Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah
DI SUSUN OLEH :
Masyitha Burhanuddin 0003.02.29.2010
Andi Suhartina 0004.02.29.2010
Irmayanti 0005.02.29.2010
Nurzamzam 0008.02.29.2010
Hamzah 0009.02.29.2010
Segala puja dan puji patut dipanjatkan ke hadapan Tuhan yang Maha Kuasa
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat dirampungkan penulisnya.
Tanpa kehendak-Nya semua ini tak mungkin terlaksana.
Makalah ini berjudul Pengaturan Hak Milik Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah.
Makalah ini merupakan tugas dari Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan. Dlam
proses penyelesaian makalah ini, Penulis bayak mendapat bantuan dan dukungan, baik
moril maupun material dari berbagai pihak.
Segala bantuan dan kemudahan yang penulis terima itu, secara langsung tidak
dapat penulis balas. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah melimpahkan rahmat dan imbalan
yang setimpal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena
dari tangan manusia yang tidak sempurna tidak akan pernah lahir makalah yang sempurna.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran sehubung dengan makalah
ini.
PENULIS
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR . .................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... . 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. . 4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... . 4
A. Pendaftaran Tanah dan Landasan Hukum Pendaftaran tanah ............ 5
B. Asas-Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah ......................................... . 7
C. Sistem Pendaftaran Tanah ..................................................................
BAB IIIPENUTUP ................................................................................................ . 13
A. Kesimpulan ......................................................................................... . 13
B. Saran ................................................................................................... . 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun
1960. Namun selama kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak
Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena
mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah
bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada
akhirnya tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu
bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada
hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang
bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat
maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA.
Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga
konversi.
Konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum
berlakunya UUPA untuk masuk sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 :
1) Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang
pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam
struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola
negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi, dan
ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal peraturan
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi
dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan,
dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan
mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-
undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai
sandaran peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak,
hukum agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian
latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pendaftaran tanah dan landasan hukum pendaftaran tanah ?
2. Bagaimanakah asas-asas dan tujuan pendaftaran tanah ?
3. Bagaimanakah sistem pendaftaran tanah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendaftaran Tanah
Pengertian Pendaftaran Tanah
Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian
juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19 UUPA
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak
itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya,
demikian juga setiap peralihan dan hapusnya dak tersebut harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut,
kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhirnya.
Sebagai tindak lanjut dari perintah Pasal 19 ayat 1 UUPA tersebut,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah. Berpatokan pada perkembangan yang begitu pesat dan banyaknya
persoalan pendaftran tanah yang tidak mampu diselesaikan oleh PP No. 10 Tahin 1961,
pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik
terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan
pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan status
terhadap tanah. Berdasarkan Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 disebutkan bahwa
pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan
hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan
tugas Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam
rangka pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagaian
kegiatannya adalah yang berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar,
dapat ditugaskan kepada swasta. Tapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya
memerlukan pengesahan Pejabat Pendaftar yang berwenang, karena akan digunakan
tanda bukti (Boedi Harsono, 2005 : 72).
Arti kata suatu rangkaian kegiatan menunjukan adanya berbagai kegiatan
dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu sama lain, berurutan
menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan
dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat.
Arti kata :terus-menerus menunjukan kepada pelaksanaan kegiatan, yang
sekali dimulai tidak akanada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia harus
selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
Kata teratur menunjukan bahwa semua kegiatanya harus berlandaskan
peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data
bukti menurut hukum, kendatipun daya kekuatan pembuktiannya tidak terlalu sama
dalam hukum Negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah.
Data yang terhimpun pada dasarnya meliputi dua bidang, yaitu :
1. Data fisik mengenai tanahnya : lokasi, batas-batasnya, luasnya bangunan, dan
tanaman yang ada di atasnya;
2. Data yuridis mengenai haknya : haknya apa, siapa pemegang haknya, ada atau
tidak adanya hak pihak lain.
Yang dimaksud dengan wilayah adalah wilayah kesatuan administrasi
pendaftaran, yang bisa meliputi seluruh Negara termasuk desa atau kelurahan seperti
yang ditetapkan dalam PP No. 24 Thaun 1997.
Kata-kata tanah-tanah tertentu menunjuk kepada obyek pendaftaran tanah.
Ada kemungkinan, bahwayang didaftar hanya sebagian tanah yang dipunyai dengan
hak yang ditunjuk. Dalam Pasal 10 PP No 10 Tahun 1961 yang semula ditunjuk untuk
didaftar adalah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Tetapi kemudian
diperluas dengan memasukkan hak pakai yang diberikan oleh Negara, hak pengelolaan
wakaf, dan hak milik atas satuan rumah susun.
Urutan kegiatan pendaftaran tanah adalah pengumpulan datanya,
pengolahan atau processingnya, penyimpananya dan kemudian penyajiannya.
Bentuk penyimpanannya bisa berupa tulisan, gambar/peta dan angka-angka di atas
kertas, mikro film, atau dengan menggunakan bantuan komputer. Kegiatan-kegiatan
tersebut meliputi baik data pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya
kemudian. Dalam pengertian penyajian termasuk penerbitan dokumen informasi
kepada pihak yang memintanya, berdasarkan data yang dihimpun. Berdasarkan data
yang terhimpun, diterbitkan surat tanda bukti haknya.
Sebutan pendaftran tanah atau land registration menimbulkan kesan bahwa
obyek utama pendaftaran atau satu-satunya obyek pendaftaran adalah tanah. Memang,
mengenai pengumpulan sampai penyajian data fisik, tanah yang merupakan obyek
pendaftaran, yaitu untuk dipastikan letaknya, batas-batasnya, luasnya dalam peta
pendaftran dan disajikan juga dalam daftar tanah. Tetapi kenyataannya, dalam
pengumpulan sampai penyajian data yuridis, bukan tanahnya yang didaftar, melainkan
hak-hak atas tanah yang menentukan status hukumnya serta hak-hak lain yang
membebani hak-hak yang bersangkutan. Bahkan dalam pendaftran tanah yang
menggunakan sistem pendaftran akta atau sistem registration of deeds, bukan
haknya, melainkan justru akta yang didaftar, yaitu dokumen-dokumen yang
membuktikan diciptakannya hak yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-
perbuatan hukum mengenai hak tersebut kemudian.
Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran
yang dilakukan oleh pemegang hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan adalah
merupakan alat pembuktian yang kuat serta untuk sahnya setiap peralihan,
pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997
adalah sebelum didaftarkan harus dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah
adat yang memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi
dilakukan oleh Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor
Pertanahan Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap
hak atas tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses pengakuan
hak.
B. Saran
Seyogyanya strategi pembangunan hukum agraria nasional dapat
menampung aspirasi masyarakat hukum adat. Antara lain :
1. Agar pemasyarakat UUPA terus dilakukan sehingga masyarakat mengetahui
secara baik tentang peraturan pertanahan. Bahkan UUPA yang sekarang sepertinya
sudah sangat ketinggalan zaman juga perlu diadakan penyesuaian.
2. Perlu penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan
Pertanahan Nasional secara mandiri sehingga masyarakat akan mengerti
pentingnya sertifikat Tanah Hak Milik, sehingga perlu dilakukan pendaftaran
Tanah.
3. Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah
diIndonesia bukan diutamakan di daerah perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya
dilakukan di desa terutama desa tingkat ekonomi lemah, apalagi masyarakat di
pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana pendaftaran tanah dan pentingnya
pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA