Anda di halaman 1dari 5

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PB IDI4 SKP

Trauma Medula Spinalis: Patobiologi


dan Tata Laksana Medikamentosa
Yoanes Gondowardaja*, Thomas Eko Purwata**
*PPDS I, **Staf Pengajar Bagian/SMF Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Trauma medula spinalis merupakan keadaan yang dapat menimbulkan kecacatan permanen dan mengancam nyawa. Saat ini penggunaan
kortikosteroid masih menjadi perdebatan di samping obat-obat baru yang diharapkan mampu memberikan pilihan terapi bagi pasien trauma
medula spinalis.

Kata kunci: Trauma medula spinalis, kerusakan seluler, kortikosteroid

ABSTRACT
Spinal cord injury can cause disability and life threatening condition. Corticosteroid use is still controversial despite newest research. New
management guideline recommendation is urgently needed. Yoanes Gondowardaja, Thomas Eko Purwata. Spinal Cord Trauma:
Pathobiology and Medical Management.

Key words: Spinal cord injury, cellular injury, corticosteroid

PENDAHULUAN terjadi nekrosis hemoragik dalam 24-36 Mekanisme kerusakan primer


Trauma medula spinalis (TMS) meliputi jam. Pada substansia alba, dapat ditemukan Ada setidaknya 4 mekanisme penyebab
kerusakan medula spinalis karena trauma petekie dalam waktu 3-4 jam setelah trauma. kerusakan primer: (1) gaya impact dan
langsung atau tak langsung yang meng- Kelainan serabut mielin dan traktus panjang kompresi persisten, (2) gaya impact tanpa
akibatkan gangguan fungsi utamanya, seperti menunjukkan adanya kerusakan struktural kompresi, (3) tarikan medula spinalis, (4)
fungsi motorik, sensorik, autonomik, dan luas.3 laserasi dan medula spinalis terpotong akibat
refleks, baik komplet ataupun inkomplet. trauma. Sel neuron akan rusak dan kekacauan
Trauma medula spinalis merupakan Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui proses intraseluler akan turut berdampak
penyebab kematian dan kecacatan pada 4 mekanisme berikut: pada selubung mielin di dekatnya sehingga
era modern, dengan 8.000-10.000 kasus 1. Kompresi oleh tulang, ligamen, herniasi menipis; transmisi saraf terganggu, baik
per tahun pada populasi penduduk USA diskus intervertebralis, dan hematoma. Yang karena efek trauma ataupun oleh efek massa
dan membawa dampak ekonomi yang tidak paling berat adalah kerusakan akibat kompresi akibat pembengkakan daerah sekitar luka.
sedikit pada sistem kesehatan dan asuransi di tulang dan kompresi oleh korpus vertebra Kerusakan substansia grisea akan ireversibel
USA.1,2 yang mengalami dislokasi ke posterior dan pada satu jam pertama setelah trauma,
trauma hiperekstensi. sementara substansia alba akan mengalami
MEKANISME 2. Regangan jaringan berlebihan, biasanya kerusakan pada 72 jam setelah trauma (lihat
Mekanisme trauma dan stabilitas fraktur terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula Gbr. 1).1
Trauma medula spinalis dapat menyebabkan spinalis terhadap regangan akan menurun
komosio, kontusio, laserasi, atau kompresi dengan bertambahnya usia. Mekanisme kerusakan sekunder
medula spinalis. Patomekanika lesi medula 3. Edema medula spinalis yang timbul Kerusakan primer merupakan sebuah nidus
spinalis berupa rusaknya traktus pada segera setelah trauma mengganggu aliran atau titik awal terjadinya kerusakan sekunder.
medula spinalis, baik asenden ataupun darah kapiler dan vena. Kerusakan sekunder disebabkan, antara lain,
desenden. Petekie tersebar pada substansia 4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri oleh syok neurogenik, proses vaskular, seperti
grisea, membesar, lalu menyatu dalam spinalis anterior dan posterior akibat kompresi perdarahan dan iskemia, eksitotoksisitas, lesi
waktu satu jam setelah trauma. Selanjutnya, tulang.3 sekunder yang dimediasi kalsium, gangguan

Alamat korespondensi email: yoanes_g@yahoo.com

CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 567


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

elektrolit, kerusakan karena proses imunologi, mieloperoksidase, mengurangi edema nitric oxide synthase (i-NOS) yang diproduksi
apoptosis, gangguan pada mitokondria, dan medula spinalis, dan meningkatkan aliran makrofag, sedangkan jalur intrinsik lewat
proses lain (lihat Gbr. 2).1 darah medula spinalis. Molekul protein sejenis aktivasi proenzim kaspase-3 oleh rusaknya
yang berfungsi mirip ICAM-1 antara lain mitokondria, sitokrom-C, dan kaspase-9;
Proses imunologi pada kerusakan P-selektin, sitokin interleukin-1, interleukin-6, studi menggunakan inhibitor kaspase dapat
sekunder and tumor necrosis factor (TNF), sedangkan mencegah kematian sel. Reseptor apoptosis
Sel glia berfungsi menjaga proses homeostasis interleukin-10 mampu mengurangi TNF yang dipengaruhi oleh tumor necrosis factor (TNF).
melalui regulasi asam amino eksitatorik dan akan menurunkan juga monosit dan sel imun Tumor necrosis factor meningkat pasca-
derajat keasaman (pH). Sel glia menghasilkan lain pascatrauma. Faktor lain yang masih perlu trauma dan mengaktifkan reseptor Fas di
berbagai macam growth factor untuk men- dipahami lebih lanjut adalah aktivasi faktor sel saraf, mikroglia, dan oligodendrosit yang
stabilkan kembali jaringan saraf yang rusak, kappa-B; faktor nuklear kappa-B merupakan akan mengaktifkan pula beberapa kaspase,
serta sprouting atau penyebaran ujung saraf; kelompok gen yang meregulasi proses seperti kaspase-8 sebagai inducer, kaspase 3
sel glia lain berfungsi menghilangkan debris inflamasi, proliferasi, dan kematian sel. Proses dan 6 sebagai kaspase efektor. Produksi i-NOS
atau sisa sel melalui enzim lisosom. Leukosit modulasi respons imun pada trauma medula mengaktifkan kaspase dengan cara yang
mempunyai peran bifasik saat trauma, awal- spinalis merupakan sasaran target terapi serupa dengan TNF.1,11
nya didapatkan predominasi inflitrasi neutrofil kerusakan sekunder.1,9,11
yang melepaskan enzim lisis yang akan Faktor lain yang berkontribusi pada
mengeksaserbasi kerusakan sel saraf, sel glia, Apoptosis kerusakan sekunder
dan vaskular, tahap berikutnya adalah proses Apoptosis dicetuskan banyak faktor, Beberapa peptida dan neurotransmiter
rekruitmen dan migrasi makrofag yang akan seperti sitokin, inflamasi, radikal bebas, dan terlibat pada kerusakan sekunder, antara
memfagositosis sel rusak.1,11 proses eksitotoksik. Apoptosis mikroglia lain aktivasi reseptor dan opioid dapat
menyebabkan respons sekunder trauma, memperlama proses eksitotoksik. Aktivasi
Proses rekrutmen sel imun pada lokasi apoptosis oligodendrosit mengakibatkan reseptor Kappa dapat berefek eksaserbasi
trauma dimediasi oleh berbagai golongan demielinisasi pascatrauma pada beberapa penurunan aliran darah dan menginduksi
protein, seperti ICAM-1 (intercellular minggu berikutnya, apoptosis neuron eksitotoksisitas. Kadar neurotransmiter
adhesion molecule-1). Protein ini akan me- akan mengakibatkan hilangnya sel saraf. tertentu, seperti asetilkolin dan serotonin,
modulasi infiltrasi neutrofil pada lokasi Proses apoptosis melalui dua jalur, jalur juga akan meningkat dan memiliki efek
trauma; penggunaan antibodi monoklonal pertama ekstrinsik yang dimediasi oleh vasokonstriksi, aktivasi trombosit, serta
ICAM-1 pada percobaan dapat mensupresi ligan Fas dan reseptor Fas dan inducible peningkatan permeabilitas endotel.1,9,11

PRIMARY INJURY
PRIMARY INJURY
SYSTEMIC FACTORS LOCAL FACTORS SYSTEMIC FACTORS
Neurogenic shock Vascular effects Neurogenic shock
Respiratory failure Membrane damage Respiratory failure
Local compression
Glutamic release Vascular Effects LOCAL FACTOR Inflammation
Edema
Inflammation
ISCHEMIA
Loss of Increase Glutamate Microglia Neutrophils
CELLULAR SWELLING
autoregulation, permeability release
vasospasm,
thrombosis,
O2, glucose, Membrane Vasospasm
Vasospasme hemorrhage Interstitial
energy failure depolarization edema Excitotoxicity Cytokine
&cord release
compression

INTRACELLULAR [Ca2+]
Cell
Glutamate receptor Il-6, TNF,
IL Membrane
ISCHEMIA activation IL
Il-1B Damage
Caspase & Calpain Mitochondrial damage Reactive Lipolysis
activation Oxygen Species

Changes in
Membrane Changes
potential
potensial& in gene
ion channel expression
Proteolysis & Permeability ATP Damage to protein, activation
cytoskeletal transition production lipids, DNA
dna&& membrane
membrane
damage Cytochrom degradation
C release Apoptosis
Reactive
Oxygen
Species

APOPTOSIS

CELL DEATH
CELL DEATH

Gambar 1 Patofisiologi kerusakan primer1 Gambar 2 Patofisiologi kerusakan sekunder1

568 CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

PENATALAKSANAAN terjadi peningkatan kadar asam amino inhibisi peroksidasi lipid, prevensi iskemia
Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit eksitatorik, glutamat, produksi radikal bebas, pascatrauma, inhibisi degradasi neurofilamen,
Penatalaksanaan TMS dimulai segera setelah opioid endogen serta habisnya cadangan ATP menetralkan penumpukan ion kalsium, serta
terjadinya trauma. Berbagai studi memper- yang pada akhirnya menyebabkan kematian inhibisi prostaglandin dan tromboksan. Studi
lihatkan pentingnya penatalaksanaan pra- sel. NASCIS I (The National Acute Spinal Cord Injury
rumah sakit dalam menentukan prognosis Study) menyarankan dosis tinggi sebesar 30
pemulihan neurologis pasien TMS.4,13 Bertambahnya pemahaman fisiologi trauma mg/kgBB sebagai pencegahan peroksidasi
medula spinalis akan menambah pilihan lipid, diberikan sesegera mungkin setelah
Evaluasi terapi farmakologi. Terapi farmakologi, seperti trauma karena distribusi metilprednisolon
Fase evaluasi meliputi observasi primer dan kortikosteroid, 21-amino steroid, antagonis akan terhalang oleh kerusakan pembuluh
sekunder. Observasi primer terdiri atas: reseptor opioid, gangliosida, thyrotropin- darah medula spinalis pada mekanisme
A: Airway maintenance dengan kontrol pada releasing hormone (TRH), antioksidan, kalsium, kerusakan sekunder. Penelitian NASCIS II
vertebra spinal termasuk golongan imunomodulator, sedang membandingkan metilprednisolon dosis
B: Breathing dan ventilasi diteliti; semuanya memberikan hasil baik 30 mg/kgBB bolus IV selama 15 menit di-
C: Circulation dengan kontrol perdarahan namun sampai saat ini baru kortikosteroid lanjutkan dengan 5,4mg/kgBB/jam secara
D: Disabilitas (status neurologis) yang secara klinis bermakna.5,7 infus selama 23 jam berikutnya dengan
E: Exposure/environmental control nalokson (antireseptor opioid) 5,4 mg/kgBB
Terapi kerusakan primer bolus IV, dilanjutkan dengan 4 mg/kgBB/
Klasifikasi trauma medula spinalis komplet Trauma medula spinalis paling sering jam secara infus selama 23 jam. Hasilnya,
atau inkomplet serta level trauma dapat menimbulkan syok neurogenik yang ber- metilprednisolon lebih baik dan dapat
diketahui melalui pemeriksaan motorik dan hubungan dengan beratnya trauma dan level digunakan sampai jeda 8 jam pascatrauma.
sensorik. Pemeriksaan motorik dilakukan kerusakan yang terjadi. Pada awalnya, akan Pada NASCIS III, metilprednisolon dosis
secara cepat dengan meminta pasien meng- terjadi peningkatan tekanan darah, detak yang sama diberikan secara infus sampai 48
genggam tangan pemeriksa dan melakukan jantung serta nadi, dan kadar katekolamin jam ternyata memberikan keluaran lebih
dorsofleksi. Fungsi autonom dinilai dengan yang tinggi, diikuti oleh hipotensi serta baik dibanding pemberian 24 jam. Selain
melihat ada tidaknya retensi urin, priapismus, bradikardia. Terapi lebih ditujukan untuk itu, dicoba pula tirilazad mesilat (TM), yakni
atau hilang tidaknya tonus sfingter ani. mencegah hipoperfusi sistemik yang akan inhibitor peroksidasi lipid nonglukokortikoid,
Temperatur kulit yang hangat dan adanya memperparah kerusakan medula spinalis, dan ternyata tidak lebih baik dibanding
flushing menunjukkan hilangnya tonus menggunakan vasopresor; namun, peng- metilprednisolon. Terapi ini masih kontro-
vaskuler simpatis di bawah level trauma.4,5,8,14 gunaan vasopresor ini harus diimbangi versial; studi terbaru mengatakan belum
dengan pemantauan status cairan karena ada studi kelas 1 dan 2 yang mendasari
Penatalaksanaan Gawat Darurat penggunaan vasopresor yang berlebihan terapi ini, serta ditemukan efek samping
Stabilisasi vertebra justru akan membuat vasokonstriksi perifer berupa perdarahan lambung, infeksi, sepsis,
Instabilitas vertebra berisiko merusak yang akan menurunkan aliran darah ke meningkatkan lama perawatan di intensive
saraf. Vertebra servikal dapat diimobilisasi perifer.1,6 care unit (ICU), dan kematian.1,2,5,15-18
sementara menggunakan hard cervical collar
dan meletakkan bantal pasir pada kedua sisi Terapi kerusakan sekunder 21-Aminosteroid (Lazaroid)
kepala. Bila terdapat abnormalitas struktur Merupakan sasaran terapi berikutnya karena 21-aminosteroids atau U-74600F (tirilazad
vertebra, tujuan penatalaksanaan adalah hal ini akan memperburuk keluaran (outcome) mesilat [TM]) bekerja dengan mengurangi
realignment dan fiksasi segmen bersangkutan. apabila tidak dilakukan intervensi farmako- proses peroksidasi lipid melalui perantaraan
Indikasi operasi meliputi fraktur tidak stabil, logis yang tepat mengingat patofisiologi vitamin E. Efek lainnya adalah mengurangi
fraktur yang tidak dapat direduksi dengan yang sangat variatif.1 enzim hidroksi peroksidase serta menstabil-
traksi, gross spinal misalignment, kompresi kan membran sel, namun penggunaannya
medula spinalis pada trauma inkomplet, Kortikosteroid masih belum terbukti menghasilkan keluaran
penurunan status neurologis, dan instabilitas Steroid berfungsi menstabilkan membran, yang lebih baik.1,5
menetap pada manajemen konservatif.4,5,15 menghambat oksidasi lipid, mensupresi
edema vasogenik dengan memperbaiki GM-1 Gangliosid
Medikamentosa sawar darah medula spinalis, menghambat Merupakan asam sialat yang me-
Selain faktor mekanik yang merusak fungsi pelepasan endorfin dari hipofisis, dan meng- ngandung glikolipid pada membran sel.
medula spinalis, perfusi jaringan dan hambat respons radang. Penggunaannya Glikolipid ini berperan meningkatkan
oksigenasi juga mempengaruhi luasnya dimulai tahun 1960 sebagai antiinflamasi neuronal sprout dan transmisi sinaptik.
kerusakan akibat stres mekanik. Proses dan antiedema. Metilprednisolon menjadi Monosialotetraheksosilgangliosid
lain yang terjadi di daerah trauma dapat pilihan dibanding steroid lain karena kadar (GM-1 gangliosid) memiliki fungsi faktor
berupa edema, perdarahan, degenerasi antioksidannya, dapat menembus membran pertumbuhan neurit, menstimulasi per-
akson, demielinisasi, juga dapat mengubah sel saraf lebih cepat, lebih efektif me- tumbuhan sel saraf, serta meregulasi protein
bioenergetik seluler.5,10 Pada tingkat seluler, netralkan faktor komplemen yang beredar, kinase C untuk mencegah kerusakan sel saraf

CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 569


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

pascaiskemia. Pada percobaan, dilakukan seperti opioid endogen, platelet activating terjadi dalam hitungan detik pascatrauma
terapi 72 jam pascatrauma dan dimulai factor, peptidoleukotrien, dan asam amino sehingga jendela terapeutiknya sempit;
dengan dosis 100 mg/hari. Studi terbaru eksitatorik, sehingga akan menguatkan aliran beberapa studi menunjukkan bahwa pe-
menyatakan masih kurang bukti ilmiah terkait darah spinalis, memperbaiki keseimbangan ningkatan dosis justru malah memperjelek
obat ini.1,13,17 elektrolit dan mencegah degradasi lipid. aliran darah regional menyebabkan
Pemberian thyrotropin-releasing hormone hipoperfusi dan iskemia. Karena itu, dosis
Antagonis opioid intravena bolus 0,2 mg/kgBB diikuti 0,2 mg/ terapeutiknya juga sempit dan peng-
Opioid endogen memperparah kerusakan kgBB/jam infus sampai 6 jam, dikatakan gunaannya selektif.1,12
sekunder. Penggunaan nalokson sebagai memberikan hasil baik, terutama perbaikan
antagonis opioid pada NASCIS II me- motorik dan sensorik sampai 4 bulan setelah Magnesium
nunjukkan hasil tidak lebih baik dibanding injury.1,12 Gangguan homeostasis magnesium terjadi
metilprednison. Penggunaan obat satu pada trauma sekunder. Pada tikus dengan
golongan namun beda titik tangkap, Penyekat Kanal Kalsium onset 30 menit pascatrauma, dosis tinggi
yaitu golongan antagonis reseptor kappa Peranan kalsium pada kematian sel melalui MgSO4 600 mg/kgBB mempunyai efek baik
(seperti dinorfin dan norbinaltorfimin) pada mekanisme efek neurotoksik, vasospasme dengan evaluasi somatosensory evoked
hewan coba berhasil baik; diduga berefek arteri, blokade kanal natrium serta NMDA dan potential dan mempunyai efek mencegah
pada perbaikan sirkulasi pembuluh darah, AMPA; obat yang dipakai adalah nimodipin, peroksidase lipid, namun untuk memastikan
pengurangan influks kalsium, peningkatan golongan lainnya adalah benzamil dan efek pada kondisi klinis sesungguhnya
kadar magnesium, serta modulasi pelepasan bepridil merupakan antagonis ion kalsium masih dibutuhkan serangkaian uji klinis pada
asam amino eksitatorik. Namun, belum dan natrium. Nimodipin adalah golongan manusia.1,13
dilakukan uji klinis lanjutan. Opioid endogen penyekat kanal kalsium dihidropiridin,
akan menginhibisi sistem dopaminergik dan sering dipakai pada kasus stroke, memiliki Penyekat Kanal Natrium
depresi sistem kardiovaskuler. Pemberian fungsi blokade kanal ion kalsium sehingga Selain kalsium didapatkan penumpukan ion
antagonis opioid dapat mencegah hipotensi mencegah akumulasi ion kalsium intrasel ter- natrium intrasel pascatrauma. Efek obat ini
sehingga mikrosirkulasi medula spinalis utama pada dinding sel endotel pembuluh adalah sebagai anestesi lokal, antiaritmia,
membaik.1,12,13 darah, oleh karena itu dianggap dapat men- dan antikonvulsi dengan tujuan melindungi
cegah vasospasme dan iskemi post trauma, sel pascatrauma. Studi in vivo menggunakan
Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) dibuktikan dengan efeknya pada aliran darah tetrodotoksin dan golongan lain, seperti QX-
dan Analog TRH di percobaan laboratorium; namun klinis 314, masih belum menunjukkan efek yang
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) masih belum terbukti mampu meningkatkan diharapkan, begitu pula penggunaan riluzol
adalah tripeptida yang mempunyai fungsi keluaran pascatrauma karena diduga ada oleh Schwartz dan Fehlings masih belum
melawan faktor-faktor pengganggu, keterlibatan kanal ion lain. Influks kalsium menghasilkan perbaikan klinis.1,13

A is B
tos
Infl

Apoptotic Phagocytes
pop Apoptotic Phagocytes
am

o-A Cascades
ecr Cascades
ma

N
X
ti

X
on

Vascular
Membrane Immune Vascular
X
Transport Membrane Immune
Damage Neuron
Death
Activation Transport
Damage Neuron Activation X
Death
Energetics

Cell
Respiration
Glutamate
Gliosis Cell
Respiration Gliosis
X
Glutamate
Axonal
Damage Axonal
Calcium Damage
ATP Cytokines Calcium
ATP Cytokines
Sodium
Sodium

Non-
AMPA Demyelination Non-
Neuronal AMPA Demyelination
Ion NMDA Neuronal
Death Ion
Transport NMDA Death
Transport

Excit ROS NO
r
otox
icity Othe ROS NO
Free Radical

Gambar 3 Patologi komprehensif trauma medula spinalis (TMS) sekunder13


(A) Model hubungan patologi TMS dan respons terapi pada proses trauma sekunder.
(B) Model hubungan dinamika patologi TMS sekunder dan strategi terapi pada kerangka waktu yang relevan secara klinis.

570 CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Modulasi metabolisme asam arakidonat (iloprost) menunjukkan manfaat terhadap yang ber fungsi sebagai promotor regenerasi
Perubahan asam arakhidonat menjadi aliran darah.1,13 akson.1,13
tromboksan, prostaglandin, dan leukotrien
akan berefek menurunkan aliran darah, Strategi pengobatan lain SIMPULAN
agregasi trombosit sehingga menimbulkan Antagonis serotonin yang bekerja pada Penatalaksanaan trauma medula spinalis
iskemia. Obat yang dapat memblokade enzim reseptor 5HT-1 dan 5HT-2 dalam percobaan masih membutuhkan studi lebih lanjut terkait
COX dianggap dapat bermanfaat. Prostasiklin memberikan efek cukup baik, begitu pula pilihan medikamentosa terbaik. Penggunaan
yang merupakan hasil metabolisme asam dengan penggunaan neurotrophic growth kortikosteroid membutuhkan kajian lebih
arakidonat memiliki efek berbeda, yaitu factor; antibodi inhibitor degenerasi aksonal mendalam terkait efek samping seperti sepsis
vasodilatasi dan menghambat agregasi telah dicobakan begitu pula dengan trans- dan perdarahan lambung yang dikatakan lebih
trombosit. Penggunaan naloxon digabung plantasi sel saraf, semuanya memberikan sering dan lebih berbahaya dibandingkan efek
dengan indomethacin dan prostasiklin yang hasil baik sebatas percobaan. Target berikut yang diharapkan. Pemahaman biomekanika
dimulai 1 jam pascatrauma memiliki efek yang lebih penting adalah memotong proses trauma disesuaikan dengan konsep
lebih menguntungkan dibandingkan dengan jalur apoptosis yang dicetuskan oleh biomolekular kerusakan yang terjadi dapat
naloxon sendiri. Studi lain menggunakan kaspase, seperti inhibitor kaspase-3 serta digunakan sebagai pedoman penata-
ibuprofen, meclofenamat (NSAID dan antiapoptosis protein (BCl-2). Takrolimus (FK- laksanaan terkait trauma ataupun komplikasi
COX-inhibitor) dengan prostasiklin analog 56) dapat dipakai sebagai imunomodulator lain akibat kerusakan medula spinalis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Randall JD. Acute spinal cord injury, part I&II: pathophysiologic mechanisms, clinical neuropharmacology.Clin. Neuropharmacol. 2001;24:25464.
2. Perdossi. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma medula spinalis. Jakarta: Prikarsa Utama; 2006.
3. Tjokorda GBM, Maliawan S. Diagnosis dan tatalaksana kegawat daruratan tulang belakang. Jakarta:Sagung Seto; 2009.
4. Wahjoepramono EJ. Medula spinalis dan tulang belakang. Jakarta: Suburmitra Grafistama; 2007.
5. Gall A, Stokes LT.Chronic spinal cord injury: management of patients in acute hospital settings.Clin Med. 2008;8:704.
6. Ball PA.Critical care of spinal cord injury. Spine. 2001;26:S27S30.
7. David WC,Michael GF.Spinal cord injury a systematic review of current treatment options.Clin Orthop Relat Res. 2010;469:73241.
8. Green B. Spinal cord injury, a system approach: prevention, emergency medical service and emergency room management. Crit Care Clin. 2007;3:471-93.
9. Holtz A,Levi R.Spinal cord injury.New York: Oxford University Press; 2010.
10. Janneke A. Complication following spinal cord injury: occurrence and risk factors in a longitudinal study during and after inpatient rehabilitation. J Rehabil Med. 2007;39:3938.
11. James SH,Sharan A,Ratliff J. Central cord injury: pathophysiology, management, and outcomes. The Spine Journal. 2006;6:198S206S.
12. Kanellopoulos GK. White matter injury in spinal cord ischemia: protection by AMPA/kainate glutamate receptor antagonism. American Heart Association. 2000;31:194552.
13. Mitchell CS,Lee RH. Pathology dynamics predict spinal cord injury therapeutic success. J. Neurotrauma. 2008;25:148397.
14. Rimel RW. An educational training program for the care at the site of injury of trauma to central nervous system. 2001;9:238.
15. Schwartz ED, Flanders AE. Spinal trauma: imaging, diagnosis, and management. Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
16. Hadley MN, Walters BC. Introduction to the guidelines for the management of acute cervical spine and spinal cord injuries. Neurosurgery. 2013;72:516.
17. Hurlbert RJ, Hadley MN, Walters BC, Aarabi B, Dhall SS, et al. Pharmacological therapy for acute spinal cord injury. Neurosurgery. 2013;72:93105.
18. Koenig KL. New neurosurgical guidelines warn of harm from steroids in acute spinal injury. Neurosurgery. 2013;71:1.

CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 571

Anda mungkin juga menyukai