Anda di halaman 1dari 219

Nov

14

Askep Tumor Tulang (Muskuloskeletal)


MAKALAH
ASKEP TUMOR TULANG

Oleh :
Nama : Dewi Asmini
Nim : 01001016
Prodi : S1 Keperawatan

STIKES AMANAH MAKASSAR


2012/2013
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.karna atas limpahan berkah dan hidayahnya saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Askep Tumor Tulang

Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal
pembuatan,penyusunan,ataupun materi yang disajikan belum lengkap.untuk itu saya harapkan
kritik dan saran yang dapat mendorong saya untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Sekian dan terima kasih.

Makassar,10 November 2012

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I KONSEP MEDIS
A. Pengertian Tumor Tulang
B. Etiologi Tumor Tulang
C. Patofisiologi Tumor Tulang
D. Manifestasi Klinis Tumor Tulang
E. Jenis jenis tumor
F. Pengobatan Tumor Tulang
BAB II KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan (Intervensi) dan Rasional
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Pengertian Tumor Tulang


Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak
normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulangutama,
seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.

B. Etiologi Tumor Tulang


a) Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
b) Keturunan, Contoh faktor genetika yang dapat meningkatkan resiko kanker tulang adalah:
1. Multiple exostoses
2. Rothmund-Thomson sindrom
3. Retinoblastoma genetik
4. Li-Fraumeni sindrom
c) Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).

C. Patofisiologi Tumor Tulang


Gambaran patologik yang penting untuk meramalkan perjalanan klinis dan menentukan cara
penanggulangannya ialah banyaknya mitosis dan banyaknya nekrosis. Tumor ganas ini dibagi
dalam tiga derajat maliknitas. Bila klien mendapat terapi optimal, prognosis pertahanan hidup
setiap lima tahunnya, berdasarkan derajat keganasan tumor dari derajat I III adalah 90%, 70%,
dan 45%. Banyaknya mitosis dari derajat I III berturut-turut adalah < 4/2 mml2, 4-25/2
mm2 (2mm2 artinya banyaknya mitosis pada lapangan mikroskopik 2mm2).

Tumor tulang ganas di golongkan berdasarkan TMM (Tumor, Nodus, Metastasis), yaitu
penyebaran setempat dan metastatis. Klasifikasi tumor tulang menurut Sjamsuhidajat R (1997)
sebagai berikut:
a. T = Tumor Induk
b. TX = Tumor tidak dapat dicapai
c. T0 = Tidak ditemukan tumor primer
d. T1 = Tumor terbatas didalam periosteum
e. T2 = Tumor menembus periosteum
f. T3 = Tumor masuk organ atau struktur seputar tulang
g. N = Kelenjar limfe regional
h. N0 = Tidak ditemukan tumor di kelejar limfe
i. N1 = Tumor di kelenjar limfe regional
j. M = Metastatis jauh
k. M0 = Tidak di temukan metastasis jauh
l. M1 = Metastasis jauh

D. Manifestasi Klinis Tumor Tulang


Beberapa manifestasi klinis yang muncul pada tumor tulang bisa bervariasi tergantung
pada jenis tumor tulangnya, namun yang paling umum adalah nyeri. Tumor tulang lebih umum
terjadi pada tulang yang bentuknya panjang (lengan dan kaki), sehingga tempat-tempat tersebut
merupakan tempat yang paling sering merasakan nyeri.
Tidak semua tumor tulang bersifat ganas, melainkan ada juga yang jinak. Nyeri tulang
umumnya menunjukkan bahwa tumor tersebut adalah jinak. Beberapa manifestasi klinis
tumor tulang, antara lain:
a) Persendian yang bengkak dan inflamasi.
b) Patah tulang yang disebabkan karena tulang yang rapuh

Manifestasi klinis yang tidak spesifik seperti demam, menurunnya berat badan, kelelahan
yang hebat, dan anemia juga bisa menjadi gejala tumor tulang, tapi bisa juga merupakan
indikator penyakit lain.

E. Jenis jenis tumor


a) Multipel myeloma
Tumor ganas tulang yang paling sering ditemukan adalah multiple myeloma, akibat proliferasi
ganas dari sel-sel plasma. Myeloma multiple merupakan keganasan sel plasma yang ditandai
dengan pengantian sumsum tulang, destruksi tulang dan pembentukan paraprotein.
Gejala yang paling sering timbul adalah nyeri tulang, dan lokasi nyeri seringkali pada tulang
iga dan tulang belakang. Tanda lain adalah teraba lesi tulang, terutama pada tulang tengkorak, dan
klavikula. Lesi-lesi pada tulang punggung dapat menyebabkan vertebra kolaps dan kadang-kadang
menjepit saraf spinal.
Pengobatannya memerlukan berbagai usaha sebab myeloma multiple menyerang banyak
organ. Tujuan terapi myeloma sering kali paliatif, jika penyakit yang di temukan di temukan dalam
keadaan minimal atau jika diagnosis keganasan meragukan, pasien harus di observasi tanpa
dilakukan terapi sebelumnya.
b) Tumor Raksasa
Tumor ini biasanya berasal dari sarumg tendo. Sifat khas dari tumor sel raksasa adalah adanya
stroma vascular dan seluler yang terdiri atas sel-sel berbentuk oval yang mengandung sejumlah
nucleus, kecil dan berwarna gelap. Sel raksasa ini merupakan sel besar dengan sitoplasma yang
berwarna merah muda. Sel ini mengandung sejumlah nucleus yang vesikuler dan menyerupai sel-
sel stroma.
Tumor sel raksasa sering terjadi pada orang dewasa muda dan lebih banyak pada wanita.
Tumor ini sering menyerang pada ujung-ujung tulang panjang, terutama lutut dan ujung bawah
radius.
Gejala yang paling sering terjadi adalah nyeri, disamping gejala keterbatasan gerak sendi dan
kelemahan. Tumor ini (sekitar 60% atau lebih) cenderung kambuh secara local dan biasanya tumor
yang kambuh karena tidak bersihnya eksisi akan bersih bersifat lebih ganas. Untuk memastikan
jenis tumor dilakukan biopsi, kemudian perlu dilakukan eksisis local yang cukup luas, termasuk
pengangkatan jaringan normal dari tepi tumor. Dengan melakukan biopsy maka diagnosis dapat
ditegakkan dan operasi lokal yang disertai tindakan rekonstruksi segera dapat dilakukan.
c) Osteoma
Merupakan lesi tulang yang bersifat jinak yang ditandai oleh pertumbuhan tulang yang
abnormal. Osteoma klasik berwujud sebagai benjolan yang tumbuh dengan lambat dan tidak nyeri.
Jika lesi menimbulkan gejala, maka perawatan yang dipilih adalah eksisi osteoma dengan
pembedahan. Operasi pembuangan bagian tulang yang membesar ini juga dilakukan utuk
keperluan diagnostic pada lesi-lesi yang besar. Eksisi biasanya memberikan penyembuhan pada
tulang. Pada pemeriksaan radiografi, osteoma perifer tambak sebagai lesi radio opak yang meluas
dari permukaan tulang. Osteomas sentral tampak sebagai suatu massa sklerotik berbatas jelas
dalam tulang.
d) Kondroblastoma
Adalah tumor jinak yang jarang ditemukan, dan biasanya menyerang anak laki-laki yang
berusia remaja. Tumor ini secara unik ditemukan di Epifisis. Tempat yang paking sering terserang
adalah humerus. Gejala yang muncul seringkali berupa nyeri sendi yang timbul dari jaringan
tulang rawan. Perawatannya dilakukan dengan eksisi pembedahan. Jika mengalami kekambuhan,
maka tumor ini akan di tangani dengan eksisi, bedah beku atau radioterapi.
e) Enkondroma
Enkondroma atau kondroma sentral adalah tumor jinak dari sel-sel tulang rawan dispalstik
yang timbulnya pada metafisis tulang tubular terutama pada tangan dan kaki, seperti falang,
metacarpus, dan metatarsus. Pada pemeriksaan radiografi didapati titik-titik perkapuran yang
berbatas tegas, membesar,dan menipis. Tanda itu merupakan cirri khas dari tumor enkondroma.
Tumor berkembang selama massa pertumbuhan pada anak-anak atau remaja. Keadaan tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur patologis.
Enkondroma tidak menimbulkan gejala nyeri sampai terjadi pembengkakan, atau fraktur patologis
pada tulang yang korteksnya menjadi tipis karena absorbs enkondroma. Untuk jenis gangguan ini
biasanya dilakukan pembedahan dengan kuret dan pencangkokan tulang.
f) Sarkoma Osteogenik (osteosarkoma)
Merupakan neoplasma tulamg primer yang sangat ganas kedua. Neoplasma ini sering di
temukan pada anak, remaja, dan dewasa muda. Tumor ini tumbuh pada bagian metafisis tulang.
Tempat yang paling sering terserang tumor adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Osteosarkoma paling banyak menyerang anak remaja dan mereka yang mengijak masa dewasa,
tetapi dapat juga menyerang klien penyakit paget yang berusia lebih dari 50 tahun.
Nyeri yang menyertai destruksi tulang dan erosi adalah gejala umum dari osteosarkoma.
Penampakan luar dari osteosarkoma dapat berupa osteolitik dimana tulang telah mengalami
perusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh tumor, atau periosteum tulang yang baru dapat
tertimbun dekat tempat lesi, dan pada hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya suatu
bangunan yang berbentuk segitiga. Walaupun gambaran ini juga dapat terlihat pada berbagai
bentuk keganasan tulang yang lain, tetapi bersifat khas untuk sarcoma osteogenik. Tumor ini dapat
menghasilkan suatu pertumbuhan tulang yang bersifat abortif. Pada radiogram akan terlihat
sebagai suatu sunburst (pancaran sinar matahari).
g) Kondrosarkoma
Tumor ini paling sering menyerang pria berusia di atas 35 tahun (price,1995). Gejala yang
paling sering adalah adanya massa tanpa nyeri yang berlangsung lama tetapi mungkin akan diikuti
pertumbuhan yang cepat dan agresif. Tempat-tempat yang sering ditumbuhi tumor ini adalah
pelvis, femur, tulang iga, gelang bahu, dan tulang-tulang kraniovasial.
Tampak sebagai suatu daerah radiolusen dengan bercak-bercak berkapuaran yang tidak jelas, pada
penampakan radiogram. Penatalaksanaannya terbaik yang dilakukan pada saat ini adalah dengan
eksisi radikal, juga dengan bedah beku, radioterapi, dan kemoterapi. Untuk lesi-lesi yang agresif
dan kambuh berulang-ulang, penatalaksanaannya yang paling tepat adalah dengan amputasi.
Terapinya adalah dengan mengangkat kelainan yang disusul dengan kemoterapi bila perlu.
Walaupun bermetastasis, tetapi prognosisnya lebih baik daripada osteosarkoma.
h) Sarkoma Ewing
Sarkoma ewing adalah jenis tumor tulang lain yang sangat ganas. Tumor ini sering memenuhi
sum-sum tulang panjang dan merupakan neoplasma tulang primer ketiga yang paling sering
dijumpai. Tumor ini paling terjadi pada anak-anak belasan tahun dan paling sering pada kortus
tulang panjang. Penampilan secara kasarnya adalah berupa tumor abu-abu lunak yang tumbuh ke
reticulum sum-sum tulang dan merusak korteks tulang dari sebelah dalam. Dibawah periosteum
terbentuk lapisan-lapisan tulang yang baru diendapkan paralel dengan batang tulang sehingga
membentuk gambaran berupa kulit bawang.
Tanda dan gejala yang khas berupa nyeri,benjolan nyeri tekan,dema seperti pada klien
osteomielitis akut (38-40oc), dan leukositosis (20.000-40.000 leukosit/mm3).penatalaksanaannya
berupa pengobatan dengan penyinaran, pemberian obat-obat sitostatik, dan pembedahan dilakukan
untuk membuang tumor. Tumor ewing bersifat relative radiosensitive. Prognosis sarcoma ewing
mirip osteosarkoma yaitu buruk dan tidak jarang klien meninggal beberapa tahun setelah
didiagnosis.

