DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN I1
6.1 UMUM VI 1
7.7.3 RENCANA SALURAN DRAINASE TRASE TOL DAN SIMPANG SUSUN VII84
10.1 UMUM X1
BAB I
PENDAHULUAN
Sektor prasarana jalan merupakan salah satu urat nadi dalam pertumbuhan ekonomi
wilayah, sehingga ketepatan penyediaannya melalui besarnya investasi adalah suatu hal
yang sangat penting. Berkaitan dengan perkembangan ekonomi, investasi jalan dan
jembatan memiliki pengaruh yang luas baik bagi pengguna jalan dan/atau jembatan
maupun bagi wilayah secara keseluruhan. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang tepat
dalam penyelenggaraan jalan sehingga dapat mendukung pengembangan wilayah dan
pertumbuhan ekonominya.
Investasi pembangunan infrastruktur jalan dinilai sebagai salah satu instrumen kebijakan
untuk pembangunan ekonomi atau pengembangan regional, maka perlu
dipertimbangkan investasi tersebut sebagai strategi aktif. Strategi aktif sebagai strategi
yang di dalam pembangunannya dapat mengundang peran serta tidak hanya
pemerintah tetapi juga investor swasta.
Pembangunan infrastruktur jalan, dalam hal ini Jalan Tol Manado Bitung diharapkan
dapat :
a. Meningkatkan aksesibilitas antar wilayah di Provinsi Sulawesi Utara;
b. Meningkatkan pengembangan wilayah yang dilalui jalan tol;
c. Menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Untuk itu perlu pembangunan/pengusahaan jalan tol sebagai jalan dengan kualitas tinggi
sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan lalu lintas dan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan wilayah. Sesuai dengan Perpres 56/2011, pengusahaan jalan
tol dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk ruas yang layak secara ekonomi tetapi
kurang layak secara keuangan. Sementara itu dengan keterbatasan dana Pemerintah
murni dan lemahnya mobilisasi dana domestik maka perlu inisiatif pembangunan jalan
tol melalui mekanisme pinjaman bilateral/multirateral.
Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk memperoleh pedoman yang menjadi acuan
dalam rangka kegiatan pembangunan jalan tol, sehingga dapat memperoleh kelayakan
pembangunan jalan tol dengan meminimalisir dampak negatif dari rencana kegiatan
dimaksud bagi lingkungan hidup disekitarnya.
Tujuannya adalah membuat dokumen teknik awal (Basic Design) yaitu : melakukan
Perencanaan Basic Design Jalan Tol Manado - Bitung dengan membuat kajian secara
teknik, lingkungan dan finansial pada rute yang diusulkan untuk rencana jalan dengan
mengacu pada koridor yang telah ditentukan.
Tahap awal yang akan dilaksanakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah
melakukan studi dan pengumpulan data-data yang telah ada;
Dalam pelaksanaan pekerjaan, Konsultan akan melaksanakan konsultasi kepada
instansi terkait untuk memperoleh informasi data sekunder dan survai lapangan
untuk memperoleh data primer, pembuatan jadwal kegiatan/rencana kerja secara
detail dalam jangka waktu yang ditetapkan, konsultasi berkala kepada Pemberi
Tugas, presentasi pekerjaan bilamana diperlukan oleh pemberi tugas, dan
inisiatif/prakarsa penerapan temuan baru dalam perencanaan jalan dan jembatan;
Pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan oleh Konsultan pada tahap ini meliputi
kegiatan sebagai berikut :
A. Pengumpulan Data Sekunder, berupa laporan studi terdahulu, data statistik, dan
peta-peta dasar, seperti peta rupa bumi, peta foto udara/citra satelit, data
hidrologi, dll.
B. Survai Lapangan. Survei lapangan yang akan dilakukan adalah survei
pendahuluan, survei lalu lintas, survei hidrologi, survei topografi, dan survei nilai
harga tanah.
C. Kajian dan Peramalan Lalu Lintas, meliputi penyusunan kalibrasi model
peruntukkan lalu lintas, model jaringan jalan, kerangka pengembangan sosial
ekonomi, dan proyeksi lalu lintas.
D. Kajian Pemilihan Trase
E. Perencanaan geometrik jalan, perkerasan, drainase, konsep struktur, dan fasilitas
jalan.
F. Penggambaran Basic Design
G. Prakiraan Biaya Konstruksi, biaya pengadaan tanah, dan biaya operasi dan
pemeliharaan.
H. Penyusunan Kelayakan Proyek, berdasarkan prakiraan biaya proyek, proyeksi
lalu lintas, dan proyeksi biaya operasi dan pemeliharaam rutin dan periodik.
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PROYEK
Koridor Perencanaan Basic Design Jalan Tol Manado-Bitung berada pada wilayah
administrative Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya pada:
a. Kota Manado;
b. Kabupaten Minahasa Utara;
c. Kabupaten Bitung.
Dalam sistem perwilayahan tata ruang nasional, Kota Manado merupakan Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) bersama dengan Kota Bitung (ManadoBitung dsk, RTRW Nasional) yang
ada di Provinsi Sulawesi Utara.
a) Luas wilayah perencanaan Kota Manado adalah + 16.319 Ha, atau seluas + 163,19 km2,
yang sebagian merupakan hasil reklamasi.
b) Batas-batas Kota Manado :
Sebelah Utara : Kecamatan Wori (Kabupaten Minahasa Utara) dan Teluk Manado;
Sebelah Timur : Kecamatan Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara);
Sebelah Selatan : Kecamatan Pineleng (Kabupaten Minahasa);
Sebelah Barat : Teluk Manado/Laut Sulawesi.
Secara umum kondisi morfologis Kota Manado terbentuk karena karakteristik alam kota
itu sendiri yang unik dan berbeda dari kebanyakan kota di Indonesia pada umumnya.
Kota ini memiliki bentang alam dengan unsur trimatra yaitu pantai, daratan dan
perbukitan, yang terbentang dengan jarak yang relatif kecil (< 1 km) diantara ketiga matra
tersebut.
Bagian Utara bermorfologi berbukit sampai bergunung dengan puncak tertinggi Gunung
Tumpa, 610 m. Di bagian Timur umumnya bergelombang dengan morfologi landai
sampai curam, dan mendekati bagian tengah kota, morfologi semakin landai dan rata.
Pada bagian Selatan, punggung-punggung bukit semakin melebar dan menjalar lebih
panjang. Topografi Kota Manado bervariasi antara 0% hingga lebih dari 40% yang secara
keseluruhan 94,53% terletak pada ketinggian 0-240 m dpl.
Selain itu Manado dialiri oleh banyak sungai yang umumnya mengalir dari wilayah
perbukitan dan bermuara di Teluk Manado, antara lain Sungai Tondano, Sungai Tikala,
Sungai Bailang, Sungai Sario, dan Sungai Malalayang. Sungai Tondano berhulu di Danau
Tondano di Kabupaten Minahasa dan bergabung dengan Sungai Tikala di tengah kota
sebelum bermuara di Teluk Manado. Saat ini keberadaan Sungai Tondano dimanfaatkan
dan dikelola oleh PT Air Kota Manado sebagai salah satu sumber air bersih.
Kondisi topografi dan morfologi seperti itu menyebabkan pola pertumbuhan kota seperti
daun pepaya. Permukiman tumbuh mengelompok secara memanjang pada kawasan yang
memiliki topografi datar yang menyusup diantara kawasan perbukitan berlereng cukup
tinggi. Limitasi fisik ini menyebabkan pemerintah kota menempuh kebijakan
pengembangan kota dengan cara reklamasi pantai untuk mendukung perkembangan kota
dengan berbagai kegiatannya. Adanya kegiatan reklamasi pantai yang dimulai tahun 1995,
menjadikan wilayah daratan bertambah kurang lebih 67 hektar dari luas yang ada yaitu
157,26 km2.
2.1.3. KONDISI KEPENDUDUKAN
Saat ini mayoritas penduduk Kota Manado berasal dari Suku Minahasa, karena kedua
wilayah tersebut berada di tanah/daerah Minahasa. Penduduk asli tanah Minahasa adalah
Suku Bantik. Suku bangsa lainnya yang ada di tanah Minahasa saat ini yaitu Suku Sangir,
Suku Gorontalo, Suku Mongondow, Suku Arab, Suku Babontehu, Suku Talaud, Suku
Tionghoa, Suku Siau, dan kaum Borgo. Selain itu terdapat pula penduduk Suku Jawa, Suku
Batak, Suku Makassar, dan suku bangsa lainnya.
Agama yang dianut adalah Kristen Protestan, Islam, Katolik, Hindu, Buddha, dan Agam
Konghucu. Berdasarkan data BPS Kota Manado tahun 2002
(www.manadokota.bps.go.id), jumlah penduduk yang beragama Kristen/Katolik di
Manado mencapai 68%, sedangkan Muslim sebanyak 30%, dan 2% agama lain.
Jumlah Penduduk Kota Manado sesuai dengan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah
410.481 jiwa yang mendiami luas wilayah 163,19 km2, dengan kepadatan 2.515,36
jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk Kota Manado sesuai hasil sensus penduduk 2010 adalah
0,96% pertahun.
PDRB sebagai ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu tahun. Kota Manado sebagai ibukota Provinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2010 menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Utara.
Potensi utama Kotamadya Manado dan Kabupaten Minahasa adalah adalah: pariwisata,
perikanan, pertanian tanaman rakyat, perkebunan, dan peternakan.
Kabupaten Minahasa Utara (sering disingkat Minut) dengan pusat pemerintahan dan
ibukota di Airmadidi, terletak di Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten ini memiliki lokasi
yang strategis karena berada di antara dua kota, yaitu Manado dan Kota
Pelabuhan Bitung. Dengan jarak dari pusat Kota Manado ke Airmadidi sekitar 12 km yang
dapat ditempuh dalam waktu 30 menit. Sebagian dari kawasan Bandar Udara Sam
Ratulangi terletak di wilayah Minahasa Utara.
Kabupaten Minahasa Utara terletak pada 1o 17 51,93 1o 56 41,03 Lintang Utara dan
124o 40 38,39 125o 5 15,53 Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Gunung
Bagian paling Utara dan bagian paling Selatan Kabupaten Minahasa Utara terdiri dari
pegunungan dan bukit-bukit diselingi oleh lembah di bagian Tengah yang membentuk
dataran. Berikut ini beberapa gunung yang terdapat di daerah Kabupaten Minahasa Utara :
b. Sungai
Sungai di Kabupaten Minahasa Utara dimanfaatkan oleh masyarakat untuk penyediaan air
bersih, irigasi, budidaya perikanan darat dan suplai energi listrik. Sungai besar di
Kabupaten Minahasa Utara antara lain :
Kabupaten Minahasa Utara terdiri dari 10 Kecamatan dengan jumlah penduduk masing
masing seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Kabupaten Minahasa Utara beriklim tropis basah dan dipengaruhi oleh angin muson.
Bulan November sampai dengan April dipengaruhi oleh angin barat yang membawa hujan.
Angka curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar 2.000 3.000 mm dengan jumlah hari
hujan 90 130 hari per tahun, suhu udara rata-rata 26.2C dengan suhu terendah
Sumber daya pertanian dan perkebunan dengan primadona tanaman kelapa yang terbesar
di seluruh wilayah Minut sehingga merupakan usaha tani utama penduduk. Selain itu
tanaman cengkih serta buahbuahan antara lain buah Duku, Langsat, Manggis dan Rambutan
banyak dihasilkan oleh petani.
Sumber daya laut dan perikanan, yaitu perikanan air tawar berupa ikan mas dan ikan mujair.
Perikanan air laut berupa Tambak Kerapu, Bandeng, Udang, Lobster dan pengembangbiakan
Rumput Laut serta Kerang Mutiara.
Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang masih memiliki potensi yang
terpendam karena sampai saat ini belum diolah secara maksimal. Dimana Minahasa Utara
juga memiliki potensi kekayaan emas yang besar.
a. Kecamatan Ranowulu
b. Kecamatan Matuari
c. Kecamatan Girian
d. Kecamatan Madidir
e. Kecamatan Maesa
f. Kecamatan Aertembaga
Di bagian timur mulai dari pesisir pantai Aertembaga sampai dengan Tanjung Merah di
bagian barat, merupakan daratan yang relatif cukup datar dengan kemiringan 0-150,
sehingga secara fisik dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan, industri,
perdagangan dan jasa serta pemukiman.
Kota Bitung merupakan wilayah dengan curah hujan bervariasi. Pada daweerah
pedalaman atau disekitar gunung Duasudara, Tangkoko, Batuangus, Klabat, Wiau,
Temboan Sela, Hombu dan Woka ada kecenderungan curah hujannya tinggi, sedang di
kawasan pantai memiliki curah hujan sedang. Jumlah curah hujan rata-rata di wilayah
Kota Bitung berkisar antara 30 305 mm/tahun. Sebagai daerah tropis Kota Bitung
mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata perbulan pada tahun 2005
berkisar antara 77 86 %.
Kota Bitung merupakan satu-satunya Kota di Sulawesi Utara dan bahkan kedua sesudah
Kota Pontianak di Indonesia yang memiliki kawasan hutan yang sangat luas. Sebagian
besar hutan diKota Bitung berdasarkan data BPS tahun 2003 dapat diklasifikasikan
dengan hutan lindung seluas 4.611 Ha, hutan wisata 1.271,5 Ha, hutan cagar alam 7.495
Ha. Dewasa ini ada kecenderungan habitat pepohonanya telah menipis akibat
penebangan liar ( illegal logging ) dan kebakaran hutan. Sebagaimana tercatat dalam
laporan neraca Sumberdaya Hutan Kota Bitung tahun 2006, dimana pada kawasan cagar
alam Tangkoko-Duasudara di akhir tahun 2004 dengan kawasan berhutan 71 % dan
kawasan tidak berhutan 29 % menurut tafsiran Citra setelit terjadi kebakaran hutan seluas
324 Ha. Besarnya penambahan areal tidak berhutan sebesar 2.05 % atau 324 Ha.
BAB III
GAMBARAN TRANSPORTASI EKSISTING
Kota Manado sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Utara, merupakan pusat kegiatan
perekonomian serta lalu-lintas barang dan jasa di wilayah Sulawesi bagian utara. Kondisi
transportasi eksistingnya berkaitan erat dengan kondisi transportasi eksisting wilayah
Sulawesi Utara, sehingga pola pergerakan Kota Manado berkaitan erat dengan pola
pergerakan wilayah Propinsi Sulawesi Utara.
Pola pergerakan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Pergerakan Eksternal, yaitu pergerakan yang didefinisikan sebagai pergerakan yang
berasal dari luar wilayah perencanaan atau pergerakan yang menuju ke luar wilayah
perencanaan. Pergerakan eksternal memperlihatkan peran Propinsi Sulawesi Utara
dalam konstelasi regional yang terlihat dari tingkat interaksi antar luar wilayah
dengan Wilayah Propinsi Sulawesi Utara. Untuk melayani pergerakan eksternal
terdapat empat outlet (pintu gerbang), yaitu : Sam Ratulangi, Pelabuhan Bitung, dan
Terminal Angkutan Penumpang di Manado.
Untuk pergerakan yang menggunakan transportasi laut dapat dilayani dengan adanya
Pelabuhan Bitung. Pelabuhan Bitung ini melayani rute pelayaran dalam negeri.
Berdasarkan dari hasil survei lapangan dan analisis yang dilakukan, kondisi eksisting
jaringan jalan yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Utara secara keseluruhan berada
pada kondisi yang cukup baik.
Pergerakan dengan menggunakan transportasi laut saat ini dilayani oleh Pelabuhan
Bitung. Sejalan dengan perkembangan wilayah dan pertumbuhan kegiatan perdagangan
di wilayah Propinsi Sulawesi Utara, untuk itu perlu kiranya dilakukan pengembangan
pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor dan import dari dan ke wilayah Propinsi
Sulawesi Utara. Terlebih lagi dengan adanya jalan Tol Manado Bitung, dapat
dipastikan pergerakan barang dan manusia di Pelabuhan Bitung akan semakin
bertambah, sehingga diperlukan pengembangan pelabuhan.
Transportasi udara merupakan transportasi alternatif yang memiliki kelebihan dari segi
kecepatan dan waktu tempuh dibandingkan dengan transportasi lainnya (darat dan laut).
Pelayanan transportasi udara untuk pergerakan ke luar wilayah Propinsi Sulawesi Utara
dilayani oleh Bandar Sam Ratulangi. Rute yang dilayani saat ini, untuk penerbangan
domestik adalah Jakarta dan Batam. Selain itu rute penerbangan internasional yang
dilayani adalah rute ke Singapura.
Selain bandara udara Sam Ratulangi, di wilayah Propinsi Sulawesi Utara terdapat
bandara lain, yaitu bandara Melonguane. Keberadaan lapangan terbang ini dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif transportasi di wilayah Propinsi Sulawesi Utara.
BAB IV
KERANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari rencana struktur tata
ruang, rencana pola pemanfaatan ruang, rencana pengembangan wilayah prioritas,
rencana pengembangan transportasi, dan rencana pengembangan prasarana wilayah.
b. Jaringan Prasarana Lalu Lintas, terdiri atas: Terminal Penumpang Tipe A dan B
1) Rencana Terminal tipe A dalam wilayah provinsi Sulawesi Utara, meliputi :
Malalayang di Manado; Tangkoko di Bitung; Beriman di Tomohon; Bonawang
di Kotamobagu; Kapitu di Minahasa Selatan; Belang di Minahasa Tenggara;
Kotabunan di Bolaang Mongondow Timur; Molibagu (Bolang Mongondow
Selatan); dan Kaidipang di Bolaang Mongondow Utara.
(2) Pelabuhan sungai, pelabuhan danau dan pelabuhan penyeberangan yang berada
di wilayah Provinsi Sulawesi Utara meliputi :
a. Pelabuhan Penyeberangan Antar Negara :
i. Miangas di P. Miangas (Kepulauan Talaud);
ii. Marore di P.Marore (Kepulauan Sangihe);
iii. Tahuna di P. Sangir Besar (Kepulauan Sangihe); dan
iv. Petta di P. Sangir Besar (Kepulauan Sangihe).
b. Pelabuhan Penyeberangan Lintas Provinsi :
i. Bitung.
ii. Likupang (Minahasa Utara).
iii. Pananaru (Kepaulauan Sangihe).
iv. Amurang (Minahasa Selatan).
v. Labuan Uki (Bolaang Mongondow).
c. Rencana Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Dalam Provinsi, adalah
Rencana Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Lintas Kabupaten/Kota :
i. Bitung.
ii. Pananaru - P. Sangihe (Kepulauan Sangihe).
iii. Sawang - P. Siau (Kepulauan Siau Tagulandang Biaro).
iv. Likupang (Minahasa Utara).
B.1.2. Sistem Jaringan Transportasi Laut
Tatanan Kepelabuhanan
Tatanan kepelabuhanan di Provinsi Sulawesi Utara, meliputi:
a. Global Hub Port / Pelabuhan Internasional / Utama Bitung dan P. Lembeh (Kota
Bitung), kapasitas + 150.000 DWT, dermaga + 5.000 m.
b. Rencana Pengembangan Tatanan Kepelabuhanan Provinsi meliputi Rencana
Pengembangan Pelabuhan Regional / Pengumpan Primer :
i. Tahuna - P. Tahuna (Kepulauan Sangihe), kapasitas + 3.000 DWG dan panjang
dermaga + 50 m;
ii. Ulu (Kepulauan Siau Tagulandang Biaro) kapasitas + 1.000 DWG dan panjang
dermaga + 60 m;
iii. Karatung (Kepulauan Talaud) kapasitas + 2.000 DWG dan panjang dermaga +
72 m;
iv. Tamako (Kepulauan Sangihe) kapasitas + 3.00 DWG dan panjang dermaga 25
+ m;
Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus di Provinsi Sulawesi Utara meliputi Pelabuhan Rinondoran (Minahasa
Utara) dan Kotabunan di Bolaang Mongondow Timur.
BAB V
RUTE TERPILIH
Ruas Jalan Tol Manado-Bitung merupakan jalan alternatif dari jalan nasional Manado-
Bitung. Jalan Nasional Manado-Bitung merupakan jalur yang menghubungkan antara
Kota Manado ke arah timur yaitu ke arah Kota Bitung. Kondisi eksisting ruas Jalan
Nasional Manado-Bitung berada pada keadaan cukup baik, dimana jalan tersebut
memiliki satu lajur untuk tiap arahnya.
Berdasarkan tinjauan lapangan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kondisi
terrain di sekitar titik awal trase yaitu di Ring Road Manado pada umumnya dataran
rendah. Kondisi ini berlanjut hingga di daerah Air Madidi. Sementara dimulai dari Air
Madidi, kondisi terrain pada kondisi eksisting mulai berubah dari dataran rendah
menjadi perbukitan, dimana mulai dari daerah Air Madidi selanjutnya Kauditan dan
Danowudu terrain eksisting berada pada kondisi cukup curam. Setelah melewati daerah
Danowudu menuju Bitung, terrain eksisting kembali berangsur-angsur berubah menjadi
dataran rendah kembali.
Rute Jalan Tol Manado-Bitung dimulai dari Jalan Nasional Ring Road I dan akan
berakhir di daerah Bitung, dengan panjang 39 km. Dari STA 0+000 yang berada di
Ring Road I Manado hingga STA 15+000 yang berada di wilayah Air Madidi, trase jalan
tol akan berada di sebelah selatan Jalan Nasional Manado-Bitung, sementara dari STA
15+000 hingga titik akhir, trase akan berada di sebelah utara Jalan Nasional Manado-
Bitung. Trase diawali dari Ring Road Manado I, kemudian bergerak ke arah tenggara
menuju wilayah Kauditan, melewati wilayah Sukur, Airmadidi, Kauditan, Danowudu,
dan berakhir di sekitar Pelabuhan Bitung.
Di titik awal trase (STA 0+000), akan diletakkan Simpang Susun Ring Road I, dimana
simpang susun ini akan mengakomodir pergerakan kendaraan dari arah Winangun dan
Manado yang hendak masuk ke dalam ruas jalan tol. Dari hasil diskusi dengan pihak
terkait, maka pada Simpang Susun Ring Road akan diletakkan frontage untuk
mengakomodir jalan non tol yang berada sejajar dengan rencana Simpang Susun Ring
Road.
Dari hasil peninjauan lapangan dan dari hasil diskusi dengan pemerintah daerah
setempat, diketahui bahwa trase Jalan Tol Manado-Bitung ini akan melewati ujung dari
rencana Bendungan Kuwil yang berada di daerah Sukur, Minahasa Utara. Dari segi
desain, keberadaan rencana Bendungan Kuwil ini tidak mempengaruhi desain trase yang
ada, karena trase hanya melewati ujung dari Bendungan Kuwil. Elevasi rencana jalan tol
pun sudah didesain melewati batas aman dari elevasi Bendungan Kuwil.
Memasuki wilayah Air Madidi, trase akan berpotongan dengan dua jalan nasional, yaitu
Jalan Nasional Manado-Bitung dan Jalan Nasional Air Madidi-Tondano. Pada wilayah
ini, kemudian direncanakan akan dibangun Simpang Susun Air Madidi, dimana simpang
susun ini, pada tahap akhirnya direncanakan akan memiliki dua akses menuju kedua
jalan nasional tersebut, yaitu akses dari dan menuju Jalan Nasional Manado-Bitung dan
akses dari dan menuju Jalan Nasional Air Madidi-Tondano.
Simpang susun terakhir pada ruas Jalan Tol Manado-Bitung adalah Simpang Susun
Bitung, dimana simpang susun ini dirancang untuk memfasilitasi pergerakan kendaraan,
terutama kendaraan-kendaraan berat, dari dan menuju ke pelabuhan. Dengan adanya
Jalan Tol Manado-Bitung serta Simpang Susun Bitung ini, diharapkan dapat
memperlancar pergerakan kendaraan-kendaraan berat.
Persilangan
Ruas Jalan Tol Manado-Bitung direncanakan akan melewati beberapa alur dan sungai,
serta jalan lokal maupun jalan nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pada tiap-
tiap perpotongan akan dibuat suatu penanganan yang berdasarkan pada kondisi
eksisting yang ada.
Pada ruas ini, direncanakan akan terdapat 17 (tujuh belas) buah perpotongan dengan
jalan eksisting yang akan difasilitasi, baik dengan menggunakan overpass maupun
underpass. Pada ruas ini akan terdapat 30 (tiga puluh) persilangan dengan alur maupun
dengan sungai. Untuk memfasilitasi persilangan ini, maka akan digunakan 22 (dua puluh
satu) box culvert serta 8 (delapan) buah jembatan.
Guna lahan
Jika dibandingkan dengan guna lahan yang ada di sepanjang ruas Jalan Nasional
Manado-Bitung yang cenderung cukup ramai dan padat, maka guna lahan yang berada
di sepanjang trase rencana Jalan Tol Manado-Bitung cenderung masih berupa tanah
kosong dan hutan, kecuali pada daerah di sekitar Air Madidi. Di daerah Air Madidi
hingga Kauditan, guna lahannya berupa wilayah yang cukup terbangun. Memasuki
wilayah Danowudu hingga Bitung, trase akan berpotongan dengan pemukiman
penduduk yang cukup ramai dengan aktifitas penduduk yang cukup padat.
Alinemen vertikal
Sepanjang ruas Jalan Tol Manado-Bitung Segmen Ring Road I-Kauditan memiliki medan
yang cukup datar sehingga desain alinemen vertikal pada segmen Ring Road I-Kauditan
ini relatif cukup landai dengan persentase kelandaian berada pada kisaran 0.5 3% saja.
Memasuki wilayah Kauditan hingga Danowudu, trase rencana melewati terrain eksisting
yang cukup curam, sehingga pada wilayah ini, persentase kelandaian kemudian berkisar
antara 1.5% - 4%, dimana dalam penggunaan kelandaian 4%, panjang landainya
dibatasi dengan nilai panjang landai maksimum sebesar 700 m dan diberikan bordes
dengan kemiringan 0.5-1.5% diantara kelandaian-kelandaian yang cukup curam (3-4%).
BAB VI
6 UMUM
Tahapan dalam melakukan analisis lalu lintas yang dilanjutkan dengan pemodelan lalu
lintas dilakukan sesuai dengan bagan alir yang disampaikan pada Gambar 6.1. Gambar
tersebut memperlihatkan bahwa dalam proses studi setidaknya terdapat tiga jenis data
yang dibutuhkan yakni data jaringan untuk pembentukan model atau disebut dengan
data tahun dasar (base year data), data untuk validasi (validation data) dan data untuk
simulasi model yang diprediksi pada beberapa tahun tinjauan (predicted data). Base year
data dan validation data dapat diperoleh dari survei (sekunder ataupun primer),
sedangkan predicted data hanya dapat diperoleh dengan meramalkannya dengan dasar
data yang ada saat ini dan pengaruh faktor-faktor perubahan di masa datang.
Spesifikasi model
Predicted data
Validation data
Gambar 6.1 Bagan Alir Analisis Lalu Lintas dengan Pemodelan Lalu Lintas
Sampai dengan saat ini, model perencanaan transportasi empat tahap merupakan
pilihan konsep pemodelan transportasi makro yang paling sering digunakan dalam
berbagai studi transportasi di Indonesia, karena selain kemudahannya juga
kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi dan
tata ruang di wilayah studi. Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa
seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan
perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda dan pemilihan rute. Struktur umum
konsep model perencanaan transportasi empat tahap ini disajikan pada Gambar 6.2.
Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan,
termasuk di dalamnya adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan
menggunakan informasi dari data tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang
dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut
dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini akan menghasilkan
persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik
populasi serta pola dan intensitas tata guna lahan di zona yang bersangkutan.
Dengan melihat proses tersebut maka secara garis besar proses analisis transportasi jalan
terdiri atas beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem
jaringan, analisis kebutuhan pergerakan dan analisis sistem pergerakan. Dalam beberapa
butir berikut ini disampaikan bahasan mengenai setiap tahap pemodelan transportasi
yang dilakukan.
Bagan alir estimasi matriks dalam SATURN disampaikan pada Gambar 6.3. Data
survey asal tujuan dan MAT yang sebelumnya pernah dibentuk untuk wilayah studi
akan menjadi pola dasar atau prior matriks yang akan menjadi panutan pola
perjalanan dari update matriks dalam ME2 menggunakan data hasil survei arus lalu
lintas. Dengan metodologi ini akan diperoleh MAT wilayah studi pada Tahun 2009,
sebagai tahun dasar.
Data karakteristik lalu lintas baik saat ini maupun di masa mendatang merupakan
masukan utama dalam proses analisis, khususnya dampak lalu lintas dari
pengembangan transportasi massal yang direncanakan di masing-masing wilayah
studi.
Daerah kajian pemodelan transportasi ini, analisis jaringan meliputi seluruh wilayah di
Kota Manado, Kabupaten Bitung, dan sekitarnya (sebagai zona internal) dan kabupaten
lainnya Provinsi Sulawesi Utara lainnya (sebagai zona eksternal).
Pembangunan basis data model jaringan jalan meliputi identifikasi kondisi jaringan jalan
menyangkut lebar jalan, geometrik dan kecepatan pada kondisi volume kendaraan = 0
(free flow speed). Untuk mengantisipasi penyesuaian jaringan jalan serta prasarana lain
yang memungkinkan terjadinya perubahan kondisi jaringan jalan di wilayah kajian,
mencakup:
Pengumpulan data berupa usulan pembangunan jaringan maupun program
peningkatannya;
Inventarisasi fasilitas jalan-jalan yang ada serta kemungkinan perkembangannya yang
selanjutnya dapat mengakibatkan perubahan kinerja jaringan.
Model jaringan jalan yang dibentuk sebagai basisi data jaringan jalan terdiri dari jalan
Kota Manado dan sekitarnya serta jaringan jalan nasional yang berada di kawasan
Manado-Bitung. Hubungan sistem jaringan jalan ke setiap zona diwakili oleh suatu
centroid connector. Penggambaran sistem jaringan yang dimodelkan disampaikan pada
Gambar 6.5.
Untuk keperluan model jaringan maka wilayah studi dibagi menjadi beberapa zona
sebagai agregasi wilayah pembangkit/penarik (asal/tujuan) perjalanan. Zona
dikategorikan menjadi 2, yakni :
Matriks asal-tujuan (MAT) dasar pergerakan yang digunakan dalam analisis adalah dari
matriks perjalanan dari studi terdahulu yaitu Studi Feasibility Study & Amdal Jalan Tol
Manado-Bitung Tahun 2006. MAT tersebut memperlihatkan jumlah pergerakan sebanyak
41.572 smp/jam yang bergerak di seluruh jaringan jalan di Kota Manado dan sekitarnya,
sebagaimana dijabarkan pada Tabel 6.2.
Matriks asal tujuan tersebut kemudian dikalibrasi dengan data hasil survey lalu lintas pada
beberapa titik kontrol. Kesesuaian besaran volume lalu lintas antara hasil pemodelan
dengan hasil survey primer menjadi ukuran untuk menilai kualitas kesesuaian MAT yang
akan digunakan. Dalam hal ini proses kualitas model estimasi MAT dengan ME2 adalah
tingkat akurasi prediksi arus lalu lintas hasil model (estimated flow) dibandingkan
dengan masukan data arus lalu lintas yang digunakan untuk kalibrasi (target flow). Hasil
analisis goodness-of-fit MAT Kota Manado tahun dasar 2012 disampaikan pada Gambar
6.7.
Manado dsk.
Kalibrasi MAT Palembang TahunThn2012
2009
8,000
7,000
6,000
Target Flow
5,000
4,000
R2 = 0.8934
3,000
2,000
1,000
-
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Estimated Flow
Angka R2 sekitar 0.8934 menunjukkan bahwa hasil estimasi MAT dari ME2 mampu
mewakili lebih dari 89% dari arus lalu lintas yang ada di wilayah studi. Dapat dikatakan
model estimasi MAT ini cukup akurat untuk menggambarkan pola permintaan
perjalanan kendaraan di wilayah studi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam
memprediksi MAT di Manado dsk. di masa yang akan datang.
Tabel 6.1 Matriks Asal Tujuan Kota Manado dsk. Tahun Dasar 2012
OD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Oi
1 0 1937 2605 846 1290 409 368 2102 337 137 272 10303
2 1560 0 1044 365 557 176 159 907 146 64 118 5096
3 3170 1097 0 479 731 231 208 1190 191 99 154 7552
4 946 507 633 0 337 107 96 550 88 43 71 3378
5 1173 629 785 275 0 133 119 682 109 51 88 4044
6 352 189 236 83 126 0 36 205 33 16 0 1275
7 309 166 207 72 110 35 0 180 29 14 23 1145
8 1991 1067 1333 466 711 225 203 0 186 81 150 6412
9 268 144 180 63 96 30 27 156 0 13 20 997
10 128 75 92 35 52 17 16 78 15 0 11 519
11 235 126 157 55 84 0 24 137 22 11 0 850
Dd 10132 5936 7271 2740 4093 1364 1256 6187 1155 529 909 41572
Sejalan dengan pengembangan wilayah Manado dan sekitarnya yang sangat pesat,
pertumbuhan pergerakan baik manusia maupun barang bertumbuh dengan cukup tinggi.
Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pengembangan wilayah ini secara langsung
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap arus pergerakan yang terjadi.
Berdasarkan pada beberapa dokumen dan studi perencanaan jaringan jalan di wilayah
Manado dan sekitarnya, terdapat beberapa rencana pengembangan jaringan jalan yang
direncanakan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Selain itu, terdapat
juga beberapa rencana pengembangan jaringan jalan eksisting yang merupakan bagian
dari pengembangan jaringan jalan secara keseluruhan. Kesemua rencana pembangunan
dan pengembangan jaringan jalan ini menjadi masukan utama dalam analisis pemodelan
lalu lintas yang dilakukan.
Analisis pemodelan lalu lintas yang dilakukan pada studi kelayakan pembangunan jalan
Tol Manado-Bitung ini dimaksudkan untuk menilai tingkat kelayakan pembangunan
jalan tol tersebut dari sisi kinerja jalan. Kinerja jalan ini direpresentasikan pada kinerja
pada jalan tol tersebut (tinjauan secara mikro) dan kinerja jaringan jalan secara
keseluruhan (tinjauan secara makro). Kinerja jaringan jalan yang dianalisis tersebut
meliputi volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan tol yang direncanakan serta
kinerja berupa volume per kapasitas rata-rata dan kecepatan rata-rata yang terjadi di
seluruh jaringan jalan yang ditinjau serta pada koridor yang ditinjau.
Pembebanan jaringan jalan dengan alat bantu program komputer pemodelan lalu lintas
dilakukan dengan empat tahap sesuai dengan langkah pemodelan lalu lintas klasik.
Masukan awal berupa basis data jaringan jalan dan pola pergerakan (MAT) akan
menghasilkan pembebanan lalu lintas pada masing-masing ruas jalan sesuai dengan
skenario yang ditetapkan. Analisis pemodelan lalu lintas ini dilakukan dari tahun dasar
2012 sampai dengan 35 tahun kedepan sesuai dengan jangka waktu implementasi
rencana dan konsesi pengembangan jalan tol.
Hasil pemodelan lalu lintas pada tahun dasar 2012 memperlihatkan pola pergerakan
pada wilayah Manado dsk. sebagaimana digambarkan pada desire line pergerakan pada
Gambar 6.10. Sementara, pembebanan volume lalu lintas pada jaringan jalan eksisting
pada tahun 2009 digambarkan pada Gambar 6.11.
yang rencananya akan beroperasi pada Tahun 2014. Sejalan dengan tahun operasi pada
rencana pengembangan jalan tol Manado-Bitung, maka pemodelan lalu lintas dilakukan
untuk tahun 2012 dan 2014 serta beberapa series tahun mendatang sampai dengan masa
konsesi.
Pemodelan lalu lintas untuk beberapa tahun mendatang sesuai dengan skenario
pengembangan jaringan jalan di wilayah Manado sampai dengan Tahun 2025
memberikan data mengenai hasil pembebanan volume lalu lintas di seluruh jaringan
jalan di Kota Manado dsk. Hasil pembebanan volume lalu lintas pada masing-masing
skenario tersebut menjadi dasar untuk menentukan kinerja jaringan jalan dengan
indikator volume per capacity (VCR) dan kecepatan rata-rata pada seluruh jaringan jalan.
Indikator kinerja jaringan jalan ini kemudian akan menjadi dasar untuk menentukan
kelayakan pembangunan jalan tol Manado-Bitung yang direncanakan.
Sejalan dengan rencana pengembangan jaringan jalan, pembebanan lalu lintas dilakukan
untuk tahun perencanaan 2012 sebagai tahun dasar, kemudian pemodelan lalu lintas
pada masa datang pada tahun 2014, 2020, 2030, dan 2040.
Gambaran pengembangan jaringan dan hasil pembebanan lalu lintas yang digambarkan
pada gambar-gambar tersebut memperlihatkan pola pergerakan kendaraan di wilayah
Manado dan sekitarnya.
Selain hasil pembebanan secara jaringan jalan, pemodelan lalu lintas juga menghasilkan
pembebanan lalu lintas pada ruas jalan jalan tol secara segmental. Hasil pembebanan
lalu lintas ini kemudian akan menjadi masukan utama untuk analisis kelayakan.
Hasil kajian pemodelan lalu lintas untuk ruas jalan tol Manado-Bitung Segmen Ring
Road I - Kauditan dijabarkan sebagai berikut :
Pembagian segmen diatas didasarkan pada pembangunan interchange pada jalan tol
tersebut. Hasil pembebanan lalu lintas pada masing-masing segmen tersebut
digambarkan pada tabel di bawah ini.
BAB VII
PRA RENCANA TEKNIS JALAN TOL
7.1. UMUM
Trase Jalan Tol Manado Bitung direncanakan sebagai jalan tol luar kota dengan panjang
jalan utama + 42,6 km. Titik awal proyek berlokasi di Jalan Ring Road I Manado, Kota
Manado dan berakhir di Bitung, Kota Bitung.
f. Lain Lain
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 354/KPTS/M/2001,
tentang Kegiatan Operasional Jalan Tol;
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 353/KPTS/M/2001,
tentang Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol;
Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI-033244-1994;
Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, No. 12/BNKT/1991.
7.3.1. Umum
Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah untuk mendapatkan bentuk geometrik
jalan yang baik secara teknis dan ekonomis, sehingga akan diperoleh pelayanan jalan
yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan serta ekonomis.
Perencanaan geometrik jalan tol Manado-Bitung dibuat berdasarkan hasil studi terhadap
batasanbatasan kondisi di sekitar rencana jalan tol. Perencanaan alinyemen horizontal
dan alinyemen vertikal dengan mempertimbangkan faktorfaktor geometrik, struktur,
hidrologi, drainase, kepentingan Pemerintah Daerah di lokasi proyek, serta faktorfaktor
lain yang terkait, secara terpadu.
1. Keamanan dan kenyamanan dari pergerakan lalu lintas dengan volume yang besar
pada kecepatan yang tinggi harus dapat dipertahankan, yaitu dengan cara
memenuhi persyaratanpersyaratan geometrik dari kecepatan rencana yang telah
ditentukan.
2. Dalam hal lengkung horizontal dan lengkung vertikal terjadi bersamaan ataupun
pada jarak yang berdekatan, maka akan dilakukan koordinasi diantar keduanya,
sehingga dapat memberikan efek geometrik yang menguntungkan bagi pemakai
jalan.
3. Fungsi sungai eksisting, saluran pembuangan/drainase, saluran irgasi, serta fasilitas
fasilitas umum (jalan dan utilitas) yang akan terpotong jalan tol, harus tetap
dipertahankan.
Pemilihan kecepatan rencana yang akan diterapkan pada Jalan Tol Manado-Bitung akan
menunjuk pada KepMen 353/KPTS/2001 seperti terlihat pada Tabel 7.1.
Ruas Jalan Tol Manado Bitung sepanjang + 42,6 km, berdasarkan kondisi topografi dan
lingkungan, sebagian besar merupakan daerah dengan kelerengan melintang variatif
antara 3% - 20% termasuk dalam kondisi perbukitan. Dengan demikian, kecepatan
rencana yang akan diterapkan pada Jalan Tol Manado-Bitung adalah 100 Km/Jam.
Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal (pada hal ini
adalah bidang permukaan bumi). Dengan demikian, perencanaan Alinyemen Horizontal
jalan adalah perencanaan situasi/plan dari suatu ruas jalan. Alinyemen Horizontal
sebuah ruas jalan terdiri dari bagianbagian lurus dan bagianbagian lengkung (tikungan).
Acuan dasar dan batasanbatasan dalam perencanaan alinyemen horizontal, antara lain :
Kriteria desain geometrik jalan tol Manado-Bitung, jalan akses non tol dapat dilihat
pada Tabel 7.2. s/d Tabel 7.5.
Standar Desain
No. Uraian Satuan
Luar Kota Dalam Kota
I. UMUM
1. Kecepatan Rencana Km/jam 100 *) 80 **)
2. Jarak Pandang Henti Minimum m 165 110
II. PARAMETER POTONGAN MELINTANG
1. Lebar Lajur Lalu Lintas m 3,60 3,50
2. Lebar Bahu Luar m 3,00 2,00
3. Lebar Bahu Dalam m 1,50 0,50
4. Lebar Median Initial Stage m 12,70 10,00
5. Lebar Median Final Stage m 5,50 3,00
6. Kemiringan Melintang Normal Lajur % 2 2
Lalu Lintas
7. Kemiringan Melintang Normal Bahu % 4 4
Luar
8. Tinggi Ruang Bebas Vertikal Minimum m 5,10 5,10
9. Tinggi Ruang Bebas Terhadap SUTT 66 m 8,00 8,00
KV
III. PARAMETER ALINYEMEN HORISONTAL
1. Jari-jari Tikungan Minimum m 700 400
2. Jari-jari Tikungan Minimum Tanpa m 1.500 1.00
Lengkung Peralihan
3. Jari-jari Tikungan Minimum untuk m 5.00 3.500
Jalan dengan Kemiringan Normal
4. Superelevasi Maksimum % 6 6
5. Panjang Lengkung Minimum m 1.200/a 1.000/a
[170] [140]
6. Panjang Lengkung Peralihan Minimum m 85 70
7. Parameter Clothoid Minimum (A) 340 240
8. Kemiringan Permukaan Relatif 1/225 1/200
Maksimum
IV. PARAMETER ALINYEMEN VERTIKAL
1. Landai Maksimum % 3 4
2. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal m 10.000 4.500
Cembung
3. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal m 4.500 3.00
Cekung
4. Panjang Minimum Lengkung Vertikal m 85 70
V. LAIN-LAIN
1. Jarak Antar Simpang Susun Minimum km 5 2
catatan :
a = sudut perpotongan dalam derajat. Jika a = 2 derajat untuk perpotongan dalam
keadaan terpaksa diambil a = 2
*) = Jalan luar kota, daerah perbukitan (lereng melintang 3% - 24,9%)
**) = Jalan dalam kota, daerah perbukitan (lereng melintang 3% - 24,9%)
Standar
No. Uraian Satuan
Desain
Seluruh standar pada jalur utama tetap berlaku,
kecuali hal-hal berikut ini :
1. Kecepatan Rencana Km/jam 60
2. Jari-jari Tikungan Minimum m 200
3. Parameter Clothoid Minimum (A) m 50
Panjang Lengkung Minimum
4. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cembung m 2.000
5. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cekung m 1.500
6. Panjang Minimum Lengkung Vertikal m 50
7. Panjang Lajur Perlambatan Minimum (1 lajur) m 90
8. Panjang Lajur Percepatan Minimum (1 lajur) m 180
9. Panjang taper (1 lajur) m 60
Catatan :
Pada lajur perlambatan yang menurun > 2% dan jalur percepatan > 2% harus
memperhatikan koefisien berikut :
Kelandaian Koefisien Perlambatan Koefisien Percepatan
2<i<3 1,10 1,20
3<i<4 1,20 1,30
4<i 1,30 1,40
Standar
No. Uraian Satuan
Desain
I. UMUM
1. Kecepatan Rencana km/jam 40
2. Jarak Pandang Henti Minimum m 40
II. PARAMETER POTONGAN MELINTANG
1. Lebar Lajur Lalu Lintas m 3,60
2. Lebar Bahu Luar m 3,00
3. Lebar Bahu Dalam m 1,50
4. Lebar Median (termasuk bahu dalam) m 2,80
5. Kemiringan Melintang Jalan % 2
6. Kemiringan Melintang Bahu Luar % 4
7. Tinggi Ruang Bebas Vertikal Min. m 5,10
III. PARAMETER ALINYEMEN HORISONTAL
1. Jari-jari Tikungan Minimum m 50
2. Jari-jari Tikungan Minimum Tanpa Lengkung m 250
Peralihan
Standar
No. Uraian Satuan
Desain
5. Panjang Lengkung Minimum m 500/a atau
70
6. Panjang Lengkung Peralihan Minimum m 35
7. Parameter Clothoid Minimum (A)
8. Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum
IV. PARAMETER ALINYEMEN VERTIKAL
1. Landai Maksimum % 5
2. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cembung m 700
3. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cekung m 700
4. Panjang Minimum Lengkung Vertikal m 35
Standar
No. Uraian Satuan
Desain
I. UMUM
1. Kecepatan Rencana km/jam 40
2. Jarak Pandang
Henti Minimum m 40
Menyiap Minimum m 200
II. PARAMETER POTONGAN MELINTANG
1. Lebar Lajur Lalu Lintas m 3,60
2. Lebar Bahu Luar m 3,00
3. Kemiringan Melintang Jalan % 2
4. Kemiringan Melintang Bahu Luar % 4
5. Tinggi Ruang Bebas Vertikal Min. m 5,10
III. PARAMETER ALINYEMEN HORISONTAL
1. Jari-jari Tikungan Minimum m 50
2. Jari-jari Tikungan Minimum Tanpa Lengkung m 250
Peralihan
3. Jari-jari Tikungan Minimum untuk Jalan Dengan m 800
Kemiringan Normal
4. Superelevasi Maksimum % 6
5. Panjang Lengkung Minimum m 500/a atau
70
6. Panjang Lengkung Peralihan Minimum m 35
7. Parameter Clothoid Minimum (A)
8. Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum
IV. PARAMETER ALINYEMEN VERTIKAL
1. Landai Maksimum % 5
2. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cembung m 700
3. Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cekung m 700
4. Panjang Minimum Lengkung Vertikal m 35
V. PARAMETER GERBANG TOL
1. Lebar Lajur Normal m 2,90
2. Lebar Lajur Terluar m 3,50
3. Lebar Pulau m 2,10
Dalam perencanaan jalan tol Manado-Bitung, Konsep pelebaran jalan tol dimasa yang
akan datang adalah Pelebaran ke dalam, dengan median selebar 5.5 m (termasuk bahu
dalam).
Berdasarkan kondisi topografinya yang berbukit, maka pada perencanaan jalan tol
Manado-Bitung akan terdapat banyak daerah galian dan timbunan. Perencanaan
kemiringan samping (side slope) jalan tol Manado-Bitung adalah sebagai berikut :
Ruang bebas yang harus diperhatikan antara lain persilangan antara jalan tol
dengan jalan eksisting, serta antara jalan tol dengan jaringan SUTT 150 KV yang
terdapat dilapangan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.4 dibawah ini.
Gambar 7.4. Ruang Bebas Jalan Tol dan Non Tol serta SUTT 150 KV
7.4.1. Umum
Pada Jalan Tol, dalam merencanakan suatu simpang susun harus benar-benar
dipertimbangkan penetapan lokasi serta jarak antara satu simpang susun dengan yang
lainnya, karena bukan saja biaya pembangunannya yang sangat besar akan tetapi juga
karena dampak yang akan ditimbulkan oleh pembangunan tersebut baik terhadap tata
guna lahan daerah sekitarnya maupun tata ruang daerah / kota cukup besar.
Adanya simpang susun akan memberikan peranan yang sangat penting dalam
pengembangan wilayah, lalu lintas, serta aktivitas sosial dan ekonomi, maka
penempatannya harus direncanakan sejak tahap awal bersamaan dengan perencanaan
jaringan jalan raya agar jaringan jalan secara keseluruhan dapat memberikan manfaat
maksimal terhadap kebutuhan masyarakat akan transportasi. Dengan demikian
penetapan lokasi simpang susun, bukan hanya memperhatikan tata guna lahan dan
fasilitas lalau lintas yang ada, tetapi juga harus meliputi semua perencanaan wilayah dan
perencanaan di masa yang akan mendatang.
Jadi manfaat dari simpang susun pada Jalan Tol antara lain adalah :
Meningkatkan pengembangan wilayah;
Mengurangi titik kemacetan lalu lintas;
Mengurangi kecelakaan lalu lintas;
Meningkatkan volume lalu lintas;
Meningkatkan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan.
Jalur kolektor/distributor adalah jalur yang terpisah dari jalur utama, tetapi searah
dengannya dan berfungsi untuk menampung arus lalu lintas yang memasuki atau
meninggalkan jalur utama. Jalur ini bersatu dengan jalur utama pada ujung
ujungnya melalui jalur perlambatan/percepatan.
4. Jalur Perlambatan/Percepatan
Jalur perlambatan/percepatan adalah sebuah jalur yang terbatas panjangnya dan
terletak di sebelah jalur cepat (sebagai pelebaran jalur cepat) dan berfungsi sebagai
tempat kendaraan menyesuaikan kecepatan dari situasi di belakang ke situasi di
depannya.
Gambaran lebih jelas mengenai bagian dari suatu simpang susun, dapat dilihat pada
Gambar 7.5. yang menyajikan sebuah simpang susun clover leaf yang lengkap.
Pemilihan lokasi simpang susun dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Volume dan pergerakan lalu lintas yang dilayani oleh simpang susun tersebut, lokasi
sebaiknya berdekatan dengan kota yang berpenduduk lebih dari 30.000 orang atau
dengan asumsi bahwa jumlah orang yang akan menggunakan simpang susun
tersebut diperkirakan sekitar 50.000 100.000 orang, tetapi tidak lebih dari 30.000
kendaraan per hari;
2. Lokasi antar simpang susun, sehingga keberadaan antar simpang susun tidak
terlampau dekat atau terlampau jauh, 5km<Jarak antar simpang susun<30km;
3. Kedekatan dengan jaringan jalan eksisting arteri utama, karena simpang susun
tersebut harus dapat dijangkau dengan mudah dan berada dekat dengan jaringan
jalan eksisting yang merupakan bangkitan lalu lintas, misalnya jalan nasional;
4. Lokasi berdekatan dengan jalan utama yang menuju ke pusat kegiatan seperti
pelabuhan, bandara, kawasan industri dan daerah pariwisata.
Sesuai syarat yang tercantum dalam buitr 3) dan 4), penentuan lokasi ditetapkan secara
kasar, kemudian berdasarkan syarat yang tercantum dalam butir 1) dan 2), lokasi serta
interval yang telah disetujui diatur kembali dengan mempertimbangkan rencana tata
guna tanah wilayah atau kota yang bersangkutan. Koordinasi antar instansi juga sangat
penting dilakukan sejak tahap awal agar pelaksanaannya dapat dilakukan berdasarkan
pandangan ekonomi dan kepentingan berbagai pihak. Syarat 1) memberikan gambaran
umum mengenai hubungan antara jumlah penduduk suatu kota dengan jumlah simpang
susun yang dibutuhkan (lihat Tabel 7.6).
maksimum sebesar 30 km dianggap jarak yang wajar. Tabel 7.7 memperlihatkan interval
standar antara masing-masing simpang susun pada kawasan-kawasan.
Dalam perencanaan suatu simpang susun di suatu daerah yang mempunyai potensi besar
untuk berkembang dengan pertumbuhan yang sangat besar pada masa yang akan dating,
meskipun keadaannya sekarang berupa di kota kecil, pinggir kota atau daerah terpencil,
maka interval antar simpang susun ditetapkan tidak lebih dari 20 km.
Hal ini disebabkan simpang susun itu sendiri akan merupakan faktor penting dalam
memacu pertumbuhan baik industri maupun perdagangan di wilayah sekitarnya walau
pada saat ini belum ada perencanaan secara konkrit, seperti telah dialami oleh beberapa
daerah di Jepang.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, ditetapkan bahwa
jarak antar simpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar
perkotaan dan paling rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan.
Berdasarkan kriteriakriteria tersebut diatas, maka pada Jalan Tol Manado-Bitung akan
terdapat 6 (enam) simpang susun, seperti terdapat pada tabel berikut :
Untuk lebih jelasnya, kajian dari alternatif bentuk simpang susun di ruas Manado-Bitung
dapat dilihat pada lembar berikut ini.
Sedangkan gambaran umum dari seluruh simpang susun yang terdapat pada rencana
jalan Tol Manado-Bitung, lengkap dengan arah pergerakan lalu lintasnya, dapat dilihat
pada Gambar 7.6. s/d 7.8.
7.5.1. Umum
Pada lingkup pra rencana teknik jalan tol Manado-Bitung, pra rencana struktur yang
dimaksud, meliputi :
1. Simpang susun
2. Overpass
3. Underpass dan jembatan sungai
4. Pedestrian Bridge/Tunnel
5. Struktur penahanan tanah
3. Pembebanan
Pembebanan sesuai dengan peraturan BMS di Indonesia.
4. Rujukan perencanaan
Rujukan perencanaan harus mengacu pada standar perencanaan yang terdapat pada
sub bab 7.2.
1. Beton
Kuat Tekan
Minimum fc Keterangan
(kg/cm2)
Beton cor ditempat untuk plat beton dan balok melintang dari
280 PC Tgirder, beton cor ditempat untuk tiang beton dan tiang
precast untuk pondasi dan untuk beton precast goronggorong
Beton cor ditempat untuk struktur abutment, pier dan tangga
210
pada jembatan penyeberangan dan parapet
Beton cor untuk dinding penahan tanah dan trotoar pada
120
jembatan
80 Grouting levelling pada pondasi
2. Baja Pratekan
Strand fsu = 19.000 kg/cm2 fy = 16.000 kg/cm2
7 mm HTW fsu = 15.500 kg/cm2 fy = 13.500 kg/cm2
3. Baja tulangan
Fy = 4. 500 kg/cm2 dan fy = 2.400 kg/cm2
5. Baut
Baut bertekanan tinggi ASTM A 325 dan A 450
Menurut spesifikasi Bina Marga Bridge Management System 1992, beban dan
gaya yang digunakan dalam perhitungan tegangan-tegangan dalam konstruksi
adalah beban primer, beban sekunder dan beban khusus.
Pada pasal ini membahas detail pembebanan data aksi umum yang
mempengaruhi jembatan. Pembebanan dan aksi ini selain digunakan dalam
perencanaan jembatan jalan raya juga termasuk jembatan pejalan kaki dan
untuk bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan tersebut.
a. Aksi Tetap
Aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan
jembatan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin
menempel pada jembatan. Yang termasuk aksi ini adalah :
Beban sendiri
Beban mati
Pengaruh prategang
Pengaruh susut dan rangkak
Tekanan tanah
b. Aksi Transient
Aksi ini bekerja dengan waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi
seringkali. Aksi ini terbagi beberapa kelompok menurut sumber, yaitu :
Beban Lalu-lintas :
Beban Lajur D
Beban Truk T
Gaya Rem
Gaya Sentrifugal
Beban Tumbukan
c. Aksi Lingkungan :
Beban Angin
Pengaruh Gempa
Pengaruh Temperatur
d. Aksi-aksi lainnya :
Gesekan pada Perletakan
Pengaruh Getaran
Beban pelaksanaan
Klasifikasi aksi ini digunakan apabila aksi-aksi rencana digabung satu sama
lainnya mendapatkan kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam
Aksi Nominal merupakan aksi yang terdefinisi dalam tata cara Pembebanan
jembatan di peraturan Perencanaan Teknik Jembatan serta data statistik dengan
periode ulang 50 tahun.
Aksi rencana adalah aksi nominal yang telah bertambah atau berkurang oleh
faktor beban. Faktor beban adalah pengali numerik yang diambil untuk :
Ringkasan Faktor Beban pada aksi-aksi rencana dapat dilihat pada Tabel 7.10
berikut :
Catatan :
(1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana menggunakan tanda
bintang untuk :
PMS : berat sendiri nominal
P*MS : Berat sendiri rencana
(2) Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai.
(3) Tdd : menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal ini dimana pengaruh beban transient adalah
meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol.
1. Kombinasi Beban
Kombinasi Beban
Primer Aksi Tetap + satu aksi transient
Primer + 0,7 (satu aksi transient
Sekunder
lainnya)
Primer + 0,5 (dua atau lebih aksi
Tersier
transient)
Kombinasi Beban
Aksi
Daya Layan (1) Ultimate (2) Catatan
Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Tetap x x x x x x x x x x x x
- Berat Sendiri PMS
- Beban Mati Tambahan PMA
- Penyusutan dan PSR
Rangkak
- Prategang PPR
- Tekanan Tanah PTA
- Beban Pelaksanaan
Tetap
Beban Lajur D atau TTD x o o o o x o o o
Beban Truk T TTT
Gaya Rem atau TTB X o o o o x o o
Gaya Sentrifugal TTR
Beban Pejalan Kaki TTP x x
Gesekan Perletakan TBF o o x o o o o o
Pengaruh Temperatur TET o o x o o o o o o o o
Aliran/Hanyutan/Tumb TEF o o x o o o x o o
ukan dan Hidrostatis TEU
/Apung
Beban Angin PEW o o x o o o x o
Pengaruh Gempa PEQ x
Tumbukan PBF x x
Pengaruh Getaran TVI
Pelaksanaan TCL x x
Catatan :
(1) Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan
tanda
x adalah memasukkan faktor beban daya layan penuh
o adalah memasukkan faktor beban daya layan yang sudah
diturunkan harganya
(2) Dalam keadaan batas ultimate pada bagian tabel ini, aksi dengan
tanda
x adalah memasukkan faktor beban ultimate penuh
o adalah memasukkan faktor beban ultimate yang sudah
diturunkan besarnya sama dengan daya layan
(3) Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-
lahan. Kombinasi beban untu aksi demikian harus dihitung dengan
melihat harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan
keadaan yang paling berbahaya
2. Berat Sendiri
Berat Sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan
elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap
tetap. Berat Nominal dan nilai berfaktor dan berbagai bahan dapat diambil
dari Tabel 7.13.
Beban Mati Tambahan adalah berat seluruh bahan yang terbentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan
mungkin besarnya berubah selama umur jembatan.
5. Pengaruh Prategang
Beban lalu lintas untuk rencana jembatan Jalan Raya terdiri dari
pembebanan lajur D dan pembebanan truk T. Pada umumnya
pembebanan D akan menentukan untuk bentang sedang sampai panjang
dan pembebanan T akan menentukan untuk bentang pendek dan sistem
lantai.
a. Beban Lajur D
Pembebanan lajur D ditempatkan melintang pada lebar penuh dari
beban kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada
jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya.
Jumlah total pembebanan lajur D yang ditempatkan tergantung pada
lebar jalan kendaraan jembatan.
Beban Lajur D terdiri dari :
Beban garis
Intensitas p kN/m
Intensitas q kN
10
UDL (kPa)
6
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Panjang dibebani (m)
100 %
Intensitas q kPa
100 %
50 %
b. Beban Truk T
50 kN 2.75 m
225 kN 225 kN
112.5 kN 112.5 kN
25 kN
1.25 cm 50 cm 50 cm
20 cm
20 cm 2.75 m
20 cm 112.5 kN 20 cm
112.5kN
1.25cm 50 cm 50cm
25 kN
20 cm 20 cm
50
40
DLA (%)
30
20
10
0
0 50 100 150 200
Bentang (m)
Gambar 7.16. Faktor Beban Dinamis pada Beban KEL
9. Gaya Rem
500
400
Gaya Rem (kN)
300
200
100
0
0 50 100 150 200 250
Panjang (m)
Temperatur Temperatur
Tipe Bangunan Atas Jembatan Rata-rata Jembatan Rata-rata
Minimum (1) Maksimum
Lantai beton diatas gelagar 15 oC 40 oC
atau box beton
Lantai beton diatas gelagar,
15 oC 40 oC
box atau rangka baja.
Lantai pelat baja diatas
15 oC 40 oC
gelagar, box atau rangka baja
Koefisien Perpanjangan
Bahan Modulus Elastisitas
Akibat Suhu
Baja 12 x 10 6 per oC 200,000
Beton :
Kuat beton < 30 Mpa 10 x 10 6 per oC 25,000
Kuat beton > 30 Mpa 11 x 10 6 per oC 34,000
Aluminium 24 x 10 6 per oC 70,000
Artikel ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti
yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang
demikian harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin,
termasuk reaksi dinamis jembatan.
Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut :
dimana :
Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang
ditinjau.
Cw = Koefisien seret lihat Tabel 7.16.
Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2).
Kecepatan Angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel
7.17.
Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif
dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan
rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-
batang bagian terluar.
Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis
merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai
seperti diberikan dengan rumus :
Dimana : Cw = 1.2
Tipe Jembatan Cw
Lokasi
Keadaan Batas
<= 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya Layan 30 m/s 25 m/s
n i i Rn
b. Kontrol Defleksi
Menunjuk ke AASHTO 2 . 5 . 2 . 6 . 2 , defleksi harus dibatasi sebagai berikut :
Beban kendaraan Panjang beton / 800
Beban kendaraan dan pejalan kaki Panjang bentang / 1000
Beban kendaraan pada cantilever Panjang bentang / 300
Beban kendaraan dan pejalan kaki pada cantilever Panjang bentang / 1000
d. Kuat Lentur
Asumsinya adalah tulangan tarik dan tekan meleleh pada saat bersamaan dan
tegangan beton dalam bentuk persegi panjang. Regangan pada beton dibatasi
0,003.
a a a hf
Mn = AS f y d + AS' f y' d ' + 0,85 l f C' (b bw )h f
2 2 2 2
As = luas tulangan tarik
As = luas tulangan tekan
b = lebar
bw = lebar sayap
d, = tinggi efektif
d = selimut beton
hf = tebal sayap
, = faktor tegangan beton
e. Kuat Geser
Perhitungankuat geser mengikuti prosedur sebagai berikut :
) Menghitung tinggi efektif geser dv
dv 0,9 de atau 0,72 h (diambil yang terbesar)
) Menghitung tegangan geser
Vu
v =
bv d v
Mu Vu
As . fy + 0,5Vc cos o
dv
Perbedaan mendasar antara struktur prestressed dengan struktur beton bertulang adalah:
1. Tegangan pada beton, strands dan deformasi harus selelu di teliti untuk setiap
tahapan kegiatan (selama penarikan, pengangkutan, transportasi, ereksi, kondisi
layan)
2. Gaya prestressed ditentukan dari pembatasan tegangan beton pada kondisi beban
layan.
3. Kuat lentur dan kapasitas geser ditentukan berdasarkan metode kuat batas.
a. Pembatasan Tegangan
Tegangan beton harus dibatasi sesuai dengan table dibawah ini.
Pemahaman dasar dalam menentukan tipe struktur adalah usaha untuk meminimalisasi
biaya konstruksi, termasuk biaya pemeliharaan dan perbaikan dalam batasbatas yang
telah digariskan dalam standar dan aplikasi. Persyaratanpersyaratan berikut merupakan
dasar studi perbandingan dari keuntungan dan kerugian masing masing alternatif tipe
struktur.
1. Persyaratan Fungsional
Tipe jembatan, bersama dengan lebar bentang, jarak pandang dan beton rencana
merupakan faktor penentu dalam persyaratan fungsional. Selain untuk
mendapatkan pergerakkan yang lancar sepanjang bentang, jembatan juga harus
dapat mengakomodasikan pergerakkan lalu lintas dibawahnya, kereta api atau
sungai. Persyaratan ini menentukan panjang bentang dan tipe struktur diatas.
2. Persyaratan Estetika
Tipe jembatan sebaiknya direncanakan selaras dengan lingkungan alam dan
bangunan disekitarnya. Daya tarik jembatan seringkali ditentukan dari bentuk dan
proporsi antara struktur jembatan atas dan pier dalam kaitannya dengan bentang
jembatan dan lingkungan sekitarnya. Warna dan tekstur dapat ditambahkan sebagai
daya tarik. Penilaian harus dilihat dari sudut pandang pengendara atau penumpang,
seperti halnya sudut pandang dari luar jembatan.
3. Persyaratan Ekonomi
Untuk membandingkan biaya konstruksi dari berbagai tipe jembatan, total biaya
konstruksi struktur atas, struktur bawah, akses masuk ke jembatan dan biaya
pemeliharaan harus diperhitungkan. Konsultan akan mempelajari dan menganalisa
secara sistematis biaya konstruksi untuk berbagai tipe struktur atas dan struktur
bawah. Perbandingan biaya antara struktur atas dan struktur bawah juga perlu
dipertimbangkan.
Lebih jauh lagi, meskipun bentuk tertentu lebih layak untuk konstruksi tetapi lebih
banyak menghabiskan waktu dan tenaga kerja dalam pemeliharaan dan perbaikan
pelaksanaan dan pengawasan pemeliharaan.
5. Pertimbangan Setempat
Jika lokasi proyek terletak pada kawasan yang padat, penuh dengan bangunan
kantor, pabrik dan perumahan, maka selama masa pembangunan dapat timbul
dampakdampak spesial yang tidak diinginkan, terutama gangguan lalu lintas dan
lingkungan. Oleh karena itu untuk optimalisasi periode konstruksi, kecepatan
pembangunan tipe jembatan juga perlu diperhatikan.
6. Pertimbangan Lingkungan
Proyek yang akan dilaksanakan harus dipertimbangkan segi ramah lingkungan,
sehingga tidak mengesampingkan kepentingan pejalan kaki dan lingkungan sekitar.
Dalam perencanaan bangunan atas, hal utama yang harus diperhatikan adalah kelas
jalan atau kelas jembatan yang akan direncanakan serta perilaku/potongan melintang
sungai.
Perencanaan struktur bangunan atas dilakukan dengan memperhatikan faktorfaktor
berikut :
1. Panjang Bentang
Panjang bentang merupakan faktor penting dalam penentuan tipe struktur jembatan.
Apabila bentang jembatan sudah ditetapkan, maka pilihan dari tipe jembatan akan
terbatas.
Dasar pertimbangan dalam menentukan panjang bentang adalah :
Kondisi topografi
Bangunan atas dan bangunan bawah tidak menggangu aliran
Bentang yang optimal
Pemilihan bangunan atas berdasarkan panjang bentang dapat dilihat pada Gambar
7.18.
Bentang (Meter)
No. Tipe Struktur Atas
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
3. Kerataan Permukaan
Untuk menghasilakn permukaan rata, tipe terus menerus lebih direkomendasikan.
4. Pra Rencana Struktur Bawah
Struktur bawah terdiri dari :
1. Abutment
Secara umum, untuk pembuatan abutment biasa dipergunakan beton bertulang.
Sedangkan tipe abutment akan ditentukan oleh ketinggiannya dan stabiltas dari
lereng tersebut.
2. Pilar (Pier)
Secara umum, pilar dari beton akan dipergunakan, kecuali untuk kondisi
kondisi khusus. Perencanaan pilar akan ditentukan dengan hatihati karena
akan menentukan clear appearance jembatan. Terutama untuk jembatan layang.
3. Pondasi
Tipe pondasi akan ditentukan oleh kondisi tanah, beban yang akan didukung
dan kriteria ekonomi.
No. Kedalaman Tanah Keras Jenis Pondasi
1. 0 3 meter Pondasi Langsung
2. 3 10 meter Pondasi Sumuran
3. 10 20 meter Pondasi Tiang Beton
4. > 20 meter Pondasi Tiang Beton
Pada umumnya, bentuk simpang susun yang diusulkan pada jalan tol Manado-Bitung
adalah bentuk single trompet (tipe trompet) dengan sistem struktur berupa overpass.
Bentang jembatan sepanjang 70 m direncanakan menggunakan beton prestress yang
terdiri dari 4 bentang, yaitu 2 x 10 m dan 2 x 25 m.
Bentang jembatan sepanjang 70 m direncanakan menggunakan beton prestress yang
terdiri dari 4 bentang, yaitu 2 x 10 m dan 2 x 25 m.
Overpass merupakan struktur yang diperlukan karena adanya pertemuan jalan tol
dengan jalan lokal (eksisting) maupun daerahdaerah tertentu (seperti kawasan industri,
permukiman) yang memerlukan fasilitas penyeberangan. Dengan adanya overpass, maka
jalan tol akan terletak dibawah overpass tersebut.
Pada jalan tol Manado-Bitung, overpass digunakan pada daerah luar kota (rural) dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Daerah sekitar overpass belum terbangun, sehingga akibat yang ditimbulkan oleh
adanya timbunan tidak terlalu buruk bagi lingkungan;
2. Penggunaan overpass sebagai fasilitas perlintasan dengan jalan eksisting lebih
menguntungkan dari sisi jalan tol, karena jalan tol dengan ROW yang besar, tidak
harus berada pada elevasi yang tinggi. Dengan demikian dapat menghemat
timbunan;
3. Kerugiannya, area di sekitar jalan lokal yang menjadi overpass akan lebih rendah
dari jalan tersebut. Bila area di sekitar jalan tol tersebut merupakan daerah
permukiman, maka keberadaan overpass tersebut akan mengurangi kenyamanan
lingkungan permukiman tersebut, karena debu, kotoran dan kebisingan dari jalan
lokal akan masuk ke wilayah permukiman.
Overpass, direncanakan berdasarkan kebutuhan pelebaran untuk lajur ketiga jalan tol
(lajur tengah), serta dengan memperhatikan kondisi lahan di lokasi perlintasannya.
Untuk melintasi badan jalan tol serta keadaan lingkungan setempat, konsep struktur
overpass direncanakan dengan konfigurasi bentang 10+25+25+10 m, mempergunakan
precast girder. Untuk lahan yang sangat terbatas, perlintasan ini dapat direncanakan
dengan konstruksi box tunnel.
Underpass merupakan kebalikan dari overpass. Dengan adanya underpass, maka jalan
tol akan terletak di atas jalan lokal, sungai atau daerah-daerah tertentu yang dilintasinya.
Pada jalan tol Manado-Bitung, underpass digunakan pada daerah perkotaan, dengan
pertimbangan :
1. Dengan underpass, jalan lokal akan berada pada elevasi yang hampir sama, atau
sedikit lebih rendah, dengan lingkungan permukiman sekitar underpass, sehingga
kotoran dan bising dari jalan tol bisa dihindarkan dari area permukiman;
2. Kerugiannya, timbunan jalan tol akan meningkat karena diperlukan suatu ketinggian
tertentu untuk melintasi jalan lokal.
Pada jalan tol Manado-Bitung Segmen Ring Road Manado-Kauditan terdapat 14 buah
persimpangan dengan sungai dan alur dengan bentang dan kedalaman yang bervariasi.
Untuk bentang 0 5 m dipergunakan struktur box culvert ukuran 2 x 2 m (baik single
maupun double box).
Sedangkan untuk bentang 6m< L < 15m, dipergunakan struktur voided slab dengan 4
dengan tipe (6m, 9m, 11m, dan 15m).
Berdasarkan rute terpilih, maka trase rencana jalan tol Manado-Bitung akan melalui
daerah dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergunung dengan lembah yang
curam dan berkelok-kelok. Kondisi semacam ini akan memaksa trase jalan tol untuk
memotong dan mengikuti kontur untuk mendapatkan alinyemen jalan, baik alinyemen
horisontal maupun vertikal, yang memenuhi standar desain.
Dengan pemilihan trase seperti tersebut diatas, maka pada pekerjaan jalan tol Manado-
Bitung akan terdapat pekerjaan fill (timbunan) dengan ketinggian yang lebih besar dari 6
m. Untuk itu, tebing atau lereng yang timbul dari pekerjaan timbunan tersebut
memerlukan penanganan khusus agar dinding tebing atau lereng tersebut tidak
longsor/runtuh.
Penanganan tebing/lereng pada jalan tol Manado-BItung adalah dengan cara sebagai
berikut :
A. KEMIRINGAN LERENG
Meskipun sudut yang direkomendasikan adalah 57o atau 1/0,65 tetapi untuk desain
tetap digunakan slope ratio V/H = . Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ruang
bebas yang baik sepanjang jalan tol, sehingga dapat dikembangkan kecepatan yang
cukup tinggi, karena terkesan lega/luas. Dari kesan luas yang ditimbulkan oleh
penampang melintang dengan slope ratio , maka secara psikologis
pengemudi/pengguna jalan akan merasa nyaman untuk meningkatkan kecepatan.
Dalam pembangunan suatu ruas jalan yang melalui wilayah perkotaan, sering terjadi
kendala ketersediaan lahan. Hal ini terjadi antara lain karena :
Karena adanya kendala ketersediaan lahan tersebut, maka kemiringan lereng ideal
(slope ratio V/H = ) tidak dapat diterapkan. Untuk itu, pada lokasi-lokasi tertentu
yang terdapat keterbatasan lahan akan diperlukan alternatif lain dalam penanganan
masalah lereng.
Penanganan masalah lereng pada lahan yang sempit dapat dilakukan dengan
membuat struktur perkuatan berupa dinding penahan tanah (DPT). Adapun dinding
penahan tanah yang dapat diterapkan pada jalan tol Manado-Bitung adalah sebagai
berikut :
Dinding penahan tanah dari batu kali, ketinggian maksimum 4 m dengan lebar 2
m;
Dinding penahan tanah dari beton dengan ketinggian maksimum 5 m
7.6.1. Umum
Tujuan dari sub bab ini adalah untuk menentukan tipe dan tebal perkerasan yang akan
dipergunakan pada jalan tol Manado-Bitung, baik pada jalan utama atau pada bagian
jalan lainnya.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis konstruksi perkerasan yang dapat dipergunakan
pada jalan tol Manado-Bitung, yaitu :
Untuk itu, jenis perkerasan yang akan dipergunakan pada jalan tol Manado-Bitung harus
dipertimbangkan dan dikaji dengan baik.
Dalam kaitannya dengan pemilihan jenis perkerasan, berikut ini diberikan perbandingan
antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku.
A. KARAKTERISTIK PERKERASAN
Investasi Awal
Dari sudut pandang ekonomi, investasi awal biaya konstruksi perkerasan kaku
diperkirakan hampir sama dengan konstruksi perkerasan lentur. Hal tersebut
berdasarkan atas asumsi bahwa umur konstruksi perkerasan kaku adalah 20
tahun, sedangkan perkerasan lentur biasanya dibangun dalam 2 (dua) tahap,
yaitu 10 tahun pada tahap awal dan overlay setelah 10 tahun lagi.
Biaya Lain-lain
Yang termasuk biaya lain-lain adalah biaya pemeliharaan dan biaya pelapisan
ulang (overlay). Pada perkerasan kaku hampir tidak diperlukan adanya
pemeliharaan, sedangkan pada perkerasan lentur harus dilakukan pemeliharaan
setiap tahunnya serta harus dilakukan pelapisan ulang setelah 10 tahun.
Biaya Lain-lain
Berdasarkan biaya investasi awal, biaya pemeliharaan dan biaya pelapisan ulang,
maka investasi dengan perkerasan kaku akan lebih efisien bila dibandingkan
dengan perkerasan lentur.
Dalam pemilihan jenis perkerasan yang akan dipergunakan untuk suatu ruas jalan,
terdapat beberapa aspek yang akan mempengaruhi pemilihan, antara lain :
1. Biaya Konstruksi
Dalam kaitannya dengan efisiensi investasi yang akan ditanamkan, maka biaya
konstruksi akan menjadi bahan pertimbangan utama dalam pemilihan tipe
perkerasan.
2. Biaya Pemeliharaan
Dalam kaitannya dengan total biaya perkerasan jalan, maka perlu dipertimbangkan
adanya pekerjaan pemeliharaan. Pada perkerasan kaku hampir tidak diperlukan
adanya pemeliharaan, sedangkan pada perkerasan lentur harus dilakukan
pemeliharaan setiap tahunnya serta harus dilakukan pelapisan ulang setelah 10
tahun.
3. Aspek Pembangunan
Kemudahan pembangunan (konstruksi) akan mempengaruhi jenis perkerasan yang
akan dipergunakan.
4. Kondisi Lokal
Kondisi lokal yang ada, seperti ketersediaan material untuk konstruksi, dan lain-lain
juga akan mempengaruhi jenis perkerasan yang akan dipergunakan. Apabila pada
wilayah di sekitar rencana jalan tol sulit diperoleh bahan aspal, maka sebaiknya
dipergunakan perkerasan beton.
Perkerasan jalan tol dihitung berdasarkan prediksi volume lalu lintas yang akan
menggunakan jalan tol Manado-Bitung, sebagaimana disajikan pada bagian terdahulu
laporan ini. Selain faktor beban lalu lintas, variabel lain yang sangat mempengaruhi
desain perkerasan adalah kondisi tanah dasar, curah hujan, serta umur rencana
perkerasan.
1. Lalu Lintas
a. Beban As
Penentuan beban lalu lintas yang digunakan dalam studi ini mengacu pada hasil
Weight In Motion yang dilakukan pada area pengamatan lain yang memiliki
karakteristik yang hampir serupa yaitu lalu lintas antar kota dengan tata guna
lahan perkebunan, pemukiman, komersil dan pertambangan.
Hasil prediksi volume lalu lintas yang dilakukan, diklasifikasikan sesuai sistem
penggolongan yang berlaku di jalan tol di Indonesia dengan beban seperti tersaji
dalam tabel berikut :
b. Volume
Volume lalu lintas yang akan menggunakan ruas tol Manado-Bitung diprediksi
oleh Transport Planner dengan mempertimbangkan beberapa pertimbangan
seperti perkembangan wilayah, potensi ekonomi, pengembangan jaringan
transportasi dan lain-lain.
Hasil analisa lalu lintas selengkapnya dapat dilihat pada bagian lain laporan ini.
Volume lalu lintas hasil analisa ini kemudian dikelompokkan dalam golongan
kendaraan sesuai penggolongan yang berlaku untuk kemudian dilakukan
penghitungan CESA (Cumulative Equivalent Single Axle). Penghitungan CESA
dalam studi ini dilakukan untuk seluruh panjang jalan tol Manado-Bitung.
c. Tanah Dasar
CBR Tanah Dasar
Data CBR tanah dasar dari hasil uji sampling yang dilakukan pada ruas tol
Manado-Bitung secara lengkap disajikan pada laporan tersendiri.
Karena itu untuk lokasi-lokasi dimana CBR tanah dasar asli <6% diperlukan
perbaikan tanah dasar dengan mengganti sebagian tanah dasar dengan tanah
dari quarry yang memiliki nilai CBR min. 10%, hingga dicapai CBR campuran
min. 6%.
Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur pada Rencana Jalan Tol Manado-Bitung diterapkan bahu luar
jalan. Hal ini dilakukan untuk membedakan fungsi bahu dari lajur lalu lintas.
Tidak ada pedoman yang secara jelas menetapkan prosentase beban lalu lintas
pada bahu jalan.
PERKERASAN LENTUR
Struktur perkerasan lentur yang akan diterapkan adalah sebagai berikut :
AC BC : 4 cm
Aggregate Base, Kelas A : 13 cm
Aggregate Sub Base, Kelas B : 20 cm
Terkait dengan pekerjaan ini, pada tahun 2006 telah dilakukan pekerjaan Feasibility
Study dan Amdal Pembangunan Jalan Tol, Paket 8, Manado Bitung dimana telah
dilakukan kajian tentang hidrologi dan rencana bangunan airnya disepanjang trase
tersebut. Dengan adanya perubahan trase Tol dengan alasan teknis di ruas awal proyek
sampai Kauditan dimana ada perubahan sebagai berikut:
a. Perubahan trase tol dimana pada studi terdahulu (th. 2006) posisinya berada di
sisi utara jalan eksisting Manado Bitung, diubah ke sisi selatan jalan eksisting.
b. Perubahan awal proyek dimana pada studi terdahulu awal proyek berada di
Jembatan Megawati (kota Manado), diubah ke ruas Ring Road Manado.
c. Perubahan Lokasi Simpang susun (SS) di 4 lokasi yaitu SS Ring Road Manado, SS
Sukur, SS Air Madidi dan SS Kauditan.
Dengan adanya perubahan trase tersebut maka diperlukan kajian hidrologi di ruas baru
karena berada pada sungai yang berbeda dengan catchment area baru maupun koreksi
terhadap posisi trase tol baru.
Adapun data hujan pada studi terdahulu masih digunakan dan ditambah data terbaru
yang bersumber dari BMKG stasiun Sam Ratulangi, Manado.
Terdapat informasi adanya proyek Sumber Daya Air (SDA) Kota Manado yang akan
membangun Bendungan Kuwil (di Desa Kuwil) untuk keperluan persediaan air bersih
kota Manado dan sekitarnya dimana area genangannya bersinggungan dengan trase tol.
Keterangan lebih lanjut akan diuraikan pada sub bab tersendiri.
A. IKLIM
Daerah proyek beriklim tropis ditandai dengan adanya 2 musim yaitu musim kemarau
dan musim hujan. Parameter iklim tahunan di wilayah sepanjang trase rencana Tol yang
meliputi kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara dapat dilihat pada tabel berikut.
Berdasarkan data hujan yang telah dikompilasi disekitar daerah proyek sebanyak 3 pos
hujan (stasiun) antara lain Kayuwatu, Airmadidi dan Kauditan. Dengan periode
pencatatan data hujan dan kelengkapan datanya dapat dilihat pada table berikut.
Stasiun hujan Kauditan yang datanya tidak lengkap tidak digunakan untuk analisa
sehingga yang digunakan hanya 2 stasiun yang mempunyai data lengkap yaitu stasiun
Kayuwatu dan Airmadidi.
Dari data tersebut diperoleh gambaran curah hujan tahunan rata-rata kota Manado dan
Kabupaten Minahasa Utara relatif sama yaitu 3000-3200 mm.
Di kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara musim hujan terjadi selama 7 bulan
yaitu bulan Oktober April ditandai dengan curah hujan bulanan >200 mm, sedangkan
musim kemarau terjadi selama 3 bulan yaitu bulan Juli September, ditandai dengan
curah hujan bulanan <100 mm.
Gambaran grafik curah hujan rata-rata bulanan di 2 stasiun dapat dilihat pada gambar
berikut.
Untuk keperluan desain banjir rencana digunakan analisa data hujan harian
maksimumnya. Data hujan bulanan, tahunan rata-rata serta hujan maksimum dapat
dilihat pada table berikut.
Freeboard (W) :
Geometri Saluran :
Log R t = Log x + G . S1
Dimana :
Rt = Hujan rencana dengan periode ulang T
Tc = T1 + T2
2 nd
T1 = x3.28 x L o x
3 s
L
T2 =
60 V
Dimana :
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
T1 = Waktu inlet (menit)
T2 = Waktu aliran (menit)
Lo = Arah dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L = Panjang saluran
Nd = Koefisien hambatan (Mannings Coeficient)
s = Kemiringan daerah pengaliran
V = Kecepatan air rata-rata di saluran (m/det)
Hasil perhitungan debit banjir rencana dapat dilihat pada table berikut.
b + b 2 md
= d m2 +1
2
d
R=
2
Penampang saluran persegi (U ditch) :
d
B = 2d, R =
2
Perhitungan dimensi bangunan air silang cross drain tol dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 7.32 Perhitungan dimensi bangunan cross drain untuk Sungai dan alur
Rencana dimensi saluran samping dan saluran median dapat dilihat pada Gambar
7.31.
=
=
Berdekatan dengan trase tol di sekitar STA.6+100 STA.6+500, di sisi selatan berjarak
sekitar 1.20 km telah direncanakan bendungan Kuwil yang membendung Kuala
Tondano dengan beberapa anak sungainya. Bendungan ini akan digunakan sebagai
sumber air bersih kota Manado dan sekitarnya. Batas daerah genangannya
mempengaruhi sekitar anak-anak sungai Tondano khususnya Sungai Kawongkoan dan
sungai Sukur, dimana sungai tersebut dilalui trase tol Manado Bitung.
c) Anak sungai yang terkena genangan di sekitar trase tol adalah sungai Kawongkoan
dan sungai Sukur
Untuk mengantisipasi kelancaran aliran di daerah genangan dua sungai tersebut dibuat
konstruksi jembatan.
Lokasi bendungan kuwil dan genangannya terhadap trase tol dapat dilihat pada gambar
berikut.
7.8.1. Umum
Bangunan fasilitas tol adalah bangunan yang diperlukan dalam rangka kegiatan
pengumpulan tol, yang antara lain terdiri dari :
Kantor cabang adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat operasional sehari-hari
pada suatu ruas jalan tol.
Pemilihan lokasi kantor cabang berdasarkan pada pertimbangan akses yang mudah
dicapai dari jalan tol serta kemudahan koordinasi dengan instansi terkait. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, lokasi kantor cabang jalan tol Manado-Bitung ditetapkan di
wilayah Manado.
Luas areal kantor cabang + 300 m2, dimana bangunan-bangunan dan fasilitas yang
berada dalam komplek kantor cabang, antara lain :
Pelataran tol dan gerbang tol adalah fasilitas yang dibangun di jalan tol, dimana
pengguna jalan tol harus menghentikan kendaraannya untuk melakukan transaksi, yaitu
mengambil tiket atau membayar tiket.
Berdasarkan letaknya pada jalan tol, terdapat 2 (dua) jenis gerbang tol, yaitu :
1. Gerbang tol barrier, yaitu gerbang tol yang berada di jalur utama;
2. Gerbang tol ramp, yaitu gerbang tol yang berada pada simpang susun.
Pada umumnya, jumlah kendaraan yang melalui gerbang tol barrier lebih banyak dari
gerbang tol ramp, sehingga jumlah lajur dan gardu tol pada gerbang tol barrier akan
lebih banyak dari gerbang tol ramp.
Faktor yang harus diperhatikan dalam pra rencana pelataran dan gerbang tol, antara
lain :
1. Jarak minimum gerbang tol ke arah persimpangan jalan non tol adalah 200 meter;
2. Jarak minimum gerbang tol dengan overpass adalah 250 meter;
3. Kemiringan alinyemen horizontal pada pelataran tol, tidak boleh dari 2% untuk
drainase;
4. Kemiringan melintang permukaan perkerasan pada pelataran tol adalah 1% - 2%;
5. Lebar lajur lalu lintas pada gerbang tol adalah 2,90 meter, sedangkan lebar lajur
khusus (lajur kiri) adalah 3,50 meter;
6. Lebar pulau tol (tol island) adalah 2,10 meter dengan panjang minimum 25 meter
untuk lajur searah dan 33 meter untuk lajur bolak-balik (reversible lane);
7. Tinggi ruang bebas pada lajur lalu lintas (minimum) adalah 5,10 meter;
8. Lebar ruang bebas pada lajur lalu lintas (minimum) adalah 3,50 meter.
9. Ukuran gardu tol minimum :
Lebar : 1,25 meter
Panjang : 2,00 meter
Tinggi : 2,50 meter
Pada umumnya, penentuan jumlah lajur atau jumlah gardu tol akan ditentukan oleh 3
faktor utama, yaitu :
Volume lalu lintas;
Waktu pelayanan di gardu tol;
Standar pelayanan (jumlah antrian yang diperkenankan).
Bilamana lalu lintas yang melalui suatu gerbang tol sangat kecil, maka jumlah minimal
gardu tol adalah sebagai berikut :
Gerbang 1 arah : minimal 2 gardu 2 lajur
Gerbang 2 arah : minimal 4 gardu 3 lajur
Dalam studi ini, penentuan jumlah lajur atau jumlah gardu tol pada gerbang tol simpang
susun dan toll barrier didasarkan pada standar serta pengalaman yang umum
dipergunakan di Indonesia. Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan jumlah lajur
adalah sebagai berikut :
Barrier Gate :
Jumlah lajur = 8
Jumlah gardu satu arah = 4
Jumlah gardu dua arah = 3
Ramp Gate :
Jumlah lajur = 4
Jumlah gardu satu arah = -
Jumlah gardu dua arah = 3
Kantor gerbang tol adalah bangunan yang berfungsi untuk melakukan kegiatan
administrasi pengumpul tol.
Pada dasarnya, pada setiap lokasi gerbang tol perlu disediakan kantor gerbang tol.
Namun demikian pada keadaan tertentu, dimana dua atau lebih gerbang tol letaknya
relatif dekat satu sama lainnya, sehingga secara operasional dapat dalam satu kendali
pengoperasian, maka cukup disediakan 1 (satu) kantor gerbang tol di salah satu gerbang
tol, sedangkan pada lokasi gerbang tol lainnya cukup disediakan pos tol.
Pada daerah perkotaan, apabila penyediaan kantor gerbang maupun pos tol tidak
dimungkinkan karena tidak tersedia lahan, maka kebutuhan ruang untuk operasional
dapat dilakukan dengan cara menyediakan long booth ataupun alternatif lainnya.
Tipe kantor gerbang tol berkesesuaian dengan jumlah gardu yang tersedia dan
dioperasikan pada setiap gerbang tol. Berdasarkan jumlah gardu dan sistem
pengumpulan tol, tipe kantor gerbang tol dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) tipe
dengan dimensi (luas bangunan) yang berbeda.
Pada umumnya, kebutuhan minimal untuk areal parkir dan pertamanan diperkirakan
sebesar 100% dari luas bangunan, sehingga kebutuhan luas lahan untuk kantor gerbang
adalah sebesar 2 kali luas bangunan.
Rumah dinas diperuntukkan bagi Kepala Gerbang Tol yang karena sifat dari tugasnya
adalah bertanggung jawab terhadap kelancaran operasional gerbang tol selama 24 jam.
Sesuai dengan fungsi dan tugas Kepala Gerbang Tol, maka penempatan rumah dinas
harus berada di dekat lokasi kantor gerbang tol yang menjadi tanggung jawabnya.
Bangunan pelengkap lainnya yang terdapat pada gerbang tol jalan tol Manado-Bitung
adalah :
7.9.1. Umum
Pada suatu ruas jalan tol, perlu adanya tempat istirahat. Biasanya, tempat istirahat
tersebut dibuat berpasangan pada sisi jalan tol, walaupun tidak harus terletak
berhadapan.
Secara umum, tempat istirahat diletakkan pada daerah yang mempunyai pemandangan
alam indah, terutama untuk tempat istirahat tipe A. Sedangkan untuk tempat istirahat
tipe B, karena diutamakan kemudahan fungsinya dan dipakai untuk tinggal dengan
waktu yang relatif pendek, maka prioritas utama tersebut lebih diutamakan daripada
kondisi lingkungan alamnya.
Untuk ruas jalan tol Manado-Bitung, direncanakan akan diletakkan 3 (tiga) tempat
istirahat pada masing-masing arah yaitu pada:
a. Arah Manado-Bitung:
1. STA 3+750
2. STA 16+500
3. STA 26+800
b. Arah Bitung-Manado:
1. STA 5+450
2. STA 17+000
3. STA 26+750
7.10.1. Umum
Tujuan dari perencanaan fasilitas jalan adalah untuk mengarahkan dan mengatur lalu
lintas, guna kenyamanan dan keamanan pengguna jalan. Fasilitas jalan yang termasuk
dalam perencanaan ini adalah :
Perlengkapan jalan;
Lampu lalu lintas;
Penerangan jalan.
Pada jalan tol Manado-Bitung, pagar pengaman akan dipasang pada lokasi-lokasi
sebagai berikut :
Daerah timbunan (H > 2,0 meter);
Jembatan dan box culvert;
Tiang pilar jembatan;
Ramp
B. MARKA JALAN
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi
untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
Rambu lalu lintas pada jalan tol mempunyai fungsi yang sangat penting dan harus
benar-benar sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, dimana bentuk,
ukuran dan spesifikasi teknis lainnya menjadi ciri yang membedakan jalan tol dari
jalan-jalan umum lainnya. Hal ini dikarenakan jalan tol memiliki ciri lalu lintas
dengan kecepatan tinggi sehingga pengemudi hanya memiliki waktu yang relatif
singkat untuk membaca, memahami dan mengartikan rambu-rambu lalu lintas
yang terpasang.
Lampu lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu
untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan.
Tujuan dari penggunaan lampu lalu lintas adalah untuk mengurangi kecelakaan lalu
lintas akibat dari tidak adanya pengaturan lalu lintas yang baik dan kurangnya disiplin
pengemudi jalan.
Pada jalan tol Manado-Bitung, lampu lalu lintas akan dipasang pada lokasi simpang
yang merupakan pertemuan jalan akses dengan jalan non tol, antara lain :
Tujuan dari penggunaan penerangan jalan umum (PJU) adalah untuk mengurangi
kecelakaan lalu lintas yang terjadi akibat kegelapan serta untuk membuat jalan tampak
lebih menarik bagi pengguna jalan.
Pada jalan tol Manado-Bitung, penerangan jalan umum akan dipasang pada lokasi-lokasi
berikut :
Jalan utama;
Ramp;
Jalan akses;
Underpass dan daerah transisi dengan jalan non tol;
Gerbang tol;
Tempat istirahat;
Persimpangan sebidang.
keseimbangan antara massa bentuk, warna dan tekstur serta tata ruang dalam berbagai
variasi, sehingga akan membuat keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jalan
tol.
Kriteria tanaman yang akan ditanam di jalan tol Manado-Bitung adalah sebagai berikut :
1. Tanaman pohon (besar, sedang dan kecil)
Tinggi pohon 4.00 10.00 meter;
Termasuk tanaman keras (hardwood);
Bermassa daun padat;
Batang pohon/percabangan tidak mudah patah;
Mudah dalam perawatan dan daun tidak mudah gugur;
Perakaran tidak merusak konstruksi jalan.
Tanaman semak / perdu
Tinggi pohon 0,30 2,00 meter;
Berbatang lunak dan tidak mudah patah;
Perakaran tidak merusak konstruksi jalan;
Mudah dalam perawatan;
Dapat dinikmati keindahan warna bunga atau daunnya.
2. Tanaman penutup tanah (ground cover)
Tinggi pohon 5 30 cm;
Tabel 7.38. Jenis Tanaman dan Lokasi Penempatan pada Jalan Tol
No Lokasi Pohon Pohon Pohon Semak / Rumput
. Besar Sedang Kecil Perdu
1. Bahu
2. Median
3. Fasilitas Tol
4. Tempat Istirahat
5. Simpang Susun
6. Dinding Penahan Tanah
BAB VIII
RENCANA OPERASIONAL & PEMELIHARAAN JALAN TOL
8.1. UMUM
Kegiatan yang timbul setelah pembangunan jalan tol adalah pengoperasian dan
pemeliharaan jalan tol. Pengoperasian jalan tol mulai diberlakukan pada saat
pembukaan suatu ruas jalan tol untuk lalu lintas umum, sedangkan pemeliharaan jalan
tol harus dilakukan oleh pengelola jalan tol untuk mempertahankan kondisi dan kinerja
dari jalan tol tersebut.
Prasarana jalan merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi
wilayah, sehingga ketepatan penyediaan prasarana jalan, baik jalan tol atau jalan non
tol, bagi suatu wilayah menjadi sangat penting.
Dengan demikian, sebagai salah satu ruas jalan tol yang ditawarkan oleh pemerintah
Indonesia kepada pihak swasta, maka dalam studi ini diasumsikan bahwa jalan tol
Manado Bitung akan dioperasikan oleh pihak swasta (investor). Selanjutnya pihak
swasta tersebut akan disebut sebagai Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Pengumpulan tol merupakan kegiatan manajemen di gerbang tol dan sekitarnya dengan
fungsi sebagai berikut :
Selama ini, terdapat 2 (dua) sistem pengumpulan tol yang diterapkan di Indonesia,
yaitu :
Sistem terbuka;
Sistem tertutup.
Pada sistem tertutup, pengguna jalan tol akan membayar tol pada saat akan keluar jalan
tol, dengan besar tarif tergantung dari jarak jalan tol yang telah ditempuhnya. Sistem ini
biasa diberlakukan untuk jalan tol luar kota.
Pada sistem terbuka, pengguna jalan tol akan membayar tol pada saat akan memasuki
jalan tol, dengan besar tarif yang tidak berdasarkan pada jarak tempuh. Pada sistem ini,
pengguna jalan tol akan membayar tol berdasarkan tarif tetap. Sistem ini biasa
diberlakukan untuk jalan tol dalam kota.
Dari kedua sistem tersebut, sistem pengumpulan tol yang akan diberlakukan untuk jalan
tol Manado-Bitung adalah sistem tertutup. Salah satu keuntungan sistem ini adalah
volume lalu lintas yang melewati jalan tol dapat diketahui secara pasti, sehingga akan
sangat membantu dalam pengurusan rencana perawatan jalan tol.
Kegiatan pemeliharaan merupakan kegiatan lanjutan yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pembangunan agar pelaksanaan pengoperasian dapat berjalan dengan baik
serta memberikan pelayanan yang optimal.
1. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin merupakan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara rutin
harian, mingguan dan bulanan. Kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan rutin
terhadap kondisi jalan tol serta fasilitas-fasilitasnya, sehingga akan diketahui adanya
kelainan atau kerusakan.
3. Pemeliharaan Khusus
Pemeliharaan khusus merupakan kegiatan untuk penanganan kerusakan karena
kejadian khusus, seperti kecelakaan lalu lintas atau bencana alam.
Manajemen lalu lintas di jalan tol pada dasarnya adalah pelayanan lalu lintas di jalan tol
sehingga pengguna jalan tol dapat berkendaraan di jalan tol dengan aman, nyaman,
tertib dan lancar.
Manajemen lalu lintas ini memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan
keberhasilan penyelenggaraan jalan tol. Dengan terwujudnya manajemen lalu lintas
yang baik di jalan tol, maka pengguna jalan tol tidak akan merasa rugi mengeluarkan
uangnya untuk membayar tol, karena mereka telah dilayani dengan baik dan sampai di
tempat tujuan dengan selamat.
Dalam melaksanakan manajemen lalu lintas, maka di setiap ruas jalan tol akan
dilengkapi dengan sistem pendukung, berupa :
Sistem pengumpulan tol adalah suatu rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
transaksi tol berupa proses pelayanan kepada pemakai jalan, kontrol atas pelaksanaan
transaksi, proses pengadministrasian pendapatan tol serta proses lainnya yang
mendukungnya.
2. Peralatan Transaksi
Peralatan tol
Peralatan tol berfungsi sebagai alat pelayanan transaksi, alat kontrol transaksi dan
pendapatan, serta alat bantu pelaporan.
Peralatan kelengkapan transaksi
Peralatan ini meliputi uang kembalian, karcis tanda masuk dan karcis tanda terima
manual.
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, efektif dan efisien, maka BUJT
memerlukan organisasi pelaksana yang kuat, kompak dan teratur. Dengan demikian
semua aktivitas dan alur pekerjaan dapat terkoordinir secara baik dan lancar. Dalam
organisasi tersebut terangkum semua komponen (personil) penunjang kelancaran
pekerjaan.
Pada Gambar 8.1 dibawah ini diberikan konsep dari struktur organisasi pengoperasian
dan pemeliharaan jalan tol.
BAB IX
RENCANA KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI
9.1. UMUM
Berdasarkan kondisi lalu lintasnya, maka tahap awal pembangunan jalan tol Manado-
Bitung :
Dibangun di sepanjang jalan utama, namun pada tahap awal, terdapat beberapa
simpang susun yang tidak terbangun.
Selama masa konstruksi jalan tol Manado-Bitung akan terjadi pengangkutan material
konstruksi dari sumber material atau pabrik ke lokasi pekerjaan. Pada umumnya,
pengangkutan akan dilakukan dengan mempergunakan jalan eksisting. Namun,
terkadang jalan lokal yang ada tidak layak untuk dipergunakan. Untuk itu, diperlukan
perbaikan/perkuatan/pelebaran atau pembangunan jalan baru.
Peningkatan volume lalu lintas akibat pengangkutan material konstruksi dari lokasi
sumber material. Untuk dapat melayani kenaikan volume lalu lintas tersebut, perlu
dilakukan :
Penambahan lebar perkerasan yang ada variatif 5-7 meter menjadi 7 meter;
Penambahan perkuatan perkerasan.
Pekerjaan tanah akan menjadi hal terbesar dalam pembangunan jalan tol Manado-
Bitung, mengingat rute jalan tol tersebut melalui daerah yang relatif datar pada awal
proyek dan berbukit menjelang akhir proyek. Adapun peralatan utama yang akan
dipergunakan untuk pekerjaan tanah adalah :
Peralatan
Pekerjaan Utama
Jarak Angkut < 100 meter Jarak angkut > 100 meter
Pembersihan Bulldozer
Penggalian Bulldozer Tractor Shovel
Pengangkatan - Tractor Shovel/Payloader
Pengangkutan Bulldozer Dump Truck
Pada daerah perkotaan, konstruksi overpass dan underpass harus dilakukan dengan
hati-hati, mengingat pada saat konstruksi ruas jalan eksisting tetap dioperasikan sehingga
para pengguna jalan akan mengalami gangguan. Untuk itu, diperlukan adanya
pengaturan/manajemen lalu lintas selama masa konstruksi jalan tol Manado-Bitung.
Secara teoritis, implementasi dari jalan tol Manado-Bitung akan memerlukan waktu
selama 5 (lima) tahun, yang meliputi waktu untuk studi kelayakan, perencanaan detail,
pengadaan lahan, tender investasi dan konstruksi, seperti terlihat dalam Tabel 9.4 Jadual
Rencana Pengusahaan dibawah ini.
1 PELELANGAN
- PQ
- LELANG
3 FINANCIAL CLOSE
4 FED :
- FED
4 PEMBEBASAN TANAH
5 SPMK
BAB X
PRAKIRAAN BIAYA
10.1. UMUM
Prakiraan biaya jalan tol Manado-Bitung yang digunakan sebagai dasar untuk
menghitung kelayakan proyek terdiri dari biaya-biaya sebagai berikut :
Biaya pengadaan tanah adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar ganti rugi
kepada masyarakat yang lahannya terkena jalan tol. Biaya tersebut meliputi biaya :
Biaya pembebasan tanah akan ditentukan oleh luasan tanah dan bangunan serta jumlah
utilitas dan tanaman yang akan terkena jalan tol serta harga satuan tanah, bangunan,
utilitas dan tanaman. Harga satuan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan biaya
pembebasan tanah akan disesuaikan dengan ketentuan Pemerintah Daerah dan hasil
survai lapangan.
Estimasi biaya pengadaan tanah pada lokasi rencana jalan tol Manado-Bitung adalah
sebesar Rp. 400.000.000.000,- (empat ratus milyar rupiah)
Saat ini sedang dilakukan kegiatan pembebasan tanah jalan tol Manado-Bitung oleh
Pemda Provinsi Sulawesi Utara dengan biaya APBD.
Prakiraan biaya konstruksi akan ditentukan oleh perhitungan kuantitas dari tiap item
pekerjaan berdasarkan gambar pra rencana serta harga satuan item pekerjaan tersebut.
tem pekerjaan yang dihitung dalam prakiraan biaya konstruksi ini adalah:
1. Pekerjaan umum
Yang dimaksud dengan pekerjaan umum dalam perincian biaya konstruksi ini adalah
pekerjaan-pekerjaan administrasi serta mobilisasi dan persiapan yang harus dilakukan
sebelum memulai suatu proyek konstruksi.
2. Pekerjaan tanah
Yang dimaksud dengan pekerjaan tanah dalam perhitungan biaya konstruksi ini
adalah mencakup penggalian, penanganan, pembuangan atau penumpukan tanah
atau batu atau bahan lain dari jalan atau sekitarnya yang dibutuhkan dalam
penyelesaian pekerjaan.
3. Pekerjaan draianse
Yang dimaksud dengan pekerjaan drainase dalam perhitungan biaya konstruksi
adalah total biaya yang dibutuhkan dalam pekerjaan drainase, meliputi pembuatan
saluran baru, perlindungan terhadap sungai yang ada, kanal irigasi, ataupun saluran
irigasi lainnya.
4. Pekerjaan perkerasan
Yang dimaksud dengan pekerjaan perkerasan dalam perhitungan biaya konstruksi
adalah total biaya yang dibutuhkan dalam pekerjaan perkerasan, meliputi pengadaan
material perkerasan, pekerjaan kontruksi perkerasan, hingga penambahan lebar lajur
perkerasan.
5. Pekerjaan struktur
Yang dimaksud dengan pekerjaan struktur dalam perhitungan biaya konstruksi ini
adalah total biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan struktur atas maupun
struktur bawah, meliputi pekerjaan seluruh struktur beton bertulang, beton tanpa
tulangan, beton prategang, beton pracetak, dan beton komposit.
6. Pekerjaan lain-lain
Item pekerjaan yang tergabung dalam pekerjaan lain-lain pada rincian biaya
konstruksi ini adalah item pekerjaan pengembalian kondisi dan pekerjaan minor yang
dilakukan setelah jalan selesai dibangun.
Asumsi yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung perkiraan biaya FED dan
Supervisi adalah masing masing sebesar 2,0 % dari total biaya konstruksi. Maka biaya
perencanaan akhir (FED) untuk ruas Jalan Tol Manado-Bitung adalah sebesar Rp
50.960.000.000,- (lima puluh milyar sembilan ratus enam puluh juta rupiah); dan biaya
supervisi proyek untuk ruas Jalan Tol Manado-Bitung adalah sebesar Rp
50.960.000.000,- (lima puluh milyar sembilan ratus enam puluh juta rupiah).
Biaya peralatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan peralatan tol, yang
terdiri dari :
Peralatan pengumpul tol
Peralatan kelengkapan transaksi
Perlengkapan pengumpulan tol Perlengkapan ruang kerja
Kendaraan operasional pengumpulan tol
Perlengkapan administrasi
Adapun biaya peralatan dan perlengkapan operasi yang digunakan sebagai dasar
perhitungan adalah dengan asumsi 1,5 % dari total biaya konstruksi ruas Jalan Tol
Manado-. Yaitu sebesar Rp 38.220.000.000,- (tiga puluh delapan milyar dua ratus dua
puluh juta rupiah).
Biaya overhead merupakan biaya yang dikeluarkan untuk manajemen proyek selama
konstruksi dan masa pemeliharaan. dengan asumsi bahwa biaya overhead adalah 1,5 %
dari total biaya konstruksi maka prakiraan biaya overhead adalah sebesar Rp
38.220.000.000,- (tiga puluh delapan milyar dua ratus dua puluh juta rupiah).
Financial cost adalah biaya-biaya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan pengadaan dana, seperti provisi, komisi bank dan lain sebagainya. Besarnya
biaya financial cost dengan asumsi biaya tersebut diatas adalah Rp 41.193.000.000,-
(empat puluh satu milyar seratus sembilan puluh tiga juta rupiah).
Bunga selama masa konstruksi adalah bunga pinjaman yang timbul akibat adanya
penggunaan dana pinjaman untuk pembiayaan konstruksi dan dihitung selama masa
pembangunan/konstruksi. Bunga pinjaman yang dugunakan sebagai dasar perhitungan
adalah 11 % (sebelas perseratus).
Biaya operasional dan pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
operasional rutin dan pemeliharaan jalan tol beserta fasilitas dan peralatan sepanjang
jalan tol. Biaya ini disediakan agar kondisi jalan tol beserta fasilitasnya tetap pada nilai
kondisi yang mantap dalam pemakaiannya.
Komponen biaya operasional dan pemeliharaan jalan tol Manado Bitung adalah
sebagai berikut :
1. Pengumpul Tol
Biaya personil
Biaya non personil
Biaya KTTM
Biaya KTM
Biaya pemeliharaan/penggantian 3 tahunan
Biaya pemeliharaan/penggantian 5 tahunan
Biaya pemeliharaan/penggantian 8 tahunan
3. Biaya Pemeliharaan
Pemeliharaan rutin
Pemeliharaan berkala 2 tahunan
Pemeliharaan berkala 3 tahunan
Pemeliharaan berkala 5 tahunan
Pemeliharaan berkala 10 tahunan
Pemeliharaan berkala 15 tahunan
Biaya personil dibayarkan 14 kali dalam satu tahun dengan eskalasi sebesar 7% per
tahun.
Kenaikan biaya operasional kendaraan (bahan bakar) adalah 8% per tahun.
Amortisasi dan depresiasi dilakukan dengan metoda garis lurus.
Harga dasar yang dipergunakan adalah harga tahun 2012 dan harga tersebut akan
mengalami kenaikan sebesar 7% per tahun.
BAB XI
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI
11.1. UMUM
Dengan dibangunnya Jalan Tol Manado Bitung, maka diharapkan akan terjadi
perbaikan pada sistem jaringan transportasi dalam wilayah provinsi Sulawesi Utara
dengan penambahan jaringan jalan. Dampak langsung pembangunan jalan tol tersebut
adalah pengurangan kepadatan lalu lintas pada sistem jaringan jalan di Sulawesi Utara.
Adanya pengurangan waktu tempuh perjalanan dan pengurangan kemacetan dari Kota
Manado, Kabupaten Minahasa Utara, dan Kabupaten Bitung, maka akan terjadi
penghematan terhadap biaya perjalanan para pelaku perjalanan. Perbandingan waktu
tempuh perjalanan antara kondisi do nothing dan kondisi do something,
direpresentasikan oleh perbandingan waktu tempuh antar zona studi (Cid) di kawasan
pada pemodelan lalu lintas.
Penghematan waktu diperhitungkan atas dasar penghematan waktu yang dirasakan oleh
pengguna jalan (tol dan arteri) dengan adanya jaringan jalan tol. Penghematan waktu
perhitungkan berdasarkan penghematan waktu yang diperoleh yang dikuantifikasi
dengan nilai waktu per jenis kendaraan/jam. Penetapan nilai waktu di Provinsi Sulut
didasarkan pada besaran nilai waktu dari PT Jasa Marga, 1996 dan JIUTR northern
extension (PCI, 1989) dengan perbandingan nilai PDRB perkapita wilayah Jabodetabek
dengan Sulut.
Tabel 11.1. Perhitungan Penghematan BOK (Rp/kend./km) (dasar: Road User Cost Model, Bina Marga,
2005)
Gol Jalan Tol Jalan Arteri (sblm tol) Jalan Arteri (stlh tol)
Kec. BOK (Rp.) Kec. BOK (Rp.) Kec. BOK (Rp.)
I 80 1,093 40 1,679 50 1,448
II 60 3,280 35 4,763 40 4,391
III 50 4,127 30 6,359 35 5,773
IV 50 5,159 30 7,948 35 7,217
V 40 6,789 30 9,538 35 8,660
Tabel 11.2. Nilai Waktu (dasar: PT Jasa Marga, 1996 dan JIUTR northern extension (PCI, 1989))
Gol Tahun 2007 Tahun 2015
I 13,100 22,508
II 19,800 34,020
III 14,700 25,257
IV 20,300 34,879
V 27,100 46,563
Dengan diketahuinya nilai waktu untuk masing masing golongan tersebut diatas, maka
dapat diestimasi penghematan nilai waktu masing masing ruas, seperti yang dijabarkan
pada Tabel 11.3. Nilai Penghematan Waktu.
Nilai Penghematan BOK berdasarkan nilai waktu di Sulawesi Utara dijabarkan pada
Tabel 11.5. Nilai Penghematan Biaya Opersai Kendaraan (Rp/Km/Kendaraan)
BAB XII
KELAYAKAN FINANSIAL
12.1. UMUM
Investor (swasta) memandang bahwa biaya yang dikeluarkannya harus kembali dalam
bentuk nilai uang (dan berbagai kompensasinya). Dalam hal ini komponen biaya
dianggap sebagai jumlah nilai uang yang harus dikeluarkan oleh investor untuk biaya
konstruksi (capital), operasi, dan pemeliharaan sistem yang dikelolanya. Sedangkan
komponen pengembalian biayadiperoleh dari jumlah nilai uang yang merekaperoleh
dari pengguna fasilitas jalan tol, serta kemungkinan kompensasilainnya (hal penggunaan
lahan, hak pengusahaan di area layanan dan lain-lain).
i =0
Jika nilai IRR lebih besar dari discount rate yang berlaku, maka proyek mempunyai
keuntungan ekonomi dan nilai IRR pada umumnya dapat dipakai untuk membuat
rangking bagi usulan - usulanproyek yang berbeda.
3. Payback Ratio
Metoda ini mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Ole karena itu, satuan
hasilnya bukan prosenta setetap isatuan waktu (bulan atau tahun).Berdasarkan
Payback Period, suatu proyek akan dikatakan layaka pabila nilai Payback Period
lebih kecil dari umur proyek.
Dalam melakukan analisis kelayakan finansial diperlukan adanya proyeksi keuangan yang
akan dituangkan dalam bentuk :
Proyeksi arus kas;
Proyeksi laba / rugi;
Dan lain-lain.
Asumsi yang dipergunakan dalam penyusunan proyeksi keuangan adalah sebagai berikut:
1. Struktur Permodalan
Pendanaan pembangunan jalan tol Manado-Bitung direncanakan dilakukan dengan
caraDebt to Equity dengan komposisi pendanaan sebagai berikut :
2. SkenarioAnalisis
Dengan memperhatikan faktor pembiayaan proyek dan peran serta Pemerintah
Daerah Sumatera Selatan dalam pembangunan jalan tol Manado-Bitung, maka
proyeksi keuangan akan dibuat dalam beberapa skenario, yaitu :
3. Masa Konsesi
Masa konsesi selama 45 tahun terhitung sejak 2015.
5. Lain-lain
Tahun dasar analisis tahun 2012;
Awal operasional jalan tol adalah pada tahun 2015;
Graceperiod diberikan selama 10 tahun terhitung saat dimulainya pelaksanaan
konstruksi atau selama 7 tahun terhitung dari awal operasi;
Biaya finansial non IDC = 1%
Biaya over head masa konstruksi= 1%
Biaya Asuransi konstruksi = 0,25%
Berdasarkan proyeksi arus kas, diperoleh hasil analisis kelayakan finansial pembangunan
jalan tol Manado Bitung sebagai berikut :
Tingkat kelayakan proyek yang dihasilkan adalah 14,34 %; nilai tersebut kurang menarik
bagi investor. Sehingga disarankan adanya dukungan pemerintah untuk menaikkan
tingkat kelayakan. Bentuk dukungan pemerintah / penyertaan pemerintah dalam proyek
pembangunan jalan tol Manado Bitung, dapat berupa dukungan biaya tanah dan
sebagian biaya konstruksi.
Jika penyertaan pemerintah dalam proyek pembangunan jalan tol Manado - Bitung,
meliputi :
a. Biaya tanah sepenuhnya ditanggung Permintah : 400.000 juta rupiah
b. Biaya konstruksi Seksi -1 Manado - Air Madidi : 1.100.000 juta rupiah
Maka berdasarkan proyek siarus kas, diperoleh hasil analisis kelayakan finansial
pembangunan jalan tol Manado Bitung sebagai berikut :
Diharapkan dengan adanya penyertaan pemerintah, sesuai dengan hasil analisa tersebut
diatas, maka proyek pembangunan jalan tol Manado Bitung menjadi lebih menarik bagi
swasta. Sehingga dengan pola KPS (Kerja sama pemerintah Swasta) jalan tol Manado-
Bitung dapat lebih cepat terwujud.
Untuk lebih lengkapnya resume hasil analisis kelayakan financial Jalan Tol Manado-
Bitung dapat dilihat pada tabel di bawahini:
Tabel12.1 Resume Hasil Analisa Kelayakan Finansial Jalan Tol Manado - Bitung
Source of Funding
- Equity 30% 1,272,736 716,685
- Loan 70% 2,969,717 1,672,265
Interest
- During Contruction 11.00% 11.00%
- During Operation 11.00% 11.00%
Operating
SS Ring Road - SS.Sukur Oktober 2015 Oktober 2015
SS Sukur-SS Airmadidi Oktober 2015 Oktober 2015
SS Airmadidi-SS Kauditan Januri 2017 Januri 2017
SS Kauditan-SS Danowudu Januri 2017 Januri 2017
SS Danowudu-SS Bitung Januri 2017 Januri 2017
Financial IRR
- IRR 14.34% 18.40%
- NPV 1,333,589 2,798,240
Equity IRR
- IRR 16.67% 22.69%
- NPV 90,082 829,451
Dukungan
- Tanah 400,000
- Konstruksi 1,100,000
Total Dukungan 1 500 000
1,500,000