
Tahap kedua
Berbeda dengan prosedur pengkodean saat ini, sistem klasifikasi Parks dan rekan
dikembangkan oleh Parks dkk tidak termasuk fistula subkutan. Fistula ini bukan
berasal dari kriptoglandular tetapi biasanya disebabkan oleh fisura anal yang tidak
sembuh atau prosedur anorectal (misalnya, hemorrhoidectomy atau sphincterotomy).

Etiologi

Pada sebagian besar kasus, fistula-in-ano disebabkan oleh abses anorektal


sebelumnya. Kebiasaannya, ada delapan sampai 10 kelenjar crypt anal pada tingkat
linea dentate di kanal anal, disusun melingkar. Kelenjar ini menembus sfingter internal
dan berakhir dengan intersphincteric plane. Mereka menyediakan jalur dimana
organisme yang menginfeksi bisa mencapai ruang intramuskular. Hipotesis
crytoglandular menyebutkan bahwa infeksi yang bermula di kelenjar kanal anal dan
berkembang ke dinding otot sfingter anal menyebabkan abses anorektal.

Setelah drainase bedah atau spontan pada kulit perianal, saluran berlapis jaringan
granulasi terkadang dibiarkan tertinggal, menyebabkan gejala kambuhan. Beberapa
siri telah menunjukkan bahwa pembentukan traktus fistula setelah abses anorektal
terjadi pada 7-40% kasus.

Fistula lain akan berkembang sekunder akibat trauma (misalnya benda asing pada
rektal), penyakit Crohn, anal fisura, karsinoma, terapi radiasi, aktinomikosis,
tuberkulosis, dan limfogranuloma venereum sekunder akibat infeksi klamidia.

Epidemiologi

Prevalensi fistula-in-ano yang benar tidak diketahui. Kejadian fistula-in-ano


berkembang dari abses anus berkisar antara 26% sampai 38%. Satu studi telah
menunjukkan bahwa prevalensi fistula- in- ano adalah 8,6 kasus per 100.000
penduduk. Pada pria, prevalensinya adalah 12,3 kasus per 100.000 populasi, dan
pada wanita, itu adalah 5,6 kasus per 100.000 penduduk. Rasio laki-laki terhadap
perempuan adalah 1,8: 1. Usia rata-rata pasien berusia 38,3 tahun.
Presentasi klinis Fistula- in- Ano

PRESENTASI

Riwayat

Penderita sering mempunyai riwayat rasa sakit sebelumnya yang dapat dipercaya,
bengkak, drainase bedah abses anorectal spontan atau terencana. Tanda dan gejala
fistula-in-ano, sesuai urutan prevalensi, meliputi:

Perianal discharge
Nyeri
Pembengkakan
Perdarahan
Diare
Ekskoriasi kulit
Pembukaan eksternal

Poin penting dalam riwayat pasien yang mungkin mengacu kepada fistula kompleks
meliputi:

Inflammatory bowel disease


Divertikulitis
Terapi radiasi sebelumnya untuk kanker prostat atau rektal
Tuberkulosis
Terapi steroid
Infeksi HIV

Tinjauan gejala dapat mengungkapkan hal berikut pada pasien dengan fistula-in-ano:

Nyeri abdomen
Penurunan berat badan
Perubahan kebiasaan buang air besar
Pemeriksaan fisik

Temuan fisik adalah dukungan utama untuk mendiagnosis.

Pemeriksa harus mengamati seluruh perineum, mencari celah eksternal yang tampak
seperti sinus terbuka atau elevasi jaringan granulasi. Discharge spontan seperti nanah
atau darah melalui pembukaan eksternal mungkin tampak jelas atau dapat dilihat
pada pemeriksaan rektal digital.

Pemeriksaan rektal digital (DRE) dapat mengungkapkan traktus fibrosa atau cord di
bawah kulit. Ini juga membantu menggambarkan peradangan akut lebih lanjut yang
belum kering. Indurasi lateral atau posterior menunjukkan ekstensi dalam postanal
atau ekstensi ischiorectal.

Pemeriksa harus menentukan hubungan antara cincin anorektal dan posisi traktus
sebelum pasien dirilekskan dengan anestesi. Tonus sfingter dan voluntary squeeze
harus dinilai sebelum dilakukan intervensi bedah untuk menentukan apakah ada
indikasi manometry pre operasi. Anoskopi biasanya diperlukan untuk mengidentifikasi
pembukaan internal. Proktoskopi juga diindikasikan dengan adanya penyakit rektal
(misal, penyakit Crohn atau yang lainnya terkait kondisi). Sebagian besar pasien tidak
dapat mentoleransi pemeriksaan traktus fistula walaupun gentle probing di poli, dan
ini seharusnya dihindari.