F. Pengobatan Tumor Tulang


Ada tiga bentuk standar pengobatan kanker tulang primer, antara lain :
a) Pembedahan.
Kanker tulang umumnya diterapi dengan pembedahan. Pembedahan dilakukan pada kanker
yang belum menyebar dan mengangkat jaringan kanker dan jaringan yang ada disekitarnya.
Beberapa tumor mungkin masih memerlukan kemoterapi atau radiasi selain pembedahan.
b) Terapi radiasi
Terapi radiasi menggunakan energi radiasi tertentu untuk mengecilkan tumor atau
menghilangkan sel kanker. Terapi radiasi bekerja dengan merusak DNA sel, sehingga sel tidak
mampu berkembang. Meskipun terapi radiasi dapat merusak sel sehat yang ada disekitarnya, sel
kanker lebih sensitif terhadap radiasi dan akan mati saat diradiasi. sel sehat disekitarnya akan rusak
karena radiasi, namun mereka akan segera pulih
c) Kemoterapi.
Kemoterapi sering diberikan untuk pengobatan kanker tulang. Obat kemoterapi bekerja dengan
menghilangkan sel-sel yang memiliki kecepatan dalam membelah diri, seperti sel kanker. Namun,
ada beberapa jenis sel normal yang juga memiliki sifat cepat membelah diri seperti sel rambut.
Sehingga kadangkala kemoterapi menyebabkan kerontokan rambut.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Aktivitas /Istirahat
Gejala:
1. kelemahan dan atau keletihan.
2. Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti : nyeri, ansietas, dan berkeringat malam.
3. Keterbatasan partisipasi dalam hobi dan latihan.
4. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen, tingkat stress tinggi.
b. Sirkulasi
Gejala :
1. palpitasi dan nyeri dada pada aktivitas fisik berlebih.
2. Perubahan pada TD.
c. Integritas Ego
Gejala :
1. Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (misalnya
merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
2. Masalah tentang perubahan dan penampilan, misalny : alopesia, lesi, cacat, pembedahan.
3. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa
bersalah, kehilangan.
Tanda :
1. Kontrol depresi.
2. Menyangkal, menarik diri, dan marah.
d. Eliminasi
Gejala :
Perubahan pola defikasi, misalnya : darah pada feses, nyeri saat defikasi. Perubahan eliminasi
urinearius misalnya : nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda:
Perubahan bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/Cairan
Gejala:
1. Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi lemak, aditif, dan bahan pengawet).
2. Anoreksia, mual/muntah.
3. Intoleransi makanan.
Tanda:
1. Perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia, berkurangnya massa otot.
2. Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
f. Neurosensori
Gejala :
Pusing, sinkope.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Tidak ada nyeri yang bervariasi, misalnya : kenyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan
dengan proses penyakit).
h. Pernafasan
Gejala :
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan asbes.
i. Keamanan
Gejala :
1. Pemajana pada kimia toksik, karsinogen.
2. pemajanan matahari lama/berlebihan.
3. Demam.
Tanda :
Ruam kulit, ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala :
1. Masalah seksual, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasaan.
2. Nuligravida lebih besar dariusia 30 tahun.
3. Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini, dan herpes genital.
k. Interaksi Social
Gejala :
1. Ketidakadekuatan/kelemahan system pendukung.
2. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan atau bantuan). Masalah
tentang fungsi/tanggung jawab peran.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan pada klien tumor/kanker tulang umumnya sama dengan tumor/kanker
pada organ yang lain. Ada 14 diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien
tumor/kanker pada tulang. Di bawah ini akan diuraikan diagnosis keperawatan dari Doenges
(2000).
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (kanker), ancaman/perubahan pada status
kesehatan/sosial ekonomi, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian, perpisahan dari
keluarga.
b. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang diantisipasi (kehilangan bagian tubuh, perubahan
fungsi), perubahan gaya hidup, penerimaan kemungkinan kematian klien.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik (kecacatan bedah, efek kemoterapi, penurunan
BB, impoten, nyeri tidak terkontrol, kelehan tidak terkontrol, ragu tentang penerimaan, takut atau
kehilangan).
d. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf, opstruksi jaringan saraf atau
inflamasi, serta efek samping berbagai agen terapi saraf.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan stasus hipermetabolik, konsekuensi,
kemotrapi, radiasi, pembedahan, distre emosiona, keletihan atau kontrol nyeri buruk.
f. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik, kerusakan
masukan cairan, kehilangan cairan berlebihan (luka, selang indwelling).
g. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik (hipermetabolik), emosional
berlebihan, efek obat-obatan/kemoterapi.
h. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubumgan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, malnutrisi,
proses penyakit kronis, atau prosedur invasif.
i. Risiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi dan radiasi.
j. Risiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi, kemoterapi,
perubahan imunologis, perubahan status nutrisi, atau anemia.
k. Risiko tinggi terjadi diare/konstipasi berhubungan dengan iritasi mukosa GI, masukan cairan
buruk,kurang latihan, penggunaan opiat/narkotik.
l. Risiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan fungsi/ struktur tubuh,
sangat lelah, ketakutan/ansietas, kurang privasi/orang terdekat.
m. Risiko tinggi perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, perubahan
peran/status ekonomi atau kehilangan yang diantisipasi dari anggota keluarga.
n. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan perawatan)
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, mitos, tidak mengenal sumber
informasi, atau keterbatasan kognitif.

C. Rencana Keperawatan (Intervensi) dan Rasional


a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (kanker), ancaman/perubahan pada status kesehatan/
social ekonomi, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
Intervensi :
1. Tinjauan ulang pengalaman klien/orang terdekat sebelum mengalami kanker.
Rasional : Membantu dalam identifikasi rasa takut dan kesalahan kopnsep berdasarkan pada
pengalaman dengan kanker.
2. Dorong klien untuk menungkapkan pikiran dan perasaannya.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut, realisasi serta kesalahan
konsep tentang diagnosis.
3. Berikan lingkungan terbuka, dimana klien merasa aman mendiskusikan perasaan atau menolak
untuk berbicara.
Rasional : Membantu klien untuk merasa diterima apa adanya, kondisi tanpa perasaan di hakimi
dan meningkatkan rasa terhormat dan control.
4. Pertahankan kontak sering dengan klien. Berbicara dengan menyentuh klien bila memungkinkan.
Rasional : Memberikan keyakinan bahwa klien tidak sendiri atau ditolak. Berikan respek dan
penerimaan individu, mengembangkan kepercayaan.
5. Sadari efek-efek isolasi pada klien bila diperlukan untuk imunosupresi atau implan radiasi. Batasi
penggunaan pakaian /masker isolasi bila mungkin.
Rasional : Penyimpangan sensori dapat terjadi bila nilai stimulasi yang cukup tidak tersedia dan
dapat memperberat perasaan ansietas/takut.
6. Bantu klien/orang terdekat dalam mengenalidan mengklarifikasi rasa takut untuk memulai
mengembangkan strategi koping dalam menghadapi rasa takut.
Rasional: Keterampilan koping sering rusak setelah diagnosis dan selama fase pengobatan yang
berbeda. Konseling dan dukungan perlu untuk memunkinkan individu mengenal dan menghadapi
rasa takut untuk meyakini bahwa strategi control/koping tersedia.
7. Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis. Hindari memperdebatkan tentang
persepsi klien terhadap situasi.
Rasional : Dapat menurun kan ansietas dan memungkinkan klien membuat keputusan/pilihan
berdasarkan realita.
8. Berikan kesempatan klien untuk mengekspresikann perasaan marah, kecewa tanpa konfontasi.
Berikan informasi dimana perasaan tersebut adalah normal dan diekspresikan secara tepat.
Rasional : Penerimaan perasaan memungkinkan klien mulai menghadapi situasi.
9. Jelaskan pengobatan yang dianjurkan, tujaun dan efek sampingnya. Membantu klien menyiapkan
pengobatan.
Rasional : Tujuan pengobatan kanker adalah menghancurkan sel-sel malignan dengan
meminimalisasi kerusakan pada sel yang normal. Pengobatan dapat berupa kuratif, preventif,
paliatif, kemoterapi, radiasi atau pengobatan yang lebih baru. Transplantasi sum-sum tulang
memungkinkan untuk kanker tertentu.
10. Jelaskan prosedur tindakan, berikan kesempatan untuk bertanya dan memberikan jawaban jujur.
Bersama klien selama prosedur yang menimbulkan ansietas dan konsultasi.
Rasional : Informasi akurat memungkinkan klien menghadapi situasi lebih efektif dengan realitas
karena dapat menurunkan asietas dan rasa takut karena ketidaktahuan.
11. Berikan perawatan primer secara konsisten kapanpun sebisa mungkin.
Rasional : Membantu menurunkan ansietas dengan mengembangkan hubunngan terapeutik dan
memudahkan perawat memberikan perawatn kontinu.
12. Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang.
Rasional: Memudahkan istirahat, menghemat energy, dan meningkatkan kemampuan koping.
13. Identifikasi dan antisipasi stadium berduka klien dan orang terdekat.
Rasional : Pilihan intervensi ditentukan oleh tahap berduka, perilaku koping, missal
marah/menarik diri atau menyangkal.
14. Perhatikan koping tidak efektif, missal interaksi social buruk, tidak berdaya.
Rasional : Mengidentifikasi masalah individu dan memberikan dukungan pada klien/orang
terdekat dalam menggunakan keterampilan koping efektif.
15. Waspada pada tanda menyangkal/depresi, missal menarik diri, marah, tanda tidak tepat. Tentukan
adanya ide bunuh diri dan kaji potensial nyeri pada skala 1-10.
Rasional : Klien dapat menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan menyangkal dan
mengekspresikan harapan dimana diagnosis tidak akurat. Perasaan bersalah,distress
spiritual,gejala fisik atau kurang perawatan diri dapat menyebabkan klien menjadi menarik diri
dan yakin bahwa bunuh diri adalah pilihan yang tepat.
16. Dorong dan kembangkan interaksi klien dengan sistem pendukung.
Rasional: Mengurangi perasaan isolasi. Bila sistem pendukung keluarga tidak tersedia,sumber luar
mungkin diperlukan dengan segera,missal kelompok pendukung kanker lokal.
17. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten serta dukungan orang terdekat.
Rasional: Memungkinkan untuk interaksi interpersonal lebih baik dan menurankan ansietas dan
rasa takut.
18. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila keputusan akan dibuat.
Rasional: Menjamin sistem pendukung untuk klien dan memungkinkan orang terdekat terlibat
dengan tepat.

b. Berduka antisipasi berhubungan dengan kehilangan yang diantisipasi(kehilangan bagian


tubuh,perubahan fungsi),perubahan gaya hidup,penerimaan kemungkinan kematian.
Intervensi mandiri :
1. Antisipasi terjadinya syok aawal dan ketidak yakinan setelah diagnosis kanker dan/atau prosedur
yang menimbulkan trauma,missal bedah yang menimbulkan kecacatan,kolostomi,amputrasi.
Rasional: Sedikit klien yang benar-benar siap untuk realita perubahan yang dapat terjadi.
2. Kaji klien/orang terdekat terhadap persepsi berduka.
Rasional: Pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan/reaksi terhadap
apa yang di alami dan dapat membantu klien menghadapi situasi yang ada dengan lebih efektif.
3. Dorong pengungkapan pikiran/masalah dan penerimaan ekspresi kesedihan,marah,penolakan.
Akui normalitas perasaan ini.
Rasional: Klien merasa terdukung mengekspresikan perasaan dengan memahami bahwa konflik
emosi yang dalam dan sering adalah norma dan di alami orang lain dalam situasi sulit ini.
4. Sadari perubahan perasaan,bermusuhan,dan perilaku lain yang ditunjukan. Susn batasan perilaku
tidak tepat,perbaiki pikiran negatif.
Rasional: Indikator koping tidak efektif dan adanya kebutuhan terhadap intervensi tambahan.
Pencegahan tindakan destruktif memungkinkan klien mempertahankan control dan rasa harga diri.
5. Sadari timbulnya depresi yang melelahkan. Tanyakan langsung pada klien tentang status pikiran.
Rasional: Penelitian menunjukan bahwa beberapa klien kanker beresiko tinggi terhadap bunuh
diri. Mereka secara khusus rentan bila baru didiagnosis dan/ atau pulang kerumah.
6. Kunjungi dengan sering dan berikan kontak fisik dengan tepat/sesuai kebutuhan. Pindahkan klien
lebih mendekat ke kantor perawat bila ketakutan, biarkan pintu terbuka bila nyaman untuk klien.
Rasional : Membantu mengurangi perasaan isolasi dan diabaikan.
7. Tingkatkan pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan serta berikan informasi sesuai
permintaan/menjelang ajal. Bersikap jujur, jangan memberikan harapan palsu saat
memberikan dukungan emosional.
Rasional : Klien/orang terdekat mendapat keuntungan dari informasi factual. Individu dapat
mengajukan pertanyaan langsung tentang kematian, dan jawaban jujur meningkatkan rasa percaya
dan keyakinan bahwa informasi benar.
8. Tinjau ulang pengalaman hidup masa lalu, perubahan peran, dan keterampilan koping. Bicarakan
tentang sesuatu yang menarik perhatian klien.
Rasional : Kesempatan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dapat membantu individu
menghadapi berduka terhadap situasi baru secara lebih efektif.
9. Identifikasi aspek positif dari situasi.
Rasional : Kemungkinan remisi dan progresi lambat dari penyakit dan/atau terapi baru dapat
menurunkan harapan pada masa depan.
10. Diskusikan cara-cara klien/orang terdekat dapat merencanakan tujuan bersama untuk masa depan.
Dorong menyusun tujan realistis.
Rasional : Menjadi bagian dari pemecahan masalah/perencanaan dapat memberikan rasa kontrol
terhadap kejadian yang diantisipasi.
11. Bantu klien/orang terdekat mengidentifikasi kekuatan pada diri sendiri/situasi dn sistem
pendukung.
Rasional : Mengenali sumber ini member kesempatan melalui perasaan berduka.
12. Dorong partisipasi dalam perawatan dan pengobatan.
Rasional : Memungkinkan klien mempertahankan control terhadap kehidupan.
13. Perhatikan bukti konflik, ekspresi marah dan pernyataan kecewa, rasa bersalah, putus asa,
perasaan hidup tidak berguna.
Rasional : Konflik interpersonal/perilaku marah mungkin cara-cara klien dalam
mengekspresikan/menghadapi perasaan kecewa/distress spiritual dan dapat menandakan ide
bunuh diri.
14. Kaji cara klien/orang terdekat memahami dan berespon terhadap kematian, missal harapan
budaya, perilaku yang dipelajari, pengalaman dengan kematian (anggota keluarga/teman),
keyakinan hidup setelah kematian, dan keyakinan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Rasional : Faktor-faktor ini memengaruhi bagaimana setiap individu menghadapi kemungkinan
kematian dan memengaruhi bagaimana mereka berespons dan berinteraksi.
15. Berikan lingkungan terbuka untuk diskusi dengan klien/orang terdekat(bila tepat) tentang
keinginan/rencana mengalami kematian, misalnya membuat surat warisan, pengaturan
penguburan, donor.
Rasional : Bila klien/orang terdekat bersama-sama menyadari ancaman kematian, mereka lebih
mudah menghadapi urusan atau aktivitas yang diinginkan yang belum selesai.
16. Sadari perasaan sendiri tentang kanker, ancaman kematian. Terima metode apapun yang dipilih
klien/orang terdekat untuk saling membantu selama proses.
Rasional : Ansietas dan ketidakinginan pemberi perawatan untuk menerima kenyataan tentang
kemungkinan kematiannya sendiri dapat menghambat kemampuan untuk membantu klien/orang
terdekat, memerlukan bantuan orang lain untuk memberikan dukungan yang diperlukan.

