Anda di halaman 1dari 33

INSTRUKSI KERJA

PRAKTIKUM TEGANGAN TINGGI

Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi


Universitas Brawijaya
Malang
2017
LEMBAR PENGESAHAN

1. Jenis Berkas : Laporan Tinjauan Manajemen


2. Nama Unit : Laboratorium Sentral Sains dan Rekayasa
3. Nama Institusi : Universitas Brawijaya
4. Penanggung jawab : M. Azis Muslim, ST., MT., Ph.D (Ketua Jurusan)
5. Koordinator Penyusun : Drs. Ir. Moch. Dhofir, MT (Kepala Lab)
6. Anggota Penyusun :1) Moch. Endri Lestasi (Laboran)
2) Agus Supriono (Asisten Lab)
3) Albin Adyaksa Sabil (Asisten Lab)
4) Charis Majid Teguh P (Asisten Lab)
5) Dammegi (Asisten Lab)
6) Dony Darmawan Putra (Asisten Lab)
7) Pegy Lestari (Asisten Lab)

Malang, 15 Februari 2017


Kepala Laboratorium,

Ir. Moch. Dhofir, MT.


NIP. 1960 199002 1 001

Hal. 1
UN 10/F07/13/203 /HK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 01.02.a/01
1 Februari 2017

PEMBANGKITAN DAN Revisi : 04


PENGUKURAN TEGANGAN
TINGGI AC Halaman 2 dari 32

A. Tujuan
Mempelajari teknik pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi AC.

B. Dasar Teori
1. Pembangkitan Tegangan TInggi AC
Di laboratorium, tegangan tinggi ac dapat dibangkitkan menggunakan sebuah trafo uji.
Tidak seperti trafo daya yang berdaya besar, trafo uji memiliki daya relatif rendah, tetapi
tegangan yang dibangkitkan bisa sangat tinggi. Oleh karena itu masalah utama yang perlu
diperhatikan adalah masalah tekanan listrik dan bukan masalah pemanasan.

Kinerja trafo uji tidak dapat dengan sempurna digambarkan dengan rangkaian
ekivalen trafo biasa karena pengaruh kapasitansi sendiri Ci dari belitan tegangan tinggi dan
kapasitansi dari obyek uji Ca. Karena dioperasikan dalam daerah linier kurve B-H, maka arus
magenetisasinya dapat diabaikan.

NH
NE

U p Ci Us Ca
~U p

(a)
Rk

jwLk

Rk wLk

US

Up
U p C US


(b) (c)

Hal. 2
I nwLk N 1 1
uk w 2 Lk C ;U '1 U 1 2 ; U 2 U '1 ; ( Rk wLk )
Un N1 1 w Lk C 1 u k
2

Gambar-1 Kinerja trafo uji

(a) diagram rangkaian


(b) rangkaian ekivalen
(c) diagram fasor

Kinerja trafo uji dapat dikaji menggunakan rangkaian pada Gambar-1 yang terdiri dari
impedansi hubung singkat Rk + jw Lk dan kapasitansi total C = Ci + Ca yang diacu ke sisi
tegangan tinggi. Karena kapasitansi C ini, nilai tegangan sekunder U2 menjadi lebih besar dari
tegangan U1. Semakin kecil perbedaan nilai U2 dan U1, maka semakin baik kualitas trafo uji
tersebut. Perbedaan tegangan ini diukur menggunakan parameter tegangan hubung singkat uk.

2. Pengukuran Nilai Puncak Tegangan Tinggi AC


Dalam pengukuran tengan tinggi ac, nilai puncak dan nilai efektif (Urms) memiliki
arti yang sangat penting. Menurut standar IEC tegangan /2 didefinisikan sebagai tegangan
uji. Untuk sinusoida murni, /2 = Urms.

Nilai puncak tegangan tinggi ac dapat diukur menggunakan :

a. teknik sela bola


b. pembagi tegangan kapasitif

Gambar-2 Sela bola dalam susunan vertikal

Hal. 3
Pengukuran nilai puncak menggunakan sela bola didasarkan pada prinsip bahwa
tembus pada gas terjadi dalam orde beberapa mikro detik, sehingga puncak tegangan dapat
dianggap konstan. Oleh karena itu tembus dalam gas selalu terjadi pada puncak tegangan
bolak-balik bahkan hingga pada frekuensi 500 kHz. Sela bola dalam susunan vertikal untuk
pengukuran nilai puncak tegangan tinggi AC ditunjukkan pada Gambar-2. Pengukuran nilai
puncak dengan sela bola tidak dapat dilakukan secara kontinu, karena pengukuran dilakukan
sampai sela bola tembus. Kehalusan permukaan elektroda bola juga mempengaruhi hasil
pengukuran.

Bila diameter bola D dan jarak sela s pada saat tembus diketahui, dan tembus terjadi
pada temperatur ruang t (oC) dan tekanan ruang p (mbar), maka tegangan tembus dapat
dihitung menggunakan rumus :

p
d = 0,289 do = do (1-1)
t 273

dengan do adalah tegangan tembus pada kondisi kerapatan udara () standar pada (t = 20oC
dan p = 1013 mbar) yang dapat dilihat pada Table-1 yang diterbitkan oleh IEC dan IEEE.

Gambar-3 Pengaruh diameter dan jarak sela bola terhadap pengukuran nilai puncak
tegangan tinggi AC

Persyaratan dimensi sela bola sebagai pedoman pengukuran nilai puncak tegangan AC
adalah :

Hal. 4
D (dalam mm) (dalam kV)

Smax 0,5 D

Pengaruh diameter dan jarak sela terhadap rentang pengukuran nilai puncak tegangan
tinggi AC ditunjukkan pada Gambar-3. Untuk diameter elektroda bola 10 cm memiliki daerah
linier pengukuran hanya sampai jarak sela sekitar 5 cm dan untuk diameter elektroda bola 25
cm memiliki derah linier pengukuran sampai jarak sela 8 cm. Pengukuran puncak tegangan
AC menggunakan teknik pembagi tegangan kapasitif ditunjukkan pada Gambar-4.

Hal. 5
Tabel-1 Nilai tegangan puncak AC pada kondisi standar, t = 20oC , p = 1013 mbar
Diameter Elektroda Bola
Jarak Sela, cm
5 cm 10 cm
0,5 17,4 16,8
0,6 20,4 19,9
0,7 23,4 23,0
0,8 26,3 26,0
0,9 29,2 28,9
1,0 32,0 31,7
1,2 37,6 37,4
1,4 42,0 42,0
1,5 45,5 45,5
1,6 48,1 48,1
1,8 53,0 53,5
2,0 57,5 59,0
2,2 61,5 64,5
2,4 65,5 69,5
2,6 69,0 74,5
2,8 72,5 79,5
3,0 75,5 84,0
3,5 82,5 95,0
4,0 88,5 105,0
Sumber : Kufel & Zaengl, 2000

(a) (b)
Gambar-4 (a) Rangkaian pembagi kapasitif untuk pengukuran nilai puncak tegangan tinggi
AC

(b) Gelombang hasil pengukuran

Metode pengukuran dengan pembagi kapasitif ini lebih menguntungkan karena


disamping lebih teliti dibandingkan dengan metode sela bola, juga tidak tergantung pada
frekuensi. Kapasitor Cm dimuati hingga 2 yaitu nilai puncak tegangan u(t). Resistor Rm
diperlukan untuk membuang muatan pada Cm dan untuk mengatasi penurunan tegangan u(t)
pada saar pelepasan. Nilai konstanta waktu yang rasional umumnya adalah,

Hal. 6
RmCm < 1 detik

Agar penurunan tegangan um pada Cm tidak turun secara cepat ketika pengisian
muatan, maka konstanta waktu juga harus memenuhi,

RmCm >> T = 1/f

Resistansi R2 digunakan untuk mencegah pengisian pada C2 ketika arus mengalir


melali diode. Oleh karena itu jatuh tegangan pada R2 harus dibuat sekecil mungkin (yang
menyebabkan pengisian pada C2), sehingga harus dipenuhi,

R2 << Rm

Disamping itu pengaruh R2 terhadap pembagi kapasitif juga harus sekecil mungkin,
sehingga harus dipenuhi juga,

R2 >> 1/(wC2)

Apabila semua kondisi tersebut dipenuhi, maka hubungan antara nilai puncak
tegangan tinggi dengan tegangan terukur m dapat dinyatakan dengan persamaan :


C1 C2
C1
m

C. Rangkaian Percobaan
Hubungan trafo uji dan kapasitor pembagi tegangan tinggi AC ditunjukkan pada
Gambar-5.

Trafo uji mendapatkan tegangan masukan variabel dari 0 220 V yang diatur melalui
meja kontrol. Tegangan tinggi AC yang dibangkitkan dihubungkan dengan sebuah kapasitor
pembagi tegangan Cm dan tegangan rendah dari kapasitor ukur ini dibaca oleh alat ukur nilai
puncak tegangan ac (peak voltmeter) memlalui kabel koaksial. Sembarang obyek uji
(misalnya sela bola) dapat dihubungkan ke tegangan tinggi ac ini untuk diuji.

Hal. 7
Gambar-5 Hubungan trafo uji dan kapasitor pembagi tegangan tinggi AC

Rangkaian percobaan pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi AC ditunjukkan


pada Gambar-6.

Gambar-6 Rangkaian pembangkit dan pengukuran tegangan tinggi AC

Nilai-nilai/teraan komponen rangkain percobaan :

1. HV transformer :
2. CM (pembagi kapasitif) :
3. KF (Sela bola) :
4. kV (Voltmeter elektrostatik) :
Teraan instrument pengukuran pada rangkain percobaan :

1. DSM (Alat ukur nilai puncak tegangan tinggi AC) :

D. Hasil Percobaan
Obyek uji untuk percobaan menggunakan tegangan tinggi ac menggunakan susunan
elektroda sela bola dengan diameter D = 100 mm. Untuk setiap perubahan jarak sela S,
naikkan tegangan tinggi ac sampai terjadi tembus pada sela bola. Catat hasil pengukuran
nilai puncak ac (tegangan tembus) dari voltmeter pada meja kontrol. Catat D, s, t, dan p

Hal. 8
pada saat pengujian dan kemudian tentukan nilai puncak dengan menggunakan persamaan
(1-1).

Tabel 1.1 Data percobaan pengukuran nilai puncak tegangan tinggi ac

D S t p do U1 Nilai Puncak AC (kV)


No (cm) (mm) (oC) (mbar) (kV) (V) Transformasi Sela
Pembagi
Bola

1 5 5

2 5 10

3 5 15

4 5 20

d (kV) Grafik pengukuran nilai puncak

Keterangan :

S (mm)

Hal. 9
E. Kesimpulan

Hal. 10
UN 10/F07/13/203 /HK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 01.02.a/02
1 Februari 2017
Revisi : 04
TEMBUS PADA GAS
Halaman 11 dari 32

A. Tujuan
Mempelajari pengaruh tekanan gas terhadap tegangan tembus ac.

B. Dasar Teori
1. Mekanisme Townsend
Mekanisme tembus Townsend terjadi pada tekanan rendah dan jarak sela yang
sempit. Persyaratan tembus Townsend terjadi pada :
ps 10 bar mm
dimana p tekanan dan s jarak sela. Banjiran elektron/avalan (avalance) terjadi karena
isonisasi tubrukan di dalam ruang diantara elektroda. Dalam hal ini elektron sebagai
agen utama terjadinya ionisasi artinya tembus listrik akan terjadi apabila minimal ada
satu elektron pada katoda. Di dalam medan listrik, elektron ini akan dipercepat menuju
anoda. Dalam pergerakan menuju anoda, elektron ini akan mengalami tubrukan
dengan atom-atom gas netral. Bila energi kenetik elektron cukup, maka akan terjadi
ionisasi yang menghasilkan satu elektron baru dan satu ion positif. Proses ini
berlangsung terus dan menghasilkan banjiran elektron/avalan sampai terjadi tembus.
Tingkat ionisasi elektron tergantung pada besarnya intensitas medan listrik di dalam
ruang yang ditunjukkan dengan hubungan :


p
B
Ae E
(2-1)
p

dengan sebagai koefisien inonisasi gas, A dan B adalah konstanta empirik gas.
Untuk udara, nilai A = 15 (cm-torr)-1 dan B = 365 V(cm-torr)-1. Pada medan homogen
berlaku kondisi tembus Townsend sebagai berikut :

s = k (konstan) < 20 (Ud = s Ed) (2-2)

Dengan menggunakan persamaan (2-1) dan (2-2) dapat di peroleh suatu


persamaan (Paschen) :

Hal. 11
ps
Ud B U d ( ps) (2-3)
A
ln ps
k

2. Mekanisme Streamer
Pada tekanan dan jarak sela yang semakin besar (ps 10 mm bar), tembus
terjadi dengan mekanisme streamer (Raether, Loeb dan Meek). Mekanisme ini tidak
dapat terjadi dari avalan tunggal seperti pada mekanisme Townsend. Dalam
mekanisme ini, avalan primer dari proses ionisasi tubrukan tidak mampu
menjembatani ruang antara katoda dan anoda.
Mekanisme streamer dicirikan dengan terjadinya emisi foton pada bagian
kepala avalan yang memancar kesegala arah. Pancaran energi foton ini kemudian
dapat mengionisasi atom gas netral dan menciptakan avalan-avalan baru di dalam
ruang. Bila avalan-avalan tersebut membentuk suatu jembatan konduktif, maka
tembus streamer terjadi. Penyalaan ionisasi foton untuk pertumbuhan avalan terjadi
jika faktor perkalian ex telah mencapai nilai kritis e20 5.108.

C. Rangkaian Percobaan
Rangkaian percobaan untuk percobaan tembus pada gas menggunakan tegangan
tinggi AC ditunjukkan pada Gambar-1. Obyek ujinya berupa sela bola diameter 5 cm
dalam tabung kedap dengan isolasi udara bertekanan (tekanan udara dalam tabung
diubah-ubah). Tabung ini dihubungkan dengan kompresor untuk menambah tekanan
udara atau dihubungkan dengan pompa vakum untuk mengurangi tekanan udara.

Gambar-1 Rangkaian percobaan tembus pada gas

Hal. 12
Nilai-nilai/teraan komponen rangkain percobaan :

1. HV transformer :
2. CM (pembagi kapasitif) :
3. P (Obyek uji) :
4. F (Tabung gas/compressor) :
5. G (Pompa vakum) :
6. Z (alat pengukur tekanan) :

Teraan instrument pengukuran pada rangkain percobaan :

1. DSM (Alat ukur nilai puncak tegangan tinggi AC) :

D. Hasil Percobaan
Pengujian tembus menggunakan tegangan tinggi ac dilakukan pada berbagai tekanan
gas (udara). Hasil pengujian diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Data tembus pada gas menggunakan tegangan tinggi ac

No ps (mbar
p (mbar) s (cm) t (oC) D (cm) d (kV)
cm)

Hal. 13
d (kV) Grafik hubungan Ud dan ps

Keterangan :

ps (mbar cm)

E. Kesimpulan

Hal. 14
UN 10/F07/13/203 /HK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 01.02.a/03
1 Februari 2017

DISTRIBUSI TEGANGAN PADA Revisi : 04


ISOLATOR RANTAI Halaman 15 dari 32

A. Tujuan
Mempelajari distribusi tegangan pada isolator rantai melalui pendekatan
eksperimental (percobaan).

B. Dasar Teori
Pada saluran udara tegangan tinggi, kawat penghantar (konduktor) yang bertegangan
tinggi digantungkan pada isolator rantai. Susunan isolator rantai bersama menara
penyanggah dan konduktor membentuk rangkaian kapasitif (kapasitansi bocor) seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Kapasitansi ini terdiri dari kapasitansi ke tanah (Ce),
kapasitansi ke kawat penghantar (Ch), dan kapasitansi susunan isolator itu sendiri (C).

n=0

C X
Ce Ch

n=1

C
Ce Ch

n=2

C L
Ce Ch

n=3

C
Ce Ch

n=4

n=5

Tanah atau menara penghantar


Kawat penghantar bertegangan tinggi

Gambar 3.1 Sistem kapasitansi pada rantai isolator pada menara transmisi

Hal. 15
Untuk pembebanan tegangan tinggi ac, kehadiran kapasitansi bocor Ce dan Ch
menghasilkan distribusi tegangan yang tidak merata pada setiap isolatornya. Dengan
demikian tekanan listrik pada setiap isolator menjadi tidak sama dan sangat menarik
untuk dipelajari. Distribusi tegangan pada isolator rantai untuk berbagai variasi nilai
Ce terhadap nilai Ch ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Distribusi tegangan pada isolator rantai

Dengan analisis rangkaian listrik dapat diperoleh distribusi tegangan pada isolator
rantai:

1 sinh Kai sinh K (1 ai )


U i (%) C e C h 1 (3-1)
Ce C h sinh K sinh K

dengan,

Xi Ce C h
ai dan K (3-2)
L C

Ui(%) : Tengangan relatif isolator sepanjang Xi terhadap panjang L

Distribusi tegangan pada isolator rantai dapat ditentukan melalui pengujian laboratorium.
Dari Gambar 3.1, tegangan relatif jepitan i ke tanah (Ui) terhadap tegangan sistem (Un)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Hal. 16
Ui
U i (%) x100% (3-3)
Un

Tegangan pada setiap isolator (pada isolator ke-i) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :

U i (%) U i 1 U i

U i (kV ) (U i 1 U i ) xU n

C. Rangkaian Percobaan
Distribusi tegangan pada isolator rantai dapat ditentukan dari pengujian dengan
menggunakan rangkaian pada Gambar 3.3.

SM

Gambar 3.3 Rangkaian percobaan penentuan distribusi tegangan pada isolator rantai

Isolator rantai dengan 5 (lima) keping isolator seperti pada Gambar 3.3 dihubungkan
paralel dengan sebuah susunan sela bola dan tegangan tinggi ac dinaikkan sampai terjadi
tembus pada sela bola. Nilai tegangan tembus ini dicatat sebagai U5. Kemudian
penghubung A dari sela bola dihubungkan ke terminal/jepitan 4 dan tegangan pada
isolator rantai dinaikkan sampai terjadi tembus pada sela bola. Tegangan tembus ini
dicatat sebagai nilai U4. Proses ini diulangi sampai didapat U1 pada jepitan 1.

Nilai-nilai/teraan komponen rangkain percobaan :

1. TU (HV transformer) :
2. CM (pembagi kapasitif) :
3. Rantai isolator (obyek uji) :
4. SB (sela bola) :

Hal. 17
Teraan instrument pengukuran pada rangkain percobaan :

1. DSM (Alat ukur nilai puncak tegangan tinggi AC) :

D. Hasil Percobaan
Data hasil pengujian dicatat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data pengujian tegangan jepitan isolator rantai

i Ui (kV) Ui (%) Ui (%) Ui (kV)

5 100

Grafik distribusi tegangan pada isolator rantai


Ui (%)

Keterangan :

Hal. 18
E. Kesimpulan

Hal. 19
UN 10/F07/13/203 /HK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 01.02.a/04
1 Februari 2017
PEMBANGKITAN DAN Revisi : 04
PENGUKURAN TEGANGAN
TINGGI DC
Halaman 20 dari 32
DAN EFEK POLARITAS PADA
ELEKTRODA JARUM-PIRING

A. Tujuan
1. Mempelajari teknik pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi dc.
2. Mempelajari efek polaritas pada elektroda jarum-piring.

B. Dasar Teori
1. Pembangkitan Tegangan Tinggi dc

Tegangan tinggi dc untuk pengujian dapat dibangkitkan melalui penyearahan sumber


tegangan tinggi ac dari trafo uji. Bahan semikonduktor yang umum digunakan untuk
maksud ini adalah selenium, germanium, dan silikon. Rangkaian penyearah setengah
gelombang dengan kapasitor perata tegangan ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Penyearah setengah gelombang dengan kapasitor perata

Hal. 20
Dari Gambar 4.1, nilai tegangan tinggi dc () dapat didekati oleh persamaan
- U

dengan adalah nilai maksimum tegangan dc dan U adalah tegangan cacat yang
nilainya semakin besar bila arus beban Ig semakin besar dengan hubungan matematis :

1
U I g
2 fC

Arus beban Ig tergantung pada tahanan dari obyek uji yang umumnya merupakan tahanan
isolator. Yang harus diperhatikan dalam rangkaian penyearah adalah kemampuan diode
terhadap tegangan balik maksimum Uv yang besarnya mendekati 2 (dua) kali tegangan
maksimum dari sumber tegangan ac.

2. Pengukuran Tegangan Tinggi dc

Pengukuran tegangan tinggi dc dapat dilakukan dengan menggunakan pembagi


tegangan resistif seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

R1

u(t)

R2 DGM um(t)

Gambar 4.2 Sistem pengukuran tegangan tinggi dc dengan pembagi tegangan


resistif

Resistor tegangan tinggi (resistor ukur) dan resistor tegangan rendah membagi tegangan
tinggi dc. Melalui resistor tegangan rendah R1, tegangan tinggi dc diturunkan menjadi
tegangan pengukuran. Tegangan pengukuran ini dibaca oleh voltmeter dc (DGM) melalui
sebuah kabel koaksial yang dihubungkan ke R2.

Hubungan tegangan tinggi dc u(t) dan tegangan pengukuran um(t) diberikan oleh
persamaan :

Hal. 21
R1 R2
u(t ) u m (t ) (4-1)
R2

Untuk menghindari pengaruh pemanasan pada resistor ukur R1 dan agar arus ukur tidak
terpengaruh dengan adanya arus galat berupa arus bocor melalui permukaan resistor,
maka nilai arus ukur yang rasional biasanya berkisar 1 mA.

3. Efek polaritas pada elektroda jarum piring

Elektroda jarum-piring merupakan susunan elektroda yang menghasilkan distribusi


medan sangat tidak homogen. Apabila elektroda jarum diberi tegangan dc dengan
polaritas positif atau negatif dan elektroda piring di tanahkan, maka intensitas medan
listrik yang sangat tinggi akan terjadi pada daerah ujung jarum dan nilainya menurun
menuju elektroda piring. Bila pada daerah medan tinggi di ujung jarum terjadi ionisasi
pada atom gas, maka di daerah ujung jarum terbentuk muatan ruang (elektron dan ion
positif). Di dalam medan listrik, elektron akan bergerak berlawanan dengan arah medan
sedangkan ion positif bergerak searah dengan arah medan listrik. Karena masa elektron
jauh lebih kecil dari masa ion, maka elektron akan bergerak jauh lebih cepat dari ion.

Gambar 4.3 Efek polaritas pada elektroda jarum-piring

Ketika jarum polaritasnya negatif, maka elektron di ujung jarum bergerak sangat cepat
menuju elektroda piring, sedangkan ion positif akan bergerak sangat lambat menuju
ujung jarum. Pemisahan muatan ruang ini akan menghasilkan intensitas medan dalam
ruang yang dapat memperkuat dan melemahkan medan utamanya seperti terlihat pada
Gambar 4.3a. Akibatnya distribusi medan semula terdistorsi dimana di intensitas medan di

Hal. 22
ujung jarum meningkat dan di daerah lainnya menurun. Dalam hal ini distribusi medannya
semakin tidak homogen.

Ketika jarum polaritasnya positif seperti pada Gambar 4.3b, maka elektron di ujung
jarum bergerak sangat cepat menuju elektroda jarum dan habis terdisipasi ke dalam
elektroda jarum, sedangkan ion positif akan bergerak sangat lambat menuju elektroda
piring. Muatan ruang positif ini selanjutnya mendistorsi medan semula dan
mengakibatkan pelemahan intensitas medan di daerah ujung jarum dan meningkatkan
medan di daerah lainnya. Dalam hal ini distribusi medannya menjadi lebih seragam dari
semula. Karena muatan ruang berada di sekitar ujung jarum, maka sistem muatan ruang
dan ujung jarum dengan polaritas yang sama akan memperpendek jarak sela antara
elektroda jarum dan piring.

C. Rangkaian Percobaan
Rangkaian percobaan efek polaritas pada jarum piring ditunjukkan pada Gambar 4.4.

D1 D2
TU

RM elektroda jarum
CM
~ elektroda piring

DGM

D1 D2
TU

RM elektroda jarum
CM
~ elektroda piring

DGM

D1, D2 :

CM :

RM :

Gambar 4.4 Rangkaian percobaan efek polaritas pada elektroda jarum-piring

Hal. 23
Untuk setiap variasi jarak sela, dari meja kontrol, tegangan dc untuk polaritas positif
atau polaritas negatif dinaikkan sampai terjadi awal korona (ditandai dengan terdengarnya
bunyi gemerisik pertama kali). Nilai tegangan awal korona (Uc) dapat dibaca dari
voltmeter dc (DGM) pada meja kontrol. Resistor ukur RM merupakan resistor pembagi dan
melalui kabel koaksial signal tegangan rendah dikirim ke voltmeter dc. Selanjutnya
tegangan korona ini dinaikkan sampai terjadi tembus listrik pada sela jarum piring. Nilai
tegangan tembus (Ud) ini juga dibaca melalui DGM dan dicatat sebagai data pengujian.

D. Hasil Percobaan
Data hasil pengujian efek polaritas dicatat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data pengujian efek polaritas

s Jarum Positif Jarum Negatif


No
(mm) Uc kV) Ud kV) Uc kV) Ud kV)

1 10

2 15

3 20

4 25

5 30

Tegangan korona pada jarum positif dan negatif


Uc (kV)
Keterangan :

s (mm)

Hal. 24
Tegangan tembus pada jarum positif dan negatif
Ud (kV)
Keterangan :

s (mm)

E. Kesimpulan

Hal. 25
UN 10/F07/13/203 /HK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 01.02.a/05
1 Februari 2017
PEMBANGKITAN, PENGUKURAN Revisi : 04
TEGANGAN TINGGI IMPULS DAN
PENGUJIAN VOTL-TIME CURVE Halaman 26 dari32
ARESTER

A. Tujuan
1. Mempelajari teknik pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi impuls.
2. Mempelajari karakteristik Volt-Time Curve Arester melalui pengujian.

B. Dasar Teori
1. Bentuk Gelombang Tegangan Tinggi Impuls 1,2/50 s
Gelombang tegangan impuls merupakan gelombang surja yang naik secara
cepat di bagian muka gelombang dan turun lambat di bagian punggung gelombang.
Gelombang tegangan impuls dapat hadir dalam peralatan listrik maupun elektronik
sebagai tegangan lebih yang berbahaya dan perlu dibatasi besarnya.

100

75
e(t), kV

50

25

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
t (us)

Gambar-1 Gelombang tegangan impuls tipe 1,2/50 s

Bentuk gelombang impuls tipe 1,2/50 s menurut standar IEC ditunjukkan pada
Gambar-1. Gelombang ini naik hingga mencapai puncak dalam waktu 1,2 s (waktu
muka gelombang, Ts) dan mencapai 50% tegangan puncak di bagian punggung
gelombang dalam waktu 50 s (waktu pungung gelombang, Tr). Gelombang impuls

Hal. 26
ini ditimbulkan oleh surja petir. Gelombang ini dapat merambat jauh melalui
konduktor dan membahayakan peralatan yang akan ditujunya.

2. Pembangkitan Tegangan Tinggi Impuls


Di laboratorium, tegangan tinggi impuls dapat dibangkitkan menggunakan
rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar-2. Kapasitor impuls Cs mendapatkan
pengisian dari suatu sumber tegangan tinggi DC. Pada saat sela bola F tembus, kontak
sesaat terjadi sehingga muatan pada kapasitor Cs dilepaskan dan mengisi kapasitor
beban Cb melalui tahanan redaman Rd. Kecepatan pengisian kapasitor Cb hingga
mencapai nilai tegangan puncak menentukan waktu muka (Ts) gelombang. Namun
tidak semua muatan dalam Cs ditampung pada Cb, karena sebagian muatan
dibelokkan ke tanah melalui tahanan Re. Oleh karena itu nilai puncak tegangan
impuls selalu lebih kecil dari tegangan pengisian DC (Uo). Rasio nilai tegangan
puncak impuls dan tegangan pengisian dinyatakan dalam efisiensi tegangan .
Setelah sela F terbuka, maka terbentuk jalur tertutup untuk pembuangan muatan
dalam Cb ke tanah melalui Rd dan Re. Proses pembuangan muatan ini menentukan
pembentukan punggung gelombang (Tr).

Rangkaian a Rangkaian b

Gambar-2 Rangkaian pembangkit tegangan impuls

Ada dua rangkaian pembangkitan tegangan tinggi impuls yang dapat dibangun
di laboratorim tegangan tinggi Jurusan Teknik Elektro UB, yaitu menurut rangkaian
a dan menurut rangkaian b. Bentuk gelombang impuls eksponensial ganda yang
dibangkitkan menurut rangkaian a dan b dapat dinyatakan dalam persamaan,

U o T1T2
u (t ) (e t / T1 e t / T2 )
Rd Cb T1 T2

dimana untuk rangkaian b :

Hal. 27
C s Cb Cs
T1 Re (C s Cb ) ; T2 Rd ;
C s Cb C s Cb

dan untuk rangkaian a :

Rd Re C s Cb Re Cs
T1 ( Re Rd )(C s Cb ) ; T2 ;
Rd Re C s Cb Rd Re C s Cb

Penentuan waktu muka (Ts) dan waktu punggung (Tr) dari suatu gelombang
impuls eksponensial ganda menurut standar IEC ditunjukkan pada Gambar-3.

3.

Gambar-3 Penentuan waktu muka dan waktu punggung menurut standar IEC

3. Pengujian Volt-Time Curve Arester


Gelombang tegangan impuls yang melebihi kekuatan isolasi peralatan harus
dipotong menggunakan arester sampai pada tingkat tegangan yang aman bagi
peralatan listrik yang diamankan. Arester distribusi dan gelombang impuls
terpotongnya ditunjukkan pada Gambar-3. Adapun Gambar-4 menunjukkan
gelombang tegangan impuls yang dipotong oleh arester tegangan rendah.

Pemotongan tegangan impuls pada bagian muka gelombang lebih


menguntungkan karena energi yang terbuang ke dalam tanah lebih banyak daripada
gelombang impuls yang terpotong di bagian punggung seperti ditunjukkan pada
Gambar-4.

Hal. 28
(a) Arester (b) Gelombang impuls terpotong

Gambar-4 Arester distribusi dan pemotongan gelombang impuls

Gambar-5Gelombang impuls terpotong di muka dan punggung gelombang

Votl-Time Curve merupakan tempat kedudukan titik potong gelombang


tegangan impuls oleh suatu arester. Dengan demikian kurve ini merupakan
karakteristik pemotongan tegangan arester. Kurva ini diimplementasikan untuk
koordinasi isolasi antara arester sebagai peralatan pengaman tegangan lebih dengan
peralatan listrik yang diamankan. Bentuk kurve V-t ditunjukkan pada Gambar-6.

Hal. 29
Gambar-6 Kurve V-t sebuah arester

C. Rangkaian Percobaan
Rangkaian pengujian V-t curve arester menggunakan tegangan impuls 1,2/50 us
ditunjukkan pada Gambar-7.

Tegangan impuls dengan amplitudo yang berbeda diterapkan pada arester dan
gelombang potongnya direkam menggunakan osiloskop. Dari osiloskop dan alat ukur
tegangan impuls pada control desk dapat diketahui nilai tegangan potong dan waktu
pemotongannya. Dari beberapa titik uji ini kemudian dapat digambarkan kurva V-t dari
arester tersebut. Pengujian ini juga akan memperlihatkan apakah arester yang diuji tersebut
masih beroperasi normal atau tidak.

RL D1 D2 EZK Rd
TU

RM
CS Re Cb

PLOTTER
~ NTZ
OSC

DGM ZAG MF control desk DSTM

Gambar 7 Rangkaian percobaan efek polaritas pada elektroda jarum-piring

Hal. 30
Nilai-nilai/teraan komponen rangkain percobaan :

5. HV transformer :
6. RL :
7. Dioda :
8. RM (tahanan pembagi HVDC) :
9. Cs (kapasitor impuls) :
10. Sela bola :
11. Re (tahanan ke tanah) :
12. Rd (tahanan redaman) :
13. Cb (kapasitor beban/pembagi) :
14. NTZ (pembagi impuls sisi tegangan rendah) :

Teraan instrument pengukuran pada rangkain percobaan :

1. DGM (Alat ukur nilai puncak tegangan tinggi AC) :


2. DSTM (Alat ukur nilai puncak tegangan tinggi impuls) :
3. Osiloskop :
4. ZAG (Trigger Unit) :

D. Hasil Percobaan
Data hasil pengujian diberikan pada Tabel-1.

Tabel -1 Data pengujian

No Udc (kV) Ud (kV) td (s) Uosc (V)

Hal. 31
Ud (kV) Kurve V-t

t (s)

E. Kesimpulan

Hal. 32

Anda mungkin juga menyukai