Anda di halaman 1dari 5

KERAJAAN SAMUDRA PASAI

1.1 Latar Belakang Munculnya Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan
kerajaan ini diperkirakan berdiri mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M[1] sebagai hasil dari
proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak
abad ke-7, ke-8, dan seterusnya. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan Samudra
Pasai merupakan gabungan dari kerajaan Pase dan Peurlak.
Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam.
Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya
tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh
agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut
sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi.
Ada sejumlah sumber tertulis yang menjelaskan tentang berdirinya Kerajaan Samudra Pasai,
diantaranya yaitu dua berasal dari Nusantara, beberapa dari Cina, satu dari Arab, satu dari Italia, dan
satu dari Portugis. Sumber Nusantara antara lain Hikayat Raja Pasai (HRP) dan Sejarah Melayu
(SM). Sumber Cina antara lain Ying-yai Sheng-lan dari Ma Huan, berita Arab dari Ibn Battutah,
kisah pelayaran Marko Polo dari Italia. Sedangkan sumber yang berasal dari Portugis ialah Suma
Oriental-nya Tome Pires.
Naskah HRP diduga berasal dari sekitar tahun 1383-90 (Hill, 1960: 41), atau sekurang-
kurangnya akhir abad ke-14 atau awal abad ke-15 (Jones, 1987: v). HRP dianggap sebagai karya
historiografi Melayu tradisional tertua, namun hingga saat ini naskah yang sampai hanya satu yaitu
yang dikenal sebagai naskah Raffles Malay no. 67 dan sekarang tersimpan di The Royal Asiatic
Siciaty, London. Naskah itu berasal dari Jawa pada tahun 1815 pada masa Raffles menjadi letnan
gubernur jenderal.
Berdasarkan isinya, HRP dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Mengenai pembukaan Negeri Samudra dan Pasai serta raja-raja yang pertama yang
telah memeluk agama Islam.
2. Cerita mengenai perkembangan keadaan di Pasai, yaitu raja Ahmad dari Pasai secara
langsung atau tidak membunuh anak-anaknya, hal yang akhirnya mengakibatkan serangan
angkatan laut Majapahit terhadap Pasai, yang dikalahkan dan kemudian takluk kepada
Majapahit.
3. Cerita kemenangan angkatan Majapahit di kepulauan Indonesia, dan cerita
percobaannya yang gagal untuk menaklukkan daerah Minangkabau. (Roolvink 1986: 19).
Dibandingkan dengan HRP, naskah SM yang sampai kepada kita ada beberapa buah naskah
aslinya diduga berasal dari awal abad ke-17, mengingat peristiwa terakhir yang dikisahkan dalam
SM terjadi sebelum tahun 1613 (Hsu Yun Tsiao, 1986: 41). Dalam SM, kisah mengenai Pasai (dan
Samudra) terdapat dalam cerita yang ketujuh, kedelapan, dan kesembilan (Teeuw dan Situmorang,
1952). Pada umumnya para pakar berpendapat bahwa SM dalam beberapa bagian mendasarkan
uraiannya kepada HRP (de Jong, 1986: 60).
Sedangkan dalam berita Cina, memang tidak ada berita yang secara langsung menyebut
Pasai, walaupun yang menyinggung kata samudra dan beberapa daerah lain di Sumatra bagian utara
agak banyak ditemukan, namun mengingat pada masa para ahli tarikh atau musafir Cina itu hidup
sezaman dengan masa berkembangnya Kerajaan (Samudra) Pasai, tidaklah terlalu dapat disalahkan
jika para peneliti cenderung menyesuaikan berita itu dengan Pasai (Groeneveldt, 1960: 144). Seperti
umumnya berita Cina, uraian tentang Pasai itu terutama berkenaan dengan berbagai keadaan alam
dan keanehan adat atau tata kehidupan masyarakat yang berbeda dengan tata kehidupan masyarakat
Cina.
Seorang tokoh Portugis bernama Tome Pires pernah singgah di beberapa daerah di
Nusantara pada tahun 1512-1515. Ia mencatat apa yang dilihat, didengar, dan diketahuinya
mengenai daerah yang disinggahinya itu. Ia mancatat bahwa pada saat itu Pasai masih berdiri.
Laporannya tentang Pasai dan bandar-bandar di Sumatra Utara cukup memberikan gambaran
menganai daerah itu, yaitu meliputi hal-hal yang berhubungan dengan penduduk, kota,
perdagangan, uang, dan bahkan pajak yang terdapat di Pasai.
Berita Marko Polo pada tahun 1292 dan Ibn Battutah pada tahun 1346 juga tidak secara
langsung berkenaan dengan Pasai. Hanya saja pada saat itu mereka melakukan pelayaran pada masa
Pasai berdiri.
Bukti yang paling populer dan paling mendukung berdirinya kerajaan Samudra Pasai adalah
adanya nisan kubur yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui
bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 969 H, yang diperkirakan
bertepatan dengan tahun 1297 M[2].
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudra Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan
suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di
kawasan Sumatra dan sekitarnya.

1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai


1.2.1 Komposisi dan Struktur Masyarakat Pasai
Dalam HRP, komposisi masyarakat yang disebutkan terdiri atas raja, orang besar-besar,
sultan, perdana menteri, nata, menteri bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih,
tumenggung, demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang, pahlawan,
panglima, pendekat, senapati, hamba sahaya, rakyat, orang tuha-tuha, gundik, dayang-dayang, binti
perwara, fakir, miskin, inangda pengasuh, orang berbuat bubu, juara bermain hayam, orang menjala
ikan, orang benjaga, orang berlayar, orang pekan, seorang tuha dalam surau, nahkoda, ahlul nujum,
yogi, guru, dan pendeta.
Sedangkan dalam SM, komposisi masyarakat terdiri dari raja, tuanya menteri, sultan, orang
besar-besar, mangkubumi (di negeri), pegawai, bentara, hulubalang, gahara, gundik, fakir, miskin
rakyat, dayang-dayang, hamba, orang menahan lukah, orang berburu, dan nahkoda.

1.2.2 Silsilah Raja Samudra Pasai

Antara tahun 1290 dan 1520 kesultanan Pasai tidak hanya menjadi kota dagang terpenting di
selat Malaka, tetapi juga pusat perkembangan Islam dan bahasa sastra Melayu. Selain berdagang,
para pedagang Gujarat, Persia, dan arab menyebarkan agama Islam. Sebagaimana disebutkan dalam
tradisi lisan dan Hikayat Raja-raja Pasai, raja pertama kerajaan Samudra Pasai sekaligus raja
pertama yang memeluk Islam adalah Malik Al-Saleh yang sekaligus juga merupakan pendiri
kerajaan tersebut. Hal itu dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu,
dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan para sarjana Barat terutama Belanda
seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J.
Cowan, dan lain-lain.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja
adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail,
seorang utusan syarif Makkah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan itu
didapatkan di Gampong Samudra bekas kerajaan Samudra Pasai tersebut[3].
Merah Selu adalah putra Merah Gajah. Nama Merah Gajah merupakan gelar bangsawan
yang lazim di Sumatra Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya juga
berasal dari sanskrit Chula. Kepemimpinannya yang menonjol membuat dirinya ditempatkan
sebagai raja.
Dari hikayat itu pula, dijelaskan bahwa tempat pertama yang dijadikan sebagai pusat
kerajaan Samudra Pasai adalah Muara Sungai Peusangan yaitu sebuah sungai yang cukup panjang
dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu serta kapal-kapal
mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Di muara sungai itu ada dua kota yang
letaknya berseberangan yaitu Pasai dan Samudra. Kota Samudra terletak agak lebih ke pedalaman,
sedangkan Pasai terletek lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah banyak ditemukan makam-
makam para raja.
Dalam berita Cina dan pendapat Ibn Batutah yang merupakan pengembara terkenal asal
Marokko, dari Delhi mengatakan bahwa pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) ia
melakukan perjalanan ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-Zahir,
putra Sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil
Sa-mu-ta-la (Samudra) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama
muslim yaitu Husein dan Sulaiman. Ibnu Batutah juga menyatakan bahwa Islam sudah hampir satu
abad lamanya disiarkan di sana. Ia juga meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati, dan semangat
keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, yaitu mengikuti mahzab Syafii. Dalam bertinya juga
dijelaskan bahwa kerajaan Samudra Pasai pada saat itu merupakan pusat studi agama Islam dan
tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah
keagamaan dan keduniaan.
Dari uang dirham yang ditemukan di kerajaan ini, dapat diketahui nama-nama raja beserta
urutannya, karena dalam mata uang-mata uang yang ditemukan itu terdapat nama-nama raja yang
pernah memerintah kerajaan ini[4]. Adapun urutannya adalah sebagai berikut:
No. Nama Raja Tahun Pemerintahan
1. Sultan Malik Al-Saleh Sampai tahun 1207 M
2. Muhammad Malik Al-Zahir 1297-1326 M
3. Mahmud Malik Al-Zahir 1326-1345 M
4. Manshur Malik Al-Zahir 1345-1346 M
5. Ahmad Malik Al-Zahir 1346-1383 M
6. Zain Al-Abidin Malik AL-Zahir 1383-1405 M
7. Nahrasiyah 1402-? M
8. Abu Zaid Malik Al-Zahir ?-1455 M
9. Mahmud Malik Al-Zahir 1455-1477 M
10. Zain Al-Abidin 1477-1500 M
11. Abdullah Malik Al-Zahir 1501-1513 M
12. Zain Al-Abidin 1513-1524 M

Pada abad ke 14 wilayah Kesultanan Samudera Pasai menuai masa kejayaan. Kejayaan itu
di buktikan dengan kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada masa
Sultan Malik Al Zahir (1297-1326) pada abad ke 13. Bisa disebutkan mata uang Samudera Pasai
adalah mata uang emas pertama yang dikeluarkan nusantara oleh kerajaan islam dengan oranamen
islam (tulisan arab) yang tertulis dalam sisi atas dan sisi bawah, karena pada masa itu kerajaan
nusantara lain baru mengeluarkan mata uang dari perak. Ada yang menyebutkan bahwa mata uang
ini sangat halus pengerjaanya dibandingkan mata uang logam perak di Jawa.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Kerajaan ini ditaklukkan oleh
Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh
yaitu Ali Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan
Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

1.2.3 Perekonomian Kerajaan Samudra Pasai


Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris.
Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan serta
pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh
penghasilan dan pajak yang besar. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan internasional pertama
untuk mengekspor sutera dan lada. Hubungan dagang antara Pasai dan Jawa berkembang pesat. Para
pedagang Jawa membawa beras ke Pasai, dan sebaliknya dari kota pelabuhan ini mereka
mengangkut lada ke Jawa. Di Samudra Pasai, para pedagang Jawa mendapat hak istimewa,
dibebaskan dari bea dan cukai.
Dalam catatan Tome Pirse di Pasai ada mata uang dirham. Diceritakan juga bahwa setiap kapal yang
membawa barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Dalam catatannya juga disebutkan bahwa
Pasai mengekspor lebih kurang 8.000-10.000 bahan lada per tahun, atau 15.000 bahar bila panen
besar. Selain lada, Pasai juga mengekspor sutera,
Cara pembuatan sutera diajarkan orang Cina kepada penduduk Pasai. Pada saat itu, jika
ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonominya Samudra Pasai memang merupakan suatu daerah
yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang ada di kepulauan Indonesia,
India, Cina, dan Arab. Hal itu menyebabkan Samudra Pasai menjadi pusat perdagangan yang sangat
penting. Adanya mata uang pada saat itu membuktikan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan
yang makmur.
Samudra Pasai sebagai pelabuhan dagang yang maju, mengeluarkan mata uang dirham
berupa uang logam emas. Saat hubungan dagang antara Pasai dan Malaka berkembang setelah tahun
1400, pedagang Pasai menggunakan kesempatan mengenalkan dirham ke Malaka. Raja pertama
Malaka, Prameswara, menjalin persekutuan dengan Pasai tahun 1414 memeluk Islam dan menikah
dengan putri Pasai. Uang emas dicetak di awal pemerintahan Sultan Muhammad (1297-1326) dan
pengeluaran uang emas harus mengikuti aturan sebagai berikut. Seluruh Sultan Samudra Pasai perlu
menuliskan frasa al-sultan al-adil pada dirham mereka.
Mata uang dirham[5] dari Samudra Pasai itu pernah diteliti oleh H.K.J Cowan untuk
menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama-nama
Sultan, diantaranya yaitu Sulatan Alauddin, Sultan Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan
Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham, diantaranya bertuliskan nama
Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah yang semuanya merupakan
raja-raja Samudra Pasai pada abad ke-14 M dan 15 M.

1.3 Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai


Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan kekuasaan perdagangan atas Selat
Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini dihisab
kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam internasionalnya diteruskan
dan dikembangkan di Aceh.
Hancur dan hilangnya peranan Kerajaan Pasai dalam jaringan antarbangsa ketika suatu pusat
kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan
ini muncul pada abad 16 Masehi. Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah
kala itu menaklukkan Kerajaan Pasai sehingga wilayah Pasai dimasukkan ke dalam wilayah
kekuasaan Kerajaan Islam Darussalam. Kerajaan Islam Samudera Pasai akhirnya dipindahkan ke
Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di
luar Pasai, tetapi lebih dititikberatkan dalam kesatuan zona Selat Malaka. Walaupun Kerajan Islam
Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, peninggalan dari kerajaan kecil tersebut
masih banyak dijumpai sampai saat ini di Aceh bagian utara.
Pada tahun 1524 M setelah Kerajaan Aceh Menakhlukan Kesultanan Samudera Pasai tradisi
mencetak deurham menyebar keseluruh wilayah Sumatera, bahkan semenanjung Malaka. Derham
tetap berlaku sampai bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada tahun 1942.

KESIMPULAN

3.1 Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan
kerajaan ini diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M. Kerajaan ini terletak di pesisir
Timur Laut Aceh. Ada sejumlah sumber tertulis yang menjelaskan tentang berdirinya Kerajaan
Samudra Pasai, diantaranya yaitu dua berasal dari Nusantara, beberapa dari Cina, satu dari Arab,
satu dari Italia, dan satu dari Portugis. Sumber Nusantara antara lain Hikayat Raja Pasai (HRP) dan
Sejarah Melayu (SM). Sumber Cina antara lain Ying-yai Sheng-lan dari Ma Huan, berita Arab dari
Ibn Battutah, kisah pelayaran Marko Polo dari Italia. Sedangkan sumber yang berasal dari Portugis
ialah Suma Oriental-nya Tome Pires.
Bukti yang paling populer dan paling mendukung berdirinya kerajaan Samudra Pasai adalah
adanya nisan kubur yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui
bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 969 H, yang diperkirakan
bertepatan dengan tahun 1297 M.
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudra Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan
suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di
kawasan Sumatra dan sekitarnya.
Komposisi masyarakat yang disebutkan terdiri atas raja, orang besar-besar, sultan, perdana
menteri, nata, menteri bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih, tumenggung,
demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang, pahlawan, panglima,
pendekat, senapati, hamba sahaya, rakyat, orang tuha-tuha, gundik, dayang-dayang, binti perwara,
fakir, miskin, inangda pengasuh, orang berbuat bubu, juara bermain hayam, orang menjala ikan,
orang benjaga, orang berlayar, orang pekan, seorang tuha dalam surau, nahkoda, ahlul nujum, yogi,
guru, dan pendeta.
Raja pertama kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al-Saleh yang sekaligus sebagai
pendiri kerajaan ini. Selain itu Sultan Malik Al-Saleh merupakan raja pertama yang masuk Islam. Di
dunia perdagangan Samudra Pasai merupakan pusat perdagangan, yang mengekspor lada, sutera,
kamper, dan emas.
Kerajaan ini mencapai masa kejayaan pada abad ke-14. Kejayaan itu di buktikan dengan
kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada masa Sultan Malik Al
Dhahir (1297-1326) pada abad ke 13. Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan
kekuasaan perdagangan atas Selat Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20.
Akhirnya kerajaan ini dihisab kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban
Islam internasionalnya diteruskan dan dikembangkan di Aceh.

Anda mungkin juga menyukai