Kolaborasi
17. Rujuk Pada konselor yang tepat sesuai kebutuhan (perawat klinik psikiatri, pekerja social,
psikologi).
Rasional : Dapat membantu untuk menghilangkan disters atau mengatasi perasaan berduka untuk
memudahkan koping dan mengembangkan pertumbuhan.
18. Rujuk pada program komunitas bila tepat
Rasional : Memberikan dukungan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional klien/rang
terdekat, dan menambahkan perawatan keluarga dan teman yang dapat diberikan.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik (kecacatan bedah, efek kemoterapi,
penurunan BB,impoten, nyeri tidak terkontrol, kelelahan berlebihan atau sterilitas, psikososial
(ancaman kematian, perasaan kurang terkontrol, ragu tentan penerimaan, takut atau kehilangan).
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien/orang terdekat bagaimana diagnosis pengobatan yang memengaruhi
kehidupan pribadi klien dan aktivitas kerja.
Rasional : Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
2. Tinjau ulang efek samping yang di antisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu, termasuk
kemungkinan efek pada aktivitas seksual dan rasa ketertarikan/keinginan, missal alopesia,
kecacatan bedah beritahu klien bahwa tidak semua efek samping terjadi.
Rasional : Bimbingan antisipasi dapat membantu klien/orang terdekat memulai proses adaptasi
pada stasus baru dan menyiapkan untuk beberapa efek samping, missal membeli wige sebelum
menjalani radioterapi, jadwal waktu libur kerja, memberikan rujukan pada risiko pada perubahan
seksual.
3. Dorong klien untuk mendiskusikan tentang masalah efek kanker/pengobatan pada peran sebagai
ibu rumah tangga, orang tua, dan sebagainya.
Rasional : Dapat membantu menurunkan masalah yang memengaruhi penerimaan pengobatan atau
merangsang kemajuan penyakit.
4. Akui kesulitan yang mungkin dialami klien. Berikan informasi bahwa konseling sering perlu dan
penting dalam proses adaptasi.
Rasional : Memvalidasi realita perasaan dan memberikan izin untuk melakukan tindakan apapun
perlu dalam mengatasi apa yang terjadi.
5. Evaluasi dtruktur pendukung yang ada dan digunakan oleh klien/orang terdekat.
Rasional : Membantu merencanakan perawatan saat di rumah sakit dan setelah pulang.
6. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostic dan fase pengobatan.
Rasional : Meskipun beberapa klien beradaptasi/menyesuaikan diri dengan efek kanker atau efek
samping terapi, namun banyak klien tetap memerlukan dukungan tambahan selama periode ini.
7. Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima klien dan pertahankan kontak mata.
Rasional : Memastikan individualitas dan penerimaan penting dalam menurunkan perasaan klien
tentang ketidakamannan dan keraguan diri.

Kolaborasi
8. Rujuk pada program kelompok pendukung (bila ada).
Rasional : Kelompok pendukung biasanya sangat menguntungkan baik untuk klien/orang terdekat,
memberikan kontak dengan klien lain dengan kanker pada berbagai tingkatan pengobatan dan/atau
pemulihan.
9. Rujuk pada konseling professional bila diindikasikan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memulai dan mempertahankan sturktur psilkososial positif
bila sistem pendukung klien/orang terdekat terganggu.
d. Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf, obstruksi jaras saraf atau
inflamasi serta efek samping berbagai agen terapi saraf.
Intervensi :
1. Kaji nyeri, missal lokasi nyeri, frekwensi, durasi, dan itensitas (skala 1-10), serta tindakan
penghilang nyeri yang digunakan.
Rasional : Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan
intervensi.
2. Evaluasi terapi tertentu, missal pemidahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi. Ajarkan pada klien/orang
terdekat apa yang diharapkan.
Rasional : Ketidaknyamanan adalah umum, (missal nyeri insisi, kulit terbakar, nyeri punggung
bawah, sakit kepala), tergantung pada prosedur yang digunakan.
3. Peningkatan kenyamanan dasar (missal teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) dan
aktivitas hiburan (missal music, televise).
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.
4. Dorongan penggunaan keterampilan managemen nyeri (missal teknik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imajinasi), tertawa, music, dan sentuhan terapeutik.
Rasional : Memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol.

5. Evaluasi penghilang nyeri/control.


Rasional : Tujuannya adalah control nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada aktivitas
kegiatan sehari-hari (AKS).

Kolaborasi
6. Kembangkan rencana manajemen nyeri bersama klien dan tim medis.
Rasional : Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk control nyeri. Terutama
dengan nyeri kronis, klien/orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri
di rumah.
7. Berikan analgesic sesuai indikasi, misalnya : morfin, metadon, atau campuran narkotik IV khusus.
PAstikan hal tersebut hanya untuk memberikan analgesic dalam sehari. Ganti dari analgesik dalam
sehari. Ganti dari analgesic kerja pendek menjadi kerja panjang bila ada indikasi.
Rasional : Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker, meskipun respon individu berbeda. Saat
perubahan penyakit/pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan.
8. Berikan/nutrisikan penggunaan Patient Controlled Analgesia (PCA) dengan tepat.
Rasional : Analgesik dikontrol klien sehingga pemberian obat tepat waktu, mencegah fluktuasi
pada intensitas nyeri. Sering diberikan dengan dosis total rendah melalui metode konvensionaal.
9. Siapkan/bantu prosedur, misalnya : blok saraf, kordotomi, dan mielotomi komisura.
Rasional : Mungkin digunakan pada nyeri berat yang tidak berspon pada tindakan lain.

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik, konsekuensi,
kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress emosional, keletihan, atau control nyeri buruk.
Intervensi :
1. Pantau intake makanan setiap hari, biarkan klien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai
indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi.
2. Ukur tinggi badan(TB), berat badan (BB), dan ketebalan lipatan kulit, triseps atau dengan
antroprometrik lainnya. Pastikan jumlah penurunan berat badan saat ini.
Rasional : Membantu dalam identifiksi malnutrisi protein-kalori, khususnya bila BB dan
pengukuran antroprometik kurang dari normal.
3. Dorong klien untuk makan dengan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan intake cairan yang
adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Kebutuhan metabolic jaringan ditingkatkan, begitu juga cairan (untuk menghilagkan
produk sisa). Suplemen berguna untuk mempertahankan masukan kalori dan protein.
4. Nilai diet sebelum dan setelah pengobatan, missal makanan, cairan dingin, bubur saring, roti,
creackers, minuman berkabonat. Berikan cairan satu jam sebelum atau sesudah makan.
Rasional : Efektifitas penilaian diet saat individual mengurangi mual pasca terapi. Klien harus
mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.
5. Kontrol faktor lingkungan, missal bau/tidak sedap atau bising. Hindari makanan terlalu manis,
berlemak atau makan pedas.
Raional : Dapat meningkatkan respon mual/muntah.
6. Ciptakan suasana makan malam yang menyenangkan, dorong klien untuk berbagi makanan dengan
keluarga/teman.
Membuat waktu makan lebih menyenangkan, yang dapat meningkatkan masukan.
7. Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi, latihan saat atau sebelum
makan.
Rasional : Dapat mencegah timbulnya/menurunkan beratnya mual, penurunan anoreksia, dan
memungkinkan klien meningkatkan masukan oral.
8. Identifikasi klien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai, secara umum tidak
berespon terhadap obat antiemetik.
9. Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia.
Rasional : Sering sebagai sumber distress emosi, khususnya untuk orang terdekat yang
menginginkan memberikan makan dengan sering.
10. Berikan antiemetic sesuai jadwal regular sebelum/setelah pemberian antineoplistik.
Rasional : Mual/muntah menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang
menimbulkan sters.
11. Evaluasi efektivitas antiemetik.
Rasional : Individu berespon secara berbeda pada semua obat-obatan. Pertama, antiemetik
mungkin tidak bekerja, memerlukan perubahan atau kombinasi terapi obat.
12. Evaluasi hematest feses, sekresi lambung.
Rasional : Terapi tertentu, misalnya : antimetabolit menghambat pembaruan lapisan sel-sel epitel
saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan perubahan menjadi eritema sampai ulserasi berat
dengan perdarahan.

Kolaborasi
13. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misalnya : jumlah limfosit total, transferin
serum, dan albumin.
Rasional : Membantu mengidentifikasi derajat ktidakseimbangan biokimia/malnutrisi dan
mempengaruhi pilihan intervensi diet.
14. Berikan obat-obat sesuai indikasi :
a. Fenotiazin
b. Kortikosteroid
c. Vitamin, khususnya A, D, E, dan B6
d. Antasid
Rasional : Obat-obat sesuai indikasi :
a. Umumnya antiemetic bekerja untuk memengaruhi stimulasi pusat muntah dan kemoreseptor
mentriger agen, juga bertindak secara perifer untuk menghambat peristaltic.
b. Terapi kombinasi, misalnya : torecan dengan decadron atau valium sering kali lebih efektif dari
pada agen tunggal.
c. Mencegah kekurangan karena penuruna absorpsi vitamin larut dalam lemak.
d. Meminimalkan iritasi lambung dan mengurangi risiko ulserasi mukosa.
15. Rujuk pada ahli diet.
Rasional : Memberikan rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan
masalah terkait dengan malnutrisi protein/kalori dan defisiensi mikronutrien.
16. Pasang/pettahankan selang (NGT)/enteral, atau jalur sentral untuk hiperalimentasi parenteral bila
ada indikasi.
Rasional : Malnutrisi berat (kehilangan BB 25-30 % dalam dua bulan ), atau klien dipuaskan
selama lima hari dan tidak mungkin untuk mampu makan selama dua minggu, pemberian makan
per selang (NGT) mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
f. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan status hipermetabolik, kerusakan masukan
cairan berlebihan (selang indwelling).
Intervensi :
1. Pantau masukan dan keluaran berat jenis, masukan semua sumber keluaran, missal muntah, diare,
luka basah. Hitung keseimbangan cairan 24 jam.
Rasional : Keseimbangan cairan negative yang terus-menerus dapat menurunkan haluaran renal
dan konsentrasi urin. Hal ini menunjukkan terjadinya dehidrasi dan perlunya peningkatan
penggantian cairan.
2. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Pemngukuran sensitive terhadap fluktiuasi keseimbangan cairan.
3. Pantau tanda vital, evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
4. Kaji turgor kulit dan kelmbaban membrane mukosa. Perhatikan keluhan haus.
Rasional : Indikator tidak langsung dari status hidrasi/derajat kekurangan.
5. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 mL/hari sesuai toleransi individu.
Rasional : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping
yang membahayakan, missal sistitis hemoragi pada klien yang mendapat siklofosfamid (cytoxan).
6. Observasi kecenderungan perdarahan, misalny : rembesan dari membrane mukosa, sisi pungsi ;
adanya ekimosis atau petekie.
Rasional : Identifikasi dini terhadap masalah yang dapat terjadi sebagai akibat kanker dan/atau
terapi dan memungkinkan untuk intervensi segera.
7. Minimalkan fungsi vena. Dorong klien untuk mempertimbangkan penempatan kateter vena
sentral.
Rasional : Menurunkan risiko hemoragi dan infeksi berkenaan dengan pungsi vena berulang.
8. Hindari trauma dan pemberian tekanan dapa sisi pungsi.
Rasional : Mengurangi risiko terhadap perdarahan/pembentukan hematoma.

Komplikasi
9. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional : Diberikan untuk hidrasi umum serta mengencerkan obat antineoplastik dan mengurangi
efek samping yang merugikan, misalnya : mual/muntah, nefrotoksitas.
10. Berikan terapi antiemetik.
Rasional Penghilang mual/muntah menurunkan kehilangan gastrik dan memungkinkan
pemasukan oral.
11. Pantau pemeriksaan laboratorium, misalnya : darah lengkap, elektrolit, albumin serum.
Rasional : Memberikan informasi tentang tingkat hidrasi dan kekurangan yang menyertai.
12. Berikan transfusi sesuai indikasi :
a. Sel darah merah (SDM).
b. Trombosit
Rasional : Transfusi :
a. Mungkin diperlukan untuk memperbaiki jumlah darah dan mencegah manifestasi anemia yang
sering ada pada klien kanker, misalnya : takikardi, takipnea, pusing, kelemahan.
b. Trombositopenia dapat terjadi sebagai efek samping kemotrapi, radiasi atau proses kanker.
13. Hindari penggunaan aspirin, iritan lambung, atau inhibitor trombosit.
g. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic (hipermetabolik)
emosional berlebihan, efek obat-obatan/kemoterapi.
Intervensi :
1. Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat. Jadwalkan aktivitas periodic bila
klien mempunyai energy yang banyak. Libatkan klien/orang terdekat dalam jadwal perencanaan.
Rasional : Periode istirahat sering diperlukan untuk memperbaiki/menghemat energy. Perencanaan
akan memungkinkan klien menjadi aktif selama tingkat energi lebih tinggi, yang dapat
memperbaiki perasaan sejahtera dan rasa kontrol.
2. Buat tujuan aktivitas realistis dengan klien.
Rasional : Memberikan rasa kontrol dan perasaan mampu menyelesaikan.
3. Dorong klien untuk melaksanakan apa saja bila mungkin, missal mandi duduk, bangun dari kursi,
berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional : Meningkatkan kekuatan atau staminadan menjadikan klien lebih aktif tanpa kelelahan
yang berarti.
4. Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, missal perubahan TD atau frekuensi jantung dan
pernafasan.
Rasional : Toleransi sangat bervariasi bergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi,
keseimbanagn cairan, dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
5. Dorong masukan nutrisi.
Rasional : Masukan nutrisi yang adekuat perlu untuk memenuhi kebutuhan energy selama
aktivitas.

Kolaborasi
6. Berikan Oksigen suplemen sesusai indikasi
Rasional : Adanya anemia/hipoksemia menurunkan ketersediaan Oksigen untuk ambilan seluler
dan memperberat keletihan.

7. Rujuk pada terapi fisik/okupasi.


Rasional : Latihan yang terprogram setiap hari dan aktivitas membantu klien mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot, meningkatkan rasa sejahtera.
h. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahan sekunder tidak adekuat, malnutrisi,
proses penyakit kronis atau prosedur invasive.
Intervensi :
1. Tingkatkan prosedur mencuci tangan yang baik dengan staff dan pengunjung sebelum dan setelah
bersentuhan dengan klien. Batasi pengunjung yang mengalami infeksi. Tempatkan klien pada
isolasi sesuai indikasi.
Rasional : Lindungi klien dari sumber-sumber infeksi, seperti pengunjung dan staff yang
mengalami ISK.
2. Tekanan hygene personal
Rasional : Mengurangi risiko infeksi dan/atau pertumbuhan sekunder.
3. Pantau suhu
Rasional : Peningkatan suhu terjadi karena berbagai faktor, missal efek samping kemoterapi,
proses penyakit atau infeksi. Identifikasi dini proses infeksi memungkinkan terapi yang tepat untuk
dimulai dengan segera.
4. Kaji semua sistem, missal kulit, pernafasan, genitourineria dari adanya gejala/tanda infeksi secara
kontinu
Rasional : Pengenalan dini dan intervensi segera dapat mencegah progresi pada situasi/sepsis yang
lebih serius.
5. Ubah posisi dengan sering, pertahankan kl;ien kering dan bebas kerutan.
Rasional : Menurunkan tekanan dan iritasi pada jaringan dan mencegah kerusakan kulit.
6. Tingkatkan istirahat yang cukup dengan periode latihan.
Rasional : Membatasi keletihan, mendorong gerakan yang cukup untuk mencegah komplikasi
stasis, misalnya : pneumonia, dekubitus, dan pembentukan thrombus.
7. Tekankan pentingnya oral hygiene yang baik.
Rasional : Terjadinya somatitis meningkatkan risiko terhadap infeksi/pertumbuhan sekunder.
8. Hindari/batasi prosedur invasif. Taati teknik aseptik.
Rasional : Menurunkan risiko kontaminasi, membatasi masuknya agen infeksius.

Kolaborasi
9. Pantau Jumlah Darah Lengkap (JDL) dengan SDP difresial dan jumlah granulosit dan trombosit
sesuai indikasi.
Rasional : Aktivitas sumsum tulang dihambat oleh efek kemoterapi, status penyakit, atau terapi
radiasi.
10. Dapatkan kultur sesuai indikasi.
Rasional : Menidentifikasi organisme penyebab dan terapi yang tepat.
11. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin digunakan untuk mengidentifikasi infeksi atau diberikan secara profilaktik
pada klien imunosupresi.

i. Resiko tinggi terjadi perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi dan radiasi
Intervensi :
1. Kaji kesehatan gigi dan oral hygene secara periodic
Rasional : Mengidentifikasi pengobatan profilaksis yang mungkin diperlukan sebelum memulai
kemoterapi atau radiasi dan memberikan data dasar pada perawatan oral hygene.
2. Diskusikan dengan klien tentang area yang memerlukan perbaikan dan demonstrasikan metode
untuk perawatan oral yang baik.
Rasional : Perawatan mulut yang baik penting selama pengobatan untuk mengontrol komplikasi
stomatitis.
3. Dorong masukan nutrisi sesuai toleransi individu.
Rasional : Hidrasi adekuat membantu mempertahankan kelembaban membrane mukosa.
4. Mulai program oral hygiene, meliputi :
a. Menghindari pencuci mulut, lemon/swab gliserin.
b. Gunakan pencuci mulut yang dibuat dari salin hangat, larutan pelarut dari hydrogen peroksida atau
soda kue dan air.
c. Sikat gigi dengan sikat gigi yang lembut atau benang gigi.
d. Bersihkan gigi dengan perlahan atau gunakan waterpik dengan hati-hati.
e. Pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir, jeli, dan sebagainya.
j. Risiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek radiasi,
kemoterapi, perubahan imunologis, perubahan status nutrisi atau anemia.
Intervensi:
1. Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping terapi kanker. Perhatiakn kerusakan/lambatnya
penyembuhan luka. Tekankan pentingnya melaporkan area terbuka pada pemberi perawatan.
Rasional : Efek kemerahan dapat terjadi pada area radiasi (kekeringan dan pruritus), deskuamasi
lembab (lepuh), ulserasi, kehilangan rambut, kehilangan dermis, dan kelenjar keringat juga dapat
terlihat. Reaksi ruam alergi, hiperpigmentasi, pruritus, dan alopesia dapat terjadi akibat agen
kemoterapi
2. Mandikan klien dengan air hangat dan sabun ringan.
Rasional : Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Dorong klien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
Rasional : Membantu mencegah friksi/trauma kulit.
4. Ubah posisi dengan sering.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/jaringan yang tidak perlu.
5. Anjurkan klien untuk menghindari krim kulit apapun, salep, dan bedak, kecuali atas izin dokter.
Rasional : Dapat meningkatkan iritasi/reaksi secara nyata.
6. Tinjau protokol perawatn kulit untuk klien yang mendapat terapi radiasi.
Rasional : Dilakukan untuk meminimalkan trauma pada area terapi radiasi.
7. Hindari menggaruk dan menggunakan lotion atau deodorant, hindari memberikan padas atau
menusahakan mencuci tanda/tato yang ada di kulit sebagai identifikasi area iradiasi.
Rasional : Dapat menimbulkan atau bahkan mempengaruhi pemberian radiasi.
8. Anjurkan menggunakan pakaian yang lembut dan longgar.
Rasional : Kulit sangat sensitive sesaat atau setelah pengobatan, dan semua iritasi harus dihindari
untuk mencegah cedera termal.
9. Berikan tepung kanji pada area sesuai kebutuhan dan krim yang dianjurkan dua kali sehari setelah
radiasi selesai.
Rasional : Membantu mengontrol kelembaban atau pruritus.
10. Tinjau ulang protokol perawatan kulit untuk klien yang mendapat kemoterapi.
Rasional : Menurunkan risiko iritasi/ekstravasasi jaringan dari agen ke dalam jaringan.
11. Tinjau penggunaan tabir surya/blok tabir surya.
Rasional : Melindungi kulit dari sinar ultraviolet dan mengurangi risiko reaksi berulang.
12. Cuci kulit segera dengan sabun dan air agen antineoplastik yang tercecer pada kulit yang tidak
terlindungi.
Rasional : Mengencerkan obat untuk menurunkan risiko iritasi kulit/luka bakar kimia.
13. Anjurkan klien yang menerima 5FU dan metotreksat untuk menghindari pemajanan pada
matahari.
Rasional : Matahari dapat menyebabkan eksaserbasi dari titik luka bakar, atau dapat menyebabkan
area ruam merah dengan metotreksat, yang dapat mengeksaserbasi efek obat.
14. Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.
Rasional : Pedoman antisipasi membantu mengurangi masalah bila efek samping terjadi.
15. Informasikan klien bahwa bila terjadi alopesia, rambut dapt tumbuh kembali setelah kemoterapi
selesai.
Rasional : Pedoman antisipasi dapat membantu penilaia/persiapan untuk kehilangan rambut.

