Anda di halaman 1dari 33

A.

JUDUL

CONTOH PROPOSAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA


MELALUI TEKNIK PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH
DASAR(Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya)

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa Sekolah
Dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik
membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu merancang
pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca
sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan
permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak
yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan
kognitif dan sosial anak. Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.

Menurut Muchlisoh (1992:119), empat aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi


dua kelompok besar, yaitu :

1. Keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan membaca


dan menyimak.
2. Keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis
dan berbicara.

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta


didik dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Kemampuan berkomunikasi yang baik
dan benar adalah sesuai degan konteks waktu, tujuan dan suasana saat komunikasi
dilangsungkan. Standar kompetensi Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan
peserta didik yang mengggambarkan penguasaan pengetahaun keterampilan berbahasa, dan
sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Standar kompetensi yang dimaksud yaitu, peserta
didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan
minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan.

Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa tulis yang bersifat
reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Oleh karena itu,
peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat
penting. Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar
membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan.
Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera
dikuasai oleh para siswa di SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan
seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses
kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan
membaca mereka.

Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami
kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku
pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain.
Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya
yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.

Menurut pandangan whole language membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok
bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa
bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa
dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan
keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak
selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat hanya
menyangakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.

Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-


kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut
pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran
membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas rendah Sekolah
Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan
menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar
dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf,
kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan
membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran.

Tujuan membaca permulaan di kelas rendah adalah agar siswa dapat membaca kata-
kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995: 4). Kelancaran
dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh
keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas rendah. Dengan kata lain, guru
memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa.
Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber
belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru yang berkompetensi tinggi akan
sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut Badudu
(1993: 131) Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ialah guru terlalu banyak
menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan berbicara.

Kenyataan di lapangan, khususnya di kelas II SDN Cibogo masih terdapat siswa yang
kemampuan membacanya kurang. Hal ini terbukti dari hasil belajar siswa dalam kemampuan
membaca hanya mencapai 50, sedangkan KKM pelajaran bahasa Indonesia di kelas II SDN
Cibogo sebesar 65. Faktor penyebab dari kemampuan membaca siswa masih kurang,
diantaranya kefasihan dalam membaca kurang lancar, pelafalan, dan intonasi dalam membaca
belum tepat. Selain itu faktor penyebab lain diantaranya minat baca siswa kurang, bimbingan
dari keluarga masih kurang, motivasi yang diberikan kepada siswa baik dari guru maupun
keluarga masih kurang, serta teknik pembelajaran yang digunakan secara konvensional.

Untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca permulaan di SD salah satu alternatif


yang dapat dilakukan ialah melalui permainan bahasa. Menurut Seto Mulyadi (2006:71) yang
dimaksud dengan Bermain dalam konteks pembelajaran tidak sekedar bermain-
main. Namun, bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan
kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar siswa. Melalui interkasinya dengan
permainan, seorang anak belajar meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang secara
potensial dapat menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah obyek atau
mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalamai frustrasi.
Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat melatih anak untuk belajar
bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam mengkonstruksi sesuatu.
Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk dapat mengendalikan dirinya kelak
di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi dalam menghadapi permasalahan kelak di
kemudian hari.

Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan


kemampuan motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga mengembangkan kelenturan,
kekuatan serta ketahanan otot pada anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-
kata) merupakan suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-
kata menjadi lebih baik. Diaz, A. (1992:142) mengemukakan pula bahwa dalam bermain,
anak juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain,
menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial
bagi kelompoknya.

Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan


nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan
memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di
mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasar
dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA MELALUI
TEKNIK PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH DASAR
(Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SD
Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya).

C. PERUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Menurut Akhadiah (1991/1992: 31), Pembelajaran membaca permulaan diberikan di


kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan
menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.
Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca
untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering
disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).

Dalam hal pembelajaran membaca di Sekolah Dasar, kemampuan membaca siswa


Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya secara umum masih
rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu minat baca siswa, guru dan
metode yang digunakan dalam pembelajaran, bahan bacaan, serta kondisi perpustakaan
sekolah.

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Tasikmalaya menyadari bahwa siswanya kurang berminat pada membaca, maka
guru berupaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan
bahasa dalam melengkapi cerita yang menekankan pada pemberian permainan untuk
meningkatkan minat siswa dalam membaca.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca


siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

b. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca


siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

c. Bagaimana peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa


melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

3. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah tentang meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui


teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo, peneliti mengemas
dalam suatu kegiatan kolaboratif PTK, yaitu sebagai berikut :

a. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam meningkatkan kemampuan


membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD
Negeri Cibogo.
b. Melaksanakan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui
teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.
c. Melakukan pembelajaran bersiklus dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai
upaya berkesinambungan dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui
teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.

D. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan


membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri
Cibogo.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan
membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri
Cibogo.

3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan


bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Secara umum manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang terkait digunakannya teknik permainan bahasa melengkapi cerita untuk
meningkatkan kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar.

2. Manfaat Praktis

Secara khusus manfaat dari penelitian ini adalah bermanfaat bagi siswa, guru, dan
peneliti lainnya.

a. Bagi Siswa

1) Memberikan pengalaman yang sangat berharga dalam hal pengembangan potensi minat dan
bakat melalui pembelajaran yang menyenangkan.

2) Sebagai wahana dan fasilitas untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

3) Memberikan motivasi untuk gemar belajar bahasa Indonesia, sehingga proses belajar siswa
lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

b. Bagi Guru

1) Untuk memperoleh gambaran dan menjadikan suatu alternatif teknik pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan membaca siswa.

2) Menjadikan dorongan untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan dengan melaksanakan


pembelajaran yang bermakna.

3) Memberikan pengalaman berupa mengatasi permasalahan pembelajaran melalui


pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain untuk melakukan penelitian
sejenis sehingga dapat menghasilkan beragam teknik pembelajaran baru dalam membaca
khususnya dan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya.

F. LANDASAN TEORI

1. Pembelajaran Membaca

a. Hakikat Membaca

Menurut Vacca (1991:172), Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang
dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memproses
informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna. Membaca merupakan kegiatan
yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh
informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang.
Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik
khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak
ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar.

Menurut Harris dan Sipay (1980:10) Membaca sebagai suatu kegiatan yang
memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.
Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol
grafis dan keterampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca
berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh
penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa
yang dimaksud oleh penulis.

Dilain pihak, Gibbon (1993:70-71) mendefinisikan :

Membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan
sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca
untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar
belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri.
Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.

Menurut Smith (1985:12) Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan


informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual. Informasi visual,
merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi
nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Menurut Anderson
(1972:211) Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia
menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan, maka isi
bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalaman penafsirannya. Pembaca yang
telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau
menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan. Peramalan dibuat
berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis.

Menurut Wilson dan Peters (dalam Cleary, 1993: 284) bahwa Membaca merupakan
suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis diantara pengetahuan pembaca yang
telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses interaksi
antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan
latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman
bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem
semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak
sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.

b. Membaca Permulaan

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori
keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal.
Menurut Anderson (1972:209), Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca
merupakan proses recoding dan decoding. Membaca merupakan suatu proses yang bersifat
fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara
visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi
serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar
bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian
tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata,
kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.

Menurut Syafiie (1999:7), bahwa Pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk


membantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir
dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan
kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini
melibatkan knowledge of the worddalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah
pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.

Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206), bahwa :
Proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) Visual Memory (VM),
(b) Phonological Memory (PM), dan (c) Semantic Memory (SM). Lambang-lambang fonem
tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi
pada ketiganya.

Tingkat Visual Memory (VM), huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis,
sedangkan pada tingkat Phonological Memory (PM) terjadi proses pembunyian lambang.
Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber
dari Visual Memory (VM) dan Phonological Memory (PM). Akhirnya pada
tingkat Memory (SM) terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Selanjutnya
dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu
kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk
memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca
permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang
sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan/kemampuan
membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis.
Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa
tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan
membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan
(c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.

Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses


keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem,
sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah
dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.

2. Kemampuan Membaca

Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau
melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Menurut Tarigan
(1999:10-11), Keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu : (1) pengenalan
terhadap aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan
unsur-unsur linguistik yang formal, dan (3) hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan
makna atau meaning.

Hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan makna atau meaning pada hakikatnya
merupakan keterampilan intelektual; ini merupakan kemampuan atau abilitas untuk
menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal,
yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.

Wiryodijoyo (1989:7-10) menyatakan bahwa :

Membaca sebagai keterampilan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu keterampilan
mengenal kata, keterampilan pemahaman, dan keterampilan belajar. Keterampilan mengenal
kata dipelajari di kelas-kelas permulaan sekolah dasar. Pada pokoknya keterampilan ini
berupa keterampilan membaca kata-kata dasar, keterampilan membaca kata-kata berimbuhan,
keterampilan membaca kata-kata majemuk, keterampilan membaca kelompok kata.

Keterampilan pemahaman merupakan keterampilan mengembangkan kemampuan


bahasa. Secara garis besar keterampilan membaca diikhtisarkan sebagai berikut. (1)
pemahaman sebenarnya, yaitu pemahaman terhadap keterampilan-keterampilan dasar dan
mendapatkan arti dari konteks, (2) keterampilan menafsirkan, (3) keterampilan evaluasi.
Keterampilan belajar pada membaca dikenal sebagai keterampilan fungsional. Pada
umumnya membaca pada pokok masalah tertentu lebih sulit daripada membaca yang
dilakukan sehari-hari.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca


adalah suatu keterampilan yang kompleks karena terdiri atas beberapa komponen yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut membentuk satu kesatuan
yang saling melengkapi. Komponen utama yang tercakup dalam keterampilan membaca
adalah (1) pengenalan terhadap aksara, kata-kata, dan tanda baca yang biasanya dipelajari
pada kelas permulaan, dan (2) pemahaman terhadap kata, kelompok kata, dan kalimat untuk
kemudian menafsirkannya sebagai suatu makna.

3. Teknik Permainan Bahasa

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak
dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu
melakukannya. Menurut Semiawan, (2002:21), bahwa :

Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan
kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada
resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain
adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya
dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh
pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat
menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain boneka
diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996:3)
permainan memiliki sifat sebagai berikut:

a. Permaianan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan.

b. Pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada
tujuannya.

c. Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral.

d. Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan
yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya.

e. Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.

Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) Permainan merupakan aktivitas yang


bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya,
bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna. Dalam hal ini permainan dapat
menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika
siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi
datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan. Menurut Hidayat (1980:5) Permainan
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti
diindahkan oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang
mesti dilaksanakan.

Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk


melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu
permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa
tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu
kegiatan melatih keterampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan
disebut permainan bahasa. Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut
mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca dan menulis).

Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus


secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6
8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman
terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, anak-anak mudah merasa jenuh belajar di kelas
apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia bermain. Permainan hampir tak terpisahkan
dengan kehidupan manusia. Baik bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua
membutuhkan permainan. Tentunya dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda
sesuai dengan jenis kelamin, bakat dan minat masing-masing. Tujuan utama permainan
bahasa bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar keterampilan
berbahasa tertentu misalnya menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aktivitas
permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang
menyenangkan.

Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa Interaksi antara permainan dengan
pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak.
Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan
terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-
kadang berupa masalah yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi.
Maslaah yang harus diselesaikan itulah dapat melatih keterampilan berbahasa. Alat
permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah memiliki peranan
yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam menggunakan bahasa.
Keberadaan alat-alat permainan dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak.

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak
dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu
melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan
perkembangan kehidupan sehari-hari. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus
diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini
anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain.

4. Penggunaan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Teknik permainan bahasa melengkapi cerita sebagai salah satu alat pembelajaran yang
berupa kartu yang berisi kata yang digunakan dalam upaya meningkatkan mutu hasil belajar
siswa dalam pembelajaran membaca. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita
adalah dengan mengurutkan kartu yang berisi kata utama sebuah cerita sehingga sesuai
dengan urutannya dan membentuk sebuah bacaan yang baik. Dengan menggunakan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diajak bermain sambil belajar. Artinya, guru
membuat suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa secara tidak disadari melakukan
kegiatan belajar dalam permainannya. Melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini
siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya baik secara individu maupun kelompok agar
dapat memenangkan permainan. Dalam kegiatan belajar menggunakan teknik permainan
bahasa melengkapi cerita ini, guru hanya bertindak sebagai juri atau wasit yang
menentukan waktu dan pemenang permainan. Dengan demikian, siswa akan merasa
tertantang dan berusaha supaya mereka dapat memenangkan permainan ini. Guru bertugas
sebagai motivator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat.
Artinya, siswa tidak curang, misalnya dengan melihat pada buku pelajaran, mencontoh siswa
atau kelompok lain, dan sebagainya.

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa penggunaan teknik permainan bahasa


melengkapi cerita adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi
belajar siswa. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita yang tepat akan dapat
mewujudkan harapan tersebut. Di samping itu, diperlukan pula langkah-langkah
pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan penggunaan media pembelajaran yang dipilih.
Dengan kata lain, pemilihan media pembelajaran yang tepat harus disertai dengan langkah-
langkah pembelajaran yang tepat pula. Sebelum melakukan pembelajaran dengan
menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita terlebih dahulu guru harus
mengetahui tahap-tahap pelaksanaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita dalam
pembelajaran.

Secara garis besar, tahap-tahap melengkapi cerita menurut Neni (dalam skripsi, 2008)
adalah sebagai berikut:

a. Guru menginformasikan siswa tentang cara bermain kartu kata dan menetapkan waktu
permainan.

b. Guru membagikan kartu kata kepada siswa secara kelompok.

c. Siswa secara berkelompok berusaha mengurutkan kartu-kartu tersebut sesuai dengan


urutannya yang tepat, guru mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan kegiatan siswa.

d. Secara perwakilan, siswa menempelkan hasil kartu kata di papan tulis.

e. Melakukan diskusi kelas untuk menentukan jawaban kartu kata yang tepat dan pemenang
permainan. Kelompok yang keluar sebagai pemenang dihargai dan dirayakan.

Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan
menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan
keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-
kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan
sanjungan dan semangat. Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan
sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan
berhasil dalam belajar.

Salah satu teknik permainan bahasa melengkapi cerita, pada kartu yang panjang
tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang
hilang. Kemudian membuat kartu kata yang cocok dengan celah itu. Cara
membuatnya, sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada
kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk
melengkapi kalimat. Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk
celah pada kartu kalimat. Proses pembelajarannya, satu atau dua orang membaca kalimat dan
mencocokkan kartu-kartu kata dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu
kata yang cocok pada celah kartu kalimat untuk melengkapi cerita tersebut.

Dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknik permainan bahasa


melengkapi cerita di atas, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisir daya nalarnya tentang
suatu cerita atau alur secara tepat. Hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman
siswa tentang membaca cerita daripada guru menerangkan teknik dan cara membaca dari
awal hingga akhir pelajaran. Dalam hal ini, siswa secara aktif dapat menyimpulkan sendiri
materi pelajaran tersebut.

Beberapa kelebihan media pembelajaran kartu bercerita, menurut Neni (dalam skripsi,
2008) di antaranya sebagai berikut :

a. Siswa lebih aktif dalam berpikir dan mengolah sendiri informasi yang diberikan dengan
kadar proses mental yang lebih tinggi.

b. Kegiatan belajar lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar
kepada siswa.

c. Pembentukan semangat kebersamaan, kerja sama, dan saling menghargai pendapat sesama
anggota dalam kelompok.

d. Siswa lebih dikenalkan pada kompetisi yang sehat dalam mencapai tujuan.

e. Menambah tingkat penghargaan pada diri siswa maupun kelompok.

f. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan
tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

g. Dapat menghindarkan cara belajar tradisional, yaitu cara belajar yang memusatkan guru
sebagai sumber belajar.

h. Dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga tahan lama dalam
ingatan.
Informasi/materi pelajaran yang diolah dan ditemukan sendiri biasanya akan lebih
kaya, dalam, dan tahan lama dalam ingatan siswa dibandingkan dengan informasi yang
diberikan oleh orang lain (guru). Hal ini beralasan karena siswa mengalami secara langsung
proses terjadinya informasi itu. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita menuntut siswa
untuk mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teknik
permainan bahasa melengkapi cerita dapat memperkaya dan memperdalam materi yang
dipelajari, sehingga lebih tahan lama dalam ingatan siswa.

5. Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca dengan Menggunakan Teknik


Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

a. Perencanaan Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan


Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Perencenaan menurut Hadari Nawawi (1982 : 16) adalah Menyusun langkah-


langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada
pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan pembelajaran menurut Mulyani Sumantri (1988 : 95)
adalah Suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik.
Merujuk pada pemahaman diatas, perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses
penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan
metode pembelajaran dan penilaian dalam alokasi waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.

Kaitannya dengan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan


menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini, perencanaan yang diteliti
terfokus pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah
bentuk rencana pembelajaran yang spesifik pada setiap temuan pembelajaran.

Dalam membagi perencanaan pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip


sebagai berikut : 1) Ilmiah, 2) Relevan, 3) Sistematis, 4) Konsisten, 5)Memadai, 6) Aktual
dan Kontekstual, 7) Fleksibel, dan 8) Menyeluruh. Secara umum, ciri-ciri Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik adalah sebagai berikut :

1) Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang akan
menjadi pengalaman belajar bagi siswa.

2) Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan pembelajaran dapat


dicapai.
3) Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila RPP digunakan
oleh guru lain (misalnya, ketika guru mata pelajaran tidak hadir), mudah dipahami dan tidak
menimbulkan penafsiran ganda.

Langkah-langkah penyusunan RPP:

1) Mencantumkan Identitas

Identitas RPP terdiri dari :

a) Nama Sekolah

b) Mata Pelajaran

c) Kelas/Semester

d) Standar Kompetensi

RPP disusun untuk satu standar kompetensi

Rumuskan Standar Kompetensi (SK) dari setiap mata pelajaran yang didasarkan pada tujuan
akhir dari mata pelajaran tersebut. Tuliskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati
dan diukur, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (lihat pada lampiran
daftar kata kerja operasional).

e) Kompetensi Dasar

(1) Jabarkan SK yang telah dirumuskan menjadi beberapa KD untuk memudahkan pencapaian
dan pengukukurannya. Tuliskan dengan kata kerja operasional seperti pada SK yang meliputi
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bila perlu gunakan kata kerja yang paling tinggi
tingkatannya dalam ranah yang terkait.

(2) Bilamana perlu dan masih dianggap relevan, dapat menambahkan beberapa KD lagi.

f) Indikator

Indikator merupakan :

(1) Penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat
diukur yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
(2) Dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi
daerah.

(3) Rumusannya menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.

(4) Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

(5) Disusun dengan kalimat operasional (dapat diukur) berisi komponen ABCD (Audience =
Siswa, Behavior = Perilaku, Competency = Kompetensi dan Degree = Peringkat / ukuran).

Catatan : SK KD- Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terikat tidak dapat dipisahkan.

g) Alokasi Waktu

Jumlah waktu yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap
langkah pada urutan Tahap Pembelajaran yaitu Pendahuluan, Penyajian, dan Penutup.

2) Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Penetapan tujuan pembelajaran mengacu pada indikator dan pengalaman belajar


siswa. Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan
pembelajaran jangan dibedakan menurut waktu pertemuan sehingga target-target yang akan
dicapai tiap pembelajaran jelas kelihatan.

3) Mencantumkan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan


pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari materi pokok yang ada dalam silabus materi
pokok tersebut. Kemudian dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk
memudahkan penetapan uraian materi dapat mengacu dari indikator.

4) Mencantumkan Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan
sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan /
atau strategi yang dipilih. Karena itu pada bagian ini dicantumkan pendekatan pembelajaran
dan metode-metode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa.

5) Mencantumkan Langkah-langkah Pembelajaran


Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan
setiap pertemuan.pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan
pendahuluan / pembuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Langkah-langkah standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan


pembelajaran adalah sebagai berikut :

a) Kegiatan Pendahuluan

(1) Orientasi

Memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang dibelajarkan. Dapat dilakukan dengan
menunjukkan benda yang menarik, memberikan ilustrasi, membaca berita di surat kabar dan
sebagainya.

(2) Apersepsi

Memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan.

(3) Motivasi

Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan dipelajari.

(4) Pemberian Acuan

Biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan
materi pokok dari uraian materi pelajaran secara garis besar.

(5) Pembagian Kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan-pelaksanaan belajar.


(sesuai dengan rencana pembelajaran).

b) Kegiatan Inti

Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui siswa untuk dapat menkonstruksi ilmu sesuai
dengan skemata (Frame Work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun
sedemikian rupa agar siswa dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan
pada tujuan pembelajaran dan indikator.

c) Kegiatan Penutup

(1) Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman /simpulan.

(2) Guru memeriksa hasil belajar siswa.

(3) Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran.

6) Mencantumkan Sumber Belajar

Tuliskan sumber belajar yang akan digunakan (didasarkan pada relevansi, konsistensi,
dan edukuasi). Adapun yang dimaksud sumber belajar adalah buku-buku rujukan atau
referensi berupa buku teks, jurnal, laporan penelitian atau bahan ajar lainnya. Sumber belajar
juga dapat berupa manusia, misalnya dosen, peserta didik atau obyek lainnya tempat asal
informasi diperoleh, atau sebagai nara sumber.

7) Mencantumkan Penilaian

Tentukan teknik penilaian yang dapat digunakan untuk mencapai KD. Sebaiknya
penyusunan alat penilaian didasarkan pada indikator indikator yang telah dirumuskan,
sehingga alat penilaian tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat
penilaian dapat berupa tes lisan atau tertulis, chek list, tagihan yang dapat berupa
laporan, resume materi dan lain-lain.

Perencanaan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan teknik


permainan bahasa melengkapi cerita tertuang dalam sebuah rencana pembelajaran.
Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah salah satu upaya untuk
mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Melalui teknk permainan bahasa
melengkapi cerita ini. Siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya secara individu
maupun kelompok agar dapat memenangkan permainan. Guru bertugas sebagai motivator,
fasilitator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat, sedang siswa
aktif dalam pembelajaran.

Standar kompetensi dan Kompetensi dasar yang akan dicapai dalam penelitian ini
adalah Memahami ragam wacana tulis dengan membaca nyaring dan membaca dalam hati
dengan kompetensi dasar Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan
lafal dan intonasi yang tepat. (Depdiknas, 2006 : 25).
b. Pelaksanaan Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan
Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Pelaksanaan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan


menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita dapat memberikan suatu situasi
belajar yang santai dan menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk
memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat
melihat sejumlah kata-kata berkali-kali namun tidak dengan cara yang membosankan.

Pada pelaksanaan pembelajaran menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi


cerita, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisir daya nalarnya tentang suatu cerita atau
alur yang tepat.hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang
membaca, karena siswa melihat sejumlah kata berkali-kali untuk melengkapi teks cerita yang
kata-katanya telah ditanggalkan dengan kata-kata yang tepat.

Kegiatan pembelajaran Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan


Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita dapat dari gambaran
pembelajaran berikut :

1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.

2) Siswa menyimak cerita pendek yang dibacakan oleh guru.

3) Guru bersama siswa melakukan tanya jawab cerita pendek yang telah dibaca.

4) Guru menyiapkan alat pembelajaran yaitu teks cerita pendek yang belum lengkap yang
ditulis dalam karton dengan jumlah sesuai dengan kelompok belajar dan menempelkannya di
depan kelas.

5) Guru menjelaskan cara permainan melengkapi cerita.

6) Secara berkelompok siswa melakukan permaianan bahasa yaitu melengkapi cerita dengan
kata-kata yang tepat dengan kartu kata yang telah disediakan guru.

7) Pengumuman hasil permainan, kelompok yang berhasil melengkapi cerita dengan waktu
cepat mendapatkan reward dan kelompok yang menyelesaikan dengan waktu yang lama
mendapatkan sanksi.

8) Setelah melakukan permaianan bahasa melengkapi cerita, siswa membaca teks cerita
pendek tersebut dengan lafal dan intonasi yang tepat.
c. Peningkatan Hasil Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan
Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Hasil dari pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan


teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah berupa peningkatan kemampuan siswa
dalam membaca. Setelah siswa melaksanakan pembelajaran membaca dengan menggunakan
teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini diharapkan siswa dapat membaca dengan
fasih serta menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.

Standar diketahuinya peningkatan kemampuan pada siswa kelas II Sekolah Dasar.


Cara untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan anak dalam membaca dapat
diketahui dengan menilai :

1) Kefasihan dalam membaca lancar, kurang lancar, atau tidak lancar.

2) Pelafalan dalam membaca tepat, kurang tepat atau tidak tepat.

3) Intonasi dalam membaca tepat, kurang tepat atau tidak tepat.

Pemilihan aspek-aspek tersebut berdasarkan pada tuntutan kurikulum yang tercantum


dalam kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa setelah pembelajaran berlangsung.
Pada kompetensi dasar tercantum bahwa siswa harus dapat memebaca nyaring dengan lafal
dan intonasi yang tepat.

G. KERANGKA BERPIKIR

Belajar konstruktivisme mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan pengetahuan


ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang
ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi. Menurut Semiawan
(2002:5), bahwa Penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa
mampu menggunakan otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi
kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif. Dengan
demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa.
Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam kurikulum,
melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangakan kurikulum menjadi bentuk
pembelajaran yang menarik. Menurut Rubin (dalam Rofiuddin, 2003:52), Pembelajaran
dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas dengan memasukkan aktivitas permainan ke
dalam aktivtas belajar siswa.
Metode dapat berarti cara yang dianggap efisien yang digunakan guru untuk
menyampaikan mata pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif.
Menurut Nana Sudjana (1997:24), menyatakan :

Metode pembelajaran Bahasa Indonesia dengan permaianan yaitu suatu pembelajaran


yang dilakukan dengan mengaktifkan siswa menggunakan alat peraga atau sesuai dengan
kreatifitas guru sehingga menghasilkan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Aspek-aspek yang berhubungan dengan metode permainan diantaranya yaitu:


pengamatan, menafsir, menerapkan, dan mengkomunikasikan pembelajaran dengan
permainan. Menurut Nana Sudjana (1997:28), karakteristik metode permainan sebagai
berikut :

1. Lebih banyak mengaktifkan siswa.

2. Banyak menggunakan media/alat peraga, baik media asli maupun media yang lain.

3. Membutuhkan kreatifitas guru.

4. Membutuhkan waktu yang lama.

5. Dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran.

6. Dapat menciptakan pemahaman siswa dan daya ingat siswa tidak akan mudah hilang.

Penggunaan bentuk-bentuk permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang


menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar
siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan.
Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel-
sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh
kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam
ingatan jangka panjang.

Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan


perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu, perlu diperhatikan struktur dan isi
kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Menurut
Wood (1996:87), struktur kurikulum terdiri atas :
1. Perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan.

2. Pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang


dewasa.

3. Pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan.

4. Assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan.

Menurut Rose and Roe (1990), Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat
melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card). Kartu-
kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu
kalimat. Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain
dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media
dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun kata dalam
menyelesaikan sebuah kalimat yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh
guru. Titik berat latihan menyusun kata ini adalah keterampilan mengeja suatu kata. Dalam
pembelajaran membaca teknis menurut Mackey (dalam Rofiuddin, 2003:44), bahwa :

Guru dapat menggunakan strategi permainan membaca, misalnya cocokkan kartu,


ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan
sebagainya. Kartu-kartu kata maupun kalimat digunakan sebagai media dalam permainan
kontes ucapan. Para siswa diajak bermain dengan mengucapkan atau melafalkan kata-kata
yang tertulis pada kartu kata. Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk
pelafalan kalimat bahasa Indonesia. Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih
siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster) sesuai dengan
daerah artikulasinya.

Untuk memilih dan menentukan jenis permainan dalam pembelajaran membaca


permulaan di kelas, guru perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran
dan kondisi siswa maupun sekolah. Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan
salah satu aspek kognitif, psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut.
Guru juga perlu mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk permainan tertentu
cocok untuk materi tertentu. Misalnya, untuk kemampuan membaca siswa guru dapat
menyediakan jenis permainan kartu kata, karena dengan permainan ini dapat mendorong
membaca dengan melakukan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

H. ANGGAPAN DASAR
Anggapan dasar yang dijadikan peneliti dengan berlandaskan pada asumsi (anggapan)
dasar sebagai berikut :

1. Teknik pembelajaran yang cocok dengan karakteristik-karakteristik siswa dalam membaca


siswa adalah teknik permainan bahasa.

2. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita dalam pembelajaran Bahasa Indonesia akan
membuat pembelajaran lebih efektif.

I. HIPOTESIS TINDAKAN

Menurut Nazir (2005:151) Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap


permasalahan penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Sedangkan
menurut Nasution (2004:38) adalah Pernyataan tentative yang merupakan dugaan atau
terkaan tentang apa saja yang kita amati alam usaha untuk memahaminya.

Berdasarkan masalah yang diuraikan dalam latar belakang masalah dan rencana
pemecahan masalah, maka hipotesis tindakan secara umum dirumuskan sebagai berikut
Apabila guru dapat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran secara
efektif dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita pada pembelajaran
membaca mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka kemampuan membaca siswa dapat
meningkat.

J. METODE PENELITIAN

1. Model PTK

Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah jenis penelitian tindakan kelas
(PTK) model Kemmis dan Mc.Taggart. Pertimbangan yang mendasari penelitian metode ini,
karena langkah-langkah penelitian cukup sederhana, sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan oleh peneliti. Dengan kata lain, model dan teknik PTK tidak bersifat kaku,
sehingga sesuai dengan kemampuan peneliti dan alokasi waktu yang tersedia.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk
meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar.
Diimplementasikan dengan baik dan benar disini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba
dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat
memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati
pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya.
PTK model Kemmis dan Mc.Taggart pada hakikatnya terdiri dari empat tahap dalam
tiap siklus, yaitu perencanaan tindakan dalam bentuk pembelajaran dan sekaligus observasi,
analisis dan refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi dalam rangka memecahkan
masalah. Pada dasarnya dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan oleh guru harus diawali dulu dengan suatu tahapan pra penelitian tindakan kelas
yang meliputi : Identifikasi masalah, analisis masalah dan rumusan hipotesis tindakan.
Tahapan Penelitian Tindakan Kelas ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu
rencana tindakan selesai disusun.

Berikut digambarkan model Tindakan Penelitian Kelas pada penelitian ini sebagai
berikut :

Gambar 1 : Alur Pelaksanaan Tindakan Kelas

(Model Kemmis & MC Taggart)

2. Setting Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SDN Cibogo yang beralamat di Kp.
Cibogo, Ds. Janggala, Kec. Sukaraja, Kab. Tasikmalaya 46183. Alasannya karena kepala
sekolah mengizinkan untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Selain itu lokasi tersebut dekat dengan tempat
tinggal penulis dan sekaligus sebagai tempat mengajar peneliti.

b. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini aalah siswa kelas II SDN. Cibogo dengan jumlah siswa
sebanyak 32 orang terdiri dari 19 orang siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Selain siswa
yang dijadikan subjek penelitian, termasuk guru kelas II, dalam hal ini guru yang dijadikan
subjek penelitian dan sekaligus sebagai observer.

c. Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian dalam PTK terdiri dari variabel input, variabel proses dan variabel
output. Variabel-variabel tersebut dirumuskan sebagai berikut :
1) Variabel input, yaitu pertama pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tentang
membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan penggunaan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita. Kedua, kemampuan awal guru dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan
penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

2) Variabel proses, yaitu serangkaian tindakan guru dan pembelajaran dengan


penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita, termasuk didalamnya tindakan-
tindakan khusus yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa dalam meningkatkan
kemampun membaca siswa. Melalui unjuk kinerja memperagakan atau menggunakan alat
dan media pembelajaran dengan maksud meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi
membaca dan membentuk mengaktifkan siswa untuk belajar dalam kelas.

3) Variabel output dalam tindakan penelitian ini adalah pertama, peningkatkan


penguasaan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan
teknik permainan bahasa melengkapi cerita. Kedua, peningkatan hasil pembelajaran
membaca siswa setelah serangkaian tindakan yang efektif.

d. Definisi Konseptual

1) Membaca

Menurut Vacca (1991: 172) Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang
dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memroses
informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna.

2) Kemampuan Membaca

Menurut Widyamartaya (1992:10), Kemampuan membaca adalah suatu keterampilan


yang kompleks karena terdiri atas beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Komponen-komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling melengkapi.

3) Teknik Permainan Bahasa

Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk


melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Dapat disebut
permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan
melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

4) Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita


Teknik permainan melengkapi cerita, yaitu dengan langkah permainan kata dan huruf dapat
memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenagkan. Siswa dengan aktif
dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan.

e. Fokus Tindakan

1) Kinerja Guru

a) Meningkatkan kemampuan guru membuat rencana pembelajaran membaca


siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

b) Meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran terutama dalam hal


memfungsikan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

c) Meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran terutama dalam hal


meningkatkan kemampuan membaca siswa.

2) Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa

a) Meningkatkan respon dan keberanian siswa untuk bertanya dalam pembelajaran


membaca.

b) Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran membaca siswa


melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

3. Prosedur Penelitian

a. Orientasi dan Identifikasi Masalah

Pada tahap ini peneliti mengorientasi dan mengidentifikasi masalah yang merupakan
tahap awal dalam kegiatan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
adalah sebagai berikut :

1) Melakukan kegiatan orientasi tahap program pembelajaran mata pelajaran Bahasa


Indonesia Kelas II Semester 2
2) Melakukan kegiatan orientasi dengan penelitian terfokus dalam menganalisis perencanaan
pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas II SDN Cibogo.

3) Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi tahap kemampuan guru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam aspek pembelajaran membaca.

4) Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi tahap kemampuan siswa dalam


pembelajaran.

5) Melakukan kegiatan orientasi tahap fasilitas sekolah yang menunjang terhadap


pembelajaran Bahasa Indonesia pada aspek membaca di kelas II SDN Cibogo pada tahun-
tahun sebelumnya.

b. Perencanaan Tindakan Penelitian

1) Penentuan waktu yang tepat untuk melaksanakan penelitian dengan melihat program dan
jadwal pelajaran yang telah dibuat oleh guru.

2) Penentuan siklus tindakan penelitian, siklus tindakan penelitian dilaksanakan dalam 2


siklus, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa jenis PTK yang akan digunakan oleh model
Kemmis dan Mc. Taggart.

3) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan skenario pembelajaran yang


memfokuskan pada aspek kemampuan siswa yang perlu ditingkatkan dalam membaca.

4) Mempersiapkan fasilitas dan sarana yang akan digunakan didalam kelas.

5) Penetapan instrumen tindakan penelitian dan observasi pembelajaran, instrumen yang


digunakan untuk mengumpulkan data dalam tindakan penelitian ini adalah tes dan observasi.

c. Pelakasanaan tindakan penelitian

1) Tindakan Pembelajaran Siklus I

a) Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca,
berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Kelas II SDN
Cibogo terhadap pengalaman.

b) Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca,
dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SDN Cibogo.
c) Merefleksi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca di Kelas II
SDN Cibogo. Hasil refleksi siklus pembelajaran I dijadikan bahan bagi tindakan
pembelajaran pada siklus selanjutnya.

2) Tindakan Pembelajaran Siklus II

a) Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo
pada materi membaca untuk siklus II berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran siklus I.

b) Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo
pada materi membaca siklus II, berdasarkan hasil refleksi dan upaya perbaikan terhadap
pembelajaran siklus I.

c) Refleksi hasil pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca pada
pembelajaran siklus II serta mengevaluasi hasil tindakan keseluruhan.

d) Mengadakan refleksi dan riview secara keseluruhan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data utama yang akan dikumpulkan serta cara pengumpulan data selama pelaksanaan
PTK diuraikan sebagai berikut :

a. Teknik tes dilakukan pada akhir pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui
sejauhmana kemamapuan membaca siswa terhadap materi pembelajaran setelah dilakukan
tindakan. Tes ini dilengkapi dengan format penilaian yang disesuaikan dengan kompetensi
yang ingin diraih setelah pembelajaran.

b. Observasi dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran, baik bersifat umum, maupun khusus yang berkenaan dengan aspek-aspek proses
pendekatan yang dikembangkan. Aspek yang di observasi diantaranya ialah aktivitas siswa
dalam belajar dan aktifitas guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data hasil penelitian menggunakan teknik analisi deskriptif kualitatif. Teknik
analisi deskriptif digunakan untuk menjelaskan seluruh rangkaian peneltian mulai dari
perencanaan sampai tahap refleksi, juga dengan daur dan hasil penelitian. Analisis dilakukan
pada setiap siklus pembelajaran dengan menggunakan tahapan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tentang meningkatkan
kemampuan membaca siswa di Kelas II SDN Cibogo Kecamatan Sukaraja tentang
kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.

b. Pengelompkan data, kinerja siswa, kinerja guru, dan peningkatan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada materi membaca di Kelas II SDN Cibogo.

c. Interpretasi dan refleksi data, berdasarkan tingkatan pencapaian, misalnya: baik, sedang
atau kurang.

d. Rekomendasi dan tindakan lanjut ditentukan berdasarkan hasil refleksi data, apakah perlu
atau tidak diadakan siklus pembelajaran berikutnya.

6. Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan siswa pada pembelajaran membaca siswa melalui teknik


permainan bahasa melengkapi cerita sebagai berikut :

a. Kemampuan guru dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan


kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita minimal
mencapai rata-rata 75%.

b. Kemampuan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan


membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita minimal mencapai rata-
rata 75 %

c. Hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca melalui teknik permainan bahasa
melengkapi cerita mencapai KKM sebesar 70.

K. JADWAL PENELITIAN

Jadwal penelitian ini selama 6 bulan mulai dari bulan Desember 2009 Mei 2010,
dengan jadwal penelitian sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, R. C. (1972). Language Skills in Elementary Education. New York:Macmillan Publishing


Co, Inc.

Badudu. J. S. (1993). Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah: Tinjauan dari Masa ke
Masa, Bambang Kaswanti Purwo (ed), Pelba 6. Yogyakarta: Kanasius.

Baradja, M. F. (1990). Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang.

Cleary, Linda Miller dan Michael D. Linn. (1993). Linguistics For Teachers. New York: Mc Graw-
Hill.

Dworetzky, John. P. (1990). Introduction to Child Development. New York: West Publishing
Company.

Depdikbud Dikti. (1985). Pengajaran Membaca. Jakarta: Depdikbud Dikti

Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Depdikbud.

Goodman, Kenneth. (1988). The Reading Process. Dalam Carrell, Patricia L; Devine, Joanne; &
Eskey, David E (eds). Interactive Approaches to Second Language Reading. Cambridge
University Press.

Gibbons, Paulina. (1993). Learning to Learn in a Second Language. Australia: Heinemann


Portmourth NH.

Hatimah, Ihat, dkk. (2007), Penelitian Pendidikan. Bandung : UPI Press.

www.unimed.ac.id/sertifikasi/panduan_penyusunan_rpp.doc
lpp.uns.ac.id/.../PANDUAN%20SILABUS%20DAN%20RPP.pdf

Muchlisoh. (1992). Materi Pokok Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.

Nana, Sudjana. (1997). Media Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya

Neni. (2008). Penggunaan Media Pembelajaran Melengkapi Cerita Untuk Meningkatkan


Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kenanga Kabupaten
Cirebon, PGSD Kampus Sumedang.

Pollit, Theodora. (1994). How Play and Work are Organized in Kindergarten Classroom. Journal of
Research in Childhood Education. Vol. 9 No. 1.

Root, Betty. (1995). Membantu Putra Anda Belajar Membaca. Jakarta: Periplus.

Suyatno. (2004). Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.

Syafiie, Imam. (1996). Terampil Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Guru Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Smith, F. (1985). Reading. Cambridge: Camoridge University Press.

Semiawan, Conny. R. (2002). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Ikrar
Mandiri Abadi.

Tarigan, Henry Guntur. (1999). Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.

Tim Pelatih Proyek PGSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Widyamartaya, A. (1992). Seni Membaca untuk Studi. Yogyakarta: Kanisius.

Wiryodijoyo, Suwaryo. (1999). Membaca: Strategi, Pengantar, dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai