Anda di halaman 1dari 11

REFERAT STASE ANKLE & FOOT I

TALAR AVASCULAR NECROSIS

OLEH:

Farry, dr.

PEMBIMBING :

R. Andri Primadhi, dr., SpOT(K)

SMF ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RSUP DR HASAN SADIKIN

BANDUNG

2017
Referat Ankle & Foot 1

SMF Orthopaedi dan Traumatologi RSHS/FK UNPAD


Pembimbing : R. Andri Primadhi, dr., SpOT(K)
Penyaji : Farry, dr.

1. PENDAHULUAN

Avascular necrosis (AVN) atau osteonekrosis merupakan suatu keadaan yang disebabkan

oleh hilangnya suplai darah ke tulang yang mengakibatkan nekrosis pada tulang tersebut.

Keadaan ini dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat, terutama bila terjadi pada talus, yang

menyangga sendi ankle dan subtalar.

Ada banyak etiologi dari AVN, seperti penggunaan steroid, kompresi vaskular,

hipertensi, trombosis, dan lain-lain. Sedangkan penyebab AVN pada talus yang paling sering

merupakan trauma yang menyebabkan fraktur talus.

2. ANATOMI

Anatomi pembuluh darah pada talus menyebabkan tulang tersebut rentan untuk terjadi

AVN. Talus berartikulasi dengan tibia, maleolus, navicular, dan calcaneus. Karena banyaknya

permukaan sendi, 60% dari luas permukaan talus ditutupi oleh kartilago hyalin, akibatnya hanya

sedikit area permukaan tulang nonartikular yang dapat ditembus oleh pembuluh darah.

Perdarahan talus terbentuk dari anastomosis ekstraoseus dan anastomosis intraoseus.

Perdarahan talus terdiri dari 3 cabang utama, yaitu arteri tibialis posterior, arteri dorsalis pedis,

dan arteri peroneal. Arteri tibialis posterior bercabang membentuk arteri tarsal canal dan

beranastomosis dengan arteri sinus tarsi. Anastomosis ini memperdarahi head dan neck talus.

Arteri tarsal canal bercabang membentuk arteri deltoid yang memperdarahi body talus. Pada sisi

lateral, arteri dorsalis pedis bercabang menjadi arteri tarsal lateral dan beranastomosis dengan

1
cabang perforating arteri peroneal membentuk arteri sinus tarsi. Arteri ini memperdarahi sisi

lateral dari head, neck, dan body talus. Sedangkan pada sisi posterior talus relatif avaskular.

Gambar 1: Perdarahan talus

3. ETIOLOGI

Patomekanisme terjadinya AVN pada talus masih belum diketahui secara pasti, namun

diduga bahwa penyebab AVN antara lain idiopatik, medikasi, dan trauma. Penyebab paling

sering AVN pada talus adalah trauma yang menyebabkan disrupsi pada pembuluh darah di

sekitar talus.

Sedangkan penyebab non-trauma paling sering pada AVN talus adalah penggunaan obat-

obatan glukokortikoid. Hal ini berkaitan dengan emboli lemak dari liver, hipertensi dan

arteriosklerosis pada pembuluh darah di sekitar talus, osteoporosis dan mikrofraktur, dan inhibisi

angiogenesis.

2
4. KLASIFIKASI

Insidensi AVN talus berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur dan derajat

displacement, dengan mayoritas (90%) fraktur talus yang mengakibatkan AVN terjadi pada

bagian neck talus. Klasifikasi fraktur neck talus yang dapat digunakan untuk menentukan

prognosis terjadinya AVN adalah klasifikasi Hawkins.

Gambar 2: Klasifikasi Hawkins

Pada klasifikasi Hawkins, tipe I merupakan fraktur vertikal pada neck talus yang

undisplaced. Insidensi terjadinya AVN pada fraktur tipe ini adalah 10%. Pada Hawkins tipe II,

terjadi fraktur vertikal pada neck talus dan disertai dengan adanya subluksasi atau displacement

dari sendi subtalar. Insidensi terjadinya fraktur pada fraktur tipe ini adalah 42%. Pada Hawkins

tipe III, terjadi fraktur vertikal pada neck talus dan disertai dengan adanya subluksasi atau

dislokasi pada sendi ankle dan subtalar. Insidensi terjadinya AVN pada fraktur tipe ini adalah

91%. Pada Hawkins tipe IV, terjadi fraktur vertikal pada neck talus dan disertai dengan

3
subluksasi atau dislokasi pada sendi ankle, subtalar, dan talonavicular. Insidensi terjadinya AVN

pada fraktur tipe ini adalah 100%.

5. GEJALA KLINIS

Gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien dengan AVN talus yaitu nyeri dan

bengkak pada sendi ankle. Derajat keparahan dari gejala ini ditentukan oleh integritas dari

permukaan sendi. Pasien biasanya memiliki riwayat cedera sebelumnya. Awalnya pasien akan

mengeluhkan kaku dan nyeri pada sendi ankle yang dirasakan bila dipakai untuk menopang

beban tubuh dalam jangka waktu panjang. Sedangkan dari pemeriksaan xray belum tampak

adanya perubahan pada talus.

Seiring dengan bertambah parahnya AVN, inkongruitas permukaan sendi akan semakin

parah, dan gejala akan menjadi bertambah. Gejala nyeri dapat disertai juga dengan clicking,

locking, dan grinding. Lama kelamaan rasa nyeri juga dirasakan meskipun dalam keadaan

istirahat. Lama kelamaan penyakit ini dapat disertai juga dengan impingement pada ankle

anterior, artritis pada sendi ankle, subtalar, dan talonavicular. Dalam keadaan yang parah, talus

dapat menjadi runtuh, sehingga dapat menyebabkan pemendekan ekstremitas.

6. DIAGNOSIS

Untuk dapat mendiagnosis adanya AVN talus, selain dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dapat juga menggunakan x-ray dan MRI. Dari pemeriksaan x-ray dapat ditemukan adanya

sklerosis dan kistik atau adanya keruntuhan tulang pada fase lanjut. Derajat keparahan AVN

dapat ditentukan dengan klasifikasi Ficat Arlet.

4
Tabel I: Klasifikasi Ficat Arlet

Derajat Gambaran Radiologis


I Normal
II Kistik dan/atau lesi sklerotik, kontur talus normal, tidak ada fraktur subkondral
III Tanda bulan sabit, keruntuhan subkondral
IV Penyempitan celah sendi, perubahan sekunder pada distal tibia (kista, osteofit
marginal, dan destruksi kartilago

Gambaran radiologis AVN biasanya baru terlihat pada 8 minggu setelah cedera. Oleh

karena itu, bila sudah terlihat adanya gambaran radiologis AVN, dapat disimpulkan bahwa

perjalanan penyakit sudah memasuki tahap lanjut ketika pengobatan sudah tidak berfungsi lagi.

Karena alasan itu, gold standard untuk diagnosis AVN adalah dengan MRI.

Talus merupakan tulang trabekular yang memiliki sumsum tulang yang luas dan banyak

mengandung lemak. Karena banyaknya lemak pada talus, pada pemeriksaan MRI akan terlihat

intensitas yang kuat pada T1. Pada fase awal AVN, akan terjadi edema pada sumsum tulang,

sehingga akan terlihat penurunan intensitas pada T1 dan peningkatan intensitas pada T2. Pada

fase lanjut, pada T1 dan T2 akan mengalami penurunan intensitas, yang mengindikasikan adanya

devaskularisasi, atau tulang nekrotik.

6 sampai 8 minggu setelah cedera, mulai terjadi revaskularisasi pada talus. Hal ini dapat

terlihat dengan adanya tanda Hawkins pada pemeriksaan x-ray. Tanda Hawkins merupakan

adanya garis radiolusen pada tulang subkondral sisi superior sepanjang talar dome, yang

biasanya dimulai dari sisi medial ke arah lateral. Tanda Hawkins hanya dapat terlihat pada x-ray

AP dan mortise, karena pada x-ray lateral terdapat overlap dari fibula. Revaskularisasi talus

dapat memakan waktu 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Meskipun tanda Hawkins sangat sensitif,

namun tidak adanya tanda tersebut tidak mengindikasikan adanya avaskularitas.

