Anda di halaman 1dari 4

Menelusuri Gerakan Nasionalisme Myanmar

Myanmar merupakan salah satu anggota ASEAN yang dulunya dikenal dengan sebutan Burma.
Seperti halnya dengan negara lain, Myanmar juga memiliki latar belakang historis yang menjadi
cikal bakal pembentukan identitas negara Myanmar itu sendiri. Myanmar merupakan bekas
jajahan Inggris di mana Inggris merupakan negara yang mengawali hadirnya demokrasi. Namun
substansi demokrasi tidak tumbuh dengan semestinya di negara bekas jajahannya. Demokrasi
yang terjadi pada abad 18-19 dianggap sebagai masa kebangkitan demokrasi. Demokrasi berawal
dari kerajaan Inggris dengan pergerakan sosialnya yang berlangsung cepat, karena Inggris
sebagai negara yang maju dari segi jurnalisme. Kolonialisasi yang dilakukan Inggris seharusnya
secara tidak langsung memberikan dampak bagi wilayah jajahannya dalam hal transformasi
nilai-nilai demokrasi, yang dapat disebar di seluruh dunia termasuk kepada Myanmar sebagai
salah satu jajahan Kerajaan Inggris dahulu.
Akan tetapi meskipun Myanmar adalah jajahan Inggris, belum tentu nilai-nilai demokrasi
Inggris dianut oleh masyarakat Myanmar. Hal ini terbukti dengan rezim otoriter yang masih
berkuasa di Myanmar dan membatasi peran aktor politik lain. Dalam hal ini, sipillah yang akan
mewujudkan demokrasi di Myanmar, khususnya Aung San Suu Kyi ( Suu Kyi ) yang pernah
menerima penghargaan nobel Perdamaian bahkan memenangi pemilu tetapi tidak diakui
kemenangan yang diraih, padahal Myanmar merupakan tanah kelahirananya. Selama periode
penjajahan inggris, kontrol politik terhadap Myanmar dilakukan melalui India. Myanmar
diperintah sebagai provinsi India sampai tahun 1937. Setelah tahun 1937, Myanmar menjadi
koloni yang diperintah secara terpisah dari India. Kemerdekaan dari Inggris diperoleh Myanmar
pada tahun 1948. Selama masa penjajahan Inggris tidak terjadi pembentukan identitas tunggal
pada penduduk Myanmar. Hal tersebut disebabkan wilayah Myanmar dibagi menjadi dua bagian
yaitu kawasan dataran rendah dan dataran tinggi. Terhadap masing-masing kawasan diterapkan
sistem pemerintahan yang berbeda.
Di kawasan dataran rendah, administrasi pemerintahan dikontrol langsung oleh Inggris
sedangkan di kawasan dataran tinggi administrasi dilakukan oleh pemerintah setempat melalui
perjanjian dan traktat antara Inggris dan penduduk setempat. Oleh karena itu, kawasan dataran
tinggi relatif memiliki otonomi dalam bidang pemerintahan. Inggris juga tidak membangun
perekonomian dan administrasi pemerintahan Myanmar dengan baik sehingga pada saat
Myanmar merdeka tidak ada bekal bagi pemerintah baru untuk menjadi pemerintah yang kuat
dan bersatu. Setelah myanmar merdeka banyak etnis minoritas yang membentuk angkatan
bersenjata dan melakukan pemberontakan.
Gerakan Nasionalisme dan National Building Myanmar
Seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa pada tahun 1948, tepatnya tanggal 4 Januari
Myanmar, berhasil meraih kemerdekaan dari Inggris. Sebenarnya di awal abad 19 beberapa
bentuk perlawanan dari masyarakat Myanmar terhadap Inggris telah ditunjukkan. Myanmar
setelah jatuh ke tangan Inggris mengalami beberapa kali perang. Dari sini nasionalisme
Myanmar terus bergelora. Hal ini kemudian diperkuat dengan pergolakan dunia hubungan
internasional yang berimplikasi terhadap stabilitas politik di Myanmar. Nasionalisme Myanmar
timbul disebabkan beberapa faktor eksternal:

emenangan Jepang dalam perang Jepang-Rusia 1905. Hal ini tentunya berkenaan
dengan adanya persepsi bahwa kekuatan negara Asia telah bangkit dan kini mulai
diperhitungkan. Dengan adanya kemengan Jepang dari Rusia tentunya memberikan
isyarat kepada negara-negara besar bahwa power negara-negara Asia tidak boleh
diremehkan lagi. Dan di lain hal, fenomena ini tentu saja diasumsikan oleh Myanmar
sebagai sebuah kebangkitan negara Asia secara kolektif untuk membendung pengaruh
negara barat.
Nasionalisme di India mempengaruhi timbulnya nasionalisme di Myanmar. Hal ini
menjadi refleksi efek domino yang dilakukan oleh militer Myanmar mengingat kedekatan
geografis. Adanya hal tersebut memberikan semangat tersendiri bagi masyarakat
Myanmar untuk memerdekakan diri.
Adanya perdamaian Versailles yang memperjuangkan hak-hak menentukan nasib sendiri
bagi bangsa-bangsa yang belum merdeka. Perjanjian versailles merupakan salah satu
hasil dari berakhirnya perang dunia I. Perjanjian Versailles menjunjung tinggi hak-hak
menetukan nasib sendiri bagi setiap negara. Tentunya hal ini menjadi keuntungan bagi
Myanmar yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Inggris. Hal ini juga dijadikan
landasan bagi Myanmar untuk memperjuangkan haknya dalam melepaskan diri dari
penjajah.
Selain itu dari internal sendiri, pada tahun 1919 muncul gerakan melawan Inggris dengan
membentuk The General Council of Burmese Association (GCBA) menjalankan politik non
cooperative dengan Inggris. Dari sini berkobarlah semangat nasionalisme Myanmar anti Inggris.
Gerakan-gerakan nasionalisme Myanmar lainnya adalah Myochit (Partai Nasionalis), Sinyetha
(Partai Rakyat Miskin) dan Do Bama Asiayone (Kita Bangsa Myanmar) atau partai Thakin yang
menuntut kemerdekaan bagi bangsa myanmar.
Setelah terjadinya beberapa perlawanan antara rakyat Myanmar melawan para penjajah,
pada pertengahan abad ke-19, Inggris menguasai Myanmar secara resmi dan menyatukan
Myanmar dengan India. Pada era perang dunia kedua, Myanmar diduduki Jepang. Era
pendudukan Jepang ini dimanfaatkan rakyat Myanmar untuk mengorganisir gerakan
kemerdekaan mereka, dengan mendirikan Liga Rakyat Merdeka Anti-Fasis (AFPFL) di bawah
pimpinan Aung San.
Dalam perkembangannya, AFPFL semakin berkembang pesat. AFPFL juga memandang
bahwa situasi perang dunia kedua dapat dimanfaatkan dengan melihat kekuatan penjajah yang
terfokus pada dua arah. Karena seperti yang kita ketahui bahwa Jepang dan Inggris merupakan
aktor yang berperan secara signifikan dalam perang dunia kedua. Perang dunia kedua kemudian
berakhir dengan kekalahan jepang. Kekalahan Jepang di perang dunia kedua dijadikan sebagai
momentum bagi Myanmar untuk bangkit dan memberikan perlawanan. Setelah kekuatan dalam
tubuh Myanmar dipersatukan dan adanya dukungan dari Inggris beserta sekutu lainnya,
penyerangan terhadap tentara Jepang pun dilakukan. Penyerangan tersebut berakhir dengan
kekalahan Jepang. Pada tanggal 15 Juni 1945, angkatan bersenjata Myanmar bersama-sama
dengan satuan-satuan yang mewakili kerajaan Inggris dan pasukan sekutu mengadakan pawai
kemenangan di Yangoon. Kemenangan Myanmar dari Jepang tidak serta merta membuat
Myanmar menjadi negara merdeka. Akan tetapi, Inggris mengambil alih. Dalam
perkembangannya, pemerintah Inggris telah menjelaskan politiknya mengenai masa depan
Myanmar dalam Buku Putih. Bagaimanapun pelaksanaannya, selama tiga tahun akan diperintah
oleh gubernur secara langsung, dan pada saatnya kemudian pemilihan dan pembentukan kembali
Dewan serta pembuat Undang-undang Myanmar tahun 1935. Hal ini menjadi titik terang bagi
Myanmar karena hal tersebut menjadi sinyal akan kemerdekaan Myanmar. Hal ini dilakukan
pemerintah Inggris karena melihat AFPFL telah berpengaruh besar di tengah rakyat, akhirnya
Inggris sepakat untuk menyerahkan kemerdekaan kepada Myanmar.
Dalam rentetan perjuangan kemerdekaan Myanmar, U Aung San merupakan aktor yang
sangat kontributif dalam realisasi perjuangan tersebut. Dia dikenal sebagai pemimpin yang kuat
dan negarawan yang cakap serta memperoleh kepercayaan dan kecintaan rakyatnya. U Aung San
juga berperan penting dalam proses mengorganisasikan gerakan nasionalisme dan aktif dalam
melakukan pendekatan dengan pihak Inggris.
Secara resmi, Inggris memberikan kemerdekaan bagi Myanmar pada tanggal 4 Januari
1948. Hal ini tentunya menjadi prsetasi luar biasa bagi elemen-elemen Myanmar yang mampu
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Momentum ini kemudian dijadikan semangat untuk
membangun kembali Myanmar sebagai negara berdaulat dan merdeka
http://arnaldi-nasrum.blogspot.com/2011/11/menelusuri-gerakan-nasionalisme-myanmar.html

Anda mungkin juga menyukai