Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap
saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana
alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada
pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk
menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan penderita.
Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Pertolongan ini harus
diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justru dapat berakibat kematian atau cacat
tubuh.Pertolongan selanjutnya diberikan setelah penderita tiba di rumah sakit, dilakukan oleh dokter
umum atau dokter spesialis yang mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan pada kasus tersebut.
Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat
daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak
menimbulkan kecacatan sampai kematian.

MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT

Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan
tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Toxic Epidermal Nekrolisis
2. Steven Johnson Syndrome
3. Erythema Multiforme
4. Erythroderma
5. Angioedema
6. Reversal reaction
7. Erythema Nodosum Leprosum
8. Pemfigus Vulgaris
9. Purpura-Vaskulitis
10. Staphylococcus Scaled Skin Syndrome
ERITEMA MULTIFORME

DEFINISI
Eritema multiforme merupakan reaksi pembuluh darah pada dermis dengan perubahan sekunder
pada epidermis yang manifestasi klinisnya berupa gambaran kkhas berbentuk popular eritematus
berbentuk iris dan lesi vesikobulosa dengan predileksi pada ekstrimitas (terutama telapak tangan
dan telapak kaki) dan membran mukosa.

SINONIM
Herpes iris, dermatostomatitis, eritema eksudativum multiforme

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Onset 50% pada usia 20 tahun

ETIOLOGI
Penyebab eritema multiforme adalah reaksi kulit terhadap berbagai macam stimulus
antigen, diantaranya obat-obatan seperti sulfonamide, fenitoin, barbiturate, fenilbutazon,
penisilin dan alopurinol. Selain itu, peradangan oleh bakteri dan virus tertentu juga bisa menjadi
pencetus reaksi, misalnya setelah infeksi herpes simplex dan mycoplasma. Rangsangan fisik
misalnya sinar matahari dan hawa dingin, faktor endokrin seperti kehamilan dan menstruasi, dan
penyakit keganasan juga bisa menimbulkan reaksi. Namun, Lebih dari 50% etiologi penyakit ini
adalah idiopatik.
Pada anak-anak dan dewasa muda, erupsi biasanya disebabkan oleh infeksi, sedangkan
pada orang dewasa, erupasi disebabkan oleh obat-obatan dan keganasan.
GEJALA KLINIS
Lesi Kulit
Lesi kulit dapat berkembnag sampai lebih dari 10 hari. Macula terjadi dalam 48 jam
pertama, yang kemudian diikuti oleh pembentukan papula (1 2 cm) dengan vesikel atau bula di
tengahnya, sehingga membentuk gambaran lesi target/iris.
Predileksi di tangan bagian dorsal, telapak tangan dan telapak kaki, lengan bawah, kaki,
wajah, siku, lutut, panis (50%) dan vulva. Lesi bisa terlokalisasi atau generalisasi, bilateral dan
sering simetris.
Membran mukosa
Berupa erosi dengan pembentukan membran fibrin, kadang-kadang disertai ulkus.
Predileksi di konjungtiva, nasal, bibis, orofaring, vulva dan anus.
Organ lain
Sering terjadi pada mata, berupa ulserasi kornea dan uveitis anterior.

Gejala klinis berupa spectrum yang bervariasi dari erupsi lokal kulit dan mukosa sampai
bentuk berat berupa kelainan multisistem yang dapat menyebabkan kematian. Perjalanan
penyakit dibagi menjadi tiga, yaitu bentuk ringan (EM Minor), bentuk berat (EM Major).
EM Minor mengenai kulit dengan sedikit atau tidak ada lesi pada membran mukosa. Lesi
berupa eritema dan vesikel yang membentuk gambaran lesi target/iris, tanpa bula dan gejala
sistemik. Lokasi pada ekstrimitas dan wajah. EM minor berulang biasanya disebabkan adanya
infeksi herpes simpleks beberapa hari sebelumnya.
EM Major biasanya terjadi akibat reaksi alergi terhadap obat. Lesi kulit berat, luas
dengan kecenderungan menjadi konfluens dan membentuk bula, serta didapatkan Nikolsky Sign
Positif pada lesi eritema. Keterlibatan membran mukosa selalu terjadi, terutama pada
konjungtiva (keratitis dan ulserasi), faring, laring, trachea, dan vulva. Gejala sistemik berupa
demam, chellitis dan stomatitis yang mengganggu makan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat terlihat reaksi inflamasi berupa infiltrasi
mononuclear sel di daerah perivascular, edema epidermis atas, apoptosis keratinosit dengan
nekrosis fokal epidermal dan pembentukan bula subepidermal. Pada kasus berat bisa terjadi
nekrosis total epidermis seperti pada nekrolisis epidermal toksik.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis berdasarkan penemuan klinis berupa lesi target yang bilateral dan simetris.
Diagnosis banding yaitu alergi obat, psoriasis, sifilis sekunder, urtikaria, sindrom Sweet general.
Keterlibatan mukosa dapat menyerupai penyakit bulosa, fixed drugs eruption, akut lupus
eritematus, primary herpetic gingivostomatitis.

MANAJEMEN
Pencegahan
Control herpes simpleks dengan menggunakan valacyclovir atau penciclovir oral dapat
mencegah perkembangan rekuren EM minor.
Glukokortikoid
Pada kasus-kasus berat diberikan glukokortikoid sistemik berupa prednisone 50 80
mg/d, devided dose, tetapi efektivitas nya belum dibuktikan pada penelitian.
STEVENS-JOHNSON SYNDROME
DAN TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS (SJS-TEN)

DEFINISI
SJS-TEN merupakan kumpulan reaksi mukokutaneus akut yang desebabkan oleh obat-
obatan dan kadang-kadang infeksi. Keduanya ditandai dengan perluasan lesi yang cepat, macula
yang berbentuk irregular (atypical target lesion), dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (oral,
konjunctival dan anogenital).

INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


SJS-TEN terjadi di seluruh dunia dan wanita terkena lebih banyak daripada pria. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan anak-anak. Keterlibatan HLA-A29, HLA-B12
dan DR-7 telah dibuktikan.

ETIOLOGI
Etiologi SJS-TEN adalah multifaktorial dengan obat-obatan merupakan penyebab utama
(80-90% pada TEN dan lebih dari 50% pada SJS), dan hanya sedikit kasus yang disebabkan oleh
infeksi (yang paling sering adalah Mycoplasma pneumonia). Selain itu, SJS-TEN dapat terjadi
pada penerima vaksinasi dan graf-versus-host-disease, terutama pada penerima sumsum tulang
alogenik. Kurang dari 5% kasus tidak diketahui penyebabnya atau disebut juga SJS-TEN
idiopatik.
Faktor fisikal seperti cahaya ultraviolet dan sinar X dapat memperburuk SJS-TEN yang
disebabkan oleh obat, dengan lesi yang lebih parah pada kulit yang terpapar sinar tersebut.
Hormone, toksin dan allergen baik yang disebarkan melalui udara maupun kontak, dan jamu-
jamuan juga dapat menjadi pemicu timbulnya SJS-TEN.

PATOGENESIS
Pathogenesis SJS-TEN belum jelas diketahui. Sering dihubungkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks solubel dari
antigen atau metabolitnya dengan antibody IgM dan IgG, serta hipersensitivitas tipe IV yang
merupakan reaksi yang dimediasi oleh limfosit T spesifik.
Obat-obatan yang sering menjadi penyebab: Sulfadoxine, Sulfadiazine, Sulfasalazine,
Co-Piroxicam, Hydantoin, Carbamazepin, Barbiturat, Phenylbutazone, Isoxicam, Piroxicam,
Chlormezanone, Allopurinol, Aminopenicillin, Cephalosporin, Floroquinolone, Vancomycin,
Rifampicin, Ethambutol, Ibuprofen, Ketoprofen, Thiabendazole.

MANIFESTASI KLINIS
SJS-TEN memiliki gejala prodormal non spesifik seperti demam, rhinitis, batuk, radang
tenggorokan, pegal otot, nyeri sendi, nyeri dada, muntah, dan diare selama 1 hingga 14 hari.
Onset reaksi tiba-tiba berupa macula-makula berbentuk morbili yang awalnya muncul pada
wajah, leher, dagu dan daerah tengah tubuh dan selanjutnya akan menyebar ke ekstrimitas dan
seluruh tubuh. Lesi-lesi tersebut lebih besar dari lesi target, permukaanya rata dan lunak, dan
memiliki Nikolsky Sign positif. Lsi tersebut akan bertambah besar dan banyak dan mencapai
maksimal biasanya dalam 4 5 hari.
Kelainan kulit yang konfluens pada SJS hanya terdapat pada lokasi predileksi seperti
wajah, leher dan dada. Namun kelainan kulit akan menyebar ke seluruh tubuh pada TEN.
Kelainan kulit tersebut memiliki struktur epidermis yang mudah lepas walaupun hanya dengan
trauma yang minimal.
Kelainan pada mukosa 40% terjadi pada mukosa oral, konjunctiva bulbar, dan mukosa
anogenital. Kelainan nya dapat berupa sensasi terbakar pada konjunctiva, bibir dan mukosa
bukal, eritema, serta edema. Selain itu juga terdapat blister yang dapat pecah dan berubah
menjadi erosi yang dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan atau shallow apthous-
like ulcers.
Lesi di oral terasa sangat nyeri dan dapat menyebar dari gusi dan lidah ke faring, rongga
hidung, bahkan dapat mencapai laring esophagus dan saluran napas, sehingga menyebabkan
kesulitan makan, hipersalivasi, dan kesulitan bernapas. Keterlibatan konjunctiva dapat
menyebabkan inflamasi dan kemosis, vesikulasi dan erosi yang sangat nyeri serta lakrimasi
bilateral. Selain itu dapat juga menyebabkan komjunctivitis purulenta dengan fotofobia dan/atau
pseudomembran, ulkus kornea, uveitis anterior dan panoftalmitis.
Kelainan mukosa anogenital meliputi bulla-erosi hemorrhagic yang sangat nyeri atau lesi
purulen pada fosa navicularis dan glans penis yang menyebabkan retensi urin dan phimosis.
Tanda konstitusi dari SJS-TEN berupa demam, nyeri sendi, lemah otot dan prostration.
Keterlibatan organ internal pada SJS sukup jarang, namun pada TEN dapat melibatkan organ
gastrointestinal dan respirasi.

Stevens-Johnson Syndrome

Tabel 1. Perbedaan SJS, SJS-TEN, TEN


SJS SJS-TEN TEN
Primary Lesion Atypical target, dusky, Atypical target, Poorly delineates
red lesion dusky, red lesion erythematous plaque,
epidermal detachment
(spontan/by friction),
Atypical target,
dusky, red lesion
Distribution Isolated lesion Isolated lesion Isolated lesion
Confluence (+) Confluence (++) Confluence (+++)
On face, trunk On face, trunk On face, trunk
Mucosal Yes Yes Yes
Involvement
Systemic Symptoms Usually Always Always
Detachment < 10 10 30 >30
(%BSA)
Skin Histology Interfce dermatitis Interfce dermatitis Interfce dermatitis
(++), Necrolysis (+) (++), Necrolysis (++) (+), Necrolysis (+++)
Toxic Epidermal Necrolysis

PATOLOGI
Kerusakan epidermis pada SJS ditandai dengan nekrosis sel satelit pada stadium awal dan
akan berkembang menjadi nekrosis eosinofil yang meluas pada lapisan basal dan suprabasal
sehingga dapat terlihatnya pemisahan epidermal. Pada TEN, terdapat nekrosis total dan
terlepasnya epidermis, terdapat infiltrate sel mononuclear pada dermis papilar dengan eksositosis
ke epidermis. Nekrosis fobrinoid di beberapa organ internal dapat terjadi pada SJS-TEN yang
parah.

LABORATORIUM
Dapat ditemukan peningkatan laju endap darah, leukositosis sedang, ketidakseimbangan
cairan tubuh, hipoproteinemia, peningkatan transaminase hepar, anemia, eosinofilia, proteinuria,
dan peningkatan BUN.

DIAGNOSIS BANDING
1. Generalized Bullous Fixed Drugs Eruption
Karakteristik:
- Eritema yang besar dan terdistribusi secara tidak teratur
- Jarang terjadi keterlibatan mukosa
- Lebih menunjukan tanda-tanda inflamasi dan terdapat edema pada dermis papilar
pada pemeriksaan histopatologi
- Penyembuhan yang cepat dan tanpa sequale
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
Karakteristik:
- Disebabkan oleh toksisemia epidermolisin stafilokokus
- Terdapat akantolisis subkorneal
- Tidak terdapat kelainan mukosa dan keterlibatan organ internal
3. Physical and chemical Injury
Karakteristik:
- Disebabkan oleh kebakaran/terpapar bahan kimia seperti kerosin dan paraffin
- Jarang terdapat keterlibatan mukosa
- Tidak terdapat bercak macula
- Jika terjadi nekrosis, akan melibatkan lapisan yang lebih dalam (SJS-TEN hanya
terbatas pada epidermis)

KOMPLIKASI
Kelainan kulit dapat sembuh dengan hiper/hipopigmentasi sementara. Bekas luka tidak
selalu timbul kecuali terjadi infeksi sekunder, dimana kontraktur, alopecia dan anonchia dapat
terjadi. Namun pada TEN, timbulnya bekas luka terjadi pada 30% kasusu dimana keterlibatan
pada mata merupakan komplikasi yang berbahaya karena dapat menimbulkan kebutaan. Lesi
pada bibir dan mukosa oral dapat sembuh tanpa sequale.
Sequale:
- Kulit: luka, pigmentasi irregular, nevus nevomelanosit eruptif, pertumbuhan kembali
kuku yang abnormal
- Mata: Umum, seperti Sjorgen-like sicca syndrome dengan kekurangan mucin pada air
mata, entropion, trichiasis, metaplasia sel gepeng, neovaskularisasi konjungtiva dan
kornea, symblepharone, punctuate keratitis, corneal scaring, persistent photophobia,
kebutaan
- Anogenitalia: phimosis, vaginal synechiae

PENATALAKSANAAN
1. Menghentikan penggunaan obat yang dicurigai
Obat yang menyebabkan timbulnya SJS-TEN harus segera diidentifikasi dan dihentikan,
hal ini dapat mengurangi risiko kematian sebanyak 30%.
2. Supresi perkembangan secara aktif
Dapat diberikan obat-obatan sebagai berikut:
a. Glukokortikoid: Prednisone, 5 50 mg/hari /anak 0.05 2 mg/kg 2 4 dosis
30 120 mg/hari bid 3 4 minggu
Metilprednisolone, 1 2 mg/kg/hari po tap off
b. Immunoglobulin
c. Plasmapharesis dan hemodialisis
d. Cyclophosphamid
e. Cyclosporine
f. N-Acetylcysteine
g. Thalidomid
3. Penatalaksanaan suportif
- Monitor tekanan darah, hematokrit, analisis gas darah, elektrolit dan serum protein
- Kultur bakteri dan jamur dari erosi kulit dan mukosa 2 hingga 3 kali setiap minggu
- Pemberian antibiotic profilaksis (sodium penicillic 2 x 10 juta unit.hari)
- Kulit: epidermis yang mengelupas harus dilepaskan secara hati-hati. Erosi kulit
ditutup dengan menggunakan kasa.
- Mata: lubrikan, steroid dan antibiotic tetes diberikan beberapa kali sehari pada lesi
konjuntiva.
- Traktus respiratorius: Drainase postural dan jika diperlukan suction secara hati-hati
- Alimentation: anestesi local sebagai pembersih mulut sebelum makan. Diet tinggi
kalori dan tinggi protein secara intravena, namun risiko sepsis akibat pemasangan
infuse juga harus diperhatikan.

PENCEGAHAN
Pasien harus berhati-hati terhadap obat yang menyebabkan SJS-TEN dan obat lain yang
berada dalam kelas yang sama. Obat-obatn tersebut tidak boleh dikonsumsi lagi.

PROGNOSIS
SJS-TEN akan berkembang selama 4 5 hari dan akan mencapai fase plateu selama
beberapa hari hingga 2 minggu, tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan keadaan umum
pasien. Reepitelisasi kulit akan berlangsung selama beberapa minggu.
7 faktor risiko yang dapat memperburuk prognosis:
a. Umur > 40 tahun
b. Keganasan
c. Tachycardia > 120/m
d. Pelepasan epidermis > 10 %
e. Serum urea > 10mmol/L
f. Serum glukosa > 10mmol.L
g. Bikarbonat < 20 mmol/L
Keadaan yang fatal disebabkan oleh sepsis, perdarahan gastrointestinal, pneumonia,
infark miokardium, gangguan jantung, gangguan ginjal dan syok hemodinamik. Penyembuhan
penyakit ini tergolong lambat, tergantung dari adanya komplikasi. Bekas luka dan striktur akan
timbul pada lesi mukosa.

PEMFIGUS VULGARIS

DEFINISI
Pemfigus vulgaris merupakan suatu penyakit autoimun pada kulit dan membaran
mukosa, bisa akut maupun kronik, biasanya berupa bula yang biasanya berakibat fatal kecuali
diobati dengan obat imunosupresif. Penyakit ini merupakan prototype dari golongan penyakit
pemfigus, yaitu penyakit-penyakit autoimun yang bersifat akantolitik dan berbentuk lepuhan
(vesikel/bula).
KLASIFIKASI PEMFIGUS
Tipe Bentuk
Pemfigus vegetans : localized
Pemfigus vulgaris
Drug-induced
Pemfigus eritematous : localized
Pemfigus foliaceus Fogo selvage : endemic
Drug-induced
Paraneoplastic pemfigus
Subcorneal pustular dermatosis
IgA pemfigus
Intradermal neutrophilic IgA dermatosis

EPIDEMIOLOGI
- Lebih umum pada orang keturunan mediteranian
- Usia 40 60 tahun
- Pria = wanita
- Fogo selvagen, atau disebut juga pemfigus foliaceus endemic, adalah suatu penyakit
yang sama secra klinis, histologist dan immunologis dengan penyakit pemfigus
foliaceus biasa, namun hanya terdapat di daerah rural di brazil terutama di daerah
sepanjang sungai. Berdasarkan distribusi geografis dan suati studi mengenai faktor
risiko lingkungan, dicurigai bahwa lalat hitam (Simulium nigrimanum) merupakan
vector dari penyakit ini.
-
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Merupakan pennyakit autoimun
Berdasarkan mikroskop electron:
- Studi ultrastruktural pada lesi pemfigus berpusat pada desmosom, yang merupakan
organel sel yang berperan penting dalam perlekatan antarsel pada sel-sel epitel
berlapis gepeng. Pada lesi pemfigus ditemukan adanya retratksi tonofilamen dari
desmososom, dan kemudian lebih lanjut lagi terdapat penurunan bahkan hilangnya
desmosom.
- Terjadi destruksi desmosom pada proses akantolisis.
Berdasarkan imunopatologis:
a. Imunofluorosensi
- Ciri khas dari pemfigus yaitu ditemukannya autoantibody IgG yang menyerang
permukaan sel keratinosit
- Gambaran yang didapatkan untuk pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaceus sama,
sehingga pemeriksaan ini tidak dapapt membedakan kedua jenis pemfigus tersebut
- Aktivitas penyakit tidak memiliki korelasi dengan jumlah titer antibody
b. ELISA
- Lebih sensitive dan spesifik dibandingkan imunofluoresensi
- Dapat membedakan pemfigus vulgaris dengan pemfigus foliaceus
c. Antigen pemfigus
- Antigen pemfigus adalaah desmoglein, yaitu suatu glikoprotein transmembran di
desmosom. Desmosom merupakan organel sel yang berperan penting dalam
perlekatan antarsel.
- Terdapat dua buah isoform dari desmoglein, yaitu desmoglein 1 dan 2
- Pada penderita pemfigus vulgaris yang dominan menyerang membran mukosa,
terdapat anti-desmoglein 3 antibodi (anti Ds3 antibodi), sedangkan pada jenis yang
dominan menyerang mukokutaneus, terdapat anti-desmoglein 3 antibodi dan anti-
desmoglein 1 antibodi (anti-Dsg 1 antibodi)
- Pada penderita pemfigus foliaceus terdapat anti-desmoglein 1 antibodi
Patofisiologi akantolisis
Adanya antibody IgG pada sirkulasi yang berikatan pada desmoglein 1 dan 3 di lapisan
epidermis akan menginaktivasi desmosom, selain itu juga akan mengganggu proses inkorporasi
desmoglein ke dalam desmosom sehingga pada akhirnya akan terjadi deplesi pada desmosom,
menginduksi terjadinya akantolisis.
Selain itu, terdapat system kompemsasi desmoglein, yang menyebabkan gambaran klinis
lesi pemfigus vulgaris dan pemfigus foliceus berbeda. Pada pemfigus foliaceus, anti-Dsg 1
antibodi menyebabkan akantolisis hanya pada lapisan superficial epidermis. Proses yang sama
juga terjadi pada pemfigus vulgaris yang menyerang membran mukosa dan mukokutaneus.
Sedangkan pada kasus pemfigus neonatal, disebabkan maternal IgG yang melewati
plasenta secara transfer pasif dan menybabkan gejala pada bayi.
PEMERIKSAAN FISIK
Perjalanan penyakit:
- Biasanyha dimulai di mukosa oral, dan dibutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum
muncul lesi pada kulit.
- Dapat terjadi erupsi generalis dan akut dari bula sejak awal
- Tidak terdapat gatal, namun ada rasa terbakar dan nyeri
- Lesi yang nyeri timbul pada mulut dan menyebabkan asupan makanan yang tidak
adekuat
- Dapat muncul epistaksis, suara serak, disfagia, kelemahan otot dan penurunan berat
badan
- Pada kebnyakan kasus, penyakit ini akan berakhir denggan kematian kecuali diobati
secara agresif dengan pengobatan imunosupresif
Lesi Kulit
- Jarang terasa gatal, lebih sering terasa nyeri
- Vesikel bulat atau oval dan bula berisi cairan serous yang datar (flaccid), mudah
rupture, basah, diskret, muncul pada kulit normal dan lokasi nya acak
- Pada penderita lebih sering ditemukan erosi karena sifat bula yang mudah rupture.
Erosi terasa sangat nyeri
- Pada beberapa penderita yang memiliki lesi yang terlokalisir, erosi memiliki
kecenderugan untuk menumbuhkan jaringan granulasi yang berlebihan seta krusta.
Jenis lesi ini biasanya muncul pada daerah intertriginosa, kulit kepala atau wajah.
- Lesi terlokalisasi atau generalis dengan pola acak
- Erosi luas yang mudah berdarah, krusta terutama pada kulit kepala
- Nikolsky sign: pelepasan epidermis oleh tekanan jari pada daerah sekitar lesi, yang
menyebabkan terjadinya erosi. Penekana pada bula menyebabkan erosi lateral.
Predileksi: kulit kepala, wajah, aksil, kemaluan, umbilicus. Terdapat keterlibatan yang ekstensif
di punggung pada penderita yang melakukan bedrest.
Membran Mukosa
- Erosi pada membran mukosa yang terasa sangat nyeri, biasanya muncul 5 bulan
sebelum lesi kulit muncul dan merupakan satu-satu nya tanda munculnya pemfigus
vulgaris.
- Membran mukosa yang sering terkena yaitu mukosa oral yang dapat menyebar
hingga ke faring dan laring. Selian itu dapat juga mengenai konjuctiva, anis, penis,
vagina dan labia.
- Jarang terdapat vesikel atau bula yang intak

Pemfigus Vegetans
- Terdapat pada area intertrginose, perioral, leher dan kulit kepala
- Berupa plak granuloma dan purulen yang menyebar secara sentrifugal
Pemfigus foliaceus
Lesi Kulit
- Karakteristik lesi berupa erosi yang bersisik dan berkrusta, sering disertai dasar yang
eritematous, berbatas tegas dan tersebar dalam distribusi seboroik, yaitu pada wajah ,
kulit kepala dan batang tubuh bagian atas
- Teredapat nyeri dan rasa terbakar pada lesi
- Paparan sinar matahari dan/atau panas dapat mencetuskan timbulnya gejala
- Jarang terdapat keterlibatan mukosa
- Fogo Selvagen: - perasaan terbakar pada kulit
- Eksaserbasi penyakit oleh sinar matahari
- Lesi berkrusta
Pemfigus Eritematosa
- Dikenal juga sebagai sindrom Senear-Usher
- Merupakan bentuk terlokalisir dari pemfigus foliaceus
- Lesi muncul pada bagian malar wajah dan pada area seboroik lainnya
- Karakteristik: ditemukan antibody ppemfigus disertai deposit immunoglobulin dan
komplemen pada daerah perbatasan dermal-epidermal
Paraneoplastic pemfigus
- Menyrang membran mukosa
- Lesi merupakan kombinasi pemfigus vulgaris dan eritema multiforme
Neonatal Pemfigus
- Bayi dari ibu yang menderita pemfigus vulgaris dapat menimbulkan gejala klinis,
histologist dan immunopatologis dari pemfigus
- Derajat keterlibatan kulit bervariasi dari tidak ada sama sekali hingga sangat parah
dan menyebabkan aborsi spontan
Drug-Induced Pemfigus
- Penyebab yang paling signifikan: penicillamine dan captopril
- Pemfiigus foliaceus lebih sering ditemukan dibanding pemfigus vulgaris
- Kebanyakan penderita sembuh segera setelah penggunaan obat penyebab dihentikan
Penyakit lain yang berhubungan dengan pemfigus
- Myastheni gravis / thymoma
- Perjalanan penyakit pemfigus dan myasthenia gravis bersifat independen satu sama
lain
- Abnormalitas timus dapat muncul sebelum dan sesudah munculnya pemfigus

PATOLOGI
Pemfigus Vulgaris
- Suprabasilar blister dengan akantolisis
- Sel basal tetap menempel dengan membran basalis, namun dapat kehilangan kontak
dengan sel disebelahnya dan menimbulkan gambaran jajaran batu nisan atau roe of
tombstone
- Pada lesi awal dapat terlihat eosinofilik spongiosis
Pemfigus foliaceus
- Akantolisis yang terjadi diantara stratum korneum dan lapisan granular
- Sering terdapat pustule subkorneal
- Pada lesi awal dapat terlihat eosinofil spongiosis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dermatopatologi
Pemeriksaan pada bula pada tahap awal atau batas dari bula atau erosi dengan mikroskop
cahaya memperlihatkan adanya pemisahan keratinosit suprabasal, sehingga tampak celah di
antara stratum basalis dan lapisan diatasnya. Vesikel mengandung keratinosit yang saling
terpisah dan terkelompok (akantolitik).
pewarnaan imunofluoresensi direk dan indirek memperlihatkan deposit IgG dan C3 pada
lesi dan daerah pralesi di substansi interselular epidermis
Serum
Pemeriksaan ELISA mendeteksi adanya autoantibody (IgG) yang menyerang
glikoprotein desmoglein 3 dan berlokasi di idesmosom

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis, dapat menyulitkan jika hanya terdapat lesi pada mulut, dapat dilakukan biopsy kulit
dan membran mukosa, pewarnaan immunofluoresensi direk, dan deteksi autoantibody dalam
sirkulasi untuk meningkatkan kecurigaan akan penyakit ini.
Diagnosis Banding, termasuk semua penyakit kulit bula.

PENATALAKSANAAN
- Glukokortikoid, Prednison 2 3 mg/Kg hingga tidak ada lesi baru yang terbentik dan
hilangnya Nikolsky Sign. Setelah itu dosis direduksi ke setengah lesi awal sehingga
lesi hampir menghilang. Lalu tapering off hingga dosis minimal.
- Terapi immunosupresif:
1. Azathioprine, 2 3 mg/Kg hingga lesi bersih, lalu tapering off hingga 1
mg/Kg. MOA: menghentikan metabolism asam nukleatpurin yang diperlukan
dalam proliferasi sel limfoid setelah terjadi stimulasi antigen. Karena itu
bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang teraktivasi.
2. Methotrexate PO/IM 25 35 mg/minggu. Penyesuaian dosis dilakukan seperti
pada azathioprine. MOA: sitotoksik terhadap sel-sel lomfoid
3. Cyclophosphamide, 100 200 mg/hari lalu direduksi sampai 50 100
mg/hari. Atau terapi bolus dengan 100 mg IV 1 x/minggu atau setiap 2
minggu pada fase awal, diikuti dengan 50 100 mg/hari PO.
MOA: menghancurkan sel-sel limfoid yang sedang berproliferasi, dan juga
dapat menyerang beberapa sel yang belum aktif. Merupaka obat
imunosupresif yang paling poten.
4. Plasmapharesis, untuk penyakit yang sulit dikontrol, diberikan pada tahap
awal pengobatan untuk menurunkan antibody. Biasanya digunakan untuk
mengobati kasus-kasus hipersensitifitas tipe III
5. Terpai Goldd untuk kasus yang lebih ringan. Dosis inisial 10 mg IM, lalu 25
50 mg gold sodium thionalate IM dengan interval mingguan hingga dosis
kumulatif maksimum yaitu 1 g.
MOA: mengubah morfologi dan fungsi makrofag sehingga mengahmbata
produksi IL-8, IL-1 dan VEGF. Jika diberikan intramuscular dapat mengubah
aktivitas enzim lisosom, menurunkan pelepasan histamine dari sel mast,
inaktivasi komponen pertama dari komplemen, dan mensupresi aktivitas
fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Jika diberikan secara oral dapat
menginhibisi pelepasan PG-E2 dan leukotriene B4.
6. Mycophenolate mofetil (1 g bid)
MOA: menginhibisi respon limfosit T dan B
7. High dose intravenous immunoglobulin (HIVIg) 2 g/KgBB setiap 3 4
minggu
- Lainnya:
1. Kompres
2. Glukokortikoid topical dan intralesi
3. Antibiotic
4. Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Evaluasi:
1. Gejala klinis: perbaikan lesi, efek samping pengobatan
2. Pemeriksaan laboratorium: memeriksa titer antibody, efek samoing pengobatan
pada darah dan indicator metabolic

PROGNOSIS
Penyakit ini memiliki tingkat kematian tinggi.
CLINICAL SCIENCE SESSION

KEGAWATDARURATAN KULIT

Oleh :

Muthia Rahma Anindita 1301-1209-0052

Natasha Sylviany 1301-1209-

Pembimbing :

Inne Arline Diana, dr., SpKK (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2010

Anda mungkin juga menyukai