Pemeriksaan Penunjang pada Fistula- in- Ano

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus yang diperlukan dalam mendiagnosis


fistula-in-ano (walaupun penelitian normal pada pre operasi dilakukan, berdasarkan
usia dan komorbiditas). Sebaliknya temuan pada pemeriksaan fisis tetap menjadi
andalan diagnosis.
Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis untuk mengevaluasi fistula secara rutin tidak dilakukan,


karena pada kebanyakan kasus, anatomi fistula-in-ano dapat ditentukan di ruang
operasi. Namun, penelitian semacam itu akan sangat membantu apabila pembukaan
primer sulit untuk dikenal pasti atau terjadi kekambuhan atau apabila terdapat penyakit
persisten. Dalam kasus fistula rekuren atau multipel, penelitian semacam itu dapat
digunakan untuk mengidentifikasi traktus sekunder atau pada lubang utama yang
tidak terdiagnosis pada awalnya. Beberapa modalitas diagnostik pencitraan tersedia
untuk mengevaluasi fistula-in-ano. Efektivitas masing-masing modalitas akan ditinjau.

Fistulografi

Teknik ini melibatkan injeksi kontras melalui pembukaan internal, yang diikuti oleh
gambaran radiografi anteroposterior, lateral, dan oblique untuk melihats secara garis
besar traktus fistula.

Fistulografi secara umumnya dapat ditoleransi dengan cukup baik namun bisa terasa
menyakitkan saat disuntikkan bahan kontras ke dalam traktus fistula. Hal ini
membutuhkan kemampuan untuk memvisualisasikan pembukaan internal.
Pertanyaan telah dikemukan tentang keakuratannya, yang telah dilaporkan berkisar
antara 16% sampai 48%.

Karena keterbatasan ini, fistulografi umumnya diperuntukkan bagi kasus dimana ada
kebimbingan mengenai hubungan antara rektum dan organ yang berdekatan seperti
kandung kemih, di mana ia mungkin sedikit lebih berguna daripada pemeriksaan yang
teliti di bawah anestesi.

Ultrasonografi endoanal atau endorektal

Ultrasonografi endoanal atau endorektal melibatkan pelepasan 7- atau 10 MHz


transduser ultrasound ke dalam kanal anal untuk membantu menentukan anatomi otot
dan dengan demikian dapat membantu membedakan lesi intersphincteric dari
transsphincteric. Balon berisi air standar transduser dapat memfasilitasi evaluasi
dinding rektal untuk mana-mana ekstansi suprasphincteric.
Penelitian telah menunjukkan bahwa penambahan hidrogen peroksida melalui
pembukaan eksternal dapat membantu dalam menggaris bentuk pada traktus fistula.
Ini mungkin berguna untuk membantu mengidentifikasi pembukaan internal yang tidak
terdiagnosis pada awalnya.

Ultrasonografi endoanal / endorektal telah dilaporkan 50% lebih baik daripada


pemeriksaan fisik itu sendiri dalam membantu mendeteksi pembukaan internal yang
sulit dilokalisasi. Modalitas ini belum banyak digunakan untuk mengevaluasi fistula
klinis rutin.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Temuan pada pencitraan resonansi magnetic (MRI) menunjukkan konkordansi 80-


90% dengan temuan semasa operasi ketika jalur traktus primer dan ekstensi sekunder
diamati. MRI menjadi studi pilihan untuk mengevaluasi fistula kompleks dan fistula
rekuren. Telah terbukti mengurangi tingkat kekambuhan dengan memberikan
informasi tentang ekstensi yang tidak bisa dikenal pasti.

Computes tomography (CT)

Tomografi terkomputasi (CT) lebih bermanfaat dalam kondisi penyakit inflamasi


perirektal daripada kondisi pada fistula kecil karena lebih bagus untuk
menggambarkan kantong cairan yang membutuhkan drainase daripada untuk
menggambarkan fistula kecil. CT membutuhkan pemberian kontras oral dan rektal.
Anatomi muskular tidak bisa digambarkan dengan baik.

Barium enema / siri usus kecil

Studi ini mungkin berguna bagi pasien dengan multipel fistula atau penyakit kambuhan
untuk membantu menyingkirkannya penyakit inflammatory bowel disease (IBD)..

Manometri anal

Manometri anal jarang digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan fistula-in-ano.


Namun, evaluasi mekanisme tekanan pada sfingter sangat membantu pada pasien
tertentu untuk perencanaan operasi, termasuk yang berikut:
Pasien yang mengalami penurunan tone yang diamati selama dilakukan
evaluasi pre operasi
Penderita dengan riwayat fistulotomi sebelumnya
Pasien dengan riwayat trauma obstetrik
Pasien dengan fistula transsphincteric atau suprasphincteric letak tinggi (jika
diketahui)
Pasien yang sangat tua

Jika terjadi penurunan tekanan, pembedah dari mana-mana bagian dari mekanisme
sfingter harus dihindari.

Prosedur

Pemeriksaan di bawah pengaruh anestesi

Pemeriksaan perineum, pemeriksaan rektal digital (DRE), dan anoskopi dilakukan


setelah anestesi pilihan diberikan. Ini harus dilakukan sebelum intervensi bedah
dimulai, terutama jika evaluasi rawat jalan menyebabkan ketidaknyamanan atau
belum membantu untuk menggambarkan jalur dari proses fistula.

Beberapa teknik telah dijelaskan untuk membantu melokalisasi jalur fistula dan, lebih
penting lagi, untuk mengidentifikasi pembukaan internal. Itu meliputi yangberikut:

Menginjeksi hidrogen peroksida, susu, atau methylene blue yang encer ke


dalam pembukaan eksternal dan melihat jika adanya egress pada garis
dentate; dalam pengalaman penulis, methylene blue sering sekali
mengaburkan pandangan lebih dari dapat membantu untuk mengidentifikasi
pembukaan
Traksi (menarik atau mendorong) pada pembukaan eksternal juga dapat
menyebabkan dimpling atau tonjolan dari crypt yang terlibat.
Insersi dari blunt-tip crypt probe melalui pembukaan eksternal dapat membantu
untuk menggaris bentuk arah dari traktus; jika mendekati garis dentate dalam
beberapa milimeter, kemungkinan ekstensi langsung ada (perawatan harus
dilakukan agar tidak menggunakan kekuatan yang berlebihan dan membuat
laluan yang salah)
Proktosigmoidoskopi / kolonoskopi

Sigmoidoskopi rigid dapat dilakukan pada evaluasi awal untuk membantu


menyingkirkan semua yang terkait dengan proses penyakit di rektum. Evaluasi kolon
lebih lanjut dapat dilakukan hanya jika diindikasikan.

Perawatan & Manajemen Fistula-in-Ano (Fistula Anorektal)

PENGOBATAN

Pertimbangan Pendekatan

Intervensi terapeutik diindikasikan pada pasien bergejala. Gejala biasanya melibatkan


berulangnya episode sepsis anorektal. Abses berkembang dengan mudah jika
pembukaan eksternal pada kulit perianal tertutup dengan sendirinya.

Penyakit Crohn pada perineum dengan fistula multipel dan sering sekali kompleks dan
memerlukan pembedahan yang sangat berhati-hati. Abses perianal akut memerlukan
tindakan insisi dan drainase. Perbaikan fistula yang definitif pada pasien-pasien ini
diperlukan agar penyakit intra-abdomen bisa terkendali dengan terapi medis. Jika
penyakit ini terkontrol, terapi rutin akan terjamin. Penyakit fistula berulang pada rektum
dan perineum dengan sepsis anorektal persisten merupakan indikasi untuk dilakukan
panproctocolectomy.

Studi telah mengidentifikasi peran penyakit Crohn untuk terapi fistula dengan
infliximab, dengan 50-60% tingkat respons pada fistula perianal. Terapi sel stem
berasal dari adipose pada saat ini sedang dipelajari untuk digunakan dalam
pengobatan fistula Crohn dan fistula kompleks lainnya.

Jika pasien tidak memiliki gejala dan fistula ditemukan selama pemeriksaan rutin, tidak
memerlukan dilakukan terapi.

Pembedahan untuk fistula-in-ano tidak boleh dilakukan untuk perbaikan definitif fistula
dalam kondisi abses anorektal (kecuali fistula itu bersifat superfisial dan salurannya
jelas). Pada fase akut, insisi sederhana dan drainase abses cukup memadai. Hanya
7-40% pasien akan terjadi fistula. Sepsis anal berulang dan pembentukan fistula dua
kali lebih tinggi setelah abses pada pasien lebih muda dari 40 tahun dan hampir tiga
kali lipat lebih tinggi pada pasien yang nondiabetik.

Pertimbangan pada pre operasi meliputi:

Irigasi rektal dengan enema harus dilakukan pada pagi hari operasi
Anestesi bisa bersifat umum, lokal dengan sedasi intravena, atau blok regional
Berikan antibiotik pre operasi
Posisi prone jackknife dengan pantat terpisah adalah posisi yang paling
menguntungkan

Pertimbangan intraoperatif meliputi:

Periksa pasien di bawah pengaruh anestesi untuk memastikan tingkat fistula


Mengidentifikasi pembukaan internal untuk mencegah kekambuhan sangat
penting
Blok anestesi lokal pada akhir prosedur memberikan analgesia pasca operasi

Fistulotomi

Teknik laying-open (fistulotomi) berguna untuk 85-95% fistula primer (yaitu


submukosa, intersphincteric, dan transsphincteric rendah; lihat gambar di bawah).

Skema fistulotomi intersphincteric dan transsphincteric rendah.


Sebuah probe dilewatkan ke saluran melalui bukaan eksternal dan internal. Kulit di
atasnya, jaringan subkutan, dan otot sfingter internal dibagi dengan pisau atau
elektrokauter, dan seluruh saluran fibrosa dibuka.

Pada letak rendah di anus, sfingter internal dan sfingter eksternal subkutan bisa dibagi
pada sudut 90 ke serat dasar tanpa mempengaruh kontinensia. Ini tidak akan terjadi
jika fistulotomi dilakukan pada pasien wanita secara anterior. Jika saluran fistula letak
lebih tinggi ke dalam mekanisme sfingter, penempatan seton harus dilakukan.
Kuretase dilakukan untuk melepaskan jaringan granulasi di dasar traktus.

Membuka luka di kulit perianal selama 1-2 cm bersebelahan dengan pembukaan


eksternal dengan eksisi kulit lokal merangsang penyembuhan internal sebelum
penutupan eksternal. Beberapa advokasi marsupialization dari tepi untuk
memperbaiki masa penyembuhan. Lakukan biopsi pada jaringan yang meyakinkan
dan sugestif.

Fistulektomi lengkap menciptakan luka yang lebih besar yang membutuhkan waktu
lebih lama untuk sembuh dan memberikan kelebihan untuk tidak kambuh lagi dari
fistulotomi.

Penempatan Seton

Sebuah seton dapat ditempatkan sendiri, dikombinasikan dengan fistulotomi, atau


dalam mode bertahap. Teknik ini berguna pada pasien dengan kondisi berikut:

Fistula kompleks (yaitu transsphincteric letak tinggi, suprasphincteric,


extrasphincteric) atau multipel fistula
Fistula rekuren setelah fistulotomi sebelumnya
Fistula anterior pada pasien wanita
Tekanan sfingter pra operasi yang buruk
Pasien dengan penyakit Crohn atau pasien yang imunosupresi

Selain memberikan identifikasi visual pada jumlah otot sfingter yang terlibat, tujuan
seton adalah untuk mengeringkan, untuk merangsang fibrosis, dan memotong fistula.
Seton bisa dibuat dari jahitan sutra besar, silastic vessels markers, atau gelang karet
yang diikat melalui traktus fistula.
Seton satu tahap (cutting)

Melewatkan seton melalui saluran fistula di sekitar sfingter eksternal yang dalam
setelah membuka kulit, jaringan subkutaneous, otot sfingter internal, dan otot sfingter
eksternal subkutan. Seton diperketat dan diamankan dengan ikatan sutra yang
terpisah.

Seiring waktu, fibrosis terjadi di atas seton yang secara bertahap sambil memotong
otot sfingter dan pada dasarnya mengexteriorisasi traktus. Seton diperketat pada
kunjungan berikutnya sampai ditarik melalui lebih dari 6-8 minggu. Seton yang
dipotong juga bisa digunakan tanpa fistulotomi terkait. (Lihat gambar di bawah).

Skema fistulotomi transsphincteric letak tinggi dengan seton.

Kekambuhan dan inkontinensia merupakan faktor penting yang harus


dipertimbangkan pada saat teknik ini digunakan. Tingkat keberhasilan untuk pada
pemotongan seton berkisar antara 82-100%; Namun, tingkat inkontinensia jangka
panjang bisa melebihi 30%.
Seton dua tahap (pengeringan / fibrosis)

Melewatkan seton di sekitar bagian dalam sfingter eksternal setelah membuka kulit,
jaringan subkutaneous, otot sfingter internal, dan otot sfingter eksternal subkutan.

Berbeda dengan seton pemotongan, seton ini dibiarkan longgar untuk mengeringkan
ruang intersphincteric dan untuk merangsang fibrosis pada otot sfingter dalam.
Setelah luka superfisial sembuh sepenuhnya (2-3 bulan kemudian), otot sfingter seton
terikat dibagi.

Dua penelitian (kombinasi 74 pasien) mendukung pendekatan tahap dua dengan


seton 0-nylon. Setelah penyembuhan luka selesai, seton dilepas tanpa pembagian
yang tersisa mengelilingi otot sfingter eksternal Para peneliti melaporkan eradikasi
traktus fistula pada 60-78% kasus.

Mucosal Advancement Flap

Mucosal Advancement Flap dicadangkan untuk digunakan pada pasien dengan fistula
letak tinggi kronis namun diindikasikan untuk proses penyakit yang sama seperti
penggunaan seton. Keuntungan meliputi prosedur tahap satu tanpa kerusakan
sfingter tambahan. Kerugian adalah keberhasilan yang buruk pada pasien dengan
penyakit Crohn atau infeksi akut.

Prosedur ini melibatkan fistulektomi total, dengan pengangkatan saluran primer dan
sekunder dan eksisi lengkap pada pembukaan internal.

Sebuah flap mukomusmular rektal dengan basis proksimal lebar (dua kali lebar apeks)
dinaikkan. Defek otot internalnya ditutup dengan benang yang mudah diserap, dan
flap dijahit pada bukaan internal sehingga jahitannya tidak tumpang tindih dengan
perbaikan otot.

Plugs dan Adhesives

Kemajuan bioteknologi telah menyumbang kepada perkembangan banyak adhesive


jaringan baru dan biomaterial terbentuk sebagai plug fistula. Dengan sifatnya yang
kurang invasif, terapi ini menyebabkannya penurunan morbiditas pascaoperasi dan
risiko inkontinensia, namun data jangka panjang kurang untuk melakukan eradikasi
penyakit, terutama pada fistula kompleks, dengan tingkat kekambuhan tinggi.
Siri yang dilaporkan adalah perawatan fibrin glue pada fistula-in-ano, dengan
penampakan tindak lanjut 1 tahun menunjukkan tingkat kekambuhan mendekati 40-
80%. Surgisis fistula plug juga telah memiliki perpaduan jangka panjang hasil dalam
percobaan klinis langsung.

Tingkat keberhasilan awal telah dilaporkan untuk bahan yang lebih baru, seperti
matriks dermal asellular dan fistula plug Gore Bio-A yang dapat diserap, dalam pada
fistula letak rendah dan data model hewan. Penilaian tingkat keberhasilan jangka
panjang dengan teknik plug untuk penyakit kompleks akan didasarkan pada data lebih
lanjut dari uji coba secara acak.

Dalam penelitian terkontrol acak yang dirancang untuk mengevaluasi keberhasilan


dan keamanan plug fistula anal pada pasien dengan fistula penyakit Crohn
anoperineal, Senjoux dkk tidak menemukan plugnya lebih unggul dari pemindahan
seton untuk mencapai penutupan fistula, tanpa melihat apakah fistula itu sederhana
atau kompleks.

Perbaikan sfingter sparing gabungan yang mencakup plug fistula anal dan kemajuan
flap rektal telah diusulkan untuk pengobatan transsphincteric fistula -in-ano.

Prosedur LIFT

Ligasi traktus fistula intersphincteric (LIFT) adalah prosedur sphincter-sparing untuk


kompleks fistula transsphincteric pertama kali dijelaskan pada tahun 2007. Hal ini
dilakukan dengan mengakses intersphincteric plane dengan tujuan melakukan
penutupan pembukaan internal yang aman dan dengan melepaskan jaringan
kriptoglandular yang terinfeksi.

Saluran intersphincteric diidentifikasi dan diisolasi dengan melakukan diseksi yang


cermat melalui intersphincteric plane setelah membuat insisi kecil di atas probe yang
menghubungkan bukaan eksternal dan internal Setelah terisolasi, saluran
intersphincteric dihubungkan dengan klem sudut 90 kecil, dan salurannya dilapisi
dekat sfingter internal dan kemudian dibagi distal ke titik ligasi. Hidrogen peroksida
disuntikkan melalui bukaan luar untuk mengkonfirmasi pembagian yang benar.
Pembukaan eksternal dan saluran fistulous yang tersisa dikurangkan sampai tingkat
terdekat dari kompleks sfingter eksternal.
Akhirnya, insisi intersphincteric secara longgar diulang kembali dengan jahitan yang
mudah diserap. Luka yang dikuretase dibiarkan terbuka untuk dressing.

Karena relatif baru, LIFT belum banyak diteliti. Dalam uji coba secara acak 39 pasien
dengan fistula-in-ano kompleks yang telah gagal dalam prosedur sebelumnya dan
dirawat dengan teknik LIFT, tingkat kesuksesan sebanding dengan yang terlihat
dengan advancement flap technique. Probabilitas kekambuhan pada 19 bulan adalah
8% untuk teknik LIFT versus 7% untuk advancement flap technique. Waktunya
kembali kerja lebih pendek pada LIFT kelompok (1 vs 2 minggu), namun tidak ada
perbedaan dalam skor inkontinensia.

Percobaan operasi acak lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah teknik ini
layak dilakukan - atau, mungkin, alternatif yang lebih baik dari prosedur lain yang telah
disebutkan sebelumnya untuk perawatan fistula-in-ano.

Pengalihan

Dalam kasus yang jarang terjadi, pembentukan stoma pengalihan dapat diindikasi
untuk memudahkan pengobatan fistula-in-ano kompleks yang persistan. Indikasi yang
paling umum termasuk, namun tidak terbatas pada, pasien dengan fasciitis nekrosis
perineum, penyakit Crohn anorektal berat, reoperatif fistula rektovagina, dan fistula
yang disebabkan radiasi. Diversi tinja saja efektif dalam hal pemilihan pasien untuk
mengendalikan sepsis dan gejala; namun, tingkat keberhasilan jangka panjang
setelah reanastomosis rendah karena kekambuhan dari penyakit yang mendasarinya.
Dengan demikian, pendekatan ini harus dihindari kecuali proses fistula-in-ano yang
mendasari diperbaiki atau telah sembuh sepenuhnya, yang biasanya sangat tidak
mungkin

Perawatan Pascaoperasi

Setelah operasi, sebagian besar pasien dapat diobati dalam keadaan rawat jalan
dengan instruksi pengeluaran dan perawatan tindak lanjut yang dekat. Sitz baths,
analgesik, dan stool-bulking agents (misalnya bran dan produk psyllium) digunakan
dalam perawatan lanjutan.

Komplikasi
Komplikasi pascaoperasi dini mungkin termasuk yang berikut ini:

Retensi urin
Perdarahan
Impaksi feses
Thrombosed haemorrhoids

Komplikasi pasca operasi tertunda mungkin termasuk yang berikut:

Kekambuhan
Inkontinensia (tinja)
Stenosis Anal - Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis kanal anus;
bulking agent untuk tinja membantu mencegah penyempitan
Penyembuhan luka yang tertunda - penyembuhan lengkap terjadi pada minggu
ke-12 kecuali adanya proses penyakit yang mendasarinya (yaitu, kambuh,
penyakit Crohn)

Tingkat kekambuhan pasca operasi dan inkontinensia bervariasi sesuai prosedur


yang dilakukan, seperti berikut:

Fistulotomi standar - Tingkat kekambuhan yang dilaporkan adalah 0-18%, dan


tingkat inkontinensia feses apapun adalah 3-7%
Penggunaan Seton - Tingkat kekambuhan yang dilaporkan adalah 0-17%, dan
tingkat inkontinensia feses apapun adalah 0-17%
Mucosal advancement flap- Tingkat kekambuhan yang dilaporkan adalah 1-
17%, dan tingkat apapun inkontinensia feses adalah 6-8% [34]

Pemantauan Jangka Panjang

Kunjungan ke poli yang sering dilakukan dalam beberapa minggu pertama membantu
memastikan penyembuhan dan perawatan luka yang tepat.

Penting untuk memastikan bahwa luka internal tidak menutup sebelum waktunya,
yang kemudiannya akan menyebabkan rekuren fistula. Temuan pemeriksaan digital
dapat membantu membedakan fibrosis dini. Penyembuhan luka biasanya terjadi
dalam waktu 6 minggu.

Anda mungkin juga menyukai