14
Oleh :
Nama : Dewi Asmini
Nim : 01001016
Prodi : S1 Keperawatan
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.karna atas limpahan berkah dan hidayahnya saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Askep Tumor Tulang
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal
pembuatan,penyusunan,ataupun materi yang disajikan belum lengkap.untuk itu saya harapkan
kritik dan saran yang dapat mendorong saya untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I KONSEP MEDIS
A. Pengertian Tumor Tulang
B. Etiologi Tumor Tulang
C. Patofisiologi Tumor Tulang
D. Manifestasi Klinis Tumor Tulang
E. Jenis jenis tumor
F. Pengobatan Tumor Tulang
BAB II KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan (Intervensi) dan Rasional
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP MEDIS
Tumor tulang ganas di golongkan berdasarkan TMM (Tumor, Nodus, Metastasis), yaitu
penyebaran setempat dan metastatis. Klasifikasi tumor tulang menurut Sjamsuhidajat R (1997)
sebagai berikut:
a. T = Tumor Induk
b. TX = Tumor tidak dapat dicapai
c. T0 = Tidak ditemukan tumor primer
d. T1 = Tumor terbatas didalam periosteum
e. T2 = Tumor menembus periosteum
f. T3 = Tumor masuk organ atau struktur seputar tulang
g. N = Kelenjar limfe regional
h. N0 = Tidak ditemukan tumor di kelejar limfe
i. N1 = Tumor di kelenjar limfe regional
j. M = Metastatis jauh
k. M0 = Tidak di temukan metastasis jauh
l. M1 = Metastasis jauh
Manifestasi klinis yang tidak spesifik seperti demam, menurunnya berat badan, kelelahan
yang hebat, dan anemia juga bisa menjadi gejala tumor tulang, tapi bisa juga merupakan
indikator penyakit lain.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Aktivitas /Istirahat
Gejala:
1. kelemahan dan atau keletihan.
2. Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti : nyeri, ansietas, dan berkeringat malam.
3. Keterbatasan partisipasi dalam hobi dan latihan.
4. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen, tingkat stress tinggi.
b. Sirkulasi
Gejala :
1. palpitasi dan nyeri dada pada aktivitas fisik berlebih.
2. Perubahan pada TD.
c. Integritas Ego
Gejala :
1. Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (misalnya
merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
2. Masalah tentang perubahan dan penampilan, misalny : alopesia, lesi, cacat, pembedahan.
3. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa
bersalah, kehilangan.
Tanda :
1. Kontrol depresi.
2. Menyangkal, menarik diri, dan marah.
d. Eliminasi
Gejala :
Perubahan pola defikasi, misalnya : darah pada feses, nyeri saat defikasi. Perubahan eliminasi
urinearius misalnya : nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda:
Perubahan bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/Cairan
Gejala:
1. Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi lemak, aditif, dan bahan pengawet).
2. Anoreksia, mual/muntah.
3. Intoleransi makanan.
Tanda:
1. Perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia, berkurangnya massa otot.
2. Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
f. Neurosensori
Gejala :
Pusing, sinkope.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Tidak ada nyeri yang bervariasi, misalnya : kenyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan
dengan proses penyakit).
h. Pernafasan
Gejala :
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan asbes.
i. Keamanan
Gejala :
1. Pemajana pada kimia toksik, karsinogen.
2. pemajanan matahari lama/berlebihan.
3. Demam.
Tanda :
Ruam kulit, ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala :
1. Masalah seksual, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasaan.
2. Nuligravida lebih besar dariusia 30 tahun.
3. Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini, dan herpes genital.
k. Interaksi Social
Gejala :
1. Ketidakadekuatan/kelemahan system pendukung.
2. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan atau bantuan). Masalah
tentang fungsi/tanggung jawab peran.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan pada klien tumor/kanker tulang umumnya sama dengan tumor/kanker
pada organ yang lain. Ada 14 diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien
tumor/kanker pada tulang. Di bawah ini akan diuraikan diagnosis keperawatan dari Doenges
(2000).
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (kanker), ancaman/perubahan pada status
kesehatan/sosial ekonomi, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian, perpisahan dari
keluarga.
b. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang diantisipasi (kehilangan bagian tubuh, perubahan
fungsi), perubahan gaya hidup, penerimaan kemungkinan kematian klien.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik (kecacatan bedah, efek kemoterapi, penurunan
BB, impoten, nyeri tidak terkontrol, kelehan tidak terkontrol, ragu tentang penerimaan, takut atau
kehilangan).
d. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf, opstruksi jaringan saraf atau
inflamasi, serta efek samping berbagai agen terapi saraf.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan stasus hipermetabolik, konsekuensi,
kemotrapi, radiasi, pembedahan, distre emosiona, keletihan atau kontrol nyeri buruk.
f. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik, kerusakan
masukan cairan, kehilangan cairan berlebihan (luka, selang indwelling).
g. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik (hipermetabolik), emosional
berlebihan, efek obat-obatan/kemoterapi.
h. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubumgan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, malnutrisi,
proses penyakit kronis, atau prosedur invasif.
i. Risiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi dan radiasi.
j. Risiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi, kemoterapi,
perubahan imunologis, perubahan status nutrisi, atau anemia.
k. Risiko tinggi terjadi diare/konstipasi berhubungan dengan iritasi mukosa GI, masukan cairan
buruk,kurang latihan, penggunaan opiat/narkotik.
l. Risiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan fungsi/ struktur tubuh,
sangat lelah, ketakutan/ansietas, kurang privasi/orang terdekat.
m. Risiko tinggi perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, perubahan
peran/status ekonomi atau kehilangan yang diantisipasi dari anggota keluarga.
n. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan perawatan)
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, mitos, tidak mengenal sumber
informasi, atau keterbatasan kognitif.
Kolaborasi
17. Rujuk Pada konselor yang tepat sesuai kebutuhan (perawat klinik psikiatri, pekerja social,
psikologi).
Rasional : Dapat membantu untuk menghilangkan disters atau mengatasi perasaan berduka untuk
memudahkan koping dan mengembangkan pertumbuhan.
18. Rujuk pada program komunitas bila tepat
Rasional : Memberikan dukungan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional klien/rang
terdekat, dan menambahkan perawatan keluarga dan teman yang dapat diberikan.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik (kecacatan bedah, efek kemoterapi,
penurunan BB,impoten, nyeri tidak terkontrol, kelelahan berlebihan atau sterilitas, psikososial
(ancaman kematian, perasaan kurang terkontrol, ragu tentan penerimaan, takut atau kehilangan).
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien/orang terdekat bagaimana diagnosis pengobatan yang memengaruhi
kehidupan pribadi klien dan aktivitas kerja.
Rasional : Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
2. Tinjau ulang efek samping yang di antisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu, termasuk
kemungkinan efek pada aktivitas seksual dan rasa ketertarikan/keinginan, missal alopesia,
kecacatan bedah beritahu klien bahwa tidak semua efek samping terjadi.
Rasional : Bimbingan antisipasi dapat membantu klien/orang terdekat memulai proses adaptasi
pada stasus baru dan menyiapkan untuk beberapa efek samping, missal membeli wige sebelum
menjalani radioterapi, jadwal waktu libur kerja, memberikan rujukan pada risiko pada perubahan
seksual.
3. Dorong klien untuk mendiskusikan tentang masalah efek kanker/pengobatan pada peran sebagai
ibu rumah tangga, orang tua, dan sebagainya.
Rasional : Dapat membantu menurunkan masalah yang memengaruhi penerimaan pengobatan atau
merangsang kemajuan penyakit.
4. Akui kesulitan yang mungkin dialami klien. Berikan informasi bahwa konseling sering perlu dan
penting dalam proses adaptasi.
Rasional : Memvalidasi realita perasaan dan memberikan izin untuk melakukan tindakan apapun
perlu dalam mengatasi apa yang terjadi.
5. Evaluasi dtruktur pendukung yang ada dan digunakan oleh klien/orang terdekat.
Rasional : Membantu merencanakan perawatan saat di rumah sakit dan setelah pulang.
6. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostic dan fase pengobatan.
Rasional : Meskipun beberapa klien beradaptasi/menyesuaikan diri dengan efek kanker atau efek
samping terapi, namun banyak klien tetap memerlukan dukungan tambahan selama periode ini.
7. Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima klien dan pertahankan kontak mata.
Rasional : Memastikan individualitas dan penerimaan penting dalam menurunkan perasaan klien
tentang ketidakamannan dan keraguan diri.
Kolaborasi
8. Rujuk pada program kelompok pendukung (bila ada).
Rasional : Kelompok pendukung biasanya sangat menguntungkan baik untuk klien/orang terdekat,
memberikan kontak dengan klien lain dengan kanker pada berbagai tingkatan pengobatan dan/atau
pemulihan.
9. Rujuk pada konseling professional bila diindikasikan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memulai dan mempertahankan sturktur psilkososial positif
bila sistem pendukung klien/orang terdekat terganggu.
d. Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf, obstruksi jaras saraf atau
inflamasi serta efek samping berbagai agen terapi saraf.
Intervensi :
1. Kaji nyeri, missal lokasi nyeri, frekwensi, durasi, dan itensitas (skala 1-10), serta tindakan
penghilang nyeri yang digunakan.
Rasional : Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan
intervensi.
2. Evaluasi terapi tertentu, missal pemidahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi. Ajarkan pada klien/orang
terdekat apa yang diharapkan.
Rasional : Ketidaknyamanan adalah umum, (missal nyeri insisi, kulit terbakar, nyeri punggung
bawah, sakit kepala), tergantung pada prosedur yang digunakan.
3. Peningkatan kenyamanan dasar (missal teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) dan
aktivitas hiburan (missal music, televise).
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.
4. Dorongan penggunaan keterampilan managemen nyeri (missal teknik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imajinasi), tertawa, music, dan sentuhan terapeutik.
Rasional : Memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol.
Kolaborasi
6. Kembangkan rencana manajemen nyeri bersama klien dan tim medis.
Rasional : Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk control nyeri. Terutama
dengan nyeri kronis, klien/orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri
di rumah.
7. Berikan analgesic sesuai indikasi, misalnya : morfin, metadon, atau campuran narkotik IV khusus.
PAstikan hal tersebut hanya untuk memberikan analgesic dalam sehari. Ganti dari analgesik dalam
sehari. Ganti dari analgesic kerja pendek menjadi kerja panjang bila ada indikasi.
Rasional : Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker, meskipun respon individu berbeda. Saat
perubahan penyakit/pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan.
8. Berikan/nutrisikan penggunaan Patient Controlled Analgesia (PCA) dengan tepat.
Rasional : Analgesik dikontrol klien sehingga pemberian obat tepat waktu, mencegah fluktuasi
pada intensitas nyeri. Sering diberikan dengan dosis total rendah melalui metode konvensionaal.
9. Siapkan/bantu prosedur, misalnya : blok saraf, kordotomi, dan mielotomi komisura.
Rasional : Mungkin digunakan pada nyeri berat yang tidak berspon pada tindakan lain.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik, konsekuensi,
kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress emosional, keletihan, atau control nyeri buruk.
Intervensi :
1. Pantau intake makanan setiap hari, biarkan klien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai
indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi.
2. Ukur tinggi badan(TB), berat badan (BB), dan ketebalan lipatan kulit, triseps atau dengan
antroprometrik lainnya. Pastikan jumlah penurunan berat badan saat ini.
Rasional : Membantu dalam identifiksi malnutrisi protein-kalori, khususnya bila BB dan
pengukuran antroprometik kurang dari normal.
3. Dorong klien untuk makan dengan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan intake cairan yang
adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Kebutuhan metabolic jaringan ditingkatkan, begitu juga cairan (untuk menghilagkan
produk sisa). Suplemen berguna untuk mempertahankan masukan kalori dan protein.
4. Nilai diet sebelum dan setelah pengobatan, missal makanan, cairan dingin, bubur saring, roti,
creackers, minuman berkabonat. Berikan cairan satu jam sebelum atau sesudah makan.
Rasional : Efektifitas penilaian diet saat individual mengurangi mual pasca terapi. Klien harus
mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.
5. Kontrol faktor lingkungan, missal bau/tidak sedap atau bising. Hindari makanan terlalu manis,
berlemak atau makan pedas.
Raional : Dapat meningkatkan respon mual/muntah.
6. Ciptakan suasana makan malam yang menyenangkan, dorong klien untuk berbagi makanan dengan
keluarga/teman.
Membuat waktu makan lebih menyenangkan, yang dapat meningkatkan masukan.
7. Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi, latihan saat atau sebelum
makan.
Rasional : Dapat mencegah timbulnya/menurunkan beratnya mual, penurunan anoreksia, dan
memungkinkan klien meningkatkan masukan oral.
8. Identifikasi klien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai, secara umum tidak
berespon terhadap obat antiemetik.
9. Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia.
Rasional : Sering sebagai sumber distress emosi, khususnya untuk orang terdekat yang
menginginkan memberikan makan dengan sering.
10. Berikan antiemetic sesuai jadwal regular sebelum/setelah pemberian antineoplistik.
Rasional : Mual/muntah menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang
menimbulkan sters.
11. Evaluasi efektivitas antiemetik.
Rasional : Individu berespon secara berbeda pada semua obat-obatan. Pertama, antiemetik
mungkin tidak bekerja, memerlukan perubahan atau kombinasi terapi obat.
12. Evaluasi hematest feses, sekresi lambung.
Rasional : Terapi tertentu, misalnya : antimetabolit menghambat pembaruan lapisan sel-sel epitel
saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan perubahan menjadi eritema sampai ulserasi berat
dengan perdarahan.
Kolaborasi
13. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misalnya : jumlah limfosit total, transferin
serum, dan albumin.
Rasional : Membantu mengidentifikasi derajat ktidakseimbangan biokimia/malnutrisi dan
mempengaruhi pilihan intervensi diet.
14. Berikan obat-obat sesuai indikasi :
a. Fenotiazin
b. Kortikosteroid
c. Vitamin, khususnya A, D, E, dan B6
d. Antasid
Rasional : Obat-obat sesuai indikasi :
a. Umumnya antiemetic bekerja untuk memengaruhi stimulasi pusat muntah dan kemoreseptor
mentriger agen, juga bertindak secara perifer untuk menghambat peristaltic.
b. Terapi kombinasi, misalnya : torecan dengan decadron atau valium sering kali lebih efektif dari
pada agen tunggal.
c. Mencegah kekurangan karena penuruna absorpsi vitamin larut dalam lemak.
d. Meminimalkan iritasi lambung dan mengurangi risiko ulserasi mukosa.
15. Rujuk pada ahli diet.
Rasional : Memberikan rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan
masalah terkait dengan malnutrisi protein/kalori dan defisiensi mikronutrien.
16. Pasang/pettahankan selang (NGT)/enteral, atau jalur sentral untuk hiperalimentasi parenteral bila
ada indikasi.
Rasional : Malnutrisi berat (kehilangan BB 25-30 % dalam dua bulan ), atau klien dipuaskan
selama lima hari dan tidak mungkin untuk mampu makan selama dua minggu, pemberian makan
per selang (NGT) mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
f. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan status hipermetabolik, kerusakan masukan
cairan berlebihan (selang indwelling).
Intervensi :
1. Pantau masukan dan keluaran berat jenis, masukan semua sumber keluaran, missal muntah, diare,
luka basah. Hitung keseimbangan cairan 24 jam.
Rasional : Keseimbangan cairan negative yang terus-menerus dapat menurunkan haluaran renal
dan konsentrasi urin. Hal ini menunjukkan terjadinya dehidrasi dan perlunya peningkatan
penggantian cairan.
2. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Pemngukuran sensitive terhadap fluktiuasi keseimbangan cairan.
3. Pantau tanda vital, evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
4. Kaji turgor kulit dan kelmbaban membrane mukosa. Perhatikan keluhan haus.
Rasional : Indikator tidak langsung dari status hidrasi/derajat kekurangan.
5. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 mL/hari sesuai toleransi individu.
Rasional : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping
yang membahayakan, missal sistitis hemoragi pada klien yang mendapat siklofosfamid (cytoxan).
6. Observasi kecenderungan perdarahan, misalny : rembesan dari membrane mukosa, sisi pungsi ;
adanya ekimosis atau petekie.
Rasional : Identifikasi dini terhadap masalah yang dapat terjadi sebagai akibat kanker dan/atau
terapi dan memungkinkan untuk intervensi segera.
7. Minimalkan fungsi vena. Dorong klien untuk mempertimbangkan penempatan kateter vena
sentral.
Rasional : Menurunkan risiko hemoragi dan infeksi berkenaan dengan pungsi vena berulang.
8. Hindari trauma dan pemberian tekanan dapa sisi pungsi.
Rasional : Mengurangi risiko terhadap perdarahan/pembentukan hematoma.
Komplikasi
9. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional : Diberikan untuk hidrasi umum serta mengencerkan obat antineoplastik dan mengurangi
efek samping yang merugikan, misalnya : mual/muntah, nefrotoksitas.
10. Berikan terapi antiemetik.
Rasional Penghilang mual/muntah menurunkan kehilangan gastrik dan memungkinkan
pemasukan oral.
11. Pantau pemeriksaan laboratorium, misalnya : darah lengkap, elektrolit, albumin serum.
Rasional : Memberikan informasi tentang tingkat hidrasi dan kekurangan yang menyertai.
12. Berikan transfusi sesuai indikasi :
a. Sel darah merah (SDM).
b. Trombosit
Rasional : Transfusi :
a. Mungkin diperlukan untuk memperbaiki jumlah darah dan mencegah manifestasi anemia yang
sering ada pada klien kanker, misalnya : takikardi, takipnea, pusing, kelemahan.
b. Trombositopenia dapat terjadi sebagai efek samping kemotrapi, radiasi atau proses kanker.
13. Hindari penggunaan aspirin, iritan lambung, atau inhibitor trombosit.
g. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic (hipermetabolik)
emosional berlebihan, efek obat-obatan/kemoterapi.
Intervensi :
1. Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat. Jadwalkan aktivitas periodic bila
klien mempunyai energy yang banyak. Libatkan klien/orang terdekat dalam jadwal perencanaan.
Rasional : Periode istirahat sering diperlukan untuk memperbaiki/menghemat energy. Perencanaan
akan memungkinkan klien menjadi aktif selama tingkat energi lebih tinggi, yang dapat
memperbaiki perasaan sejahtera dan rasa kontrol.
2. Buat tujuan aktivitas realistis dengan klien.
Rasional : Memberikan rasa kontrol dan perasaan mampu menyelesaikan.
3. Dorong klien untuk melaksanakan apa saja bila mungkin, missal mandi duduk, bangun dari kursi,
berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional : Meningkatkan kekuatan atau staminadan menjadikan klien lebih aktif tanpa kelelahan
yang berarti.
4. Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, missal perubahan TD atau frekuensi jantung dan
pernafasan.
Rasional : Toleransi sangat bervariasi bergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi,
keseimbanagn cairan, dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
5. Dorong masukan nutrisi.
Rasional : Masukan nutrisi yang adekuat perlu untuk memenuhi kebutuhan energy selama
aktivitas.
Kolaborasi
6. Berikan Oksigen suplemen sesusai indikasi
Rasional : Adanya anemia/hipoksemia menurunkan ketersediaan Oksigen untuk ambilan seluler
dan memperberat keletihan.
Kolaborasi
9. Pantau Jumlah Darah Lengkap (JDL) dengan SDP difresial dan jumlah granulosit dan trombosit
sesuai indikasi.
Rasional : Aktivitas sumsum tulang dihambat oleh efek kemoterapi, status penyakit, atau terapi
radiasi.
10. Dapatkan kultur sesuai indikasi.
Rasional : Menidentifikasi organisme penyebab dan terapi yang tepat.
11. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin digunakan untuk mengidentifikasi infeksi atau diberikan secara profilaktik
pada klien imunosupresi.
i. Resiko tinggi terjadi perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi dan radiasi
Intervensi :
1. Kaji kesehatan gigi dan oral hygene secara periodic
Rasional : Mengidentifikasi pengobatan profilaksis yang mungkin diperlukan sebelum memulai
kemoterapi atau radiasi dan memberikan data dasar pada perawatan oral hygene.
2. Diskusikan dengan klien tentang area yang memerlukan perbaikan dan demonstrasikan metode
untuk perawatan oral yang baik.
Rasional : Perawatan mulut yang baik penting selama pengobatan untuk mengontrol komplikasi
stomatitis.
3. Dorong masukan nutrisi sesuai toleransi individu.
Rasional : Hidrasi adekuat membantu mempertahankan kelembaban membrane mukosa.
4. Mulai program oral hygiene, meliputi :
a. Menghindari pencuci mulut, lemon/swab gliserin.
b. Gunakan pencuci mulut yang dibuat dari salin hangat, larutan pelarut dari hydrogen peroksida atau
soda kue dan air.
c. Sikat gigi dengan sikat gigi yang lembut atau benang gigi.
d. Bersihkan gigi dengan perlahan atau gunakan waterpik dengan hati-hati.
e. Pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir, jeli, dan sebagainya.
j. Risiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek radiasi,
kemoterapi, perubahan imunologis, perubahan status nutrisi atau anemia.
Intervensi:
1. Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping terapi kanker. Perhatiakn kerusakan/lambatnya
penyembuhan luka. Tekankan pentingnya melaporkan area terbuka pada pemberi perawatan.
Rasional : Efek kemerahan dapat terjadi pada area radiasi (kekeringan dan pruritus), deskuamasi
lembab (lepuh), ulserasi, kehilangan rambut, kehilangan dermis, dan kelenjar keringat juga dapat
terlihat. Reaksi ruam alergi, hiperpigmentasi, pruritus, dan alopesia dapat terjadi akibat agen
kemoterapi
2. Mandikan klien dengan air hangat dan sabun ringan.
Rasional : Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Dorong klien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
Rasional : Membantu mencegah friksi/trauma kulit.
4. Ubah posisi dengan sering.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/jaringan yang tidak perlu.
5. Anjurkan klien untuk menghindari krim kulit apapun, salep, dan bedak, kecuali atas izin dokter.
Rasional : Dapat meningkatkan iritasi/reaksi secara nyata.
6. Tinjau protokol perawatn kulit untuk klien yang mendapat terapi radiasi.
Rasional : Dilakukan untuk meminimalkan trauma pada area terapi radiasi.
7. Hindari menggaruk dan menggunakan lotion atau deodorant, hindari memberikan padas atau
menusahakan mencuci tanda/tato yang ada di kulit sebagai identifikasi area iradiasi.
Rasional : Dapat menimbulkan atau bahkan mempengaruhi pemberian radiasi.
8. Anjurkan menggunakan pakaian yang lembut dan longgar.
Rasional : Kulit sangat sensitive sesaat atau setelah pengobatan, dan semua iritasi harus dihindari
untuk mencegah cedera termal.
9. Berikan tepung kanji pada area sesuai kebutuhan dan krim yang dianjurkan dua kali sehari setelah
radiasi selesai.
Rasional : Membantu mengontrol kelembaban atau pruritus.
10. Tinjau ulang protokol perawatan kulit untuk klien yang mendapat kemoterapi.
Rasional : Menurunkan risiko iritasi/ekstravasasi jaringan dari agen ke dalam jaringan.
11. Tinjau penggunaan tabir surya/blok tabir surya.
Rasional : Melindungi kulit dari sinar ultraviolet dan mengurangi risiko reaksi berulang.
12. Cuci kulit segera dengan sabun dan air agen antineoplastik yang tercecer pada kulit yang tidak
terlindungi.
Rasional : Mengencerkan obat untuk menurunkan risiko iritasi kulit/luka bakar kimia.
13. Anjurkan klien yang menerima 5FU dan metotreksat untuk menghindari pemajanan pada
matahari.
Rasional : Matahari dapat menyebabkan eksaserbasi dari titik luka bakar, atau dapat menyebabkan
area ruam merah dengan metotreksat, yang dapat mengeksaserbasi efek obat.
14. Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.
Rasional : Pedoman antisipasi membantu mengurangi masalah bila efek samping terjadi.
15. Informasikan klien bahwa bila terjadi alopesia, rambut dapt tumbuh kembali setelah kemoterapi
selesai.
Rasional : Pedoman antisipasi dapat membantu penilaia/persiapan untuk kehilangan rambut.
Kolaborasi
16. Berikan antidote yang tepat bila terjadi eksaserbasi, misalnya :
a. DMSO topical
b. Hialuronidasi (wydase)
c. NaHCO3
d. Tiosulfat
Rasional : Mengurangi kerusakan jaringan lokal
17. Berikan salep topikal, misalnya : sulfadiazine perak (silvaene) dengan tepat.
Rasional : Digunakan untuk mencegah infeksi/memudahkan penyembuhan bila terjadi luka bakar
kimia (ekstravasasi).
18. Berikan kompres es/hangat per protokal.
Rasional : Intervensi kontroversional tergantung pada tipe agen yang digunakan.
k. Resiko tinggi terjadi diare/konstipasi berhubungan dengan iritasi mukosa GI, masukan cairan
buruk, kurang latihan, penggunaan opiate/narkotik.
Intervensi :
1. Pastikan kebiasaan eliminasi umum klien.
Rasional : Sebagai data dasar untuk evaluasi
2. Kaji bising usus dan catat gerakan usus termasuk frekwensi, konsistensi (terutama 3-5 hari pertama
terapi alkaloid vinca).
Rasional : Mendefinisikan masalah, missal diare, konstipasi. Konstipasi adalah salah satu
manifestasi termudah dari neurotoksisitas.
3. Pantau intake dan output serta berat badan.
Rasional : Dehidrasi, penurunan berat badan, dan ketidakseimbangan elektrolit adalah komplikasi
dari daire. Ketidakadekuatan masuka cairan dapat menimbulkan konstipasi.
4. Dorong asupan cairan yang adekuat, missal 2000mL/24jam, peningkatan serat dan latihan.
Rasional : Dapat menurunkan konstipasi dengan memperbaiki konsistensi feses dan merangsang
perilstatik, dan dapat mencegah diare/dehidrasi.
5. Berikan makan sedikit tapi sering dengan makanan rendah sisa, mempertahankan kebutuhan
protein dan karbohidat (missal telur, sereal, dan sayur di blender).
Rasional : Mengurangi iritasi gaster. Makanan rendah serat dapat menurunkan iritabilitas dan
memeberikan istirahat pada usus bila ada diare.
6. Pastikan diet yang tepat, hindari makanan tinggi lemak, makanan tinggi serat, mkanan yang
menyebabkan diare dan gas, makanan tinggi kafein, serta makanan yang sangat panas/dingin.
Rasional : Stimulan GI yang dapat meningkatkan motilitas/frekuensi defekasi.
7. Pantau adanya infeksi bila tidak ada distensi abdomen, kram, dan sakit kepala.
Rasional : Intervensi lanjut/perawatan usus alternative mungkin diperlukan.
Kolaborasi
8. Pantau hasil laboratorium.
Rasional Ketidakseimbangan elektrolit mungkin mengubah funsi GI.
9. Berikan cairan IV (IVFD).
Rasional : Mencegah dehidrasi, mengencerkan agen kemoterapi untuk mengurangi efek samping.
10. Berikan agen antidiare.
Rasional : Diindikasikan untuk diare yang berat.
11. Pelunak feses, laksatif, enema sesuai indikasi.
Rasional : Penggunaan profilaktik dapat mencegah komplikasi lanjut pada beberapa klien.
l. Risiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh,
sangat lelah, ketakutan/asietas, kurang privasi/orang terdekat.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien/orang terdekat mengenai sifat seksualitas dan reaksinya bila ini berubah
atau terancam. Berikan informasi tentang normalitas masalah-masalah tersebut, dan banyak orang
perlu bantuan untuk proses adaptasi.
Rasional : Pengakuan legitimasi tentang masalah. Seksualitas cara pria dan wanita memandang
diri sendiri dan bagaimana mereka menyampaikannya diantara mereka.
2. Jelaskan efek samping pengobatan kanker yang memengaruhi seksualitas.
Rasional : Pedoman antisipasi dapat membantu klien dan orang terdekat dalam memulai proes
adaptasi.
3. Berikan waktu khusus untuk klien. Mintalah izin (ketuk pintu) sebelum masuk.
Rasional : Kebutuhan seksualitas tidak berakhir karena klien dirawat. Kebutuhan keintiman
berlanjut dan sikap terbuka serta menerima untuk ekspresi kebutuhan tersebut adalah penting.
m. Risiko tinggi perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, perubahan
peran/status ekonomi atau kehilangan yang diantisipasi dari anggota keluarga.
Intervensi :
1. Perhatikan komponen keluarga, adanya keluarga besar dan orang lain, missal teman/tetangga.
Rasional : Membantu untuk mengetahui siapa yang ada untuk membantu perawatan/memberikan
dukungan, dan memberikan dorongan bila diperlukan.
2. Identifikasi pola komunikasi dalam keluarga dan pola interaksi antara anggota keluarga.
Rasional : Memberikan informasi tentang efektifitas komunikasi dan mengidentifikasi masalah
yang memengaruhi kemampuan keluarga untuk membantu klien dan menilai positif
diagnosis/pengobatan kanker.
3. Kaji harapan/peran dari anggota keluarga dan dorong diskusi tentang hal tersebut.
Rasional : Setiap orang dapat melihat situasi dengan cara mereka sendiri, dan identifikasi dengan
jelas serta pembagian harapan ini meningkatkan pemahaman.
4. Kaji arah energi, missal upaya resolusi/pemecahan masalah sesuai tujuan.
Rasional : Memberikan petunjuk tentang intervensi yang mungkin tepat untuk membantu klien
dan keluarga dalam mengarahkan energi yang efektif.
5. Perhatikan keyakinan budaya/religious.
Rasional : Memengaruhi reaksi klien/orang terdekat serta penilaian terhadap diagnosis,
pengobatan, dan akibat dari kanker.
6. Dengarkan ekspresi ketidakberdayaan.
Rasional : Perasaan tidak berdaya dapat memperberat kesulitan menilai diagnosis kanker dan kerja
sama dalam pengobatan.
7. Hadapi anggota keluarga dengan cara yang hangat, perhatian, dan menghargai.
Rasional : Memberi perasaan empati dan meningkatkan rasa harga diri individu serta kemampuan
untuk mengatasi situasi saat ini.
8. Dorong ekspresi yang tepat tentang marah tanpa reaksi negatif pada mereka.
Rasional : Perasaan marah diharapkan bila individu menghadapi kesulitan/risiko penyakit menjadi
fatal dari kanker.
9. Akui kesulitan situasi, misalnya : diagnosis dan pengobatan kanker, seta kemungkinan kematian.
Rasional : Mengomunikasikan penerimaan realitas klien/keluarga.
10. Identifikasi dan dorong penggunaan perilaku koping yang berhasil sebelumnya.
Rasional : Umumnya orang telah mengembangkan keterampilan koping efektif yang dapat
bermanfaat dalam menghadapi situasi baru.
11. Tekankan pentingnya kontinu antara anggota keluarga.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan membantu anggota keluarga untuk mempertahankan
komunikasi jelas dan mengatasi masalah dengan efektif.
Kolaborasi
12. Rujuk pada kelompok pendukung, dan lakukan terapi keluarga sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin perlu bantuan tambahan untuk mengatasi masalah disorganisasi yang dapat
menyertai diagnosis dari risiko penyakit terminal (kanker).
n. Kurang pengetahuan( kebutuhan belajar tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan perawatan)
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, mitos, tidak mengenal sumber
informasi atau keterbatasan kognitif.
Intervensi :
1. Tinjau ulang dengan klien/orang terdekat tentang pemahaman diagnosis, alternative pengobatan,
dan sifat harapan.
Rasional : Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan belajar, dan
memberikan dasar pengetahuan di mana klien membuat keputusan berdasarkan informasi.
2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatan kanker, tanyakan pengalaman
sebelum/sesudah menderita kanker atau pengalaman orang lain tentang kanker.
Rasional : Membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan
pengetahuan tentang kanker.
3. Berikan informasi yang jelas dan akurat. Jawab pertanyaan secara khusus, tetapi tidak
memaksakan detail-detail yang tidak penting.
Rasional : Membantu penilaian diagnosis kanker, memberikan informasi yang diperlukan.
Kecepatan dan metode pemberian informasi perlu diubah agar mengurangi ansietas klien dan
meningkatkan kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
4. Berikan pedoman antisipasi pada klien/orang terdekat mengenai pengobatan, kemungkinan efek
samping. Bersikap jujur kepada klien.
Rasional : Klien mempunyai hak untuk tahu dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Informasi yang akurat dan detail membantu menghilangkan rasa takut dan ansietas,
mengklarifikasi rutinitas yang diharapkan, dan memungkinkan klien mempertahankan beberapa
derajat kontrol.
5. Minta umpan balik verbal klien, dan perbaiki kesalahan konsep tentang tipe kanker individu dan
pengobatan.
Rasional : Kesalahan konsep tentang kanker lebih mengganggu daripada kenyataan dan
mempengaruhi penguatan/penurunan penyembuhan.
6. Nyatakan secara normal keterbatasan yang akan dialami (bila ada), misalnya : membatasi
pemajana sinar matahari, masukan alkohol, kehilangan waktu kerja karena pengobatan di rumah
sakit.
Rasional : Bila pembatasan diperlukan, memungkinkan klien/orang terdekat mulai menempatkan
diri mereka pada perspektif dan rencana/adaptasi sesuai indikasi.
7. Berikan materi tertulis tentang kanker, pengobatan, dan ketersediaan system pendukung.
Rasional : Ansietas dan berpikir terus-menerus dengan pikiran tentang kehidupan dan kematian
sering mempengaruhi kemampuan klien untuk mengasimilasi informasi adekuat.
8. Tinjau ulang aturan pengobatan khusus dan penggunaan obat yang di jula bebas.
Rasional : Meningkatkan kemampuan untuk mengatur perawatan diri dan menghindari risiko
komplikasi, reaksi/interaksi obat.
9. Beri tahu kebutuhan perawatan khusus di rumah, misalnya: kemampuan untuk hidup sendiri,
melakukan prosedur/pengobatan yang diperlukan.
Rasional : Memberikan informasi mengenai perubahan yang doperlukan dalam rencana memenuhi
kebutuhan terapeutik.
10. Lakukan evaluasi sebelum pulang ke rumah sesuai indikasi.
Membantu dalam transisi ke lingkungan rumah dengan memberikan informasi tentang kebutuhan
perubahan pada situasi fisik, dan membantu dalam penyediaan bahan yang diperlukan.
11. Rujuk pada sumber-sumber di komunitas sesuai indikasi, misalnya : pelayanan social (bila ada).
Rasional : Meningkatkan kemampuan prawatan mandiri dan kemandirian optimal.
12. Tinjau ulang bersama klien/orang terdekat pentingnya mempertahankan status nutrisi optimal.
Rasional : Meningkatkan kesejahteraan, memudahkan pemulihan, dan memungkinkan klien
menoleransi pengobatan.
13. Dorong variasi diet serta pengalaman dalam perencanaan makan.
Rasional : Kreativitas dapat meningkatkan keinginan dan masukan makanan, khususnya bila
makanan protein terasa lebih pahit.
14. Berikan buku masak yang didesain untuk klien kanker.
Rasional : Membantu dalam memberikan menu/ide bumbu khusus.
15. Anjurkan meningkatkan masukan cairan dan serat dalam diet serta latiahn teratur.
Rasional : Memperbaiki konsistensi feses dan merangsang peristaltik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak
normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulangutama,
seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.
Kanker tulang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi, keturunan (adapun contoh faktor keturunan/genetika yang dapat meningkatkan resiko
kanker tulang adalah: multiple exostoses, rothmund-Thomson sindrom, retinoblastoma genetic,
Li-Fraumeni sindrom). Selain itu juga kanker tulang disebabkan oleh beberapa kondisi tulang yang
ada sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
Manifestasi klinis yang muncul pada tumor tulang bisa bervariasi tergantung pada jenis
tumor tulangnya, namun yang paling umum adalah nyeri. Akan tetapi manifestasi lainny juga
yang sering muncul, yaitu : persendian yang bengkak dan inflamasi, patah tulang yang disebabkan
karena tulang yang rapuh.
Tumor tulang di bagi menjadi beberapa jenis, antara lain : Multipel myeloma, Tumor Raksasa,
Osteoma, Kondroblastoma, Enkondroma, Sarkoma Osteogenik (osteosarkoma), Kondrosarkoma,
Sarkoma Ewing.
Ada tiga bentuk standar pengobatan kanker tulang, yaitu : pembedahan, terapi radiasi
dan kemoterapi. Adakalanya dibutuhkan kombinasi terapi dari ketiganya. Pengobatan sangat
tergantung pada jenis kankernya, tingkat penyebaran atau bermetastasis dan faktor kesehatan
lainnya.
B. Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien untuk bertahan hidup,
dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak
yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita kanker tulang maupun
penderita kanker lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Palembang : Salemba Medika.
http://silviahidayantiaskep.blogspot.com/2012/05/askep-tumor-tulang.html
http://sectors4u.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-ca-tulang.html
Tambahkan komentar
Irsal Cimura Blog
S1 Keperawatan
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Oct
30
Tambahkan komentar
2.
Aug
14
lagu mars tersebut tersedia di 4shared, setelah mengklik alamat tersebut anda akan
diarahkan ke 4shared dan muncul lagu mars stikes amanah makassar, kemudian klik
unduh, anda bisa menggunakan unduh gratis.tunggu sampai selesai kemudian anda bisa
login melalui twitter atau facebook.
selamat mencoba ......
Tambahkan komentar
3.
Aug
14
Nah,alamat untuk download lagu mars tersebut ini alamatnya, anda bisa download
dengan login melalui facebook, twitter, instagram dan google :
https://getsecuredfiles.com/4s/tc/Mars%20stikes%20amanah%20makassar%20%282%29
.amr
selamat mencoba, namun jika kesulitan mendownload silahkan bertanya dengan
mengirimkan email ke irsalcimura@gmail.com atau chat ke Facebook Irsal Cimura.
Lihat komentar
4.
Aug
13
lagu mars stikes amanah makassar dapat anda download disini.Bagi yang ingin
menghafal lagunya inilah liriknya.
Lihat komentar
5.
May
11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
a. Pengertian Tulang
Tulang terdiri dari materi intra sel, baik berupa sel hidup atau pun sel yang
melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang
C. Long,hal. 320).
b. Fungsi Tulang
lunak).
bergerak).
Terdiri dari dua bagian batang dan dua bagian ujung. Tulang pipa ini
Bentuknya tidak teratur, sebagian besar terbuat dari jaringan tulang jarang
Terdiri dari tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang cacellous.
5. Tulang sesamoid.
Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon
2.1 Pengertian
serta jenis patah tulang. Kekuatan itu dapat tensile (dengan tegangan)
menentukan tipe injury dan luas patah tergantung pada kerasnya trauma
- Trauma ringan pun dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri
sudah rapuh.
Patah tulang dapat disebabkan tidak cukupnya mineral pada tulang dan
ini mengacu pada tulang yang patologik, dapat terjadi karena terapi
jangka panjang dengan steroid, osteoposus tulang dan tidak ada aktifitas
yang lama.
b. Open fraktur adalah terkoyaknya kulit dan jaringan lunak lapisan dalam,
a. Green stick
Patah tulang di satu sisi tulangnya pecah dan sisi lainnya bengkak.
b. Transverse
Patah tulang yang arahnya langsung melintasi secara luas atau membesar.
c. Patah tulang yang arahnya membentuk sudut melintasi tulang secara luas
atau membesar.
d. Spiral
e. Canmunited
Patah tulang di mana tulang pecah menjadi beberapa bagian atau pecahan.
f. Deppessed
g. Compression
h. Avulsion
Patah tulang di mana pecahan tulang ditarik oleh jaringan ikat/ligament atau
tarikan tendor.
i. Impacted
Di mana pecahan tulang mendesak masuk keperluan-pecahan tulang lainnya.
4). Patofisiologi
b. Nyeri akibat kerusakan jaringan dan perubahan struktur, spasme yang dapat
mana sarag itu dapat atau terjepit atau terputus oleh gangguan tulang.
e. Pergerakan abnormal
hebat
dengan cara :
1. Pembidaian physiologic
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga dan mencegah
pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.
3. Fiksasi internal
Pada metode ini kedua tulang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan
membentuk fibrin meskwork (gumpalan fibrin) berdinding sel darah putih pada
5. Remodeling
7) Penatalaksanaan fraktur
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
Usaha untuk tindakan manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat
d.) Traksi
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan
e.) Gips
Metode ini disebut fiksasi internal dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi
tersbut, maka fraktur akan diresposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi
Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi setahap akan
a.) Mal union, yaitu suatu keadaan fraktur ternyata sembuh dalam posisi yang
b.) Delayed union, yaitu proses penyembuhan yang terus berlangsung tetapi
c.) Non union, yaitu suatu keadaan di mana tidak terjadi penyembuhan fraktur
dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui
keperawatan. Dalam pengkajian data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang
sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
data tersebut berasal dari klien, keluarga, perawat dan tim kesehatan yang
dan alamat.
menyertai.
a.) Inspeksi :
- Adanya deformitas
infeksi.
6.) Radiologi xray akan menunjukkan adanya fraktur.
b. Analisa data
diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil
c. Diagnosa
Kesimpulan yang dibuat oleh perawat berdasarkan data yang telah terkumpul
kebutuhan dan masalah yang dihadapi klien. Masalah yang dapat timbul
dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka dapat tersusun
ditandai dengan :
Tujuan :
Nyeri berkurang dengan kriteria :
Tindakan keperawatan :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Tujuan
Tindakan keperawatan
Rasional :
Rasional :
Rasional :
bawah.
4. Jelaskan pentingnya mobilisasi
Rasional :
keluarga.
Tujuan
Tindakan keperawatan
Rasional :
Rasional :
terpenuhi.
Rasional :
- Leukosit 20.000,103/mm3.
Tujuan
- Luka kering
Tindakan keperawatan
Rasional :
selanjutnya.
Rasional :
Rasional :
Rasional :
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka
kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada klien dengan gangguan sistem
TINJAUAN KASUS
A. Biodata
1. Identitas klien
Nama : TN. M
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Penghasilan : -
2. Identitas Penanggung
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Terasa nyeri pada tungkai kanan bawah.
2. Riwayat keluhan utama : keluhan ini dirasakan sejak tanggal 27 Juli 2002 yang
lalu, akibat tertabrak mobil saat mengendarai motor dari arah depan sehingga
klien mengalami patah tulang, saat itu juga klien pingsan dan oleh keluarganya di
bawah ke puskesmas Mallawa selama 2 jam dan setelah sadar klien dibawah ke
3. Sifat keluhan : rasa nyeri hilang timbul, frekwensi nyeri biasanya 15 menit
sampai 20 menit.
4. Lokasi : pada tungkai kanan bawah
6. faktor pencetus yang menimbulkan nyeri yaitu : apabila klien miring kekiri
7. keluhan bertambah bila banyak bergerak dan keluhan berkurang bila istirahat.
G. I
G. II
Keterangan :
1. = laki-laki / perempuan
3. = klien
4. = serumah klien
E. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan = sakit sedang
Berat badan = 60 kg
3. Tanda-tanda vital
- Nadi = 80 x/mnt
- Pernafasan = 20 x/mnt
4. Keadaan kulit
a. Inspeksi
Kondisi kulit
b. Palpasi
- Tidak teraba ada pengerasan kulit
7. Mata
- Pupil : isokor
okuler (TIO)
8. Hidung
Inspeksi : - Tidak tampak adanya polip
9. Telinga
d. Mulut / bibir :
11. Leher
12. Ketiak
iramanya teratur
14. Jantung
Perkusi : Batas jantung : terdengar pekak pada ics III, IV, V bagian kiri
Palpasi : - BJ di ics 4 parasternalis kiri
- BJ II di is 2 parasternalis kiri
15. Abdomen
bawah kanan
- Kpr - / +
- Apr - / +
Reflex pathologis :
- Babinsky : + / -
- Frekwensi = 3 x sehari
2. Cairan
3. Eliminasi
- Konsistensi = lembek
6. Personal hygiene
Kebiasaan Perubahan selama sakit
- Mandi = 2 x / hari - Klien mengatakan selama
- Sikat gigi = 2 x / hari di rumah sakit belum
- Kebersihan rambut = 3 x seminggu pernah mandi
9. Kegiatan keagamaan
1. Perawatan
a. Bedrest
A. Data Subjektif
B. Data Objektif
- N = 80 x / menit
- P = 20 x / menit
- S = 36,60c
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS = Nyeri
Fraktur
- Klien mengatakan nyeri pada
tungkai kanan bawah
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang
DO =
- Tampak luka fraktur pada tungkai Merangsang pengeluaran zat
kanan bawah btadikinin dan histamin
- Ekspresi wajah tampak meringis
apabila timbul nyeri
- Tampak terpasang gips spaik pada Rangsangan diterima oleh
tungkai kanan bawah nasiseptor
2 DS =
- Klien mengatakan kaki kanan Cortex cerebri
tidak bisa diangkat Gangguan
Nyeri dipersepsikan mobilitas fisik
DO =
- Tampak kaki kanan tidak bisa
Fraktur
diangkat
- Ekspresi wajah meringis
Kerusakan rangka
- Tampak terpasang gips spaik pada
neuromuskuler
tungkai kanan bawah
- Tampak kaki kanan gerakannya
Penurunan kekuatan
terbatas
otot/kontrol otot
3 DS =
- Klien mengatakan untuk Ketidak mampuan untuk Gangguan
memenuhi kebutuhan sehari-hari bergerak sesuai tujuan dalam pemenuhan ADL
dibantu oleh keluarga lingkungan fisik
- Klien mengatakan selama
Mobilisasi
4 DS =
DO = Resiko perluasan
- Tampak adanya luka pada tungkai Fraktur infeksi
kanan bawah
- Tampak oedema pada tungkai
kanan bawah Adanya luka
- Terpasang gips spaik pada tungkai
kanan bawah Media tumbuhnya
- Leucosit 20.000.103/mm3 mikroorganisme
Terjadinya oedema
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang ditandai
dengan :
kelurga
DS : -
N= 80 x/menit teratasi
07.30 gr 1 tablet
08.30 kanannya
08.35 kekanan.
No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
3. 23/8/2002 3 10.00 1. Mengkaji kesukaran-kesukaran Tanggal 24-8-2002
08.05 kanan
No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
2. mempertahankan tehnik aseptik
A = resiko perluasan infeksi
08.10 steril 4.
RANCANGAN PENYULUHAN
Fraktur
Diposting 11th May 2013 oleh Irsal Cimura
Tambahkan komentar
6.
Nov
18
Askep spondilitis
Askep Spondilitis
Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif
oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari
focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang
penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan
deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit
neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling
jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga
jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000). Tuberkulosis tulang belakang atau
dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang
bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis
yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya
berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Potts
disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra
lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-
2.(1,2,3,4) Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa
nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah
timbul abses ataupun kifosis.
Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari
tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur
lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)
Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat
badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit
pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
(Rasjad. 1998) Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas,
klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum
ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada
vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal,
dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla
spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda
yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.
(Harsono,2003). Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses
retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga
gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium
awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003)
Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga
terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus
urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi
tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari
jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi
ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh
karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan
oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra
akan menimbulkan kiposis.
Pathways
Komplikasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts
paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh
pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila
muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi
atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel
B. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto toraks / X ray
b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c) Foto polos vertebra
d) Pemeriksaan mielografi
e) CT scan atau CT dengan mielografi
f) MRI
Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest). Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi
gerak vertebra, memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah:
- Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500
mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten)
selama 4 bulan (54 kali)
- Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap
yaitu :
Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid
1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi
hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat
diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik,
laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang
belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa
hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses). Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif
oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses
yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa,
yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai
tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa
fusi posterior atau melalui operasi radikal.
Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang
belakang yang disebut total treatment (1989).
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai
infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC
tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa
deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita
dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.
Dampak Masalah
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami
suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan
dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan
perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi
kesehatan antara lain :
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien
akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2. Pola aktifitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung
menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
3. Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang
lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi
aktivitas rutin dalam keluarga itu.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan
asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan
yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri
arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari
tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa
keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada
klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan
dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal
dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan
menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat
badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di
dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu
hidajat, 1997 : 20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab
timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan
kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan
perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga
emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak
semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah
persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat
tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan
kesehatan klien.
b. Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan
(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang
area posterior.
- Terdapat penyempitan diskus.
- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
- Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
- Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data
subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal
dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil
pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan
masalah yang di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien
yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. (
Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body image.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah. ( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
d. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien. ( Tim
Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a. Diagnosa Keperawatan I
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri.
1. Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2. Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3. Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang
tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun
posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta
ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e) monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa
tak nyaman pada lambung atau diare.
4. Rasional
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinal.
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat
menimbulkan efek samping.
b. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.
1) Tujuan
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
2) Kriteria hasil
a. klien melaporkan penurunan nyeri
b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan.
3) Rencana tindakan
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah
yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa
nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
4) Rasional.
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap
nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga
otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau
dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
c. Diagnosa Keperawatan III
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping
yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus
mendengarkan dengan penuh perhatian.
b. Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta
berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
4) Rasional
a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan
ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan
tidak merasa rendah diri.
d. Diagnosa Keperawatan IV
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan di rumah.
1) Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2) Kriteria hasil
a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan
gejala kemajuan penyakit.
3) Rencana tindakan
a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
e. Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Tambahkan komentar
7.
Nov
18
Askep Traksi
ASUHAN KEPERAWATAN
DI SUSUN OLEH :
NAMA : FRANKY RUMNGEVUR
NIM : 010 01 123
PRODI : S1 KEPERAWATAN
S1 KEPERAWATAN
MAKASSAR 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
RidhoNya kepada kami sehinggah kami dapat menyelesaikan tugas SISTEM
MOSKULOSKLETAL dengan judul asuhan keperawatan pada pasien dengan traksi
yang di berikan oleh dosen yang bertanggung jawab terhadap mata kuliah ini sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan.
Kami menyadari bahwa isi dalam tugas ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh
karena itu,segala saran baik masukan maupun kritikan sangat kami harapkan.
apabila saran, masukan dan kritikan tersebut sifatnya dapat membangun dan
sekaligus dapat melengkapi segalah kekurangan yang ada pada tugas ini.
Dalam penyusunan tugas ini kami mendapat kendala dalam hal pencarian data-data
yang berhubungan dengan judul materi ini, namun masalah tersebut dapat di atasi
dengan baik, dengan adanya buku-buku dan media-media yang memuat judul tugas
ini sehingga kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada buku-buku dan
media-media yang memuat judul tugas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .
B. Tujuan .
C. Rumusan masalah .
D. Metode penulisan .
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi traksi
B. Tujuan pemasangan traksi
C. Jenis jenis traksi
D. Prinsip prinsip traksi efektif
E. Komplikasi dan pencegahan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
B. Diagnose Keperawatan
C. Intervensi
D. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tulang, femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga reposisi tidak
dapat di lakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian tubuh.
Traksi di gunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi,
menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk
menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi di
perlukan untuk reposisi dan imobilisasi patah tulang panjang. Traksi di gunakan
untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan, mengurangi
nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Penanganan nyeri dan
pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi.
D. Metode penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan literature, dan browsing
dengan berbagai sumber buku dan website yang menjelaskan mengenai traksi yang
ada.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagia tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi
fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua
permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposisi dan
imobilisasi pada tulang panjang.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
Yang perlu di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :
Dampak psikologik dan fisilogik masalah moskuloskeletal dengan
terpasang traksi.
Adanya tanda tanda disorientasi, kebigungan, dan masalah perilaku
klien akibat terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup
lama.
Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa traksi.
Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan pengisian kapiler.
Integritas kulit.
System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat tekanan, dekubitus.
System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru, stasis pneumonia.
System gastrointestinal perlu di kaji adanya konstipasi, kehilangan nafsu
makan (anoreksia).
System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih, dan ISK.
System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan dan gangguan pada
kardiovaskuler.
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda homa
positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan
adanya thrombosis vena dalam.
Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi, meliputi :
1. Status neurology.
2. Kulit (dekubitus, kerusakan jaringan kulit).
3. Fungsi respirasi (frekuensi, regular/ irregular).
4. Fungsi gastroinstetinal (konstipasi, dullness).
5. Fungsi perkemihan (retensi urin, ISK).
6. Fungsi kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi, akral
dingin).
7. Status nutrisi (anoreksia).
8. Nyeri.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan
dengan traksi.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer
tidak efektif, pembedahan.
C. Intervensi keperawatan
1. Dx. Keperawatan : kurang pengetahuan mengenai program terapi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan pengetahuan klien mengenai program terapi bertambah.
kriteria hasil : klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukan
pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi,
berpartisipasi dalam rencana perawatan.
Intervensi :
1. Diskusikan masalah patologik. R/ membantu perencanaan dasar.
2. Jelaskan alasan pemberian terapi traksi. R/ Agar klien mengetahui
tujuan pemasanngan traksi.
3. Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin. R/ membuat
pasien lebih koperatif.
4. Dorong partisipasi aktif klien dalam perawatan. R/ membantu
dalam proses kemandirian pasien.
2. Dx. Keperawatan : Ansientas berhubungan dengan status kesehatan dan
alat traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukan penurunan ansietas.
Kriteria hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan
perasaan dengan aktif.
Intervensi :
1. Jelaskan prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/
membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
2. Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan
mengapa perlu dilakukan. R/ membantu klien untuk mengerti
mengenai regimen terapi.
3. Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/
memantau keadaan klien setelah dilakukan pemasangan traksi.
4. Doronng klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan
aktif. R/ membantu mengkaji tingkat ansietas klien.
5. Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/
support dan dukungan akan mengurangi ansietas yang dialami
klien.
6. Berikan aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama
program terapi.
3. Dx. Keperawatan : nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menyebutkan peningkatan kenyamanan.
Kriteria hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat tenang.
Intervensi :
1. Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur
yang padat. R/ membantu posisi klien lebih nyaman.
2. Gunakan bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.
3. Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas batas traksi. R/
membantu dalam sirkulasi ke area traksi.
4. Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/
membantu mencegah terjadi nya dekubitus.
5. Observasi setiap keluhan klien. R/ membantu dalam
mengidentifikasikan terjadinya gangguan komplikasi dan rencana
perawatan selanjutnya.
4. Dx. Keperawatan : kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting)
berhubungan dengan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien
mampu melakukan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat makan,
mandi, berpakaian, dan toileting.
Intervensi :
1. Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari hari, seperti makan,
mandi, dan berpakaian. R/ membantu klien dalam ADL.
2. Dekatkan alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk
memenuhi perawatan dirinya secara mandiri.
3. Tingkatkan rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.
5. Dx. Keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses
penyakit dan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukkan mobilitas yang meningkat.
Kriteria hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan. Menggunakan
alat bantu yang aman.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak
diimobilisasi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
2. Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua sendi. R/
mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
3. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu dalam
menentukkan program terapi selanjutnya.
4. Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/ menghindari
komplikasi akibat ketidaksejajaran.
6. Dx. Keperawatan : resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi integritas kulit.
Kriteria hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Intervensi :
1. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/ membantu
dalam pemberian intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2. Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit
(misalnya pelindung siku). R/ mencegah terjadinya luka tekan dan
sangat membantu perubahan posisi.
3. Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/ mencegah
kerusakan kulit.
4. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi
dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai
penangananya. R/ membantu dalam intervensi dan
penatalaksanaan lebih lanjut.
D. Evaluasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai tujuan dan kriteria
hasil.
1. Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman
terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam
rencana perawatan.
2. Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan
dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
3. Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
4. Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian
dan toileting.
5. Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan,
menggunakan alat bantu yang aman.
6. Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau
tidak terjadi luka tekan lebih luas.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama traksi : traksi skeletal
dan traksi kulit, dimaa didalam nya terdapat sejumlah penanganan. Prinsip traksi adalah
menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagia tubuh, tungkai, pelvis atau tulang
belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang
disebut dengan counter traksi.
B. Saran
Diharapkan setelah mempelajari konsep dasar dan asuhan keperawatan traksi,
mahasiswa/mahasiswi keperawatan dapat mengaplikasikan kedalam tindakan secara
baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih, Nurna. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
System Moskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Tambahkan komentar
8.
Nov
17
OLEH :
KELOMPOK 2
IRSALUDDIN
SUGIARTI
AISYAH
LUSIA R.KORBAFO
S1 KEPERAWATAN
STIKES AMANAH MAKASSAR
2011/2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya sebagai organ
penghidu. Jika hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh pada
beberapa sistem tubuh, seperti pernapasan dan penciuman.
Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah
massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong,
tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun,
harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu
diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit
atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para
ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui
dengan pasti. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi
(13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan
pada usia dewasa dan lebih sering pada laki laki, dimana rasio antara laki
laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok
ras. Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa
(Hosemann, 1994) dan 4,3% di Finlandia (Hedman, 1999). Jarang ditemukan
pada anak- anak. biasanya polip hidung ditemukan pada umur 20 tahun.
1.3. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang
terdapat dalam rongga hidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid, multiple,
dan bilateral. Biasanya pada orang dewasa. Pada anak mungkin merupakan
gejala kistik fibrosis.
Polip konka adalah polip hidung yang berasal dari sinus maksila yang
keluar melalui rongga hibung dan membesar di konka dan nasofaring. ( Mansoer
,1999)
Ada suatu tumbuhan di rongga hidung yang disebut polip hidung. Polip
ialah suatu sumbatan, tetapi sifatnya lain dari tumor. (Iskandar, 1993)
Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa.(Endang, 2003)
Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-
abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat
bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral. (Anonim, 2010)
2.2. Etiologi
Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-
anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus
disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasal ialah adanya rinitis alergi
atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori
ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih
belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya
bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh
banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila,
maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang
menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka
biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena
bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh
banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan
apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh
kembali. Oleh karena itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali
seseorang dioperasi untuk menegluarkan polipnya berulang-ulang.
b) Sinusitis kronik.
c) Iritasi.
2.3. Patofisiologi
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian
atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan
sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada
fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip
dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari
celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada
sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan
anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan
keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala
utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat
terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi
sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah
bersin dan iritasi di hidung.
Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 : polip yang massif
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam
sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi
computer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan
di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi,
polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada
kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada
komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah
endoskopi.
2.5.1. Naso-endoskopi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam
sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat
memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan
informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di
daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan
pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang
gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis
dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya
untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang
rekuren diperlukan juga potongan aksial
2.6 Penatalaksanaan
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan
ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan
analgesic local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk
polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila
tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus
Endoskopi Fungsional).
a) Cara konservatif
b) Cara operatif
c) Kombinasi keduanya.
2.7. Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar
atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi
sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi serius nafas dimana
akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah,
akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang.
2.8. Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi
medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan
tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala.
Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya
mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip
yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa
maupun pembedahan.
BAB 3
DATA FOKUS
A. Identitas
Nama Pasien : Tn. T
Umur : 46 tahun
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl.Gatot Kaca Blok B. No.3
Penanggungjawab : Tn. K
Umur : 32 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Strata satu (S1)
Pekerjaan : PNS
Alamat : Sumobito, Jombang
Hub. Dg klien : Anak
B. Riwayat Keperawatan
3. Penyakit kesehatan masa lalu : Klien pernah menderita penyakit DBD pada
usia 15 tahun dan sempat di rawat di rumah sakit selama 1 minggu. Klien
juga menderita penyakit magh atau gastritis saat usia 18 tahun tapi hanya
di rawat dirumah. Klien tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan obat-
obatan telarang tapi hanya mengkonsumsi rokok.
C. Genogram
Genogram 3 generasi
48
46
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal dunia
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Orang tua klien
: Klien
46, 48 : Umur
Generasi I = kakek dan nenek klien sudah meninggal karna faktor usia
Generasi II = ayah dan ibu klien sudah meninggal karena faktor usia, paman
dan bibi klien sudah meninggal dan tidak diketahui faktor
penyebabnya.
Generasi III = klien anak ke-4 dari 4 bersaudara, 2 kakak klien sudah meninggal.
1. Nutrisi
sebelum sakit: klien mengatakan sarapan pagi dengan roti. Saat makan
siang klien makan nasi, sayur nasi, lauk dan kadang-kadang hanya ikan
dan nasi.
Saat sakit : sarapan pagi klien makan roti yang di sediakan di rumah sakit.
Saat makan siang klien makan makanan yang bubur, sayur, lauk dan
ikan.
b. Frekuensi
Sebelum sakit : klien sarapan pagi dan makan 2x sehari dengan porsi
yang banyak siang dan malam.
Saat sakit : klien mengatakan sarapan pagi dan klien mengatakan makan
2x sehari dengan frekuensi sedang siang dan malam
c. nafsu makan
sebelum sakit : klien mengatakan minum 8-10 gelas sehari dengan jenis
teh atau kopi dan air putih
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi :
Warna :
Sebelum sakit: kuning kecolatan, tergantung makanan yang di konsumsi
Konsistensi :
b. BAK
Frekuensi :
Warna :
3. Istirahat
a. tidur malam
saat sakit : klien sering terjaga saat tidur dan kesulitan tidur karena nyeri
6 jam
b. tidur siang
sebelum sakit : klien jarang tidur siang
4. Personal hygiene
a. Mandi
b. sikat gigi
c. cuci rambut
d. ganti pakaian
f. potong kuku
Keadaan Umum
Tanda-tanda Vital
TD = 140/90 mmHg
N = 88 /i
P = 30 /i
S = 36,2 oC
TB = 160 cm BB = 40 kg
a. Kepala
palpasi: tidak ada pembengkakan kepala dan tidak ada nyeri tekan
kepala
b. Muka
palpasi: ada nyeri tekan pada bawah telinga kiri, tidak ada massa atau
benjolan area muka
c. Kulit
inspeksi: Turgor kulit baik, kondisi kulit bersih, tdk ada lesi atau luka
d. Mata
e. Hidung
f. Mulut
inspeksi: tidak memakai gigi palsu, gigi klien yang ompong 2 buah pada
geraham kanan atas dan kiri bawah, karies pada gigi geraham kanan
bawah, ada peradangan pada gusi dan tercium bau mulut
g. Telinga
inspeksi: tidak memakaia alat bantu, terlihat kotor, adanya cairan pad
telinga dalam, bengkak pada bawah telinga kiri
h. Leher
inspeksi: tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada penyakit kulit di belakang
leher
i. Dada
j. Abdomen
palpasi: tidak nyeri tekan pada daerah hepar dan lien, tidak terdapat perut
kembung
k. Genetalia
l. Ekstremitas
Atas : inspeksi : tidak ada kelainan
j. Riwayat Psikososial
c. Pola Koping
d. Pola Interaksi
1. Riwayat Spiritual
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: nafsu makan Polip Gangguan
berkurang persepsi
DO: berat badan turun, Penurunan indera penciuman sensori:
porsi makan tidak habis penciuman
Iskemik
Kerusakan
jaringan
Tempat
masuk
kuman
Gelisah
7 DS: klien mengeluh Adanya mukosa/ pelebaran Nyeri kronis
nyeri kadang kadang batang hidung
saat bernafas
DO: skala nyeri
4,adanya peradangan Nyeri pada hidung
mukosa hidung
Infeksi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidung
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 15 menit setelah
dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Observasi: Rasional:
Mandiri :
Kolaborasi:
Membantu melapangkan
ekspansi paru
Ajarkan terapi napas dalam pada
pasien
1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Observasi:
Kolaborasi:
Mengetahui kandungan
biokimiawi darah pasien
Kolaborasi dengan tim
analis medis untuk
mengukur kandungan
albumin, Hb, dan kadar
glukosa darah.
Kolaborasi dengan ahli
Memberikan asupan nutrisi
gizi untuk memberikan
yang sesuai dengan
diet seimbang TKTP
kebutuhan pasien
pada pasien
Diskusikan dengan
Memberi rangsangan pada
dokter mengeni
pasien untuk menimbulkan
kebutuhan stimulasi
kembali nafsu makannya
nafsu makan atau
makanan pelengkap
Edukasi:
INTERVENSI RASIONAL
Observasi: Rasional
Rasional
Mandiri :
Reaksi demam indicator adanya
infeksi lanjut
Awasi suhu sesuai indikasi
Suhu ruangn atau jumlah
Pantau suhu lingkungan
selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu
mendekati normal
Health Education :
Kriteria Hasil:
INTERVENSI RASIONAL
Observasi:
Edukasi:
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Observasi:
Mandiri:
Mengetahui penyebab
Ajak pasien untuk berdiskusi kecemasan pasien
masalah penyakitnya dan
memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan pilihan
Meningkatkan motivasi diri
Berikan posisi yang nyaman
pasien
pada pasien
Relaksasi membantu
menurunkan kecemasan pada
pasien
Kriteria hasil :
Mandiri:
Kolaborasi:
PENUTUPAN
A. Simpulan
Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-
abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat
bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.Polip hidung
biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
3. Resiko infeksi b.d penurunan fungsi indra penciuman
1. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat
sumbatan polip
2. Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
3. Nyeri kronis b.d infeksi pada mukosa hidung (sinusitis kronis dan
rinitis alergi)
B. Saran
Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
fakultas kedokteran universitas Indonesia
Tambahkan komentar
2.
Nov
16
Askep amputasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada beberapa kasus, gips plester kaku diberikan pada puntung diruang operasi.
Prostetik tungkai sementara dengan telapak prostetik kemudian disambungkan ke gips
plester dan pasien diizinkan ambulasi dengan beban berat badaan minimal dalam beberapa
hari. Teurapik fisik biasanya mulai mengajarkan tehnik-tehnik pemindahan dan latihan
kekuatan otot setelah aalat drainase luka diangkat. Ambulasi berlanjut saat pasien belajar
begaimana untuk menyeimbangkan bataang parallel pada ruang terapi fisik.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penyebab dan
keadaan secara objektif dan sistematis terdiri dari latar belakang, tujuan dan metode
penulisa yang diberkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
Dimana makalah ini juga terdapat adaanya anggapan-anggapan dasar tentang amputasi
dan pembahasannya juga diuraikan didalamnya tujuannya untuk dapat memahami tentang
amputasi dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien amputasi,
Tehnik penulisan dalam makalah ini juga diterapkan bagi penulisan untuk membuat
dan mengembangkan makalah ini secara cermat dan teliti. Sehingga mehasiswa (i) mudah
memahami dan mempelajari tentang amputasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)
B. ETIOLIGI
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien dengan
artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diseae dan kelainan
kengenital
C. PATOFISIOLOGI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode
:
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di
amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena
trauma amputasi.
D. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas Atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau tangan kiri,hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktifitas yang lainnya yangmelibatkan tangan.
2. Ekstremitas Bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi :
1. Rigid dressing
rigid dressing : yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-
tempat tulang yang menonjol.
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang
rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan
penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung
stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 14 post operasi. Pada
amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah
stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
4. Sistem Kardiovaskuler
c. Orthostatik Hipotensi
5. Sistem Muskuloskeletal
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
b. Konstipasi
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATA AMPUTASI
I. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur
/ penyakit menular.
2. Integritas ego
3. Seksualitas
4. Interaksi social
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
b. Intervensi :
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan
alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 3 kali sehari mulai pada
hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang
tepat.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4) Monitor LED
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Amputasi adalah pengangkatan memalui bedah atau traumatic pada tungkai dan
lengan. Pada umumnya trauma amputasi, bisa disebabkan tumor, infeksi, gangguan
metabolisme seperti disease dan kelainan congenital. Dilakukan sebagian kecil sampai
dengan sebagian dari tubuh.
B. SARAN
Diharapkan klien mengeri dan memahami terhadap kesehatan citra tubuh yang
dialaminya. Tahu tentang pengobatan dan pemulihan
2. Bagi perawat
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC
Katzung, betran G, 1998 farmakologi dasar dan klinik edisi IV, Jakarta : EGC
Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.
Tambahkan komentar
3.
Nov
16
Askep amputasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada beberapa kasus, gips plester kaku diberikan pada puntung diruang operasi.
Prostetik tungkai sementara dengan telapak prostetik kemudian disambungkan ke gips
plester dan pasien diizinkan ambulasi dengan beban berat badaan minimal dalam beberapa
hari. Teurapik fisik biasanya mulai mengajarkan tehnik-tehnik pemindahan dan latihan
kekuatan otot setelah aalat drainase luka diangkat. Ambulasi berlanjut saat pasien belajar
begaimana untuk menyeimbangkan bataang parallel pada ruang terapi fisik.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penyebab dan
keadaan secara objektif dan sistematis terdiri dari latar belakang, tujuan dan metode
penulisa yang diberkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
Dimana makalah ini juga terdapat adaanya anggapan-anggapan dasar tentang amputasi
dan pembahasannya juga diuraikan didalamnya tujuannya untuk dapat memahami tentang
amputasi dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien amputasi,
Tehnik penulisan dalam makalah ini juga diterapkan bagi penulisan untuk membuat
dan mengembangkan makalah ini secara cermat dan teliti. Sehingga mehasiswa (i) mudah
memahami dan mempelajari tentang amputasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)
B. ETIOLIGI
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien dengan
artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diseae dan kelainan
kengenital
C. PATOFISIOLOGI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode
:
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di
amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena
trauma amputasi.
D. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas Atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau tangan kiri,hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktifitas yang lainnya yangmelibatkan tangan.
2. Ekstremitas Bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi :
1. Rigid dressing
rigid dressing : yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-
tempat tulang yang menonjol.
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang
rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan
penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung
stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 14 post operasi. Pada
amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah
stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
4. Sistem Kardiovaskuler
c. Orthostatik Hipotensi
5. Sistem Muskuloskeletal
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
b. Konstipasi
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATA AMPUTASI
I. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur
/ penyakit menular.
2. Integritas ego
3. Seksualitas
4. Interaksi social
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
b. Intervensi :
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan
alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 3 kali sehari mulai pada
hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang
tepat.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Jangka Pendek :
b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4) Monitor LED
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Amputasi adalah pengangkatan memalui bedah atau traumatic pada tungkai dan
lengan. Pada umumnya trauma amputasi, bisa disebabkan tumor, infeksi, gangguan
metabolisme seperti disease dan kelainan congenital. Dilakukan sebagian kecil sampai
dengan sebagian dari tubuh.
B. SARAN
Diharapkan klien mengeri dan memahami terhadap kesehatan citra tubuh yang
dialaminya. Tahu tentang pengobatan dan pemulihan
2. Bagi perawat
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC
Katzung, betran G, 1998 farmakologi dasar dan klinik edisi IV, Jakarta : EGC
Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.
Tambahkan komentar
Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.