Kolaborasi
16. Berikan antidote yang tepat bila terjadi eksaserbasi, misalnya :
a. DMSO topical
b. Hialuronidasi (wydase)
c. NaHCO3
d. Tiosulfat
Rasional : Mengurangi kerusakan jaringan lokal
17. Berikan salep topikal, misalnya : sulfadiazine perak (silvaene) dengan tepat.
Rasional : Digunakan untuk mencegah infeksi/memudahkan penyembuhan bila terjadi luka bakar
kimia (ekstravasasi).
18. Berikan kompres es/hangat per protokal.
Rasional : Intervensi kontroversional tergantung pada tipe agen yang digunakan.

k. Resiko tinggi terjadi diare/konstipasi berhubungan dengan iritasi mukosa GI, masukan cairan
buruk, kurang latihan, penggunaan opiate/narkotik.
Intervensi :
1. Pastikan kebiasaan eliminasi umum klien.
Rasional : Sebagai data dasar untuk evaluasi
2. Kaji bising usus dan catat gerakan usus termasuk frekwensi, konsistensi (terutama 3-5 hari pertama
terapi alkaloid vinca).
Rasional : Mendefinisikan masalah, missal diare, konstipasi. Konstipasi adalah salah satu
manifestasi termudah dari neurotoksisitas.
3. Pantau intake dan output serta berat badan.
Rasional : Dehidrasi, penurunan berat badan, dan ketidakseimbangan elektrolit adalah komplikasi
dari daire. Ketidakadekuatan masuka cairan dapat menimbulkan konstipasi.
4. Dorong asupan cairan yang adekuat, missal 2000mL/24jam, peningkatan serat dan latihan.
Rasional : Dapat menurunkan konstipasi dengan memperbaiki konsistensi feses dan merangsang
perilstatik, dan dapat mencegah diare/dehidrasi.
5. Berikan makan sedikit tapi sering dengan makanan rendah sisa, mempertahankan kebutuhan
protein dan karbohidat (missal telur, sereal, dan sayur di blender).
Rasional : Mengurangi iritasi gaster. Makanan rendah serat dapat menurunkan iritabilitas dan
memeberikan istirahat pada usus bila ada diare.
6. Pastikan diet yang tepat, hindari makanan tinggi lemak, makanan tinggi serat, mkanan yang
menyebabkan diare dan gas, makanan tinggi kafein, serta makanan yang sangat panas/dingin.
Rasional : Stimulan GI yang dapat meningkatkan motilitas/frekuensi defekasi.
7. Pantau adanya infeksi bila tidak ada distensi abdomen, kram, dan sakit kepala.
Rasional : Intervensi lanjut/perawatan usus alternative mungkin diperlukan.

Kolaborasi
8. Pantau hasil laboratorium.
Rasional Ketidakseimbangan elektrolit mungkin mengubah funsi GI.
9. Berikan cairan IV (IVFD).
Rasional : Mencegah dehidrasi, mengencerkan agen kemoterapi untuk mengurangi efek samping.
10. Berikan agen antidiare.
Rasional : Diindikasikan untuk diare yang berat.
11. Pelunak feses, laksatif, enema sesuai indikasi.
Rasional : Penggunaan profilaktik dapat mencegah komplikasi lanjut pada beberapa klien.
l. Risiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh,
sangat lelah, ketakutan/asietas, kurang privasi/orang terdekat.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien/orang terdekat mengenai sifat seksualitas dan reaksinya bila ini berubah
atau terancam. Berikan informasi tentang normalitas masalah-masalah tersebut, dan banyak orang
perlu bantuan untuk proses adaptasi.
Rasional : Pengakuan legitimasi tentang masalah. Seksualitas cara pria dan wanita memandang
diri sendiri dan bagaimana mereka menyampaikannya diantara mereka.
2. Jelaskan efek samping pengobatan kanker yang memengaruhi seksualitas.
Rasional : Pedoman antisipasi dapat membantu klien dan orang terdekat dalam memulai proes
adaptasi.
3. Berikan waktu khusus untuk klien. Mintalah izin (ketuk pintu) sebelum masuk.
Rasional : Kebutuhan seksualitas tidak berakhir karena klien dirawat. Kebutuhan keintiman
berlanjut dan sikap terbuka serta menerima untuk ekspresi kebutuhan tersebut adalah penting.
m. Risiko tinggi perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, perubahan
peran/status ekonomi atau kehilangan yang diantisipasi dari anggota keluarga.
Intervensi :
1. Perhatikan komponen keluarga, adanya keluarga besar dan orang lain, missal teman/tetangga.
Rasional : Membantu untuk mengetahui siapa yang ada untuk membantu perawatan/memberikan
dukungan, dan memberikan dorongan bila diperlukan.
2. Identifikasi pola komunikasi dalam keluarga dan pola interaksi antara anggota keluarga.
Rasional : Memberikan informasi tentang efektifitas komunikasi dan mengidentifikasi masalah
yang memengaruhi kemampuan keluarga untuk membantu klien dan menilai positif
diagnosis/pengobatan kanker.
3. Kaji harapan/peran dari anggota keluarga dan dorong diskusi tentang hal tersebut.
Rasional : Setiap orang dapat melihat situasi dengan cara mereka sendiri, dan identifikasi dengan
jelas serta pembagian harapan ini meningkatkan pemahaman.
4. Kaji arah energi, missal upaya resolusi/pemecahan masalah sesuai tujuan.
Rasional : Memberikan petunjuk tentang intervensi yang mungkin tepat untuk membantu klien
dan keluarga dalam mengarahkan energi yang efektif.
5. Perhatikan keyakinan budaya/religious.
Rasional : Memengaruhi reaksi klien/orang terdekat serta penilaian terhadap diagnosis,
pengobatan, dan akibat dari kanker.
6. Dengarkan ekspresi ketidakberdayaan.
Rasional : Perasaan tidak berdaya dapat memperberat kesulitan menilai diagnosis kanker dan kerja
sama dalam pengobatan.
7. Hadapi anggota keluarga dengan cara yang hangat, perhatian, dan menghargai.
Rasional : Memberi perasaan empati dan meningkatkan rasa harga diri individu serta kemampuan
untuk mengatasi situasi saat ini.
8. Dorong ekspresi yang tepat tentang marah tanpa reaksi negatif pada mereka.
Rasional : Perasaan marah diharapkan bila individu menghadapi kesulitan/risiko penyakit menjadi
fatal dari kanker.
9. Akui kesulitan situasi, misalnya : diagnosis dan pengobatan kanker, seta kemungkinan kematian.
Rasional : Mengomunikasikan penerimaan realitas klien/keluarga.
10. Identifikasi dan dorong penggunaan perilaku koping yang berhasil sebelumnya.
Rasional : Umumnya orang telah mengembangkan keterampilan koping efektif yang dapat
bermanfaat dalam menghadapi situasi baru.
11. Tekankan pentingnya kontinu antara anggota keluarga.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan membantu anggota keluarga untuk mempertahankan
komunikasi jelas dan mengatasi masalah dengan efektif.

Kolaborasi
12. Rujuk pada kelompok pendukung, dan lakukan terapi keluarga sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin perlu bantuan tambahan untuk mengatasi masalah disorganisasi yang dapat
menyertai diagnosis dari risiko penyakit terminal (kanker).
n. Kurang pengetahuan( kebutuhan belajar tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan perawatan)
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, mitos, tidak mengenal sumber
informasi atau keterbatasan kognitif.
Intervensi :
1. Tinjau ulang dengan klien/orang terdekat tentang pemahaman diagnosis, alternative pengobatan,
dan sifat harapan.
Rasional : Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan belajar, dan
memberikan dasar pengetahuan di mana klien membuat keputusan berdasarkan informasi.
2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatan kanker, tanyakan pengalaman
sebelum/sesudah menderita kanker atau pengalaman orang lain tentang kanker.
Rasional : Membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan
pengetahuan tentang kanker.
3. Berikan informasi yang jelas dan akurat. Jawab pertanyaan secara khusus, tetapi tidak
memaksakan detail-detail yang tidak penting.
Rasional : Membantu penilaian diagnosis kanker, memberikan informasi yang diperlukan.
Kecepatan dan metode pemberian informasi perlu diubah agar mengurangi ansietas klien dan
meningkatkan kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
4. Berikan pedoman antisipasi pada klien/orang terdekat mengenai pengobatan, kemungkinan efek
samping. Bersikap jujur kepada klien.
Rasional : Klien mempunyai hak untuk tahu dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Informasi yang akurat dan detail membantu menghilangkan rasa takut dan ansietas,
mengklarifikasi rutinitas yang diharapkan, dan memungkinkan klien mempertahankan beberapa
derajat kontrol.
5. Minta umpan balik verbal klien, dan perbaiki kesalahan konsep tentang tipe kanker individu dan
pengobatan.
Rasional : Kesalahan konsep tentang kanker lebih mengganggu daripada kenyataan dan
mempengaruhi penguatan/penurunan penyembuhan.
6. Nyatakan secara normal keterbatasan yang akan dialami (bila ada), misalnya : membatasi
pemajana sinar matahari, masukan alkohol, kehilangan waktu kerja karena pengobatan di rumah
sakit.
Rasional : Bila pembatasan diperlukan, memungkinkan klien/orang terdekat mulai menempatkan
diri mereka pada perspektif dan rencana/adaptasi sesuai indikasi.
7. Berikan materi tertulis tentang kanker, pengobatan, dan ketersediaan system pendukung.
Rasional : Ansietas dan berpikir terus-menerus dengan pikiran tentang kehidupan dan kematian
sering mempengaruhi kemampuan klien untuk mengasimilasi informasi adekuat.
8. Tinjau ulang aturan pengobatan khusus dan penggunaan obat yang di jula bebas.
Rasional : Meningkatkan kemampuan untuk mengatur perawatan diri dan menghindari risiko
komplikasi, reaksi/interaksi obat.
9. Beri tahu kebutuhan perawatan khusus di rumah, misalnya: kemampuan untuk hidup sendiri,
melakukan prosedur/pengobatan yang diperlukan.
Rasional : Memberikan informasi mengenai perubahan yang doperlukan dalam rencana memenuhi
kebutuhan terapeutik.
10. Lakukan evaluasi sebelum pulang ke rumah sesuai indikasi.
Membantu dalam transisi ke lingkungan rumah dengan memberikan informasi tentang kebutuhan
perubahan pada situasi fisik, dan membantu dalam penyediaan bahan yang diperlukan.
11. Rujuk pada sumber-sumber di komunitas sesuai indikasi, misalnya : pelayanan social (bila ada).
Rasional : Meningkatkan kemampuan prawatan mandiri dan kemandirian optimal.
12. Tinjau ulang bersama klien/orang terdekat pentingnya mempertahankan status nutrisi optimal.
Rasional : Meningkatkan kesejahteraan, memudahkan pemulihan, dan memungkinkan klien
menoleransi pengobatan.
13. Dorong variasi diet serta pengalaman dalam perencanaan makan.
Rasional : Kreativitas dapat meningkatkan keinginan dan masukan makanan, khususnya bila
makanan protein terasa lebih pahit.
14. Berikan buku masak yang didesain untuk klien kanker.
Rasional : Membantu dalam memberikan menu/ide bumbu khusus.
15. Anjurkan meningkatkan masukan cairan dan serat dalam diet serta latiahn teratur.
Rasional : Memperbaiki konsistensi feses dan merangsang peristaltik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak
normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulangutama,
seperti osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.
Kanker tulang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi, keturunan (adapun contoh faktor keturunan/genetika yang dapat meningkatkan resiko
kanker tulang adalah: multiple exostoses, rothmund-Thomson sindrom, retinoblastoma genetic,
Li-Fraumeni sindrom). Selain itu juga kanker tulang disebabkan oleh beberapa kondisi tulang yang
ada sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
Manifestasi klinis yang muncul pada tumor tulang bisa bervariasi tergantung pada jenis
tumor tulangnya, namun yang paling umum adalah nyeri. Akan tetapi manifestasi lainny juga
yang sering muncul, yaitu : persendian yang bengkak dan inflamasi, patah tulang yang disebabkan
karena tulang yang rapuh.
Tumor tulang di bagi menjadi beberapa jenis, antara lain : Multipel myeloma, Tumor Raksasa,
Osteoma, Kondroblastoma, Enkondroma, Sarkoma Osteogenik (osteosarkoma), Kondrosarkoma,
Sarkoma Ewing.
Ada tiga bentuk standar pengobatan kanker tulang, yaitu : pembedahan, terapi radiasi
dan kemoterapi. Adakalanya dibutuhkan kombinasi terapi dari ketiganya. Pengobatan sangat
tergantung pada jenis kankernya, tingkat penyebaran atau bermetastasis dan faktor kesehatan
lainnya.
B. Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien untuk bertahan hidup,
dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak
yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita kanker tulang maupun
penderita kanker lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Palembang : Salemba Medika.
http://silviahidayantiaskep.blogspot.com/2012/05/askep-tumor-tulang.html
http://sectors4u.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-ca-tulang.html

Diposting 14th November 2012 oleh Irsal Cimura


Label: Etiologi Jenis-jenis tumor Patofisiologi Pengertian tumor tulang
0

Tambahkan komentar
Irsal Cimura Blog

S1 Keperawatan

Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis

1.

Oct

30

Kerjasama Luar Negeri STIKES Amanah


Makassar
Satu lagi langkah maju STIKES Amanah Makassar, Kampus kesehatan pertama kali
menggagas kerjasama institusi yang ada Luar negeri dengan 4 negara termasuk filipina.
Dampak kerjasama ini adalah diantaranya : Bantuan hibah luar negeri, Beasiswa luar
negeri, pertukaran dosen dan mahasiswa dan berdampak pada akreditasi institusi yang
bersangkutan. Adapun institusi yang ada di luar negeri yang bergabung adalah Institute
Emilio Aguinaldo College, Phillipines women's university, Arrelano University, Centro
Escolan University, dan ST. Domirie Savio College. Seminar kerjasama ini telah
dilaksanakan pada tanggal 4 September 2014 selanjutnya akan direalisasikan berkat
kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak di STIKES Amanah Makassar.
Diposting 30th October 2014 oleh Irsal Cimura

Label: kerjasama luar negeri stikes amanah makassar.

Tambahkan komentar

2.

Aug

14

Mars STIKES Amanah Makassar


untuk download mars stikes amanah makassar anda bisa mengunjungi alamat dibawah ini
dengan mengklik :
http://www.4shared.com/file/kVlKMNhVba/Mars_stikes_amanah_makassar__3.html

lagu mars tersebut tersedia di 4shared, setelah mengklik alamat tersebut anda akan
diarahkan ke 4shared dan muncul lagu mars stikes amanah makassar, kemudian klik
unduh, anda bisa menggunakan unduh gratis.tunggu sampai selesai kemudian anda bisa
login melalui twitter atau facebook.
selamat mencoba ......

Diposting 14th August 2014 oleh Irsal Cimura

Tambahkan komentar

3.

Aug

14

mars stikes amanah makassar


lagu mars stikes amanah makassar dapat anda download disini.Bagi yang ingin
menghafal lagunya inilah liriknya.

Sekolah tinggi ilmu kesehatan


binaan yayasan amanah makassar
wadah mencerdaskan putra-putri indonesia
guna meraih hidup hidup sejahtera

Junjung tinggi almamater tercinta


dan tridarma perguruan tinggi
ayo bahu membahu meraih cita-cita
demi nusa bangsa dan agama

(Stikes amanah majulah terus


guna membangun bangsa yang mandiri
stikes amanah jayalah selalu
di bumi persada nusantara tercinta) 2x
jayalah selalu....

Nah,alamat untuk download lagu mars tersebut ini alamatnya, anda bisa download
dengan login melalui facebook, twitter, instagram dan google :

https://getsecuredfiles.com/4s/tc/Mars%20stikes%20amanah%20makassar%20%282%29
.amr
selamat mencoba, namun jika kesulitan mendownload silahkan bertanya dengan
mengirimkan email ke irsalcimura@gmail.com atau chat ke Facebook Irsal Cimura.

Diposting 14th August 2014 oleh Irsal Cimura

Label: lagu mars stikes amanah makassar

Lihat komentar

4.

Aug

13

lagu mars stikes amanah makassar dapat anda download disini.Bagi yang ingin
menghafal lagunya inilah liriknya.

Sekolah tinggi ilmu kesehatan


binaan yayasan amanah makassar
wadah mencerdaskan putra-putri indonesia
guna meraih hidup hidup sejahtera

Junjung tinggi almamater tercinta


dan tridarma perguruan tinggi
ayo bahu membahu meraih cita-cita
demi nusa bangsa dan agama

(Stikes amanah majulah terus


guna membangun bangsa yang mandiri
stikes amanah jayalah selalu
di bumi persada nusantara tercinta) 2x
jayalah selalu....

Diposting 13th August 2014 oleh Irsal Cimura

Lihat komentar

5.
May

11

Askep tibia fibula

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1) Anatomi dan Fisiologi Tulang

a. Pengertian Tulang

Tulang terdiri dari materi intra sel, baik berupa sel hidup atau pun sel yang

tidak hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embriohialin tulang rawan

melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang

disebut osteoblas. Kerasnya tulang merupakan hasil deposit kalsium (Barbara

C. Long,hal. 320).

b. Fungsi Tulang

1. Mendukung jaringan tubuh dan memberi bentuk tubuh


2. Melindungi organ tubuh (misalnya, jantung, otak, paru-paru dan jaringan

lunak).

3. Memberikan pergerakan ( oto melekat pada tulang untuk berkontraksi dan

bergerak).

4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sum-sum tulang.

5. Menyimpan garam-garam mineral seperti Mg, Ca dan P.

c. Klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya :

1. Tulang panjang (femur, humerus, tibia dan fibula)

Terdiri dari dua bagian batang dan dua bagian ujung. Tulang pipa ini

bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh dan kemungkinan bergerak.

2. Tulang pendek ( carpals )

Bentuknya tidak teratur, sebagian besar terbuat dari jaringan tulang jarang

karena diperkuat sifat yang ringan padat tipis.

3. Tulang ceper ( tulang tengkorak )

Terdiri dari tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang cacellous.

4. Tulang yang tidak beraturan; vertebrae (sama dengan tulang pendek).

5. Tulang sesamoid.
Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon

dan jaringan fasial. Misalnya patella (cap lutut).

2) Patah Tulang / Fraktur

2.1 Pengertian

a. Patah tulang : terputusnya kontinuitas jaringan

tulang atau tulang rawan1[1])

b. Patah tulang : patah tulang biasanya disediakan oleh

trauma atau tenaga fisik2[2])

c. Patah tulang : diskontuinitas dari jaringan tulang

(patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya

kekerasan yang timbul secara mendadak3[3])

2.2 Penyebab patah tulang

a. Trauma / tekanan pada tulang

1[1] Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua hal. 384

2[2] Sylvia. A. Price Lorraine M. Milson Patofisiologi hal. 1183

3[3] Bernard Bloch, Fraktur dan Dislokasi Hal. 1


Jenis kekuatan yang menyebabkan luka menentukan jenis dan tingkatan

serta jenis patah tulang. Kekuatan itu dapat tensile (dengan tegangan)

tulang ditarik terpisah atau compressive di mana terjepit dan untuk

menentukan tipe injury dan luas patah tergantung pada kerasnya trauma

/ tekanan mengenai tulang.

- Trauma langsung/direk, yaitu bila fraktur terjadi di tempat di mana

bagian tersebut mendapat ruda paksa, misalnya benturan/pukulan

pada antebrakii yang mengakibatkan fraktur.

- Trauma tidak langsung/indirek, misalnya penderita jatuh dengan

lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan

tangan, kolum arargikum humeri, supra kondiler dan klavikula.

- Trauma ringan pun dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri

sudah rapuh.

b. Mineralisasi yang tidak adekuat dari tulang

Patah tulang dapat disebabkan tidak cukupnya mineral pada tulang dan

ini mengacu pada tulang yang patologik, dapat terjadi karena terapi

jangka panjang dengan steroid, osteoposus tulang dan tidak ada aktifitas

yang lama.

3). Pembagian Patah Tulang


Pembagian patah tulang dapat dirasakan dengan jenis dan klasifikasi patah tulang.

1. Jenis-jenis patah tulang

a. Clossed fraktur merupakan suatu keadaan dimana patah tulang tidak

berhubungan dengan area di luar patah tulang atau tidak mengakibatkan

luka pada jaringan otot.

b. Open fraktur adalah terkoyaknya kulit dan jaringan lunak lapisan dalam,

yang diakibatkan langsung oleh patah tulang atau patahan tulang

menembus jaringan otot dan kulit.

Patah tulang berdasarkan garis patah yaitu :

a. Complete : Pemisahan komplit dari tulang

menjadi dua fragmen.

b. Incomplete : Hanya sebagian dari tulang patah

sehingga tulang tidak putus serta tidak terjadi

pergeseran (Pusdiknakes, 1995 Hal 75)

2. Klasifikasi patah tulang

a. Green stick

Patah tulang di satu sisi tulangnya pecah dan sisi lainnya bengkak.

b. Transverse
Patah tulang yang arahnya langsung melintasi secara luas atau membesar.

c. Patah tulang yang arahnya membentuk sudut melintasi tulang secara luas

atau membesar.

d. Spiral

Patah tulang yang melilit mengelilingi batang tulang

e. Canmunited

Patah tulang di mana tulang pecah menjadi beberapa bagian atau pecahan.

f. Deppessed

Patah tulang yang pecahan-pecahan tulang terkendali (sering terlihat pada

patah tulang tengkorak dan tulang muka).

g. Compression

Patah tulang di mana pecahan-pecahan tulang masuk pada tulangnya sendiri

(sering terlihat pada patah tulang belakang).

h. Avulsion

Patah tulang di mana pecahan tulang ditarik oleh jaringan ikat/ligament atau

tarikan tendor.

i. Impacted
Di mana pecahan tulang mendesak masuk keperluan-pecahan tulang lainnya.

4). Patofisiologi

Tulang dikatakan fraktur atau patah bila terdapat interupsi/pemotongan dari


kontinuitas jaringan tulang, biasanya fraktur disertai cedera jaringan di
sekitarnya yaitu ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.
Trauma yang terjadi pada patah tulang akan menyebabkan seseorang memiliki
keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan lunak
yang terdapat di sekitar fraktur : seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta
organ lain yang ada di sekitarnya dapat rusak pada waktu trauma ataupun
karena mencuatnya tulang yang patah. Tulang memiliki sangat banyak
pembuluh darah, maka akibat dari fraktur yang keluar dari volume darah ke
dalam jaringan lunak atau pada luka yang terbuka. Luka dan keluarnya darah
tersebut dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.

5). Gambaran klinik

a. Deformitas atau perubahan bentuk/struktur.

b. Nyeri akibat kerusakan jaringan dan perubahan struktur, spasme yang dapat

disebabkan dengan penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.

c. Echiomosis atau perubahan sub-cutan

d. Berkurangnya sensori yang dapat terjadi karena adanya gangguan sarag, di

mana sarag itu dapat atau terjepit atau terputus oleh gangguan tulang.

e. Pergerakan abnormal

f. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal, nyeri dan spasme

g. Krepitasi yang dapat didengar dirasakan bila fraktur digerakkan


h. Shok yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa nyeri yang

hebat

i. Foto x-ray menunjukkan abnormal pada bagian tulang.

6). Proses penyembuhan tulang (Bone Healing)

Untuk penyembuhan fraktur (patah tulang) diperlukan, mobilisasi dilaksanakan

dengan cara :

1. Pembidaian physiologic

Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga dan mencegah

pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.

2. Pembidaiam secara ortopedi eksternal

Ini digunakan dengan gips dan traksi

3. Fiksasi internal

Pada metode ini kedua tulang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan

difiksasi dengan plat dan skrop atau diikat dengan kawat.

Tingkatan-tingkatan pertumbuhan tulang sebagai berikut :

1. Hematoma formation (pembentukan hematom)


Karena pembuluh darah cederah, maka terjadi pendarahan pada daerah fraktur.

Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang patah.

2. Fibrin meskwork (pembentukan fibrin)

Hematona menjadi terorganisir karena fibioblast masuk lokasi cedera

membentuk fibrin meskwork (gumpalan fibrin) berdinding sel darah putih pada

lokasi, melokalisir radang.

3. Inflasi osteoblast (pembentukan kolagen)

Oskoblas masuk ke darah untuk pembuluh darah berkembang mengalirkan

nutrisi untuk membentuk kolagen.

4. Callus formation (pembentukan callus)

Osteoblas terus membuat jalan masuk untuk membangun tulang, osteoblast

merusak tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.

5. Remodeling

Pada langkah terakhir in callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang

trabecular terbentuk pada garis cedera.

7) Penatalaksanaan fraktur
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :

a.) Recognisi / pengenalan

Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas

b.) Reduksi / manipulasi

Usaha untuk tindakan manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat

kembali seperti letak asalnya.

c.) Retensi / memperhatikan reduksi

Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen

d.) Traksi

Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan

memakai katrol dan tahanan beban untuk mengokong tulang.

e.) Gips

Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk

tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.

8). Operation / pembedahan

Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan.

Metode ini disebut fiksasi internal dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi
tersbut, maka fraktur akan diresposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi

dengan menggunakan alat orthepedi yang sesuai.

9). Komplikasi akibat fraktur

10). Komplikasi penyembuhan fraktur

Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi setahap akan

mengalami proses penyantunan tetapi ada juga yang menderita ketidakmampuan

fisik akibat komplikasi seperti :

a.) Mal union, yaitu suatu keadaan fraktur ternyata sembuh dalam posisi yang

kurang sesuai, membentuk sudut atau posis terkilir.

b.) Delayed union, yaitu proses penyembuhan yang terus berlangsung tetapi

kecepatannya lebih rendah dari biasanya.

c.) Non union, yaitu suatu keadaan di mana tidak terjadi penyembuhan fraktur

yang dapat menjadi komplikasi yang mencelakakan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan. Proses keperawatan adalah, suatu proses pemecahan masalah yang

dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui

suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien.

Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :


1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisanya sehingga diketahui kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data

merupakan pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa

keperawatan. Dalam pengkajian data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang

sebagai berikut :

a. Pengumpulan data

Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menggali data dari berbagai

sumber yang mendukung dan mempengaruhi timbulnya masalah. Sumber

data tersebut berasal dari klien, keluarga, perawat dan tim kesehatan yang

lainnya, status serta pemeriksaan laboratorium dan radiology.

Metode pengumpulan data

1.) Identifikasi klien : Nama lengkap, umur, jenis

kelamin, status perkawinan, agama, suku

bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

dan alamat.

2.) Identifikasi penanggung

3.) Riwayat penyakit antara lain :


a.) Keluhan utama : Pada keluhan utama akan nampak

semua apa yang dirasakan klien pada saat itu

seperti nyeri pada tungkai sebelah kanan

akibat fraktur sifat-sifat dari nyeri, lokasi,

identitas, serta keluhan-keluhan lain yang

menyertai.

b.) Riwayat kesehatan masa lalu/lampau

Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan

informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu

yang pernah diderita dan diterima pada masa yang lalu.

4.) Pemeriksaan fisik

a.) Inspeksi :

- Bentuk ( tulang panjang)

- Adanya deformitas

- Adanya luka laserasi

b.) Palpasi pada fraktur, bila dipalpasi akan timbul nyeri

5.) Laboratorium darah Hb bila berkurang dari 10 mg% menandakan anemia

dan jumlah leukosit. Bila lebih dari 10.000/mm3 menandakan adanya

infeksi.
6.) