PTK Melengkapi Secita
PTK Melengkapi Secita
JUDUL
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa Sekolah
Dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik
membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu merancang
pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca
sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan
permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak
yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan
kognitif dan sosial anak. Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa tulis yang bersifat
reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Oleh karena itu,
peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat
penting. Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar
membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan.
Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera
dikuasai oleh para siswa di SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan
seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses
kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan
membaca mereka.
Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami
kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku
pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain.
Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya
yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.
Menurut pandangan whole language membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok
bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa
bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa
dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan
keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak
selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat hanya
menyangakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.
Tujuan membaca permulaan di kelas rendah adalah agar siswa dapat membaca kata-
kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995: 4). Kelancaran
dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh
keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas rendah. Dengan kata lain, guru
memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa.
Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber
belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru yang berkompetensi tinggi akan
sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut Badudu
(1993: 131) Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ialah guru terlalu banyak
menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan berbicara.
Kenyataan di lapangan, khususnya di kelas II SDN Cibogo masih terdapat siswa yang
kemampuan membacanya kurang. Hal ini terbukti dari hasil belajar siswa dalam kemampuan
membaca hanya mencapai 50, sedangkan KKM pelajaran bahasa Indonesia di kelas II SDN
Cibogo sebesar 65. Faktor penyebab dari kemampuan membaca siswa masih kurang,
diantaranya kefasihan dalam membaca kurang lancar, pelafalan, dan intonasi dalam membaca
belum tepat. Selain itu faktor penyebab lain diantaranya minat baca siswa kurang, bimbingan
dari keluarga masih kurang, motivasi yang diberikan kepada siswa baik dari guru maupun
keluarga masih kurang, serta teknik pembelajaran yang digunakan secara konvensional.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA MELALUI
TEKNIK PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH DASAR
(Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SD
Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya).
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Tasikmalaya menyadari bahwa siswanya kurang berminat pada membaca, maka
guru berupaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan
bahasa dalam melengkapi cerita yang menekankan pada pemberian permainan untuk
meningkatkan minat siswa dalam membaca.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut :
3. Pemecahan Masalah
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut:
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Secara umum manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang terkait digunakannya teknik permainan bahasa melengkapi cerita untuk
meningkatkan kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
Secara khusus manfaat dari penelitian ini adalah bermanfaat bagi siswa, guru, dan
peneliti lainnya.
a. Bagi Siswa
1) Memberikan pengalaman yang sangat berharga dalam hal pengembangan potensi minat dan
bakat melalui pembelajaran yang menyenangkan.
3) Memberikan motivasi untuk gemar belajar bahasa Indonesia, sehingga proses belajar siswa
lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
b. Bagi Guru
1) Untuk memperoleh gambaran dan menjadikan suatu alternatif teknik pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan membaca siswa.
F. LANDASAN TEORI
1. Pembelajaran Membaca
a. Hakikat Membaca
Menurut Vacca (1991:172), Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang
dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memproses
informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna. Membaca merupakan kegiatan
yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh
informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang.
Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik
khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak
ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar.
Menurut Harris dan Sipay (1980:10) Membaca sebagai suatu kegiatan yang
memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.
Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol
grafis dan keterampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca
berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh
penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa
yang dimaksud oleh penulis.
Membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan
sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca
untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar
belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri.
Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.
Menurut Wilson dan Peters (dalam Cleary, 1993: 284) bahwa Membaca merupakan
suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis diantara pengetahuan pembaca yang
telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses interaksi
antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan
latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman
bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem
semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak
sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.
b. Membaca Permulaan
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori
keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal.
Menurut Anderson (1972:209), Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca
merupakan proses recoding dan decoding. Membaca merupakan suatu proses yang bersifat
fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara
visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi
serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar
bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian
tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata,
kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206), bahwa :
Proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) Visual Memory (VM),
(b) Phonological Memory (PM), dan (c) Semantic Memory (SM). Lambang-lambang fonem
tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi
pada ketiganya.
Tingkat Visual Memory (VM), huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis,
sedangkan pada tingkat Phonological Memory (PM) terjadi proses pembunyian lambang.
Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber
dari Visual Memory (VM) dan Phonological Memory (PM). Akhirnya pada
tingkat Memory (SM) terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Selanjutnya
dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu
kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk
memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca
permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang
sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan/kemampuan
membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis.
Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa
tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan
membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan
(c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
2. Kemampuan Membaca
Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau
melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Menurut Tarigan
(1999:10-11), Keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu : (1) pengenalan
terhadap aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan
unsur-unsur linguistik yang formal, dan (3) hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan
makna atau meaning.
Hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan makna atau meaning pada hakikatnya
merupakan keterampilan intelektual; ini merupakan kemampuan atau abilitas untuk
menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal,
yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.
Membaca sebagai keterampilan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu keterampilan
mengenal kata, keterampilan pemahaman, dan keterampilan belajar. Keterampilan mengenal
kata dipelajari di kelas-kelas permulaan sekolah dasar. Pada pokoknya keterampilan ini
berupa keterampilan membaca kata-kata dasar, keterampilan membaca kata-kata berimbuhan,
keterampilan membaca kata-kata majemuk, keterampilan membaca kelompok kata.
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak
dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu
melakukannya. Menurut Semiawan, (2002:21), bahwa :
Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan
kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada
resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain
adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya
dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh
pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat
menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain boneka
diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996:3)
permainan memiliki sifat sebagai berikut:
b. Pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada
tujuannya.
d. Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan
yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya.
Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa Interaksi antara permainan dengan
pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak.
Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan
terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-
kadang berupa masalah yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi.
Maslaah yang harus diselesaikan itulah dapat melatih keterampilan berbahasa. Alat
permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah memiliki peranan
yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam menggunakan bahasa.
Keberadaan alat-alat permainan dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak.
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak
dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu
melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan
perkembangan kehidupan sehari-hari. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus
diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini
anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain.
Teknik permainan bahasa melengkapi cerita sebagai salah satu alat pembelajaran yang
berupa kartu yang berisi kata yang digunakan dalam upaya meningkatkan mutu hasil belajar
siswa dalam pembelajaran membaca. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita
adalah dengan mengurutkan kartu yang berisi kata utama sebuah cerita sehingga sesuai
dengan urutannya dan membentuk sebuah bacaan yang baik. Dengan menggunakan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diajak bermain sambil belajar. Artinya, guru
membuat suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa secara tidak disadari melakukan
kegiatan belajar dalam permainannya. Melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini
siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya baik secara individu maupun kelompok agar
dapat memenangkan permainan. Dalam kegiatan belajar menggunakan teknik permainan
bahasa melengkapi cerita ini, guru hanya bertindak sebagai juri atau wasit yang
menentukan waktu dan pemenang permainan. Dengan demikian, siswa akan merasa
tertantang dan berusaha supaya mereka dapat memenangkan permainan ini. Guru bertugas
sebagai motivator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat.
Artinya, siswa tidak curang, misalnya dengan melihat pada buku pelajaran, mencontoh siswa
atau kelompok lain, dan sebagainya.
Secara garis besar, tahap-tahap melengkapi cerita menurut Neni (dalam skripsi, 2008)
adalah sebagai berikut:
a. Guru menginformasikan siswa tentang cara bermain kartu kata dan menetapkan waktu
permainan.
e. Melakukan diskusi kelas untuk menentukan jawaban kartu kata yang tepat dan pemenang
permainan. Kelompok yang keluar sebagai pemenang dihargai dan dirayakan.
Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan
menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan
keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-
kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan
sanjungan dan semangat. Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan
sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan
berhasil dalam belajar.
Salah satu teknik permainan bahasa melengkapi cerita, pada kartu yang panjang
tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang
hilang. Kemudian membuat kartu kata yang cocok dengan celah itu. Cara
membuatnya, sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada
kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk
melengkapi kalimat. Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk
celah pada kartu kalimat. Proses pembelajarannya, satu atau dua orang membaca kalimat dan
mencocokkan kartu-kartu kata dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu
kata yang cocok pada celah kartu kalimat untuk melengkapi cerita tersebut.
Beberapa kelebihan media pembelajaran kartu bercerita, menurut Neni (dalam skripsi,
2008) di antaranya sebagai berikut :
a. Siswa lebih aktif dalam berpikir dan mengolah sendiri informasi yang diberikan dengan
kadar proses mental yang lebih tinggi.
b. Kegiatan belajar lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar
kepada siswa.
c. Pembentukan semangat kebersamaan, kerja sama, dan saling menghargai pendapat sesama
anggota dalam kelompok.
d. Siswa lebih dikenalkan pada kompetisi yang sehat dalam mencapai tujuan.
f. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan
tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
g. Dapat menghindarkan cara belajar tradisional, yaitu cara belajar yang memusatkan guru
sebagai sumber belajar.
h. Dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga tahan lama dalam
ingatan.
Informasi/materi pelajaran yang diolah dan ditemukan sendiri biasanya akan lebih
kaya, dalam, dan tahan lama dalam ingatan siswa dibandingkan dengan informasi yang
diberikan oleh orang lain (guru). Hal ini beralasan karena siswa mengalami secara langsung
proses terjadinya informasi itu. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita menuntut siswa
untuk mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teknik
permainan bahasa melengkapi cerita dapat memperkaya dan memperdalam materi yang
dipelajari, sehingga lebih tahan lama dalam ingatan siswa.
1) Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang akan
menjadi pengalaman belajar bagi siswa.
1) Mencantumkan Identitas
a) Nama Sekolah
b) Mata Pelajaran
c) Kelas/Semester
d) Standar Kompetensi
Rumuskan Standar Kompetensi (SK) dari setiap mata pelajaran yang didasarkan pada tujuan
akhir dari mata pelajaran tersebut. Tuliskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati
dan diukur, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (lihat pada lampiran
daftar kata kerja operasional).
e) Kompetensi Dasar
(1) Jabarkan SK yang telah dirumuskan menjadi beberapa KD untuk memudahkan pencapaian
dan pengukukurannya. Tuliskan dengan kata kerja operasional seperti pada SK yang meliputi
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bila perlu gunakan kata kerja yang paling tinggi
tingkatannya dalam ranah yang terkait.
(2) Bilamana perlu dan masih dianggap relevan, dapat menambahkan beberapa KD lagi.
f) Indikator
Indikator merupakan :
(1) Penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat
diukur yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
(2) Dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi
daerah.
(3) Rumusannya menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
(5) Disusun dengan kalimat operasional (dapat diukur) berisi komponen ABCD (Audience =
Siswa, Behavior = Perilaku, Competency = Kompetensi dan Degree = Peringkat / ukuran).
Catatan : SK KD- Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terikat tidak dapat dipisahkan.
g) Alokasi Waktu
Jumlah waktu yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap
langkah pada urutan Tahap Pembelajaran yaitu Pendahuluan, Penyajian, dan Penutup.
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan
sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan /
atau strategi yang dipilih. Karena itu pada bagian ini dicantumkan pendekatan pembelajaran
dan metode-metode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa.
a) Kegiatan Pendahuluan
(1) Orientasi
Memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang dibelajarkan. Dapat dilakukan dengan
menunjukkan benda yang menarik, memberikan ilustrasi, membaca berita di surat kabar dan
sebagainya.
(2) Apersepsi
Memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan.
(3) Motivasi
Biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan
materi pokok dari uraian materi pelajaran secara garis besar.
b) Kegiatan Inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui siswa untuk dapat menkonstruksi ilmu sesuai
dengan skemata (Frame Work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun
sedemikian rupa agar siswa dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan
pada tujuan pembelajaran dan indikator.
c) Kegiatan Penutup
Tuliskan sumber belajar yang akan digunakan (didasarkan pada relevansi, konsistensi,
dan edukuasi). Adapun yang dimaksud sumber belajar adalah buku-buku rujukan atau
referensi berupa buku teks, jurnal, laporan penelitian atau bahan ajar lainnya. Sumber belajar
juga dapat berupa manusia, misalnya dosen, peserta didik atau obyek lainnya tempat asal
informasi diperoleh, atau sebagai nara sumber.
7) Mencantumkan Penilaian
Tentukan teknik penilaian yang dapat digunakan untuk mencapai KD. Sebaiknya
penyusunan alat penilaian didasarkan pada indikator indikator yang telah dirumuskan,
sehingga alat penilaian tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat
penilaian dapat berupa tes lisan atau tertulis, chek list, tagihan yang dapat berupa
laporan, resume materi dan lain-lain.
Standar kompetensi dan Kompetensi dasar yang akan dicapai dalam penelitian ini
adalah Memahami ragam wacana tulis dengan membaca nyaring dan membaca dalam hati
dengan kompetensi dasar Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan
lafal dan intonasi yang tepat. (Depdiknas, 2006 : 25).
b. Pelaksanaan Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan
Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita
3) Guru bersama siswa melakukan tanya jawab cerita pendek yang telah dibaca.
4) Guru menyiapkan alat pembelajaran yaitu teks cerita pendek yang belum lengkap yang
ditulis dalam karton dengan jumlah sesuai dengan kelompok belajar dan menempelkannya di
depan kelas.
6) Secara berkelompok siswa melakukan permaianan bahasa yaitu melengkapi cerita dengan
kata-kata yang tepat dengan kartu kata yang telah disediakan guru.
7) Pengumuman hasil permainan, kelompok yang berhasil melengkapi cerita dengan waktu
cepat mendapatkan reward dan kelompok yang menyelesaikan dengan waktu yang lama
mendapatkan sanksi.
8) Setelah melakukan permaianan bahasa melengkapi cerita, siswa membaca teks cerita
pendek tersebut dengan lafal dan intonasi yang tepat.
c. Peningkatan Hasil Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan
Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita
G. KERANGKA BERPIKIR
2. Banyak menggunakan media/alat peraga, baik media asli maupun media yang lain.
6. Dapat menciptakan pemahaman siswa dan daya ingat siswa tidak akan mudah hilang.
4. Assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan.
Menurut Rose and Roe (1990), Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat
melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card). Kartu-
kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu
kalimat. Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain
dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media
dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun kata dalam
menyelesaikan sebuah kalimat yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh
guru. Titik berat latihan menyusun kata ini adalah keterampilan mengeja suatu kata. Dalam
pembelajaran membaca teknis menurut Mackey (dalam Rofiuddin, 2003:44), bahwa :
H. ANGGAPAN DASAR
Anggapan dasar yang dijadikan peneliti dengan berlandaskan pada asumsi (anggapan)
dasar sebagai berikut :
2. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita dalam pembelajaran Bahasa Indonesia akan
membuat pembelajaran lebih efektif.
I. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan masalah yang diuraikan dalam latar belakang masalah dan rencana
pemecahan masalah, maka hipotesis tindakan secara umum dirumuskan sebagai berikut
Apabila guru dapat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran secara
efektif dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita pada pembelajaran
membaca mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka kemampuan membaca siswa dapat
meningkat.
J. METODE PENELITIAN
1. Model PTK
Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah jenis penelitian tindakan kelas
(PTK) model Kemmis dan Mc.Taggart. Pertimbangan yang mendasari penelitian metode ini,
karena langkah-langkah penelitian cukup sederhana, sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan oleh peneliti. Dengan kata lain, model dan teknik PTK tidak bersifat kaku,
sehingga sesuai dengan kemampuan peneliti dan alokasi waktu yang tersedia.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk
meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar.
Diimplementasikan dengan baik dan benar disini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba
dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat
memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati
pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya.
PTK model Kemmis dan Mc.Taggart pada hakikatnya terdiri dari empat tahap dalam
tiap siklus, yaitu perencanaan tindakan dalam bentuk pembelajaran dan sekaligus observasi,
analisis dan refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi dalam rangka memecahkan
masalah. Pada dasarnya dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan oleh guru harus diawali dulu dengan suatu tahapan pra penelitian tindakan kelas
yang meliputi : Identifikasi masalah, analisis masalah dan rumusan hipotesis tindakan.
Tahapan Penelitian Tindakan Kelas ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu
rencana tindakan selesai disusun.
Berikut digambarkan model Tindakan Penelitian Kelas pada penelitian ini sebagai
berikut :
2. Setting Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SDN Cibogo yang beralamat di Kp.
Cibogo, Ds. Janggala, Kec. Sukaraja, Kab. Tasikmalaya 46183. Alasannya karena kepala
sekolah mengizinkan untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Selain itu lokasi tersebut dekat dengan tempat
tinggal penulis dan sekaligus sebagai tempat mengajar peneliti.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini aalah siswa kelas II SDN. Cibogo dengan jumlah siswa
sebanyak 32 orang terdiri dari 19 orang siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Selain siswa
yang dijadikan subjek penelitian, termasuk guru kelas II, dalam hal ini guru yang dijadikan
subjek penelitian dan sekaligus sebagai observer.
Variabel penelitian dalam PTK terdiri dari variabel input, variabel proses dan variabel
output. Variabel-variabel tersebut dirumuskan sebagai berikut :
1) Variabel input, yaitu pertama pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tentang
membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan penggunaan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita. Kedua, kemampuan awal guru dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan
penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.
d. Definisi Konseptual
1) Membaca
Menurut Vacca (1991: 172) Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang
dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memroses
informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna.
2) Kemampuan Membaca
e. Fokus Tindakan
1) Kinerja Guru
3. Prosedur Penelitian
Pada tahap ini peneliti mengorientasi dan mengidentifikasi masalah yang merupakan
tahap awal dalam kegiatan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
adalah sebagai berikut :
3) Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi tahap kemampuan guru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam aspek pembelajaran membaca.
