Anda di halaman 1dari 11

Amsal Pasal 23

Mengelompokkan Amsal ke hikmat vs Kebodohan, Amsal Untuk Gaya Hidup yang Etis
& Mencari konteks Ayat yang Tanpa konteks

Salah satu cara yang paling gampang untuk mempelajari amsal ini dengan mudah adalah
mengelompokkan amsal ini terbagi dua bagian, yaitu; orang berhikmat dan orang bebal [Lawan dari
hikmat adalah kebodohan atau kebebalan]. Misalnya jika kita mempelajari pasal 23 ini maka tujuannya
sangat sederhana. Supaya pendengar mengikuti hikmat dan menjauhi kebodohan. Di pasal 1-9, kita
telah melihat bagaimana hikmat depersonifikasi sedemikian rupa bak, wanita bijaksana, bak seorang
nabi yang berseru-seru, bak seorang Ayah yang menasihati anaknya, dan dengan personifikasi lainnya
tujuannya untuk menasihati seseorang supaya memilih jalan hikmat serta menjauhi kebodohan. Jadi
sederhananya jika kita sedang membaca amsal, maka cara mendekati amsal yang sederhana, jemaat
harus menjadikan topik hikmat vs kebodohan sebagai inti dari semua amsal ini meski hikmat vs
kebodohan dibicarakan dengan ragam topik, misalnya mengenai makan dengan orang pembesar, nafsu
makan yang berlebihan, orang kikir, suap dan topik-topik lainnya

Pelajaran ke dua yang harus ditekankan, meski sudah disampaikan minggu yang lalu adalah; amsal
ditulis untuk memiliki gaya hidup yang etis dimaksudkan untuk memberikan nasihat ketimbang doktrin
khusus, Jadi hanyalah sebuah nasihat umum supaya keberhasilan dan kesejahteraan setiap individu bisa
lebih baik lagi. Misalnya jangan mabuk, ambisius menjadi kaya, si pelahap yang rakus, si peminum, dan
beberapa topik lagi di pasal 23 khususnya. Jadi ketika membaca kitab amsal yang harus kita ingat adalah
nasihat untuk menggunakan ciptaan Allah dengan tepat/benar menurut Allah dan untuk menikmati
hidup di bawah pemeliharaan dan kedaulatan Allah. Dengan kata lain menghidupi kehidupan di dunia
dengan peraturan Allah.

Pelajaran ke tiga yang harus ditekankan adalah bahwa amsal pasal 10-12,14-29 adalah koleksi amsal
yang ditulis secara acak mengenai topik topik hikmat dan kebodohan. Artinya, amsal ini adalah sebuah
koleksi perkataan tanpa garis besar, susunan atau perkembangannya, jadi kita tidak boleh berhenti di
satu ayat, karena kita belum menemukan konteks dari pesan setiap ayat tersebut. Kalau topic tertentu
terdiri dari beberapa ayat atau paralelisme yang diulang-ulang kita tidak akan kesulitan menemukan
konteksnya, misalnya ayat 29-35 sangat jelas konteksnya mengenai bahaya pemabuk, karena deskripsi
metafora yang digunakan diulang-ulangi beberapa kali, tetapi jika hanya satu ayat saja maka Kita perlu
mencari konteks dari ayat tersebut. Ini yang paling penting diingat. Misalnya ayat 4 dari pasal 23 ini
berbicara susah payah menjadi kaya dalam konteks yang seperti apa? Misalnya bukankah kita harus ber
susah payah dalam segala hal? Bukankah bersudah payah sama dengan berlelah lelah? Salahkah jika kita
memiliki keinginan yang kuat menjadi kaya? Bukankah setiap kita memiliki kerinduan, ambisi untuk kaya
atau merdeka secara finansial? Apakah konteks dari ayat ini? Inilah tugas kita berikutnya, mencari
konteks dari kalimat praktis ini. Untuk mencari konteks dari ayat 4 ini bacalah amsal berikut: Amsal 10:4,
Amsal 11:28, Amsal 13:11, Amsal 22:16, Amsal 28:6, Amsal 28:20. Di satu sisi saya telah memberikan
contoh-contoh bagaimana cara melakukan tugas yang berikan di atas, di sisi yang lainnya, hal ini adalah
sebuah proses yang harus dilakukan oleh jemaat supaya menjadi sebuah kebiasaan ke depannya.
Memang cara yang seperti ini terlihat baru bagi kita, tetapi dengan membiasakan diri maka ke depannya
hal-hal yang berkaitan dengan contoh di atas akan menjadi mudah karena kita telah terbiasa latihan
untuk menelitinya.

Amsal Pasal 24 Jika Amsal terdiri dari puluhan topic yang berbeda apa yang harus saya lakukan?

Telah diajarkan untuk menghubungkan dan membandingkan masing-masing ayat tadi dengan ayat lain
dalam pasal tersebut untuk menemukan kebenaran yang lebih komprehensif [menyeluruh atau utuh].
Kemudian cara lain yang perlu ditekankan adalah bacalah keseluruhan pasal dan mempelajari ayat-
ayatnya sebagai pengajaran yang berdiri sendiri. Ketika kita membaca ayat demi ayat maka kita harus
memikirkannya secara lebih mendalam. Beberapa pertanyaan bisa diajukan seperti: apa yang dikatakan
Amsal ini? Apa makna yang terkandung di dalamnya? Apa latar belakang munculnya Amsal ini? Dalam
situasi yang bagaimanakah Amsal ini dapat diaplikasikan? Semua cara atau perangkat yang diusulkan di
atas, akan menjadi sebuah alat bantu yang baik dan benar untuk kita bisa lebih mengenal, memahami,
menguasai dan menemukan konstruksi, kerangka, atau latar di balik setiap ayat itu.

Kenapa? Karena setiap ayat yang telah kita baca tersebut, sangat pendek, praktis, tidak bisa diartikan
sebagai makna, karena tidak ada konteks yang menyertainya. Kita hanya bisa berasumsi, jadi usulan-
usulan di atas bertujuan untuk menemukan latar atau konteks di belakang munculnya ayat tersebut.
Seperti kita pelajar Rabu kemarin bahwa kitab Amsal ini, khususnya bagian kedua [10:1-22:16], ketiga
[22:17-24:34] dan keempat [25-29] merupakan perkataan-perkataan tanpa garis besar yang jelas, dan
tidak memiliki kesatuan tema atau susunan yang rapih; apa yang kita lihat di sini hanyalah beberapa
kelompok kecil ayat-ayat yang kelihatannya dapat dikelompokkan, atau belasan ide yang berbeda-beda.
Hal ini menjadikan kita sulit untuk mendalami satu pasal dalam satu kali renungan atau studi kita.
Karena itu, salah satu cara mempelajari kitab Amsal yang dapat diusulkan ialah dengan memfokuskan
renungan pada satu ayat yang berkesan atau pada satu tema tertentu [misalnya: teguran terhadap
kemalasan, nasihat mengenai perkataan/bibir/mulut, nasihat tentang takut akan Tuhan, dll]. Dengan
demikian kita dapat memikirkannya secara mendalam untuk menemukan nilainya yang penuh. Beda
hanya dengan amsal Pengakuan bersifat metafora otobiografi [seperti Catatan riwayat] di ayat 30-34
kita tidak akan kesulitan menemukan konteks dan latar dari ayat-ayat tersebut.

Sudah beberapa kali dipaparkan contoh mempelajari, atau bagaimana seharusnya menggali setiap ayat
yang menggambarkan ide-ide yang berbeda mengenai topik hikmat vs kebodohan tersebut. Misalnya di
pasal 24 ini saja lebih dari 20 puluhan ide yang dibahas, jadi tidak cukup waktu kita jika harus
menguraikan ayat itu satu persatu. Tetapi dengan memberikan prinsip yang dibutuhkan cara-cara
menelitinya dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan maka saudara sudah bisa
mengembangkannya sesuai dengan persiapan saudara untuk menelitinya. Sekali lagi ditekankan, bahwa
dengan belajar sendiri secara mandiri, maka saudara berada di jalur yang benar, dari pada mendapatkan
dari hasil olahan pengajar yang lainnya. Jadi galilah kebenaran di setiap ayat di pasal ini dengan
menggunakan aturan-aturan yang telah dijelaskan, baru bandingkan dengan ajaran sudah anda ketahui,
baca, atau dengar dari pihak yang lainnya. Sekarang pelajarilah beberapa topik di pasal 24 ini dengan
menggunakan prinsip yang sudah dijelaskan baik Minggu ini atau Minggu Minggu yang sudah lewat.

Pasal 19 Mengajukan Pertanyaan kepada Istilah atau kata yang tidak populer

Pada masa pemerintahan Hizkia, kita menemukan informasi yang berharga, berhubung dengan
pendidikan sastra di lingkungan Kerajaan, maka pengajaran mengenai sastra hikmat sedang mengalami
puncak-puncaknya. Amsal 25 ayat 1 memberikan sekilas informasi mengenai hal tersebut. Di jaman
Hizkia inilah diadakan pengeditan atas karya karya Salomo ini dan karya guru hikmat lainnya secara
khusus pasal 30-31.

Cara lain yang diusulkan ketika mempelajari amsal ini adalah dengan mencari tahu tentang kata atau
istilah yang tidak populer di telinga kita, misalnya Dalam Amsal 25:4, apakah sangat? Jawab [selanjutnya
J]: Ini adalah bagian yang tidak berguna dari perak yang harus dipisahkan dari perak yang akan
digunakan dan berharga. Dalam Amsal 25:14, bagaimana penyombongan diri dengan hadiah tidak
pernah sama dengan awan tanpa hujan? J: Petani yang membutuhkan hujan akan lebih kecewa ketika
awan hujan muncul, tapi hujan tetap tidak datang. Seperti halnya, bagi seseorang yang membutuhkan
uang, bakat, atau hal lain, pasti putus asa ketika beberapa orang berjanji untuk membantu, tapi mereka
membiarkan anda menderita. Akan lebih baik jika tidak pernah mendengar tawaran yang pertama kali.
Dalam Amsal 25:15, bagaimana bisa sebuah lidah, bahkan lidah yang lembut, mematahkan tulang? J:
Amsal 25:15 menunjukkan bahwa dengan rayuan, sebuah lidah yang lembut dapat membujuk seorang
pembesar, yang tentunya, mempunyai tentara. Di manakah Amsal 25:17 diberlakukan? J: Ayat ini
berbicara tentang rumah, tapi saat ini berlaku dalam meminjam mobil orang lain, atau selalu
menumpang dengan mobil mereka juga.

Dalam Amsal 25:21-22, apa yang dimaksud di sini dengan menimbun bara api di atas kepala musuh? J:
Ayat ini adalah pengulangan dari jawaban pada Roma 12:20. ini artinya orang Kristen seharusnya tidak
memiliki dendam. Dalam Amsal 25:27, mengapa tidak baik memakan terlalu banyak madu? J: Memakan
banyak makanan yang manis dapat menyebabkan seseorang merasa sakit pada perutnya, tapi ada
makna yang lebih dalam di sini. Apapun yang berlebihan itu salah. Amsal 25:27 adalah sebuah
perbandingan, untuk memuji-muji seseorang. Jangan berlebihan. Dalam Amsal 25:27, mengapa kita
tidak seharusnya makan banyak madu, karena Amsal 24:17 mengatakan kita seharusnya makan madu?

J: Madu dulu seperti permen saat ini. Ini adalah perbedaan antara menikmati sesuatu. Pada zaman kuno
ketika para ayah menyuruh anak-anak laki-laki membaca dari gulungan dari pelajaran, mereka akan
menempelkan madu di gulungan itu. Seorang anak mungkin menikmati tugasnya untuk menjilati hais
madu itu, sebelum membaca gulungannya. Menikmati sedikit madu adalah bagus. Namun,
mengosongkan pot madu, dan tidak membaca yang ada di gulungan keduanya adalah berlebihan. Untuk
anak kecil, selalu ada satu hal di mana anda perlu mengajarkan mereka bahwa walaupun itu hal yang
baik tidak dapat dilakukan secara berlebihan.

Pernyataan Imajinasi dan Penekanan kepada istilah Bebal atau Bodoh


Amsal 26

Di dalam amsal penulis sering kali memakai pernyataan imajinasi, misalnya di ayat 14, dan hanya dapat
dimengerti jika membayangkan pintu yang berulang-ulang diputar atau buka tutup. Ungkapan ini
gambaran terhadap pemalas.

Pada perikop ini Di pasal 26 ini kehidupan yang bodoh atau bebal perlu ditekankan, misalnya;, sangat
jelas diperlihatkan seperti apa sikap [perbuatan] orang yang tidak berhikmat [tidak takut akan Tuhan]
dengan sikap yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang takut akan Tuhan. Pada ayat 17-28
sangat jelas dikatakan, kehidupan orang bodoh adalah kehidupan yang terlihat pada para pemfitnah
[yang suka memfitnah dan melukai hati], yang suka berbantah dan bertengkar, orang yang berbibir
manis dengan hati jahat [penuh tipu daya], orang yang suka menyimpan kebencian dan tipu daya, serta
bermulut licin yang mendatangkan kehancuran. Semua sikap [perbuatan] tersebut adalah kejahatan
yang tidak disukai oleh Tuhan, sebab semua sikap tersebut akan membawa kehancuran bagi orang
banyak. Itulah sikap kebodohan yang tidak disukai Tuhan ada pada umat-Nya. Betapa malangnya orang
bebal dan orang munafik. Orang bebal sebenarnya tidak identik dengan orang bodoh, tetapi orang bisa
menjadi bodoh karena kebebalannya. Lebih malang lagi bila orang pandai tetapi bodoh karena ia tidak
menyadari kebebalannya, sehingga ia tetap tinggal dalam kebodohannya.

Seorang yang tidak menyadari kebebalannya telah kehilangan arti hidupnya. Penulis Amsal mengatakan:
orang bebal tidak layak mendapatkan kehormatan karena tidak tahu bagaimana menghargai
kehormatan [1, 8]; orang bebal tidak dapat diandalkan sebagai penyampai pesan karena pesan yang
disampaikan dapat berubah dari maksud sebenarnya, sehingga akan mencelakakan sang pemberi pesan
[6]; orang bebal tidak pernah menghargai amsal bahkan dapat menjadikan amsal sebagai pengusik
kemarahan orang lain [7, 9];orang bebal yang kembali melakukan kebodohan, tidak belajar dari
kebodohan yang pernah dilakukannya [11]; orang bebal memiliki harapan kosong [12]. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa orang bebal telah kehilangan arti hidupnya sejak ia mempertahankan
kebodohannya.

Orang munafik membungkus kebusukan hatinya dengan perkataan manis dan indah, seolah tak seorang
pun dapat membongkar apa yang ada di dalam hatinya. Betapa kejinya orang munafik karena telah
memperdaya banyak orang dengan keramahannya. Namun tanpa disadari ia sendiri pun akan
mengalami kehancuran. Dengan segala tipu dayanya ia berhasil meracuni orang melalui perkataan
manis dan ramah, sehingga korban terperdaya [22-25]. Namun kebencian yang telah berusaha
diselubungi ini pun akan nyata dalam kumpulan orang benar [26], sehingga ia sendirilah yang akan
mengalami akibat tipu dayanya [27]. Orang munafik tak pernah merasakan kebahagiaan karena selalu
berpikir bagaimana cara mencelakakan orang lain. Apakah orang bebal dan orang munafik pernah
menyesal? Betapa malangnya orang bebal dan orang munafik karena tidak menyadari bahwa
perbuatan mereka sendirilah yang membawa kepada kemalangan. Bebal atau munafik bukan karena
latar belakang pendidikan atau karakter, tetapi diri kita sendiri yang menjadikannya demikian.

Bijak Bersikap & Berpusat pada Allah


Pasal 27 :1-2

Bijak Bersikap. bagaimana cara memelihara hubungan baik? Dengan pandai-pandai menjaga sikap dan
bicara. Jangan menyinggung perasaan atau melukai hati orang lain. Kesukaan memuji diri seakan dapat
melakukan segalanya [1-2], dapat merusak hubungan. Orang yang demikian seolah menganggap hanya
dirinya yang hebat. Siapa yang senang menghadapi orang semacam itu? Maka lebih baiklah bila orang
lain yang memuji kita. menimbulkan sakit hati dengan bersikap bodoh juga dapat mengganggu
hubungan [3]. Alkitab sering mengaitkannya dengan tidak takut akan Allah. Ia berbuat sekehendak hati,
tanpa peduli batas. Allah saja tidak dia takuti, apa lagi orang lain! Lalu siapakah yang dapat tahan
menghadapi orang yang demikian [band. Ams. 17:12, 19:3]?

Jangan juga kita menjadi penyebab kecemburuan [4]. Iri hati atau cemburu bagaikan racun yang
menggerogoti tubuh dan menghancurkan sukacita [Ams. 14:30]. Kita sendiri harus menghindari iri hati
karena iri hati adalah dosa dan menjadi sumber perbuatan jahat [Yak. 3:16]. Bagaimana seharusnya
sikap kita? Orang yang bersalah harus kita tegur dengan baik [5-6]. Jangan di hadapan orang lain. Musa
dan Tuhan Yesus juga mengajarkan demikian [Im. 19:17; Mat. 18:15]. Jangan enggan melakukannya
karena lebih mementingkan hubungan baik terpelihara atau takut bila orang itu memusuhi kita. Ingatlah
bahwa bila kita tidak menegur kesalahannya, itu sama dengan membenci dia! Padahal seharusnya kita
mendorong dia untuk hidup benar [Gal. 6:1]. Lagi pula seorang kawan yang baik pasti lebih suka
menerima teguran dengan maksud membangun [Mzm. 141:5]. Orang yang bagaimanakah yang Anda
inginkan menjadi kawan Anda? Orang yang hanya ingin bersenang-senang dengan Anda, atau orang
yang menginginkan yang terbaik bagi Anda, meski ia harus menanggung risiko di benci? Tentu kita
memilih yang kedua. Jadilah orang yang demikian juga bagi orang lain!

