Panduan Praktik Klinis Ugd
Panduan Praktik Klinis Ugd
1
immunocompromised. Antibiotika yang dapat
diberikan adalah golongan
trimetroprim/sulfametokzasol, tetrasiklin atau
eritromicin.
C. Obat-obat anti diare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. A)
yang paling efektif adalah derivate opiad misal
loperamid. Obat antimotilitas penggunaannya
harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
bila tanpa disertai anti mikroba karena dapat
memperlama proses penyembuhan. B). obat yang
mengeraskan tinja: ataplugit 4x2 tablet/hari.
D. Pemberian tablet seng selama 10-14 hari dengan
dosis 10mg pada usia <6 bulan dan 20 mg bila> 6
bulan.
E. Pemberian probiotik sebagai terapi supportif, lacto-
B.
F. Bila terdapat tanda-tanda dehidrasi berat, lakukan
resusitasi cairan dan stabili pasien lalu segera
rujuk pasien untuk penanganan lebih lanjut.
9. Edukasi 1. Monitoring tanda-tanda dehidrasi pada pasien di
rumah.
2. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam
Ad Sanationam : dubio ad bonam
Ad fungsionam : dubio ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
2
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
6
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
12
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
SYOK ANAFILAKTIK (ICD 10: T78.2)
1. Pengertian (definisi) Syok yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas
I,segera atau sampai 30 menit setelah terjadi kontak
dengan allergen
2. Anamnesis 1. Riwayat alergi obat,makanan,dan lainnya.
2. Riwayat pemakaian obat-obatan terutama injeksi.
3. Terdapat gejala umum: lesu,lemah,rasa tak enak di
dada dan perut,rasa gatal di hidung dan palatum,
Pernafasan:hidung:hidung
gatal,bersin,tersumbat,laring :rasa tercekik,suara
serak,bronkus :batuk, sesak, kardio :pingsan
,gastrointestinal
:mual,muntah,diare,mata;gatal,SSP: gelisah,kejang
4. Pemeriksaan Fisik 1. Tingkat kesadaran
2. Vital sign:TD:hipotensi,N:Takikardi,RR:Nafas
cepat
3. Laring:stridor,edema,spasme,Lidah :Edema,
4. Bronkus:Mengi,spasme,
5. kardio:takikardi,hipotensi,aritmia,
6. Gastrointestinal :peristaltik meninggi,
7. Kulit: Urtikaria,angioedema
dibibir,muka,ekstremitas
8. Mata:lakrimasi, SS
5. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis
2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Kerja Syok Anafilaktik
7. Diagnosis Banding 1. Reaksi Vasovagal
2. Infark Miokard
3.Reaksi Hipoglikemik
4.Asma Bronkiale
5. Rhinitis Alergika
8. PemeriksaanPenunjang 1.AGD (Analisis Gas Darah)
2.Tes Gula Darah
3.Tes Fungsi Ginjal
4.EKG
5. Rontgen thorax
9. Terapi 1. Menghentikan allergen yang dicurigai segera
2. Menempatkan penderita pada posisi syok
(kedua tungkai diangkat ke atas
3. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian
oksigen 100%
4. Memperbaiki volume darah,pasang
infuse,gunakan cairan kristaloid (Nacl
13
0.9%,RL),Koloid (HES,Albumin)
5. Memberikan epinefrin 0.25 mg SC setiap 15
menit sesuai beratnya gejala,penderita
mengalami presyok atau syok dapat diberikan
dosis 0.3-0.5 mg pada dewasa (pengencer
1:1000),dapat diulang setiap 15 menit hingga
tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg
6. Terapi sekunder
- antihistamin :difenhidramin 1-2 mg/kgbb
- aminofilin loading dose 7-9 mg/kgbb
diberikan dalam 20-30 menit
7. Edukasi 1. Catat obat penderita yang menyebabkan alergi
2.Menghindari obat yang menyebabkan syok
anafilaktik
8. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
9. Tingkat Evidens IV
10. Tingkat Rekomendasi A/B/C
11. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
Kolesistitis akut
Pankreasitis akut
Perforasi tukak peptik
Hepatitis akut
Abses hati
Kongestif hepatomegali akut
Pneumonia dengan reaksi pleura
Kiri Atas:
Perforasi lambung
Pankreasitis akut
Perforasi kolon
Pneumonia dengan reaksi pleura
Infark Miokard
15
Pielonefritis akut
Peri Umbilikal:
Obstruksi
Apendiksitis
Pankreasitis akut
Hernia strangulasi
Divertikulitis
Kanan Bawah:
Apendiksitis
Adneksitis
Endometriosis
KET (kehamilan ektopik terganggu
Divertikulitis
Perforasi caecum
Batu ureter
Hernia
Abses psoas
Kiri Bawah:
Divertikulitis
Adneksitis / Endometriosis
Perforasi kolon / sigmoid
Batu ureter
Hernia
Abses psoas
6. Diagnosis Banding -
18
6. Indikator Medis - Korpus alienum terangkat.
- Keadaan mata membaik.
7. Kepustakaan 1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet.
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke
VI 1993
21
2. Anamnesis
Proses terjadinya trauma
Benda apa yang mengenai mata tersebut
Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan,
samping atas, samping bawah, atau dari arah
lain)
Bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata
Berapa besar benda yang mengenai mata
Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp di dapatka pada konjungtiva terdapat adanya
kemerahan yang tidak hilang dengan penekanan.
3. Pemeriksaan TIO.
6. Diagnosis Banding -
23
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.
6. Diagnosis Banding -
24
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
EROSI KORNEA TRAUMATIK (ICD 10: HS05.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea dengan adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
Nyeri pada mata.
Riwayat trauma pada mata.
Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
25
Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.
6. Diagnosis Banding -
26
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
CIDERA KEPALA (ICD 10: S09.0)
1. Pengertian (definisi) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala
2. Anamnesis
Mekanisme kejadian?
Riwayat tidak sadar setelah kejadian?
Riwayat mual/muntah?
Riwayat pengaruh alcohol?
27
Riwayat penyakit terdahulu.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Nilai tanda-tanda vital ( Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, Suhu axilla).
2. Nilai kesadaran pasien.
3. Inspeksi visual dan palpasi kepala: tanda-tanda
trauma, jejas, hematoma, vulnus pada kepala atau
region maksilofasial.
4. Inspeksi tanda-tanda fraktur basis kranii:
- Racoons eyes: periorbital ecchymosis.
- Battles sign: postauricular ecchymosis.
- CSF rhinorrhea/otorrhea.
- Hemotympanum atau laserasi kanalis
auditus eksternus.
5. Tanda-tanda lateralisasi (pupil anisokor,
hemiparesa).
4. Kriteria Diagnosis 1. Cidera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15)
2. Cidera kepala sedang (CKS dengan GCS 9-12)
3. Cidera kepala berat (CKB dengan GCS 8)
5. Diagnosis Kerja Cidera kepala.
B (Breathing):
Perhatikan suara nafas, apakah terdapat suara
nafas tambahan atau tidak, gerak dada baik
(dinilai apakah perlu nafas buatan?)
Masker oksigen/nasal
C (Circulation):
Perhatikan Perfusi, Nadi, Tensi
Bila terdapat tanda-tanda Shock -> RL dan cari
sumber perdarahan. (Ingat luka di kepala
hampir tidak pernah menyebabkan shock).
Tensi < 90 nadi < 90 -> kemungkinn spinal
shock! Batasi cairan
28
Hentikan perdarahan dari luka terbuka
D (Disability):
Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
E (Exposure):
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher)
SECONDARY SURVEY
Anamnesa:
Kejadian?
Sadar sesudah kejadian?
Mabuk?
Penyakit lain: epilepsi, DM, kelainan mata,
darah, riwayat jatuh?
Pemeriksaan:
GCS
Pupil
Motorik (parese/plegi)
Sensorik / rangsang nyeri
Periksa teliti: wajah, kepala, leher, tulang
punggung
2. Observasi di RS selama 1-2 jam.
3. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Orientasi baik
2. Tidak ada gangguan fokal neurologis
3. Tidak ada muntah/sakit kepala.
4. Tidak ada tanda-tanda fraktur basis crania
(otore, rinore, ekimosis periorbita)
5. Ada yg mengawasi di rmh
6. Tmpt tgl dlm kota
Pasien dipulangkan dengan KIE.
4. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Gangguan kesadaran (GCS<15)
2. Gagguan fokal neurologis (+) [hemiparese,
anisokor, kejang]
3. Nyeri kepala/muntah-muntah yg menetap
4. Terdapat tanda-tanda fraktur tulang
kepala/basis crania.
5. Luka tusuk/luka tembak (corpus alienum)
6. Tidak ada yg mengawasi d rmh
7. Tinggal d luar kota
8. Ada mabuk/epilepsi
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala.
29
5. Bila terdapat indikasi sebagai berikut:
Indikasi x-foto kepala:
1. Jejas > 5 cm (hematom/vulnus)
2. Luka tusuk/clurit/tembak (Corpus alienum)
3. Fraktur terbuka
4. Deformitas kepala
5. Nyeri kepala menetap
6. Gangguan fokal nurologis
7. Gangguan kesadaran
Indikasi ct-scan kepala:
1. Luka tusuk/tembak (corpus alienum)
2. Nyeri kepala menetap/muntah menetap
3. Kejang-kejang
4. Penurunan GCS > 1 poin
5. Lateralisasi (anisokor+hemiparese)
6. GCS < 15 & slm terapi konservatif tidak
membaik
7. Bradikardi yang menyertai salah satu gejala
di atas
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala
30
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN (ICD 10:S39.9)
1. Pengertian (definisi) Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa)
atau berongga (lambung, usus halus, usus besar,
pembuluh pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen.
2. Anamnesis Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat
seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda
tumpul
31
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata 6.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang
harus ditanyakan dalam anamnesis pasien:
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation6
3. Pemeriksaan Fisik Inspeksi
Perhatikan abdomen pasien untuk melihat
adanya tanda-tanda luka luar, seperti abrasi
dan atau ekimosis.
Perhatikan pola luka yang ada untuk
menduga adanya trauma intra abdominal.(
lap belt abrasions, steering wheelshaped
contusions).
Observasi pernapasan pasien, karena
pernapasan abdominal mengindikasikan
adanya trauma pada sistem spinal.
Perhatikan juga adanya tanda-tanda distensi
dan perubahan warna pada daerah abdomen.
Cullen sign (periumbilical ecchymosis)
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal,
namun biasanya tanda ini tidak langsung
positif. Jika ditemukan memar dan bengkak
pada daerah panggul kita harus curiga kearah
trauma retroperitoneal.
Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk
melihat adanya luka, perdarahan, dan
hematom pada jaringan ikat longgar6.
Auskultasi
Bising usus bisa normal, menurun, atau
hilang.
Abdominal bruit menandakan adanya
penyakit sistem vaskuler yang mendasari
atau adanya traumatic arteriovenous fistula.
Bradikardia mengindikasikan adanya cairan
bebas intraperitoneal pada pasien dengan
trauma abdomen6.
Palpasi
Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan
hati-hati sambil melihat respon dari pasien.
Perhatikan adanya massa abnormal,
tenderness , dan deformitas.
Konsistensi yang padat dan pucat dapat
menunjukkan adanya perdarahan
intraabdominal.
Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga
thoraks bagian bawah mengindikasikan
32
kemungkinan adanya cedera lien atau hepar
yang berhubungan dengan cedera costa
bawah.
Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya
luka pada traktus urinarius bagian bawah,
seperti juga pada pelvic dan hematom
retroperitoneal. fraktur terbuka pelvis juga
mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius bagian bawah cedera serta
hematom panggul dan retroperitoneal. Fraktur
pelvis terbuka juga berhubungan dengan
angka mortalitas yang melebihi 50 %.
Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis
vagina untuk mengidentifikasi kemungkinan
perdarahan atau cedera.
Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan
abdomen untuk mengevaluasi kemungkinan
terjadinya cedera saraf tulang belakang.
Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai
dengan akurat dari abdomen melalui
berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.
Distensi abdomen dapat merupakan akibat
dari dilatasi sekunder gaster yang
berhubungan dengan ventilasi atau menelan
udara
Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera
memberi kesan adanya kebocoran isi usus.
Peritonitis karena perdarahan intraabdominal
dapat berkembang setelah beberapa jam6.
Perkusi
Perkusi regio thoraks bagian bawah bisa
normal, redup, atau timpani.
Pekak hati bisa positif maupun negatip.
Nyeri ketok dinding abdomen.
Tes undulasi atau shifting dullness bisa
positip maupun negatip6.
6. Diagnosis Banding -
1. Tirah baring
9. Edukasi 2. Tidak menyentuh, menggosok, menekan mata
karena bisa terjadi infeksi
3. Jangan oleskan obat / salep mata
4. Hindari penggunaan obat Aspirin, Ibuprofen,
NSAID karena dapat mengencerkan darah.
5. Kompres dingin untuk mengurangi sakit /
pembengkakan.
10. Prognosis Dubius Ad Bonam
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di
m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks
8. Indeks Alvarado
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
42
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Interpretasi:
1. Skor >8 : Kemungkinan besar menderita
apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil
tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih
lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi
dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk
terjadinya apendisitis. Pasien ini sebaiknya
dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto
polos abdomen ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini
menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat
dipulangkan dengan catatan tetap dilakukan
follow up pada pasien ini.
44
umtuk menegakkan diagnosa dan faktor penyebabnya
5. Diagnosis Kerja Sindroma Stevens-Johnson
6. Diagnosis Banding Nekrolisis Epidermal Toksik
7. Pemeriksaan 1. Darah rutin : Bila leukositosis penyebabnya kemungkinan
Penunjang infeksi, bila eosinofilia kemungkinan karena alergi
2. Pemeriksaan imunogik : IgG dan IgM dapat meninggi
3. Biopsi kulit : untuk pemeriksaan histopatologis dengan
gambaran eritema multiforme yang bervariasi
4. Pemeriksaan elektolit, glukosa, dan bikarbonate untuk
menentukan tingkat keparahan dan level dehidrasi
8. Terapi Non Medikamentosa :
1. Pasien diminta menghentikan obat yang dicurigai
2. Berikan kartu alergi bila pasien sembuh dari gejala
yang diderita
3. Berikan daftar jenis obat yang harus dihindari pasien
Medikamentosa :
1. Hentikan obat
2. Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh
cukup diobati dengan prednison 30-40 mg perhari
3. Atasi keadaan umum, terutama pada yang berat untuk
life saving pada penekanan airway, breathing dan
sirkulasi. Penderita harus dirawat inapkan untuk life
saving, pencegahan infeksi, dan pengaturan
keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi
4. Penatalaksanaan multidisiplin terutama bila dicurigai
terdapat kelainan sistemik dan komplikasi dan bila
terdapat gambaran seperti luka bakar yang menyeluruh
perlu untuk dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
burn center
9. Edukasi 1. Memberitahukan pada pasien tentang obat-obatan
yang dapat membuat alergi pada diri pasien.
2. Kontrol kembali bila keluhan semakin memberat atau
kontrol luka bila sudah dipulangkan dalam keadaan
baik.
3. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
48
Respirasi > 20 kali/menit atau PaCO2<32mmHg.
Leukosit >12.000/l atau >10% bentuk sel muda
(band form).
3. Gejala dan tanda menetap walaupiun telah dilakukan
terapi cairan yang adekuat.
6. Diagnosis Kerja Syok septik.
7. Diagnosis Banding 1. Syok hypovolemik
2. Syok neurogenik.
3. Syok kardiogenik.
8. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Penunjang
9. Terapi A. Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat
bicara dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
c. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar
(14-16G)
Beri infus cairan.
B. Secondary survey.
d. Disability
Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
e. Exposure
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher).
C. Bila kondisi pasien telah stabil, persiapkan pasien untuk
di rujuk ke RS yang memiliki fasilitas untuk menangani
kasus syok septik (pemeriksaan penunjang maupun
manajemen pasien selanjutnya).
10. Edukasi Informasikan kepada keluarga pasien bahwa keadaan syok
septik merupakan keadaan yang emergency dan harus
segera di rujuk ke pusat pelayanan yang lebih memadai.
11. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
12. Tingkat Evidens IV
13. Tingkat C
Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
49
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
50
2. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan-5 tahun.
3. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.
4. Kejang disertai demam pada bayi berumur < 1 bulan
tidak termasuk kejang demam.
5. Diagnosis Kerja Kejang demam.
6. Diagnosis Banding 1. Epilepsy.
2. Status konvulsi.
3. Meningitis.
3. Gangguan elektrolit (Hipernatremi, Hipokalsemi,
Hipoglikemi)
53
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
BENDA ASING PADA JALAN NAFAS (ICD 10: T17.8 )
1. Pengertian Adanya benda atau benda asing di saluran jalan nafas
(definisi) (laring,trakea,bronkus)
Gelisah
Sesak
stridor inspirasi
Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial,
supra steroal biru (sianosis)
Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang
bronkus:
- Gerak nafas satu sisi berkurang
- Suara nafas satu sisi berkurang
- Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut di
atas tidak ada.
2.Laringitis akut.
3.Trakeitis
4.Bronkitis
5.Pneumoni
7. Pemeriksaan 1. X-foto toraks, hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu,
Penunjang karena bila masih baru dan bendanya non radio opaqe,
sering tidak tampak kelainan.
55
/menit
14. Indikator Medis 1. Benda Asing dari saluran nafas dapat dikeluarkan
15. Kepustakaan 1. Tamin S. Benda asing saluran napas dan cerna. Satelit
simposium penanganan mutakhir kasus telinga hidung
56
tenggorok.
61