Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

Subdivisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik

MARASMUS KWASHIORKOR PADA ANAK


Merlyn Meta Astari
DIKA/FK-UNHAS/RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

PENDAHULUAN
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan
karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi
pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro
nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%)
sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic
Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan
karena kurang energi dan Marasmic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi
dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati
membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk
berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face).
Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut
rontok dan flek hitam pada kulit.
Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi
yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada
anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen
atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa
pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).

LAPORAN KASUS
NA, bayi perempuan usia 9 bulan masuk RS. Wahidin Sudirohusodo, Makassar Januari
2015.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 1
Anamnesis
Riwayat penyakit diberikan oleh ibunya.
Keluhan utama : Kulit terkelupas
Dialami sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya hanya di punggung
kemudian meluas ke leher, wajah, lengan, tungkai bawah, bokong, daerah pubis serta
kaki dan tidak gatal. Demam dan kejang tidak. Batuk berlendir ada sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak tidak ada. Muntah tidak ada. Anak malas makan dan minum.
Riwayat pernah mengkonsumsi antibiotik sebelumnya disangkal. Riwayat alergi dalam
keluarga tidak ada
Buang air besar biasa warna kuning, buang air kecil lancar warna kuning. Penderita
lahir spontan di rumah sakit, ditolong oleh dokter, cukup bulan, segera menangis,
ketuban jernih, tidak biru, berat badan lahir 2.900 gram, panjang badan lahir tidak
diketahui . Selama hamil ibu kontrol teratur di bidan, mendapat injeksi TT 1x, selama
hamil Ibu minum obat suplemen dan tablet penambah darah dan tidak pernah minum
obat lain ataupun jamu-jamuan.
Penderita mendapat ASI sejak lahir sampai umur 3 bulan. Saat umur 4 bulan
memberikan susu kental manis serta bubur susu. Sejak mengalami keluhan kulit
terkelupas anak mulai malas makan. Sejak ssat itu berat badan penderita diperhatikan
mulai turun. Berat badan anak 1 bulan yang lau 5,3 kg. Riwayat di rawat di RS Syeh
Yusuf 1 minggu sebelumnya dengan diare dan kulit terkelupas selama 1 hari. Penderita
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Anak pertama tidak pernah mengalami
keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit berat, gizi buruk, sadar. Berat badan (BB) 3,4 kg,
Tinggi badan (TB) 56 cm (P <3 CDC-NCHS 2000), lingkar kepala (LK) 38 cm
(mikrocephal/mesocephal). Status antropometri: berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) < -3 Standar Deviasi (gizi buruk), tinggi badan menurut umur (TB/U) < -3
Standar Deviasi (severe stunting).Tensi 90/60 mmHg, Heart Rate (HR) 130 x/menit,
pernapasan (P) 30 x/menit, suhu (S) 36.5 C . Berat badan 3.400 gram. Panjang badan
56 cm.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 2
Kepala : Mikrosefal, mesosefal.
Rambut : Hitam, lurus, mudah dicabut
Muka : Simetris kiri dan kanan, moon face ada
Ubun-ubun besar : Belum Menutup
Telinga : Tidak ada otore
Mata : Edema palpebra ada, Tidak konjungtivitis, sclera tidak
ikterus
Hidung : Tidak rhinorhe
Bibir : Tampak kulit terkelupas di bawah bibir dan sudut bibir
Lidah : Stomatitis angularis
Gigi : Tidak caries
Tenggorok : Faring dan tonsil tidak hiperemis
Leher : Tidak kaku kuduk
Paru : simetris kiri sama dengan kanan,
bunyi pernapasan vesikuler, tidak terdengar bunyi
tambahan
Jantung : BJ I/II murni, regular. Bising (-)
Abdomen : Datar, ikut gerak napas, peristaltik kesan normal, hepar
teraba 4 cm, bawah arcus costa, konsistensi kenyal, tepi
tajam, permukaan rata, nyeri tekan tidak ada dan lien tidak
teraba
Genitalia : Tidak tampak kelainan
Ekstremitas : edema pretibial dan dorsum pedis ada. Wasting ada, baggy
pants ada

Laboratorium (21-1- 2015)


Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin :
Hb 10.7 g/dl. RBC 3.740.000/mm3, WBC 19.700/ul, HCT 31%, MCV 82 fl, MCH
29 pg, MCHC 35 g/dl, PLT 163.000/ul Neutrofil 51,5%, limfosit 34,6%, monosit
6,2%, eosinofil 6,3%, basofil 1,4%

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 3
Urin rutin
Warna kuning, pH 7.5, BJ 1,025, albumin (-) sedimen : leukosit (-), eritrosit (-)
Feces rutin
Warna kuning, konsistensi lembek, lendir (-), darah (-), telur cacing tidak
ditemukan.
Kimia darah
SGOT : 2570 U/L
SGPT : 482 U/L
Albumin : 2,2
Natrium : 118
Kalium : 5,5
Klorida : 89
Bone Age mannus sinistra 22-1-2015
Kesan : Bone age sesuai dengan bayi baru lahir

Diagnosis Kerja :
Nutritional Marasmus
Short Stature
Peningkatan enzim transaminase
Terapi :
Fase stabilisasi hari 1 :
Energi (80) = 240 kkal
Protein (1) = 3 gram
Vit A 100.000 IU/ oral
Vit B komplek 1 tablet/24jam/oral
Vit C 50 mg/24 jam /oral
Asam folat 5 mg/24 jam/oral
Koreksi Natrium (125-118) x 3 x 0,6 = 12,6 meq
Kebutuhan natrium perhari 2-4 meq/kgbb/hari = 6 meq
Terpenuhi dengan cairan NaCl 0,9% 8 tetes/menit
Koreksi albumin : albumin x 0,8 x BB x 4 = 13 cc

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 4
1) Ampicillin 80 mg/6 jam/intravena
1) Gentamicin 8 mg/12 jam/intravena

DISKUSI
Diagnosis marsmik kwashiorkor ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium..
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada eiri-eiri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
2.1.2.1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala


yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan peneernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah
(Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak
dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2.1.2.2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),


bilamana dietnya mengandung eukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 5
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang liein dan pinggir yang
tajam.
f. Kelainan kulit berupa bereak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik


kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan
tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
Penyebab gizi buruk :
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada
anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan
melemah dan akan mudah terserang penyakit.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 6
2. Penyebab tidak langsung
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik fisik, mental dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih
dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan,
maikn baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka
akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat
penyebab satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya
kualitas gizi. Dari data Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak
meninggal tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan buruknya kualitas
makanan, didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam kandungan. Hal
ini dapat berakibat kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak beranjak
dewasa. Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan bahwa
isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan problem yang harus diatasi (Litbang,
2008).
Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan
kenaikan berat badan balita yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari
waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam
periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi
buruk 12.6 kali dibandingkan pada balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi
berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan semakin besar (Litbang, 2007).
Penyebab gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 7
terkait, antara lain asupan makanan yang kurang disebabkan karena tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan bergizi
seimbang, pola makan yang salah, serta anak sering menderita sakit. Kekurangan
konsumsi makanan yang berlangsung lama, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang pemeliharaan gizi anak, serta rendahnya kondisi kesehatan lingkungan,
selain itu juga dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan pelayanan kesehatan,
serta pola asuh yang kurang memadai sehingga berdampak pada meningkatnya
jumlah balita dengan status gizi buruk (Depkes, 2000).
Soetjiningsih (1995) dalam bukunya menjelaskan bahwa dampak jangka
pendek dari kasus gizi buruk adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara serta gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka
panjang dari kasus gizi buruk adalah penurunan skor IQ, penurunan perkembangan
kognitif, gangguan pemusatan perhatian, serta gangguan penurunan rasa percaya
diri. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kasus gizi buruk apabila tidak
dikelola dengan baik akan dapat mengancam jiwa, dan pada jangka panjang akan
mengancam hilangnya generasi penerus bangsa.
Penyebab gizi buruk sangat kompleks, sementara pengelolaannya
memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya
dari dokter maupun tenaga medis saja, tetapi juga dari pihak orang tua, keluarga,
pemuka masyarakat, pemuka agama maupun pemerintah. Pemuka masyarakat
maupun pemuka agama sangat dibutuhkan dalam membantu pemberian edukasi
pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos yang salah
pada pemberian makanan pada anak. Demikian juga posyandu dan puskesmas
sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan
pertama dalam pencegahan kasus gizi buruk (Neney, 2006).

2.1.3. Patofisiologi gizi buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti
suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 8
dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerueut. Sel batang lebih hanya bisa
membedakan eahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk
dari vitamin A dan suatu protein. Jika eahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada eahaya
yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi,
rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan
lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan
LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada
akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma
masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan eairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel
dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 9
TATALAKSANA
A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-
Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 10
B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK

1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah


rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu
tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan
memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan
(tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak
mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk
ke RSU kabupaten.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)


Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36 0 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu
atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi
sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran
suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak
sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap
agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi
buruk dengan dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 11
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah :


Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap
30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal (lampiran 4).
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.

4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit


Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral
( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan
lumat/lunak

Contoh bahan makanan sumber mineral


Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,
telur ayam

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 12
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat,
bayam, daging tanpa lemak.

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi


Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya
infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua
KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan
dosis sebagai berikut :

UMUR KOTRIMOKSASOL AMOKSISILIN


ATAU (Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 3 kali
BERAT BADAN Beri 2 kali sehari selama 5 hari sehari untuk
5 hari
Tablet dewasa Tablet Anak Sirup/5ml Sirup
80 mg trimeto 20 mg trimeto 40 mg trimeto
prim + 400 mg prim + 100 mg prim + 200 mg 125 mg
sulfametok sulfametok sulfametok per 5 ml
sazol sazol sazol
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg) 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml

Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9
bulan
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit
infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi
lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah
Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 13
metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut
segera rujuk ke rumah sakit

6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk


Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar
dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco
dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik
( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 14
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam
dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

Pantau dan catat :


- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan
edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat
badan naik

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)


Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:


1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 15
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali
/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian
formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:


- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :


- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi


Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 16
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 FORMULA WHO
100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU
PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan
preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai
naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :

Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

UMUR TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI


DAN Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml
BERAT BADAN 0,25 mg Asam Folat Berikan 3 kali sehari
Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
(7 - < 10 Kg)
12 bulan sampai 5 tablet 5 ml (1 sendok teh)
tahun

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 17
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan
dosis tunggal sebagai berikut :

UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT


(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 1 tablet
Kg)
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 1 tablet
Kg)

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis


Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental
dan perilaku, karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah


Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di
desa.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 18
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada
lampiran 5, dan aktifitas bermain.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :


- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran
5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000
SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 19
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan Dalam


Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLK Cimacan,
Oktober 1981.

2. Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu


Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997

3. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman


Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan
PMT pada Balita, Jakarta 1997.

4. London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary Management of PEM


(Not Published, 1998)

5. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children,


WHO Searo, 1998.

6. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Pojok Gizi (POZI) di


Puskesmas, Jakarta 1997

7. Waterlaw JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold , London, 1992

Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 20
Dipresentasikan tanggal 25 April 2015 di 2nd Makassar Annual Meeting on Clinical Nutrition 21

Anda mungkin juga menyukai