Berpusat pada Allah hubungan dengan sesama merupakan tema yang juga banyak dibahas oleh penulis
Amsal. Orang memang harus belajar memelihara hubungan antar personal agar tercipta keharmonisan.
Pandai bersikap dan membawa diri adalah kunci penting dalam menjalin relasi dengan orang lain. Kita
tidak bisa seenaknya membawa kebiasaan dan karakter kita di tengah orang lain, walau kita
menganggap itu baik. Belum tentu orang bisa menerimanya. Akibatnya terjadilah gesekan yang merusak
keharmonisan hubungan. Misalnya bersikap terlalu ramah, tetapi pada waktu yang tidak tepat [14].
Walau di sisi lain, mungkin saja hal itu justru membuat orang belajar saling menerima dan membangun
[17]. Maka dari kepiawaian membina hubungan dengan sesama itulah, orang akan menuai pujian [21].
Pujian dan imbalan juga akan diperoleh orang yang berhasil menjalankan tugas dengan baik [18].
Penulis Amsal mengemukakan tiga contoh orang yang bersikap salah. Pertama, orang yang tidak berhasil
membina relasi dengan orang lain. Misalnya istri yang suka bertengkar, bagai tiris yang menitik tanpa
henti pada waktu hujan [15-16]. Hujan membuat kita tidak bisa menikmati udara luar, sementara tiris di
dalam rumah membuat repot dan tidak nyaman. Mungkin seperti itu perasaan suami yang memiliki istri
demikian. Kedua, contoh tentang sikap orang terhadap benda, yakni tamak [20]. Orang tamak tidak
pernah merasa puas dengan apa yang dia miliki. Ini memang sifat dasar manusia. Karena itu Paulus,
dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, menuliskan tentang belajar mencukupkan diri dalam segala
keadaan [Flp. 4:10-13]. Ketiga, sikap orang bebal yang tidak pernah mau belajar dan diajar [22], sehingga
selalu tinggal di dalam kebebalannya. Kita memang tidak ingin di benci orang, tetapi bersikap baik pun
kiranya bukan sekadar mencari pujian. Melainkan agar tercipta suasana saling mengasihi dan saling
membangun dengan tujuan agar Allah dipermuliakan.

Gaya Bahasa perbandingan


Amsal Pasal 28

Di halaman 12 telah dijelaskan alasan untuk mempelajari gaya Bahasa sastra hikmat kitab amsal
tersebut [bacalah terlebih dahulu]. Harus sudah dihafalkan bahwa amsal 28 ini harus dimaknai secara
konotatif artinya makna yang berupa kiasan atau yang disertai nilai rasa, tambahan tambahan sikap
sosial, sikap pribadi sikap dari suatu zaman, dan kriteria kriteria tambahan yang dikenakan sesuai
dengan maksud penulis amsal ini. Artinya tidak boleh ditafsirkan secara harfiah atau denotatif.
Kaitannya dengan gaya Bahasa perbandingan adalah; Bahasa konotatif tersebut bekerja dengan
menggunakan GAYA BAHASA, dan salah satunya adalah gaya Bahasa perbandingan.

Apa itu gaya Bahasa perbandingan? Renungan kita setiap harinya telah mempelajari contoh-contoh
tersebut. Misalnya Metafora, Personifikasi, Asosiasi/simile, Alegori, Parabel dan Hiperbola. [jika saudara
lupa pengertian dari gaya Bahasa perbandingan itu bacalah halaman 13 terlebih dahulu]. Misalnya kita
mengetahui bahwa ayat 1, 3, 15, adalah simile atau asosiasi. [bacalah ayat yang telah disebutkan, dan
coba carilah ayat-ayat yang lainnya yang disebut dengan simile atau asosiasi. Selain itu saudara harus
mempelajari terlebih dahulu tujuan dari gaya Bahasa perbandingan tersebut. Masihkah saudara ingat
apa tujuan dari Bahasa perbandingan itu, tanpa memahaminya saudara tidak akan mengerti kenapa
harus mengenali bentuk dari gaya Bahasa perbandingan tersebut].

Misalnya; ayat 4, 5, 8, 9, 10, 12. [baca ayat tersebut, dan hampir semua amsal ini ditulis dengan
menggunakan gaya Bahasa yang melebih-lebihkan atau hiperbola. Kita telah belajar jika dilebih-
lebihkan gaya bahasanya bukan berarti makna ditafsirkan sesuai dengan gaya yang dilebih-lebihkan
tersebut. Tetapi harus mencari; apakah kebenaran batiniahnya? Tanpa itu sudah pasti saudara bingung
dan keliru mencari maknanya.] sekarang cobalah lingkari mana sajakah yang ayat-ayat yang tergolong
hiperbola? Ingat hampir semua ayat-ayat di amsal adalah hiperbola, fokuskanlah ke pasal 28 ini dan
ingat saudara wajib latihan mencarinya supaya itu menjadi sebuah kebiasaan anda, tanpa itu rasanya
renungan hari ini kurang maximal dan anda tidak akan terbiasa untuk berlatih secara mandiri.

Dengan melatih diri seperti di atas dipastikan tidak akan ada lagi jemaat yang salah mencari makna
firman di amsal ini. Anda tidak akan mengajarkan lagi kepada keluarga anda, orang lain bahkan
menerapkannya kepada diri sendiri ajarannya hiperbola itu sebagai harfiah, seperti; memiutangi tuhan,
muliakan tuhan dengan harta maka anda diberkati berlimpah-limpah, umur panjang, menyembuhkan
tubuhmu, dan lain sebagainya. Karena tujuan dari hiperbola bertujuan bukan dimaksudkan untuk
dituruti secara harfiah melainkan, merupakan aturan-aturan umum yang berpusat pada suatu perintah
dengan janji dan supaya mudah dan indah di dengar.

Sekarang terapkanlah contoh pelajaran di atas terhadap gaya Bahasa personifikasi, metafora, alegori
dengan menyesuaikannya dengan halaman 13 jika saudara lupa arti dari istilah seperti personifikasi,
metafora dan lainnya. Ingat saudara wajib latihan supaya beberapa bulan atau tahun kemudian anda
telah benar-benar mengalami perkembangan yang berarti, tanpa itu saudara tidak akan mengalami
yang berarti.

Pasal 28 GAYA BAHASA PENEGASAN

Diwajibkan untuk terlebih dahulu mempelajari apa itu gaya Bahasa penegasan di halaman 13 supaya
dalam latihan meneliti gaya Bahasa penegasan itu saudara memiliki persiapan yang matang. Saudara
harus mengingat, bahwa semua amsal adalah Bahasa penegasan. Karena amsal ditulis dengan gaya
Bahasa yang diulang-ulangi atau dengan istilah lain paralelisme. Misalnya amatilah ayat 1-28 bahwa
paralelisme pertama selalu ditekankan, ditegaskan, diulangi dengan paralelisme kemudian. Pasal 28 ini,
paralelisme pertama hanya diulangi di paralelisme ke dua, dan beberapa menggunakan tiga paralelisme.
Misalnya ayat 10 & 8. baca dan amatilah ayat tersebut, sudahkan saudara melihat tiga paralelisme?
paralelisme amsal sangat ragam, tetapi umumnya jika terdiri dari konteks maka bisa sampai puluhan
atau hampir 80an paralelisme. Misalnya pasal 31 minimal terdiri dari 62 paralelisme yang diulang-ulangi
untuk menekankan, menegaskan satu topic atau pokok bahasan yang diuraikan secara berulang-ulang.
Misalnya lagi, yang paling panjang adalah pasal 8 minimal terdiri dari 72 paralelisme yang diulang-ulangi.

Pelajaran yang harus saudara INGAT hari ini adalah, berapa banyak pun paralelisme, makna utuhnya
tetaplah satu tidak boleh dua, karena tujuan dari paralelisme adalah menegaskan, menajamkan pokok
pikiran yang diuraikan. Jadi anda tidak akan mengajarkan lagi dua makna, tiga makna atau banyak
makna terhadap satu konteks yang saudara gali. Misalnya pasal 28: 27 topik maknanya memperhatikan
orang miskin. Pengambilan makna harus difokuskan kepada satu makna, yaitu memperhatikan orang
miskin, tidak boleh dua atau tiga, misalnya memperhatikan orang miskin, kemudian, anda tambahkan
lagi tidak akan berkekurangan, dan dikutuki. Jika contohnya seperti itu kita telah menyimpang dari
prinsip yang benar. ingat untuk menemukan makna yang benar mengenai ayat 2 ini saudara juga harus
mencari konteks ayat ini [ini sudah berulang-ulang di ajarkan], supaya kita paham orang miskin yang
seperti apa gerangan maksudnya, dan dalam artinya seperti apa. Sekarang belajarlah menentukan 1
topik setiap paralelisme yang diulangi di setiap ayat di pasal 28 ini. Diingatkan kembali, untuk bisa
menentukan topic yang tepat, selain mencari latar atau konteksnya. jika setiap pencarian topik yang
tepat Cuma terdiri dari satu ayat [contohnya pasal 28 ini], maka saudara harus menentukan gaya Bahasa
perbandingan seperti yang telah kita Bahasa kemarin supaya anda tahu bentuk perbandingan yang tepat
dari gaya Bahasa penegasan atau paralelisme tersebut. Sehingga topic yang hendak dipelajari makna
tunggal/utuhnya benar dan tepat

Sekarang tugas saudara adalah pelajarilah jenis-jenis paralelisme tersebut di pasal 28 ini, mana:Paralel
Sinonim [mengandung ide yang searti], Paralel Antitesis [mengandung ide yang bertentangan] Paralel
Sintesis [mengandung ide yang terpadu] Paralelisme Lengkap, Paralelisme Tidak Lengkap, Paralelisme
Memuncak. Saya akan berikan satu contoh untuk beberapa jenis paralelisme tersebut, setelah itu
saudara harus mencari selebihnya [wajib latihan] misalnya ayat 1 adalah antitetis, 3 sinonim, 8 adalah
sintentis, 10 adalah paralelisme lengkap, 24 adalah paralelisme tidak lengkap, sedangkan untuk
paralelisme memuncak tidak ada di pasal 28. setelah saudara baca hal. 13 kita baru memahami, bahwa
apapun jenis paralelismenya, berapa banyakpun paralelismenya jika membahas satu topic, maka
pengambilan makna firman Tuhan tetap satu dan tidak boleh lebih ini disebut makna utuh. Ayat 1, 1
topik, 2 satu topic

Beberapa pakar mengelompokkan konteks pertama sampai ayat 6, beberapa lagi sampai ayat 9.
sekarang marilah kita berlatih untuk menentukan konteks ayat 1-5, apakah hanya di ayat 6 atau sampai
ayat 9 dengan memperhatikan struktur fisiknya. Pertama, dari hasil saya membaca ayat ini secara
berulang-ulang tema sentral konteks ini adalah PENGERTIAN MANUSIA TIDAK DAPAT DIBANDINGKAN
DENGAN PENGERTIAN ALLAH. Maka dari pemilihan kata di ayat 8-9 kita memperhatikan bahwa
kecermatan bahasanya bertujuan untuk menonjolkan keterbatasan manusia. Pengarang mengakui sifat
dari kelemahan manusia yang terbatas, seperti kecurangan, kebohongan, kemiskinan dan kekayaan,
karena keempat unsur tersebut untuk menggambarkan sifat dari kelemahan manusia yang terbatas.
Kecurangan dan kebohongan MEMBUAT seorang tidak mempercayai Firman Allah yang murni,
sedangkan kekayaan bisa membuat orang menyangkal Tuhan, sedangkan kemiskinan membuat
seseorang mencuri.

Dari pengamatan saya terhadap struktur atau susunan kata-kata di ayat 6-9 pengarang menyusun
Bahasa yang bertujuan untuk menimbulkan imajinasi pembaca. dengan membaca ayat 6- 9 pembaca
seolah-olah merasakan bahwa penulis rentan dengan kecurangan, kebohongan, kemiskinan dan
kekayaan, padahal tujuannya hanyalah untuk mengungkapkan fakta kehidupan yang sering terjadi,
sebagai bukti dari sifat keberdosaan manusia tersebut. Hal ini sangat jelas ketika penulis menekankan
kata-kata kongkrit di ayat 5-9 setelah penulis telah menjelaskan idenya tentang pengertian Allah
dengan Bahasa yang kiasan di ayat 1-4, hal ini bisa kita lakukan dengan belajar menerapkan cara belajar
memperhatikan struktur fisik amsal yang puitis, dengan cara memperhatikan diksi,imajinasi, kata konkrit
serta Bahasa figuratif dari amsal yang puitis tersebut. Di halaman 14 mengenai memperhatikan struktur
fisik amsal puitis telah dijelaskan tentang tujuan mempelajarinya, bacalah terlebih dahulu, setelah itu
maka sangat jelas bahwa penggunaan diksi, imajinasi, kata kongkrit, dan Bahasa figuratif yang
diperlihatkan oleh penulis sungguh begitu indah dalam menggambarkan PENGERTIAN MANUSIA TIDAK
DAPAT DIBANDINGKAN DENGAN PENGERTIAN ALLAH oleh karena itu pembaca diajar untuk belajar
rendah hati di hadapan misteri transendensi, otoritasi Illahi, kemahakuasan dan kemahaIllahian Allah
tersebut.

Setelah belajar mencari makna Tunggal dari kesatuan konteks di ayat 1-9, pertanyaannya adalah;
bolehkah kita hanya mengambil makna kiasan, atau makna lambang , makna lugas selain makna utuh,
atau makna konteks tersebut? Jawabannya hal itu tidak boleh karena itu akan melenceng dari makna
utuh konteks tersebut. Hari selasa kemarin kita telah belajar bahwa kumpulan paralelisme yang banyak
di satu kesatuan konteks hanya menajamkan, memfokuskan, menekankan satu pokok tema sentral yang
sedang diuraikan. Kita telah belajar bahwa tidak boleh menarik 2 tema yang berbeda dari kesatuan
konteks, karena itu tidak akan menghasilkan makna Firman Tuhan yang benar, hanyalah kemungkinan
makna. Dengan belajar cara yang baik dan benar, kedepannya kita akan lebih kritis dan teliti serta tidak
sembarangan dalam memaknai Firman Allah. Dengan demikian semua penjelasan makna, penguraian
makna tidak boleh berbeda dari tema sentral yang telah kita tetapkan. Apa itu PENGERTIAN MANUSIA
TIDAK DAPAT DIBANDINGKAN DENGAN PENGERTIAN ALLAH SAUDARA diingatkan kembali bahwa
metode yang sedang kita latih di atas hanyalah satu sisi dari meneliti Firman Allah di kitab sastra hikmat
Amsal ini. sudahkah saudara menulis dan menghafalkan metode-metode yang lain yang kita pelajari
tersebut? Coba sebutkan kembali apa saja, dan diskusikanlah..

Amsal Pasal 29:10-14 Mencari Makna FIRMAN Dengan Cara Mempelajari Struktur Batin Amsal Puitis

Sebelum saudara mempelajari renungan hari ini, pelajarailah dahulu halaman 15 tentang Mencari
Makna FIRMAN Dengan Cara Mempelajari Struktur Batin Amsal Puitis.

Kita telah belajar tentang mencari tema dari satuan kontekstual atau dari setiap ayat yang telah kita
temukan konteksnya. Misalnya dengan memperhatikan struktur fisiknya seperti memperhatikan diksi,
imajinasi, kata konkrit, dan Bahasa figuratif atau Bahasa perbandingan kita akan lebih mudah untuk
menentukan apa tema dari setiap konteks yang kita akan bahas. Contoh tema konteks dari keseluruhan
amsal ini adalah TAKUT AKAN TUHAN. Sedangkan tema dari ayat 10-14 ini adalah generasi yang dalam
artian memiliki sifat yang bebal dan fasik di mana sifat dari generasi tersebut digambarkan sebagai
orang yang mengutuki ayahnya, mengganggap diri tahir, angkuh, dan generasi yang menindas yang
lemah. Penggambaran itu begitu kuat sehingga kita bisa bisa dengan jelas mengelompokkan mereka
dengan generasi bebal dan fasik lawan dari kebalikan berhikmat. Kalau sebelumnya di ayat 1-9 generasi
berhikmat menggambarkan dirinya sebagai manusia yang terbatas, rentan dengan kesalahan, serta
dengan rendah hati mengakui kedaulatan Allah dan hukum atau firmannya serta menyadari bahwa
keadaan-keadaan tertentu bisa membuatnya berdoa kepada Allah dengan demikian meminta
kemurahan dan pertolongan Allah, sebaliknya di ayat 10-14 penggambaran terhadap satu generasi
menampilkan kefasikan den kebebalan manusia tersebut. Jadi bisa dibilang ayat 10-14 ini adalah
lanjutan dari penggembangan akan ide PENGERTIAN MANUSIA TIDAK DAPAT DIBANDINGKAN
DENGAN PENGERTIAN ALLAH di mana sifat keberdosaan manusia yang jahat itu ditampilkan dengan
cara negatif

Kita telah belajar bahwa Semua kitab amsal harus maknai dengan suasana rohani, religius, atau dalam
artian Takut akan Tuhan, dengan demikian tujuan penulisan ayat 10-14 ini bertujuan supaya manusia itu
takut akan Tuhan. Meski disampaikan dengan konotatif negatif, tujuannya supaya pembaca bisa
membayangkan serta meresapi bagaimana sebenarnya jika seseorang menjadi manusia yang bebal atau
fasik dengan menguraikan beberapa tema kebebalan dan kefasikan, di ayat 10-14 dengan demikian
menimbulkan kesadaran untuk selalu takut akan Tuhan dengan cara mengakui keterbatasan manusia
sesuai konteks yang kita baca dan menerima kemahaluasan kemaha dahsyatan pengertian ALLAH.

Selain itu kita juga telah belajar untuk jeli memperhatikan perasaan yang ditampilkan oleh penulis amsal
tersebut. Jadi untuk mencari makna Firman Tuhan dari kitab Amsal kita harus jeli melihat perasaan yang
ditampilkan penulis, jika tidak kita akan terbalik-balik dalam menarik makna, Misalnya amsal 30 ini
secara keseluruhan sebenarnya penulis memakai gaya Bahasa sindiran seperti ironi dan sinisme supaya
manusia jangan sombong, angkuh, serta merendahkan diri di hadapan kemahakuasaan Allah. Besorak
akan kita bahas secara khusus apa itu ironi dan sinisme. Dengan demikian Pesan dalam amsal disebut
atau amanat. Dari ayat 10-14 ini adalah jangan bebal dan fasik, karena hal itu berlawanan sekali dengan
tema sentral kitab amsal secara keseluruhan yaitu Takut akan Tuhan.

Pasal 30:15-33 GAYA BAHASA SINDIRAN DENGAN FIGURATIF TEKA-TEKI BILANGAN

Pada tanggal 30 Januari yang lalu kita telah belajar sebuah teka-teki, yang sering kali mencakup analogi
yang terselubung tetapi akurat, dibutuhkan pikiran yang cerdas untuk memecahkan sebuah teka-teki
dan dibutuhkan kesanggupan untuk melihat keterkaitan berbagai hal. Alkitab menyebutkan bahwa teka-
teki adalah karya orang-orang berhikmat dan orang yang berpengertianlah yang dapat memahaminya.
Ams 1:5, 6. teka-teki digunakan bukan untuk membuat para pendengarnya bertanya-tanya, melainkan
untuk membangkitkan minat dan membuat berita yang disampaikan lebih hidup. jadi Teka teki bilangan
ini tidak bertujuan untuk menonjolkan bilangannya atau teka-tekinya, tujuannya hanyalah sebuah
perbandingan dengan menggunakan teka-teki bilangan supaya melalui perbandingan itu pendengar
memahami apa maksud dari penulis

Seperti yang kita singgung kemarin, bahwa salah satu bentuk gaya bahasa yang sering digunakan adalah
gaya bahasa sindiran. bentuk sindiran di pembahasan kita hari ini terbagi atas 5 bagian yaitu 15-17, 18-
20, 21-23, 24-28, 29-33 sindiran bisa berupa Ironi. Yakni gaya bahasa sindiran yang menyatakan
sebaliknya dengan maksud menyindir. Selain ironi bentuk sindiran lain yg ditekankan di pasal 30 ini
adalah Sinisme. yakni gaya bahasa sindiran dengan mempergunakan kata-kata yang sebaliknya seperti
ironi tetapi lebih kasar.

Ayat 15- 16, Ini agaknya menunjuk kepada sifat manusia yang tidak pernah luput dari keinginan yang
menjurus kepada keserakahan. Tidak pernah merasa puas atas apa yang ada. Hal itu dikiaskan dengan
lintah, dunia kematian, bumi yang dahaga dan api. Perhatikan lintah ia tak pernah merasa cukup untuk
melakukan dan mengisap darah walaupun perutnya sudah hampir pecah karena kekenyangan. Ataupun
api yang baru padam bila segala sesuatunya dilalap telah musnahnya semuanya.

Ayat 18-19, Mungkin saja dimaksudkan sebagai sindiran agar manusia tidak pernah berhenti mengkaji
dan berhikmat karena masih banyak rahasia-rahasia alam yang masih belum tersingkap untuk
dipecahkan. Ayat 21-23, Bercerita tentang sisi lain dari sifat manusia yaitu kerinduan yang terkadang
nampaknya utopis dan tidak tidak sesuai realita yang ada dan kadang membuat manusia itu menjadi
berani berbuat yang kadang tidak sesuai dengan hati nuraninya walaupun kadang berseberangan
dengan dirinya. Bagaimana mungkin seorang hamba dapat menjadi seorang raja atau seorang wanita
pembantu dapat menggeser kedudukan nyonya rumah..

Ayat 24-28, sindiran yang mengingatkan agar belajar dari hal-hal kecil dari binatang-binatang yang
tergolong kecil, tapi tidak direndahkan karena kekecilan dan kekerdilannya.

Ayat 29-31, sindiran yang Menyiratkan pesan menyangkut sikap sombong yang menghanyutkan. Sering
kali seseorang terjerat oleh keberadaannya yang dinilainya layak untuk dibanggakan sehingga dengan
angkuhnya ia memamerkan kebolehannya. Perikop ini menjadi pelajaran baik dan berharga bagi setiap
orang yang ingin mengenal diri sendiri yang terbatas. karena itu perlu sekali mengenal diri,
mengendalikan diri, setidak-tidaknya belajar dari apa yang tersirat dalam Amsal 30 :15-33 ini, bahwa
hanya Tuhanlah yang maha dan transenden, kita hanyalah manusia yang penuh kelemahan, jadilah
manusia yang tahu diri di hadapan Tuhan.
MINUMAN KERAS & LAWAN JENIS

Kitab Amsal khususnya pasal 31:1-9 tidak memberikan keterangan yang eksplisit mengenai siapa itu
Lemuel, demikian juga dengan ibu Lemuel yang memberi pengajaran di dalam perikop ini. Hanya ada
sedikit keterangan mengenai Lemuel, yaitu bahwa ia seorang raja. Tidak jelas apakah raja di Israel atau
raja di luar Israel, namun kemungkinan Lemuel adalah seorang raja di luar Israel. Perlu diketahui bahwa
penyataan-penyataan Allah tidak hanya terjadi di lingkup intern Israel semata. Ada yang dinamakan
sebagai Tertib Ilahi, di mana penyataan Allah ditanamkan juga dalam alam semesta pada waktu
penciptaan. Tata tertib Ilahi ini menjadi sumber aturan kehidupan manusia di dalam alam, juga dalam
bidang sosial, politik, ekonomi, dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga. Jadi dapat
dikatakan bahwa Amsal 31:1-9 memiliki makna dan sifat teologis meskipun tidak berasal dari lingkup
intern umat Israel.

Penjelasan Ayat 1-2. Bagian ini memberikan pengantar dari perkataan Lemuel yang ia dapat dari
pengajaran ibunya. Dilihat dari gaya penulisan, ayat 2 merupakan sebuah contoh menarik mengenai
pararelisme tangga di mana setiap anak kalimat mengulangi sesuatu dari anak kalimat sebelumnya,
namun juga menambah sesuatu yang baru.
Ayat 3. Si ibu memperingati putranya mengenai dua kejahatan, yaitu seks dan alkohol. Ayat ini secara
khusus memperingatkan kita agar tidak membuang-buang tenaga karena perempuan atau kehilangan
semangat karena perempuan. Jika hal ini dikaitkan dengan Salomo, maka kehidupan seks yang
berlebihan menjadi kelemahan baginya, bahkan ia menjauh dari Tuhan.

Ayat 4-7. Bagian ini lebih banyak berbicara mengenai alkohol. Peringatan ini bukan saja penting bagi
Lamuel tetapi juga bagi semua orang

Ayat 6 dan 7 mencatat mengenai anggur bagi orang yang sedang binasa atau susah hati. Orang yang
jatuh ke dalam minuman keras hidupnya seakan-akan tidak memiliki harapan lagi, dan hal ini tidak
pantas bagi raja.

Ayat 8-9. Kedua ayat ini adalah nasehat positif untuk Lamuel. Sang ibu mendorong agar putranya
berpihak kepada orang-orang miskin dan lemah. Seorang pemimpin tidak hanya harus terlepas dari
kejahatan tetapi juga harus berusaha menolong orang yang dipimpinnya.

Relevansi Dalam Konteks Sekarang. Amsal 31:1-9 memberi peringatan yang tegas mengenai bahaya
minuman keras dan perempuan. Hal ini dengan jelas ditujukan kepada mereka [kaum lelaki] yang
memiliki kuasa, jabatan dan harta benda. Minuman yang memabukkan dapat memberi kenikmatan,
tetapi di sisi lain membuat kita terlena dan kecanduan bahkan melupakan tugas dan tanggung jawab
kita. Demikian juga halnya dengan perempuan, ia dapat memabukkan kita bahkan membuat kita tidak
berdaya. Peringatan ini sangat krusial bagi para pemimpin yang menjadi panutan banyak orang dan
menentukan nasib banyak orang. Lebih jauh dari hal di atas, amsal ini juga ditujukan bagi semua kaum
laki-laki, terkhusus kaum muda. Seorang pemuda yang memiliki dedikasi tinggi, kecerdasan, tubuh yang
sehat, wibawa dsb. jangan sampai karena seorang wanita menjadi seperti orang bodoh tidak berdaya,
tidak mau belajar, murung, bahkan menjadi sakit-sakitan. Minuman keras sebagai pelarian bagi anak
muda perlu diwaspadai, karena jika tidak ia akan menghancurkan masa depannya.

Amsal 31:10-31 Memahami Macam Macam Makna Amsal yang Puitis mengenai Istri Yang Cakap
Di halaman 16 telah dijelaskan mengenai beberapa jenis pemaknaan dari sastra amsal tersebut, bacalah
untuk mengingat kembali. Tema sentral konteks Amsal 31:10-31 adalah istri yang bijaksana. Jika
saudara diberikan tugas untu mencari makna lugas, kelompokkanlah ayat ayat Amsal 31:10-31 ke dalam
pemaknaan lugas, makna kias, makna lambang dan makna utuh.

Kita telah membahas mengenai salahkah mencari Cuma makna lugas? Salahkah jika hanya mencari
makna kiasan? Salahkah jika hanya mencari makna lambang? Tidak salah, justru kita harus mencari
dahulu semua jenis makna seperti makna lugas, kias dan lambang supaya terang makna utuh bisa kita
temukan. Makna utuh selalu berangkat dari makna lugas, kias, dan makna lambang, justru mencari
ketiga makna tersebut sebagai bagian dari memperhatikan konteks yang utuh. Hanya dengan
memperhatikan konteks keseluruhanlah kita bisa mengerti apa itu makna utuh. Dan sesuai dengan
contoh mencari makna utuh di dalam amsal yang memiliki konteks yang jelas, maka kita harus mencari
konteks utuh baru bisa mengajarkannya kepada generasi kita pada jaman ini. Saudara juga bisa
menggunakan struktur batin dan struktur fisik seperti yang telah dijelaskan beberapa hari yang lalu, bisa
juga dengan menggunakan gaya bahasa, atau latar belakang kebudayaan. Intinya jika saudara sudah
sering belajar, gunakanlah semua pelajaran yang pernah anda praktekkan untuk menemukan makna
utuhnya.

Setelah saudara mengelompokkan setiap ayat ke dalam jenis makna lugas, kias dan lambang, bisakah
saudara menghubungakan semua jenis makna lugas, kiasan dan lambang tersebut ke dalam makna
utuh? Apakah makna utuh dari Amsal 31:10-31 ini? Carilah dan pelajarilah
Cobalah tuliskan di bawah ini apa makna utuh dari Amsal 31:10-31 tersebut

Anda mungkin juga menyukai