1) Penentuan waktu yang tepat untuk melaksanakan penelitian dengan melihat program dan
jadwal pelajaran yang telah dibuat oleh guru.
a) Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca,
berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Kelas II SDN
Cibogo terhadap pengalaman.
b) Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca,
dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SDN Cibogo.
c) Merefleksi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca di Kelas II
SDN Cibogo. Hasil refleksi siklus pembelajaran I dijadikan bahan bagi tindakan
pembelajaran pada siklus selanjutnya.
a) Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo
pada materi membaca untuk siklus II berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran siklus I.
b) Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo
pada materi membaca siklus II, berdasarkan hasil refleksi dan upaya perbaikan terhadap
pembelajaran siklus I.
c) Refleksi hasil pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca pada
pembelajaran siklus II serta mengevaluasi hasil tindakan keseluruhan.
Data utama yang akan dikumpulkan serta cara pengumpulan data selama pelaksanaan
PTK diuraikan sebagai berikut :
a. Teknik tes dilakukan pada akhir pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui
sejauhmana kemamapuan membaca siswa terhadap materi pembelajaran setelah dilakukan
tindakan. Tes ini dilengkapi dengan format penilaian yang disesuaikan dengan kompetensi
yang ingin diraih setelah pembelajaran.
b. Observasi dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran, baik bersifat umum, maupun khusus yang berkenaan dengan aspek-aspek proses
pendekatan yang dikembangkan. Aspek yang di observasi diantaranya ialah aktivitas siswa
dalam belajar dan aktifitas guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Analisis data hasil penelitian menggunakan teknik analisi deskriptif kualitatif. Teknik
analisi deskriptif digunakan untuk menjelaskan seluruh rangkaian peneltian mulai dari
perencanaan sampai tahap refleksi, juga dengan daur dan hasil penelitian. Analisis dilakukan
pada setiap siklus pembelajaran dengan menggunakan tahapan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tentang meningkatkan
kemampuan membaca siswa di Kelas II SDN Cibogo Kecamatan Sukaraja tentang
kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
b. Pengelompkan data, kinerja siswa, kinerja guru, dan peningkatan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada materi membaca di Kelas II SDN Cibogo.
c. Interpretasi dan refleksi data, berdasarkan tingkatan pencapaian, misalnya: baik, sedang
atau kurang.
d. Rekomendasi dan tindakan lanjut ditentukan berdasarkan hasil refleksi data, apakah perlu
atau tidak diadakan siklus pembelajaran berikutnya.
6. Kriteria Keberhasilan
c. Hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca melalui teknik permainan bahasa
melengkapi cerita mencapai KKM sebesar 70.
K. JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian ini selama 6 bulan mulai dari bulan Desember 2009 Mei 2010,
dengan jadwal penelitian sebagai berikut :
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Badudu. J. S. (1993). Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah: Tinjauan dari Masa ke
Masa, Bambang Kaswanti Purwo (ed), Pelba 6. Yogyakarta: Kanasius.
Cleary, Linda Miller dan Michael D. Linn. (1993). Linguistics For Teachers. New York: Mc Graw-
Hill.
Dworetzky, John. P. (1990). Introduction to Child Development. New York: West Publishing
Company.
Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Depdikbud.
Goodman, Kenneth. (1988). The Reading Process. Dalam Carrell, Patricia L; Devine, Joanne; &
Eskey, David E (eds). Interactive Approaches to Second Language Reading. Cambridge
University Press.
www.unimed.ac.id/sertifikasi/panduan_penyusunan_rpp.doc
lpp.uns.ac.id/.../PANDUAN%20SILABUS%20DAN%20RPP.pdf
Pollit, Theodora. (1994). How Play and Work are Organized in Kindergarten Classroom. Journal of
Research in Childhood Education. Vol. 9 No. 1.
Root, Betty. (1995). Membantu Putra Anda Belajar Membaca. Jakarta: Periplus.
Syafiie, Imam. (1996). Terampil Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Guru Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Semiawan, Conny. R. (2002). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Ikrar
Mandiri Abadi.
Tarigan, Henry Guntur. (1999). Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tim Pelatih Proyek PGSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Widyamartaya, A. (1992). Seni Membaca untuk Studi. Yogyakarta: Kanisius.
Wiryodijoyo, Suwaryo. (1999). Membaca: Strategi, Pengantar, dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud.