Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Isolasi dan Identifikasi Bakteri

2.1.1. Isolasi Bakteri

Mikroorganisme pada suatu lingkungan alami merupakan populasi

campuran dari berbagai jenis baik mikroorganisme pada tanah, air, udara,

makanan, maupun yang terdapat pada tubuh hewan dan tumbuhan. Pemisahan

mikroorganisme diperlukan untuk mengetahui jenis, mempelajari kultural,

morfologi, fisiologi, karakteristik mikroorganisme tersebut. Teknik pemisahan

tersebut disebut isolasi yang disertai dengan pemurnian (Irianto, 2006). Isolasi

merupakan rankaian proses pemisahan mikroorganisme agar didapatkan kultur

murni (isolat). Isolat-isolat tersebut kemudian ditumbuhkan pada medium terpisah

agar dapat tumbuh dengan baik. Medium pertumbuhan bakteri pertumbuhan

bakteri harus diperbaharui setiap 6 bulan agar sumber nutrisi bagi bakteri tetap

terpenuhi sehingga bakteri tidak mengalami kematian.

Menurut Cappucino & Sherman (1987) teknik isolasi bakteri yang

digunakan yaitu dengan dilution method. Dilution methode adalah pengenceran

bertingkat yang terbagi menjadi 3 macam teknik isolasi, yaitu:

1. streak plate technique, merupakan metode isolasi kualitatif dengan

menggoreskan mikroorganisme yang diambil atau kultur bakteri diatas

permukaan medium padat dengan menggunakan jarum inokulasi.

4
Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017
5

2. Spread plate technique, merupakan teknik isolasi yang dilakukan dengan

cara meratakan enceran campuran mikroorganisme diatas permukaan

mediun padat secara seteril.

3. Pour plate technique, merupakan teknik isolasi yang dilakukan dengan

membuat pengenceran secara berturut-turut dengan menggunakan jarum

inokulasi dan pipet. Selanutnya senceran tersebut dicampurkan dengan

medium agar dan dibiarkan sampai padat.

2.1.2. Identifikasi Bakteri

Mengetahui suatu jenis mikroorganisme diperlukan adanya identifikasi.

Identifikasi merupakan upaya untuk mengetahui nama suatu makhluk hidup dalam

suatu kelompok tertentu berdasarkan karakteristik persamaan dan perbedaan yang

dimiliki oleh masing-masing makhluk hidup. Identifikasi mikroorganisme

dilakukan dengan membandingkan ciri-ciri yang ada pada satuan yang belum

diketahui dengan satuan-satuan yang sudah dikenal. Identifikasi mikroorganisme

yang baru diisolasi memerlukan perincian, deskripsi, dan perbandingan yang

cukup dengan deskripsi yang telah dipublikasikan untuk jasad-jasad renik lain

yang serupa (Pelezar & Chan, 1989).

Proses identifikasi dilakukan dengan cara pengamatan terhadap organisme

tersebut baik secara morfologi maupun fisiologi. Pengamatan secara morfologi

dapat meliputi bentuk koloni, struktur koloni, bentuk sel, ukuran sel, bentuk flagel

dan pewarnaan endospore dari bakteri. Pengamatan secara fisiologi yaitu meliputi

uji biokimia. Identifikasi bakteri juga dapat dilakukan dengan cara indentifikasi

secara genetik, yaitu dengan metode PCR (polymerase chain reaction) yaitu

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


6

dengan mengekstrak DNA bakteri kemudian di perbanyak dan dielekroforesis.

Hasil elektroforesis akan menunjukan karakteristik dari DNA yang dimiliki

(Suryanto, 2004).

Pengamatan morfologi dapat dilakukan secara makroskopis dan

mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis dapat dilakukan dengan mengamati

bentuk koloni yaitu berbentuk bulat, tak berbentuk, sperti akar, dan filamen. Tepi

koloni bakteri yang terdiri dari bentuk tepi koloni utuh, halus, berombak dangkal,

dan berombak dalam. Elevasi koloni bakteri terdiri dari elevasi rata, cembung

rendah dan cembung tinggi dengan permukaan koloni halus atau kasar.

Pengamatan morfologi bakteri secara mikroskopis dapat dilakukan dengan

mengamati bentuk sel bakteri, ukuran bakteri, pewarnaan endospora, dan

pewarnaan Gram (Cappucino & Sherman, 1987).

Pengamatan fisiologi bakteri dilakukan dengan cara uji biokimia. Uji biokimia

yang biasa dilakukan yaitu pengujian fermentasi karbohidrat (untuk mengamati

kemampuan bakteri dalam memfermentasikan karbohidrat), pengujian Metyl red

(untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghasilkan asam), pengujian

Vogest Paskauer (untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghasilkan

acetumetyl carbinol dan fermentasi glukosa), pengujian indol (untuk mengathui

kemampuan bakteri dalam menghasilkan indol), pengujian oksidase (untuk

mengetahui kemampuan bakteri dalam memproduksi enzim oksidase), pengujian

H2S (untuk mengatahui kemampuan bakteri dalam memproduksi H2S), pengujian

6mylase (untuk mengetahui kemampuan bakteri menghidrolisis amilum),

pengujian katalase (untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghasilkan

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


7

enzim katalase), pengujian protease (untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam

menghidrolisis protein) ( Cappucino & Sherman, 1987).

2.2. Kotoran sapi

Kotoran sapi merupakan hasil dari sisa proses pencernaan yang merupakan

limbah ternak. Limbah ternak banyak dimanfaatkan sebagai pupuk dalam bidang

pertanian. Pemanfaatan tersebut belum sepenuhnya maksimal karena masih dapat

menimbulkan beberapa masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, air, dan

dapat menyebabkan efek rumah kaca. Penumpukan limbah perternakan sampai

dengan kapasitas tertentu akan menimbulkan dampak negatif antara lain

peningkatan polusi mikroba patogen sehingga dapat mengakibatkan pencemaran

lingkungan (Yazid & Aris, 2011 dalam Wati, 2014). Limbah kotoran sapi yang

dihasilkan oleh rumah ternak pada umumnya berjumlah sangat banyak. Satu ekor

sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya (Rahayu, dkk.

2009).

Kotoran sapi dikeluarkan dalam bentuk fases maupun urin. Fases sapi

merupakan hasil dari sisa makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh yang

terdiri dari atas serat-serat tumbuhan yang tidak dapat tetrurai. Sisa-sisa makanan

inilah yang dimanfaatkan sebagi pupuk organik yang dapat membantu

menyuburkan tanaman (Haryati, 2006).

2.3. Biogas

Teknologi biogas bukanlah merupakan teknologi baru di Indonesia,

sekitar tahun 1980-an sudah mulai diperkenalkan namun sampai saat ini

belum mengalami perkembangan yang bagus (Putri, 2014). Biogas dapat

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


8

dihasilkan dari pengolahan limbah rumah tangga dan buangan dari sisa

kotoran ternak, dengan demikian biogas memiliki potensi yang besar untuk

dikembangkan karena bahannya dapat diperoleh dari sekitar tempat tinggal

masyarakat (Wahyono dan Sudarno, 2012 dalam Sanjaya, 2015). Pada

umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas,

namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran

dan urin (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana

(Rahayu, dkk. 2009).

Biogas merupakan sumber energi alternatif yang berupa gas yang

dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan organik. Gas yang

dominan dihasilkan adalah gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2)

(Simmamora, 1989). Secara umum proses anaerobik akan menghasilkan gas

methana (Biogas). Biogas (gasbio) adalah gas yang dihasilkan dari pembusukan

bahan-bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob (tanpa ada oksigen

bebas). Biogas tersebut merupakan campuran dari berbagai macam gas antara

lain metana (CH4) 40-70%, karbondioksida CO2) 30-60%, hidrogen (H2) 0-1 %,

hidrogen sulfida (H2S) 0-3% (LIPI dalam Rahayu, 2009). Sifat penting dari gas

metan adalah tidak berbau, tidak berwarna, beracun dan mudah terbakar. Karena

sifat gas tersebut, maka gas metan ini termasuk membahayakan bagi

keselamatan manusia (Sugiharto, 2005 dalam Taufikurrahman, 2011).

Proses anaerob merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu pemecahan

bahan organik oleh aktivasi bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada

kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


9

mengandung bahan organik seperti kotoran ternak, manusia dan sampah organic

(Haryati, 2006).

2.4. Bakteri dalam kotoran sapi

Kotoran sapi secara alamiah didalamnya terdapat berbagai

mikroorganisme diantaranyaa bakteri. Bakteri yang ada pada kotoran sapi

merupakan bakteri yang berasal dari usus yang keluar bersamaan dengan fases

sebagai sisa pencernaan. Bakteri di dalam kotoran sapi merupakan pengurai yang

dapat menguraikan senyawa-senyawa organic menjadi lebih sederhana untuk

dapat lebih mudah dimanfaatkan oleh lingkungan (tumbuhan) maupun untuk

kepentingan lain. Penguraian tersebut dapat menghasilkan berbagai senyawa

seperti monosakarida, asam-asam organik, serta gas metana yang dihasilkan dari

proses anaerobik (Haryati, 2006).

Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri

hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri

fermentatif yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik,

bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan

asam asetat dan bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat,

hidrogen dan karbondioksida (Haryati, 2006). Bakteri-bakteri ini memanfaatkan

bahan organik dan memproduksi metan serta gas lainnya dalam siklus hidupnya

pada kondisi anaerob . Mereka memerlukan kondisi tertentu dan sensitif terhadap

lingkungan mikro dalam digester seperti temperatur, keasaman dan jumlah

material organik yang akan dicerna (Haryati, 2006).

2.4.1. Bakteri Hidrolitik

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


10

Bakteri hidrolitik merupakan kelompok bakteri yang dapat menguraikan

senyawa organik komplek menjadi sederhana. Pada tahap awal bahan organik

komplek didekomposisi dengan proses hidrolisa menjadi bahan organik

sederhana oleh bakteri hidrolitik, bakteri yang berperan pada tahap ini adalah

Clostridium acteinum, Bacteriodes ruminicola, Bifidobacterium sp, Eschericia

sp, Enterobacter sp, dan Desulfobio sp (Benito, dkk. 2010).

2.4.2. Bakteri Asidogenik

Bakteri asidogenik merupakan bakteri yang berperan dalam proses

pengasaman. Bakteri tersebut akan mengubah komponen monomer (gula

sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis menjadi asamasetat, propionat,

format, laktat, alcohol, dan sedikit butirat, gas karondioksida, hydrogen, dan

ammonia (Haryati, 2006). Peranan baktri asidogenik pada pembutan biogas

sangatlah penting karena bakteri ini dapat mengubah gula sederhana menjadi

asam organik yang selanjutnya digunakan dalam proses metanogenesis oleh

bakteri metanogenik. Perbandingan antara bakteri asidogenik dengan metanogenik

haruslah seimbang (Haryati,2006). Bakteri asidogeik yang dapat mengubah bahan

organik sederhana menjadi asam organik dinataranya bakteri Lactobacillus sp,

Streptococus sp (Benito, dkk. 2010).

2.4.3. Bakteri metanogenik

Bakteri metanogenik merupakan kelompok bakteri yang dapat mengubah

asam organic menjadi gas methan dan CO2. Kelompok bakteri metanogenik

diantaranya Methanobacterium melianskii, Methanococcus sp, dan

Methanosarcina sp (Benito, dkk. 2010).

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


11

2.5. Proses Pembentukan Biogas

Prinsip pembentukan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik

secara anaerobik (tertutup dari udara bebeas) untuk menghasilkan suatu gas yang

sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan

karbondioksida. Proses dekomposisi dibnatu oleh sejumlah mikroorganisme,

terutama bakteri (Ginting, 2007).

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri

dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat

menjadi metana dan karbondioksida. Karbondioksida dan hidrogen yang terbentuk

dari reaksi penguraian kemudian disintesa oleh bakteri pembentuk metana

menjadi metana dan air (Manurung, 2004).

Pembentukan biogas secara umum meliputi 3 tahapan, yaitu:

a. Hidrolisis, pada tahap hidrolisis terjadi penguraian bahan-bahan organik

mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komples menjadi

sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer;

b. Pengasaman (asidogenik), pada tahap pengaaman komponen monomer (gula

sederhana) yang terbentu pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan

bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula

sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan

sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen, dan amonia; serta

c. Metanogenesis (metanogenik), pada tahap metanogenik terjadi

pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017


12

ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen

sulfida (Haryati, 2006).

Gambar 2.1. Skema pembentukan biogas (Haryati, 2006).

Isolasi Dan Identifikasi..., Vika Lawnia, FKIP UMP, 2017

Anda mungkin juga menyukai