5
7. MANAJEMEN

7.1 Terapi Konservatif

Terapi AVN talus sangatlah bergantung pada tahapan penyakit tersebut, apakah pada

tahap awal atau pada tahap lanjut. Pada tahap awal, yang penting untuk dilakukan adalah

mengawasi adanya tanda-tanda AVN pada pasien. Bila tanda Hawkins tidak terlihat pada 6

minggu atau lebih setelah terjadinya cedera talus, dan talus tampak sembuh secara radiografis,

maka tujuan terapi adalah untuk mencegah terjadinya keruntuhan talus. Cara yang dapat

digunakan untuk melindungi talus, yaitu dengan non-weightbearing atau partial-weightbearing.

Menurut Mindell dkk, durasi pasien dengan AVN talus post trauma sampai dengan

weightbearing penuh adalah 6-12 bulan. Menurut Pennal, pasien direkomendasikan untuk

menggunakan patellar tendon brace sampai dengan muncul tanda-tanda terjadi revaskularisasi.

Menurut Comfort dkk, indikasi untuk weightbearing disesuaikan dengan status AVN,

pada AVN parsial, tidak perlu dilakukan non-weightbearing total karena masih ada bagian tulang

yang sehat untuk menahan beban tubuh. Pada pasien tersebut, mereka merekomendasikan

penggunaan brace dengan engsel untuk mencegah gaya valgus-varus pada tulang yang tidak

sehat.

Menurut Adelaar, weightbearing ditentukan oleh kesembuhan fraktur, bila fraktur sudah

sembuh, maka tidak perlu untuk dilakukan non-weightbearing lagi. Namun apabila fraktur sudah

sembuh secara radiografis, namun pasien tetap merasakan nyeri yang berkepanjangan, maka

perlu dipertimbangkan untuk dilakukan terapi operatif. Menurut Mei-Dan dkk, terapi oksigen

hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk mencegah terjadinya AVN talus.

6
7.2 Terapi Operatif

Terapi operatif pada AVN talus tergantung pada derajat AVN yang diderita. Terapi

operatif dapat dilakukan dengan debridement per artroskopi dengan dekompresi inti, autograft

dan allograft yang vasularized maupun yang non-vascularized, fusi tibiotalocalcaneal, fusi

tibiocalcaneal dengan talektomi, dan pada kasus yang sangat parah dapat dilakukan amputasi

transtibial. AVN talus merupakan kontraindikasi untuk dilakukan total ankle replacement

(TAR), kecuali bila menggunakan stem talus yang panjang sampai dengan calcaneus.

7.2.1 Debridement per Artroskopi dan Dekompresi Inti

Sama seperti AVN pada femur, dekompresi inti pada AVN talus diharapkan dapat

meningkatkan revaskularisasi dan menurunkan tekanan intraoseous. Metode ini

direkomendasikan untuk AVN Ficat Arlet derajat I dan II. Dengan metode ini, selain dilakukan

dekompresi, dilakukan juga debridement sinovitis. Setelah dilakukan dekompresi, dapat juga

ditambahkan pemberian gel demineralized bone matrix (DBM). Setelah operasi, kaki

dipertahankan non-weightbearing selama 4 minggu, dan kemudian dilanjutkan weightbearing

parsial dengan patellar tendon brace atau ankle foot orthosis (AFO) selama 6 bulan. Setelah 6

bulan, dapat dilakukan MRI untuk evaluasi kesembuhan dari AVN.

7.2.2 Bone Graft

Bone graft dapat dilakukan pada AVN parsial tahap lanjut. Dapat dilakukan

nonvascularized cancellous autograft yang diambil dari krista iliaka, calcaneus, ataupun head

femur. Graft tipe ini tidak dapat menopang tulang, sehingga graft tipe ini hanya digunakan pada

defek yang kecil.

7
Selain dengan nonvascularized graft, dapat juga dilakukan vascularized pedicle graft,

dengan donor yang paling sering diambil adalah tulang calcaneus beserta dengan origo dari

extensor digitorum brevis (EDB) pada tubercle anterior.

Selain dengan autograft, dapat juga digunakan allograft dari cadaver untuk kasus AVN

parsial. Keuntungan dari penggunaan graft jenis ini adalah kontur dan bentuk graft yang sesuai

dengan yang dibutuhkan, oleh karena itu, graft jenis ini dapat dipakai untuk menggantikan area

nekrotik yang luas. Graft ini sebaiknya diambil dari cadaver yang baru saja meninggal untuk

mendapatkan kartilago yang masih viabel. Setelah diambil dari donor, graft ini dapat disimpan

sampai dengan 28 hari sebelum dimasukkan ke resipien.

Setelah dilakukan operasi, pasien dipertahankan non-weightbearing selama minimal 8

minggu dengan latihan range of motion dimulai dari minggu ke-4 pasca operasi. Setelah 8

minggu, rehabilitasi dilanjutkan dengan partial-weightbearing dengan menggunakan splint PTB

sampai dengan 4 bulan, dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan AFO sampai dengan 1

tahun. Untuk evaluasi hasil operasi dapat dilakukan MRI 6 bulan pasca operasi.

7.2.3 Fusi dan Talektomi

Pada kasus AVN yang parah, dapat dilakukan eksisi talus dan fusi tibiocalcaneal. Namun

hal ini menjadi masalah karena akan terjadi pemendekan kaki pasca operasi. Untuk

menggantikan talus yang telah dieksisi, dapat digunakan allograft head femur yang bertindak

sebagai spacer. Kemudian dilakukan fusi tibiocalcaneal dengan menggunakan nail yang

dipasang secara retrograde.

Fusi tibiocalcaneal dengan spacer head femur untuk menggantikan talus memberikan

hasil fusi yang kurang memuaskan. Selain itu, akan terjadi pseudoarthrosis pada navicular dan

8
spacer. Kitoaka dan Patzer mengemukakan bahwa talus yang sudah nekrotik masih memiliki

kemampuan untuk terjadi fusi. Oleh karena itu, penggunaan teknik talektomi + spacer + fusi

tibiocalcaneal untuk AVN talus mulai ditinggalkan, dan digantikan dengan teknik fusi

tibiotalocalcaneal tanpa talektomi karena akan meningkatkan kemungkinan terjadi fusi, serta

mencegah terjadinya pseudoarthrosis pada sendi talonavicular.

Setelah operasi pasien dipertahankan non-weightbearing selama 6 minggu, dan kemudian

dilanjutkan partial-weightbearing selama 6 minggu berikutnya. 3 bulan pasca operasi, locking

screw proximal dapat dilepas agar dapat terjadi dinamisasi yang akan menginduksi terjadinya

fusi.

7.2.4 Total Ankle Replacement

Total ankle replacement (TAR) dikontraindikasikan pada kasus AVN talus karena dapat

terjadi pergeseran talus dan kegagalan implant. Namun kemudian dikembangkan teknik TAR

dengan komponen stem talus yang panjang sampai dengan calcaneus untuk mengatasi hal

tersebut. Meskipun demikian, stem talus yang panjang masih dalam tahap pengembangan dan

belum banyak tersedia di pasaran. Oleh karena itu, untuk penanganan AVN talus, fusi

tibiotalocalcaneal dengan nail yang dipasang retrograde masih merupakan teknik yang paling

populer digunakan di seluruh dunia.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Southerland, J.T, Boberg, J.S, Downey, M.S, et al. McGlamrys Comprehensive Textbook

of Foot And Ankle Surgery 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

2013

2. Canale, S.T., Beaty, J.H. Campbells Operative Orthopaedics 12th Edition. Elsevier.

Philadelphia. 2013

3. Royer, C., Brodsky, J.W.. Arthrodesis Techniques for Avascular Necrosis of the Talus.

Techniques in Foot and Ankle Surgery 1(1): 50-59. 2002

4. Metzger, M.J., Levin, J.S., Clancy, J.T. Talar Neck Fractures and Rates of Avascular

Necrosis. The Journal of Foot & Ankle Surgery 38(2);154-162. 1999

10

Anda mungkin juga menyukai