BIOFARMASETIKA
Sediaan Per-Inhalasi
logo
Kelompok 5
Kelas D3
Disusun Oleh:
1. Lya Marlianti Bian (F2015)
2. Nurhaidah Muchtahara .M (2010210075)
3. Anggun Yulfianstanti (2010210076)
4. Risna (2010210079)
5. Suarnita (2010210080)
6. Wa Ode Siti Marwa (2010210082)
PRODI S1 FARMASI
STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
1. Pengertian Biofarmasetika
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia
formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas menyatakan kecepatan
dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan
untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh
pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-
sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat fisikokimia atau produk
obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variable-variabel tersebut melalui
rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapetik tertentu. Dengan memilih secara
teliti rute pemberian obat dan rancangan secara tepat produk obat, maka bioavaibilitas
obat aktif dapat diubah dari absorpsi yang sangat cepat dan lengkap menjadi lambat,
kecepatan absorpsi yang diperlambat atau bahkan sampai tidak terjadi absorpsi sama
sekali.
Biofarmasetika:
Predisposisi zat aktif di dalam tubuh.
Hubungan sifat fisiko-kimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat
Tujuan biofarmasetik:
Mempelajari semua proses pelepasan obat (zat aktif) dari bentuk sediaan obat
ke dalam sirkulasi sistemik agar diperoleh efek terapetik yang optimal pada kondisi
klinik tertentu.
Tahap/Fase Biofarmasetika:
Meliputi semua unsur yang terkait mulai saat pemberian obat sampai terjadi
absorbsi zat aktif. Terdiri dari 3 tahap/fase :
a. Liberasi
Proses pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan
Terdiri dari 2 tahap : pemecahan dan pelarutan
Tujuan : memperoleh dispersi halus padatan zat aktif dalam cairan
ditempat obat masuk kedalam tubuh.
b. Disolusi
Pelarutan zat aktif membentuk dispersi molekuler dalam air
Absorbsi dapat berlangsung kalau terjadi disolusi zat aktif
c. Absorbsi
Masuknya zat aktif kedalam sirkulasi sistemik.
2. Pengertian Aerosol
Aerosol berasal dari kata aer yang berarti udara dan sol yang berarti larutan,
jadi aerosol merupakan larutan di dalam udara. Menurut Farmakope Indonesia edisi
IV, aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung
zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sedian ini
digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada hidung
(aerosol nasal), mulut (aerosol lingual) atau paru-paru (aerosol inhalasi).
Aerosol digunakan untuk memasukkan obat kedalam alveolus pulmonari
melalui saluran napas. Bentuk sediaan aerosol telah dikenal dan digunakan sejak
beberapa abad yang lalu. Dahulu, baik farmasis maupun kedokteran menggunakan
istilah pengasapan (fumigasi), penghirupan (inhalasi) dan rokok obat untuk sediaan
aerosol. Selama bertahun-tahun penggunaan aerosol hanya didasarkan atas data
empirik dan hal itulah yang menimbulkan berbagai keraguan para dokter.
Istilah aerosol digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari suatu
sistem bertekanan tinggi. Komponen dasar sistem aerosol adalah wadah, propelan,
konsentrat mengandung zat aktif, katup dan penyemprot. Aerosl biasa dibuat dengan
salah satu dari dua proses yaitu pengisian dengan pendinginan atau pengisian dengan
tekanan.
Propelan adalah pemberi tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan
dari wadah. Secara umum dilasifikasikan sebagai gas yang dicairkan atau gas yang
dimampatkan. Umumnya mempunyai tekanan uap yang lebih besar dari tekanan
atmosfer, meliputi berbagai hidrokarbon, khususnyafluoroklorometana dan etana,
hidrokarbon dengan bobot molekul rendah seperti butana dan pentana dan gas
mampat seperti karbondioksida, nitrogen dan nitrosa.
Kini istilah aerosol lebih dikenal dengan pengertian kabut yang dibentuk oleh
partikel-partikel padat atau cairan yang terdispersi dalam udara atau gas, dan partikel
tersebut cukup halus hingga tetap tersuspensi dalam waktu singkat. Definisi sederhana
tersebut menimbulkan beberapa kesulitan dalam evaluasi biofarmasetika dari sediaan
aerosol.
Seperti diketahui, saluran nafas merupakan satu-satunya organ tubuh yang
berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan lingkungan dalam tubuh. Oleh
sebab itu salurah napas dapat dan harus mempunyai sistem pertahanan terhadap
semua pengaruh luar, termasuk obat. Jika senyawa yang terhirup tidak atau kurang
bersih, maka senyawa akan tertahan dan selanjutnya bila senyawa tersebut toksik
maka akan timbul efek patogenik atau bila senyawa tersebut merupakan bahan obat,
akan timbul efek setempat dan jika senyawa memasuki peredaran darah maka
selanjutnya akan memberikan efek sistemik.
Keuntungan dari pemberian obat melalui saluran napas adalah terhindarnya
obat dari pengaruh cairan lambung yang kadang dapat menyebabkan peruraian bahan
aktif yang peka dan untuk obat yang khusus bekerja pada saluran napas maka obat
dapat bekerja langsung.
Bahkan senyawa-senyawa tertentu yang diberikan lewat saluran napas dapat
memasuki sistem peredaran darah dengan sangat cepat, sehingga kadang-kadang
aerosol memberikan kesetaraan yang sama dengan bila bahan tersebut diberikan
secara injeksi intravena.
3. Penegertian Inhalasi
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau
lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk
memperoleh efek lokal atau sistemik. Larutan bahan obat dalam air sterilatau dalam
larutan natrium klorida untuk inhalasi dapat disemprotkan menggunakan gas inert.
Semprotan larutan dapat diisap langsung dari alat penyemprot atau alat penyemprot
dapat disambungkan pada masker plastik, selubung atau alat pernapasan dengan
tekanan positif yang terputus-putus.
Kelompok sediaan lain yang dikenal dengan inhaler dosis terukur adalah
suspensi atau larutan obat dalam gas propelan cair dengan atau tanpa kosolven dan
dimaksudkan untuk memberikan dosis obat terukur ke dalam saluran pernapasan.
Serbuk juga dapat diberikan secara inhalasi, menggunakan alat mekanik secara
manual untuk meghasilkan tekanan atau inhalasi yang dalam bagi penderita yang
bersangkutan.
Jenis inhalasi khusus yang disebut inhalan terdiri dari satu atau kombinasi
beberapa obat, yang karena bertekanan uap tinggi dapat terbawa oleh aliran udara ke
dalam saluran hidung dan memberikan efek. Wadah obat yang diberikan secara
inhalasi disebut inhaler.
Berikut merupakan penyebaran partikel di saluran nafas :
Diameter Partikel Aerosol Permukaan Penetrasi Maksimum
Lubang hidung
Lebih dari 30 m Pharynx
Laryx
20-30 m Trakea
10-20 m Bronkus dan Bronchiolus
3-5 m Bronchiolus terminalis
Kurang dari 3 m Canal alveoli lalu ke alveoli paru
BAB II
PEMBAHASAN
d. Pertimbangan Terapetik
Pengetahuan indikasi terapetik obat merupakan hal yang penting untuk
formulator. Suatu obat yang digunakan untuk suatu kondisi segera dan kondisi
akut hendaknya diformulasi sehingga obat tersebut mencapai sasaran dengan
cepat. Suatu obat yang digunakan untuk jangka terapi yang lebih panjang dapat
mencapai sasaran lebih lambat. Sebagai contoh, suatu obat yang menghilangkan
sakit hendaknya diabsorpsi secara cepat sehingga diperoleh hilangnya rasa sakit
yang cepat, sedangkan suatu obat yang dirancang untuk mencegah keadaan
asmatik dapat diabsorpsi secara lambat sehingga efek perlindungan dari obat
berakhir setelah suatu jangka waktu yang panjang.
Terdapat 2 (dua) jenis alat pendispersi sediaan yaitu : alat aerosol klinis
(dalam farmakope disebut aerosol obat), dan alat yang berisi gas pendorong atau
pseudoaerosol atau yang disebut juga bentuk sediaan farmasetik bertekanan.
Walaupun kedua jenis alat tersebut mempunyai elemen-elemen yang sejenis, namun
dispersi yang dihasilkan mempunyai sifat fisiko-kimia dan efektivitas klinis berbeda.
Ditinjau dari sudut sistemnya, aerosol merupakan suatu sistem dispersi
yang terdiri dar 2 fase, yaitu:
a. Fase pendispersi (fase penyebar), berupa campuran udara dan gas.
b. Fase terdispersi (fase yang tersebar), umumnya berupa larutan dalam air dan
kadang-kadang berupa serbuk, walau tidak tercantum dalam Farmakope.
Seperti pada semua sistem dispersi, sediaan aerosol harus stabil, partikel-
partikel tidak boleh membasahi dinding dan tidak boleh melarut secara tak beraturan
dalam cairan pendukungnya. Stabilitas sediaan aerosol dipengaruhi oleh 4 faktor
yaitu:
a. Muatan partikel
b. Tiap partikel aerosol memiliki muatan listrik bertanda sama dengan demikian
partikel-partikel tersebut akan saling tolak menolak
c. Kehalusan partikel
d. Aerosol harus berbentuk kabut halus yang kering dan memiliki gerak brown
e. Penyebaran ukuran pertikel
f. Perbandingan bobot jenis gas/cairan.
d. Tahap Keempat
Yaitu evaluasi pada subyek manusia. Dalam hal ini keadaan pemberian dan
penghirupan partikel harus tepat. Ritme pernapasan harus ditentukan sebagai
fungsi dari aksi yang diharapkan. Jumlah obat yang diberikan harus selalu
dievaluasi dengan seksama terutama bila zat aktif beraksi sangat kuat pada dosis
kecil. Akhirnya, pengaruh formulasi dapat diperkirakan dengan membandingkan
sediaan terhada[p suatu larutan air dengan catatan zat aktif dapat larut dalam air.
e. Tahap Kelima (Tahap Akhir)
Diikuti dengan studi ketercampuran-obat dan stabilitas zat aktif dalam bentuk
terpilih (larutan, serbuk, bentuk sediaan farmasi bertekanan dan lain-lain).
respon farmakologi
IV. Metode uji BA/BE
Tidak semua obat perlu dilakukan uji bioekivalensi sebelum dipasarkan. Ada
beberapa obat yang tidak memerlukan uji bioekivalensi secara in vivo, tetapi cukup
dilakukan uji bioekivalensi in vitro saja yaitu dengan Uji Disolusi Terbanding (UDT).
Tujuan dari uji bioekivalensi ini adalah untuk menjamin efikasi, keamanan, dan mutu
obat generik yang akan beredar. Adanya uji bioekivalensi menyebabkan
meningkatnya riset obat generik, menghasilkan industri generik yang kompetitif,
meningkatnya akses obat yang terjangkau, mendorong inovasi, dan meningkatkan
peran Indonesia dalam pasar obat generik secara global.
1. Produk obat untuk penggunaan intravena sebagai larutan dalam air yang
mengandung zat akt if ya ng sama dalam kadar molar yang sama dengan produk
pembanding.
3. Produk obat berupa larutan untuk penggunaan oral (termasuk sirup,eliksir, tingtur
atau bentuk larutan lain bukan suspensi), yang menga ndung zat aktif dalam kadar
molar yang sama dengan produk pembanding, dan hanya mengandung eksipien
yang diketahui tidak mempunyai efek terhadap transit atau permeabilitas dalam
saluran cerna.
6. Produk obat berupa sediaan obat mata atau te linga sebagai larutan dalam air dan
mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang
praktis sama dalam kadar yang sebanding.
7. Produk obat berupa sediaan obat topikal sebagai larutan dalam air dan
mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang
praktis sama dalam kadar yang sebanding.
8. Produk obat berupa larutan untuk aerosol atau produk inhalasi nebulizer atau
semprot hidung yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama sebagai
larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar yang sama
dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.
BAB IV
PENUTUP
I. Simpulan
Paru-paru merupakan organ yang efisien untuk transportasi gas, memiliki
permukaan yang luas pada alveoli, permeabilitas yang tinggi pada sel-sel epitel
alveolar, dan kaya akan suplai darah untuk memenuhi perfusi paru-paru yang
memfasilitasi pertukaran antara darah dan udara yang kaya akan oksigen. Karakteristik
tersebutlah yang memiliki peran penting dalam absorbsi obat dan menjamin efektivitas
obat yang diberikan secara inhalasi. Ini merupakan keuntungan dari rute pemberian
inhalasi, yaitu obat tidak mengalami metabolisme di hati sehingga obat dapat langsung
di absorbsi dalam sirkulasi sistemik. Disamping itu rute pemberian inhalasi juga
memiliki keuntungan karena tidak melalui saluran pencernaan sehingga tidak ada
masalah pada saluran pencernaan. Tetapi rute pemberian dengan cara ini juga memiliki
kekurangan, yaitu dosis pemberian dapat tidak seragam terutama jika digunakan oleh
anak-anak karena pemberian dosis tergantung pada tekanan dari katup inhaler. Selain
itu, penggunaan rute ini tergantung pada kemampuan pasien dalam menghirup aerosol,
contohnya pada aerosol bronkodilator untuk pengobatan asma yang lebih tergantung
pada kemampuan pasien dalam menghirup dibandingkan dengan resistensi intrinsik
terhadap obat.
II. Saran
1. Sebaiknya ukuran partikel dalam formulasi sediaan inhalasi perlu diperhatikan
karena akan mempengaruhi penetrasi obat ke dalam sirkulasi sistemik.
2. Dalam formulasi sediaan inhalasi harus memperhatikan beberapa pertimbangan
unruk menjamin bioavailabilitas obat, diantaranya
- Pertimbangan penderita
- Pertimbangan dosis
- Pertimbangan frekuensi pemberian dosis
- Pertimbangan terapetik
- Efek samping pada saluran cerna
DAFTAR PUSTAKA
1. Aiache, J.M dan Guyot Hermann. Biofarmasetika 2 Biofarmasi Edisi Ke-2. Paris :
Technique et Documentation 11.
2. Anonimus, aerosol dalam Google,
http://irwanfarmasi.blogspot.com/2009/05/aerosolinhalasi-dan-obat-
semprot_2326.html, diunduh 30 April 2013 pukul 17.40.
3. Anonimus, aerosol dalam Google, http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/4._16-1-
2005-RISWAKA.pdf, diunduh 30 April 2013 pukul 17.42.
4. Anonimus, aerosol dalam Google,
http://izetie.wordpress.com/2012/03/23/bagaimanaobat-bekerja/, diunduh 30 April
2013 pukul 17.44.
5. Anonimus, aerosol dalam Google,
http://rgmaisyah.files.wordpress.com/2010/06/tugasmakalah-ptf_aerosol_rgm.pdf,
diunduh 30 April 2013 pukul 17.46.
6. Anonimus, biofarmasetika dalam Google,
http://krissandygatez.blogspot.com/2012/05/farmakokinetik-absorpsi.html, diunduh 30
April 2013 pukul 17.48.
7. Anonimus, biofarmasetika sediaan inhalasi dalam Google,
http://onnalkosakoy.blogspot.com/2011/09/aspek-biofarmasetik-produk-obat.html,
diunduh 1 Mei 2013 pukul 10.14
8. Farmakope Indonesia edisi IV.1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
9. Gibaldi, Milo. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics Third Edition.
Washington : University of Washington Seattle
10. Shargel L., dan Yu Andrew B.C., 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Airlangga University Press.