PENDAHULUAN
1
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-
alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Kelelahan kerja merupakan masalah yang sangat penting perlu
ditanggulangi secara baik. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya
penurunan kekuatan otot, rasa lelah yang merupakan gejala subjektif dan
penurunan kesiagaan (Sumamur P.K, 2009).
2
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit
atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Untuk itulah penting bagi kita sebgai tenaga kesehatan untuk
mengetahui bagaiman penilaian risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
selamat dan sehat sebagai hak asasi setiap orang. ILO sebagai organisasi pekerja
sedunia merumuskan pentingnya tempat kerja yang produktif dan layak
(productive and decent work place).
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan masalah dunia. Estimasi
Global yang dilaporkan ILO pada tahun 2002 menyebutkan, dari 2,8 milyar
tenaga kerja di dunia, dalam satu tahun terjadi 2,2 juta kematian terkait pekerjaan,
270 juta kecelakan kerja, 160 juta penyakit terkait kerjadengan kerugian sekitar
4% dari GDP global (30 triliun US dolar).
Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement
tahun 1919 (Stbl.No.406), namun sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 14
tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun
undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan
kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan
teknologi. Undang-undang tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, yang mengatur dengan jelas tentang kewajiban
pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
Mengingat faktor keselamatan sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap
selanjutnya kegiatan keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan kerja
atau disingkat dengan K3.Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang,
Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan
Presiden terkait penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja.
Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja memuat
tentang kewajiban pimpinan tempat kerja, kewajiban dan hak pekerj serta
ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000, (seratus
ribu rupiah). Bahkan, secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun
yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD)
5
dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan.
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 tentang
Kesehatan Kerja menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya sehingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu,
kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat
kerja dan syarat kesehatan kerja.Undang-undang ini pun memuat ancaman pidana
kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000.
(lima belas juta rupiah) bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang
tersebut.
Menaker juga secara khusus mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No.Per.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kerja
(SMK3). Dalam peraturan ini dijelaskan mengenai tujuan dan sasaran sistem
manajemen K3, penerapan sistem manajemen K3, audit sistem manajemen K3,
mekanisme pelaksanaan audit dan sertifikasi K3. Dalam lampiran peraturan
tersebut diuraikan mengenai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K3 Yang
terdiri dari: Komitmen dan kebijakan, Perencanaan, Penerapan serta Pengukuran
dan Evaluasi.
6
b) Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja
c) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien.
Menurut pendapat Sumamur (2009), menyebutkan bahwa dalam aneka
pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan diuraikan
pentingnya perencanaan yang tepat, pakaian kerja yang tepat, penggunaan alat-
alat perlindungan diri, pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk, label-label,
pengaturan pertukaran udara dan suhu serta usaha-usaha terhadap kebisingan.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.Kep. 463/MEN/1993,
tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat dan
lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai ; suasana
lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang
sehat fisik, mental, sosial dan bebas kecelakaan.
7
3. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan
prosedur dan rencana tentang keselamtan dan kesehatan kerja
karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus
menerus prosedur dan rencana sesuai dengan kebutuhan perusahaan
dan karyawan. Sementara reaktif, pihak manajemen perlu segera
mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu
kejadian timbul.
4. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajat keselamatan
dan kesehatan kerja yang tinggi sebagai faktor promosi perusahaan ke
khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan
dan kesehatan kerja para karyawannya.
Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan
dapat membandingkan insiden, kegawatan dan frekuensi penyakit penyakit dan
kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan.
8
biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas
pekerjaan, misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan
pelindung diri secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan
tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan mesin.
Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:
a. Beban kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan.
b. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik,
maupun psikososial.Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa Aspek dan Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja, alat kerja dan bahan, cara
melakukan pekerjaan,beban kerja, kapasitas kerja, dan lingkungan kerja.
9
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam
setiap masalah operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern. Masalah
yang terjadi khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan
kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa
permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa berbagai
akibat buruk bahkan fatal.
Permasalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja memerlukan
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja komprehensif antara lain dengan
(Simajuntak, 1994):
a. Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik
b. Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja
c. Menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha
dan bagi masyarakat pada umumnya.
d. Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk
menghindari kecelakaan kerja.
e. Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka
yang menderita kecelakaan kerja.
f. Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengaman lingkungan kerja,
pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan
penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pemerintah mengajak pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun
kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan
dari kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan
kecelakaan kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara
mengurangi akibat kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman,
penugasan tenaga khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan
inspeksi secara regular, serta menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi
bencana atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja: PER. 05/MEN/1996,
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dibagi menjadi tiga tingkatan
yang kemudian akan digunakan sebagai dasar audit internal perusahaan yaitu:
10
a. Tingkat awal adalah perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat
resiko rendah harus menetapkan sebanyak 64 kriteria.
b. Tingkat transisi adalah perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat
resiko menengah harus menetapkan sebanyak 122 kriteria
c. Tingkat lanjutan adalah perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat
resiko tinggi harus menetapkan sebanyak 166 kriteria.
Dalam penentuan kriteria perusahaan juga dapat ditentukan melalui
kriteria kebakaran suatu perusahaan, sebagai contoh apabila perusahaan tersebut
berhubungandengan logam maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai
perusahaan dengan kategori sedang dua, dan disimpulkaan bahwa perusahaan tersebut
perusahaan menengah.
Manajemen resiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Sehingga
memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasildengan cara
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada.Pendekatan manajemen risiko
yang terstruktur dapat meningkatkan perbaikan berkelanjutan.
Manfaat dalam menerapkan manajemen risiko antara lain :
a. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap
kegiatan yang mengandung bahaya
b. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan
c. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai
kelangsungan dan keamanan investasinya
d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi
setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan
e. Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku
(Ramli, Soehatman.Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3
OHS Risk Management - hal 4. Jakarta : PT.Dian Rakyat.2010)
11
berjalan dengan tepat dan sesuai. Tahapan yang perlu dilakukan dalam
menerapkan manajemen risiko K3 adalah :
a. Menentukan Konteks
b. Melakukan Identifikasi Risiko
c. Penilaian Risiko
d. Pengendalian Risiko
e. Komunikasi dan Konsultasi
f. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
12
kombinasi kriteria tingkat kemungkinan dan keparahan. Dalam
menentukan tingkatan tersebut dapat digambarkan pada beberapa tabel
berikut :
13
Kemudian kriteria risiko dapat digambarkan seperti pada
tabel berikut :
14
(Ramli, Soehatman.Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 54-55. Jakarta :
PT.Dian Rakyat. 2010)
15
mungkin terjadi. Analisa ini dilakukan berdasarkan konteks yang telah
ditentukan oleh perusahaan, seperti tingkat kemungkinan tabel 1.,
tingkat keparahan 2. dan tingkat risiko tabel 3. Cara melakukan analisa
adalah :
a. Lakukan analisa dari setiap langkah kerja yang telah diidentifikasi
pada tahapan identifikasi bahaya.
b. Mengukur tingkat kemungkinan terjadinya incident dari setiap
tahapan kegiatan yang dilakukan berdasarkan acuan konteks yang
telah ditentukan pada tabel 1.
c. Mengukur tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan dari setiap
potensi bahaya pada setiap tahapan kerja yang telah diidentifikasi.
Ukuran tingkat keparahan ditentukan berdasarkan acuan konteks
yang telah dibuat pada tabel 2.
d. Setelah tingkatan kemungkinan dan keparahan diketahui, lakukan
perhitungan menggunakan rumus berikut untuk mengetahui nilai
risikonya :
e. Membuat matriks risiko.
16
Evaluasi Risiko :
Setelah setiap tahapan kerja diidentifikasi dan dianalisa tingkat
risikonya, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi risiko.
Evaluasi risiko dilakukan untuk menentukan apakah risiko dari setiap
tahapan kerja dapat diterima atau tidak. Cara melakukan evaluasi
adalah:
a. Perusahaan/organisasi membuat kriteria risiko yang dapat diterima
(tingkat risiko low), tidak dapat diterima (tingkat
risiko high dan very high) dan dapat ditolerir (tingkat
risiko medium).
b. Setiap tahapan kerja yang telah dianalisa dan diketahui tingkat
risikonya, maka lakukan evaluasi apakah tingkatan risiko tersebut
dapat diterima, tidak dapat diterima atau dapat ditolerir.
c. Jika tingkatan risiko yang ada tidak dapat diterima, maka perlu
dilakukan tindakan pengendalian risiko guna menurunkan tingkatan
risiko tersebut sampai tingkatan rendah atau dapat ditolerir.
17
3. Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode
rekayasa teknik pada alat, mesin, Infrastruktur, lingkungan, dan
atau bangunan.
4. Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera
melakukanpembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety
sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap kontraktor,
material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.
5. APD : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat
perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu
safety, coverall, kacamata keselamatan,dan alat pelindung diri
lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
18
3. Bahan baku dan bahan produksi lainnya rusak
4. Bangunan terbakar atau roboh
5. Proses produksi terhenti atau terganggu
Kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam beberapa akibat yang
ditimbulkannya seperti (Simajuntak, 1994):
a. Meninggal dunia, termasuk kecelakaan yang paling fatal yang
menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan
pertolongan dan perawatan sebelumnya.
b. Cacat permanen total adalah cacat yang mengakibatkan penderita secara
permanen tidak mampu lagi melakukan pekerjaan produktif karena
kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh, seperti:
kedua mata, satu mata dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua
bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.
c. Cacat permanen sebagian adalah cacat yang mengakibatkan satu bagian
tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.
d. Tidak mampu bekerja sementara, dimaksudkan baik ketika dalam masa
pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan,
sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak
melakukan kerja produktif.
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (Silalahi,
1995):
1. Faktor biologis
2. Faktor kimia termasuk debu dan uap logam
3. Faktor fisik termasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu, dan
kelembaban.
4. Faktor fisiologis
5. Faktor tekanan mental/stress.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari risiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat dan lingkungan. Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi
pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3
diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja.
Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini
adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu
melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga
pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai
peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam
pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian
ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau Negara. Oleh karena itu
20
kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja
oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
1. Bagi Perusahaan
Bagi pihak perusahaan disarankan untuk menekankan seminimal mungkin
terjadinya kecelakaan kerja, dengan jalan antara lain meningkatkan dan
menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan baik dan tepat.
Hal ini dapat dilakukan dengan sering diadakan sosialisasi tentang manfaat
dan arti pentingnya program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi
karyawan, seperti misalnya dengan pemberitahuan bagaimana cara
penggunaan peralatan, pemakaian alat pelindung diri, cara
mengoperasikan mesin secara baik dan benar. Selain itu perusahaan harus
meningkatkan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta
menerangkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam
kegiatan operasional.
2. Bagi Karyawan
Bagi karyawan lebih memperhatikan program keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) dengan bekerja secara disiplin dan berhati-hati serta mengikuti
proses yang berlaku.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
11. Silalahi,Rumondang.1995. Manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.
12. Simanjuntak, Payaman J., 1994. Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: HIPSMI.
13. Suma'mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(HIPERKES). Jakarta: Agung Seto
14. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
23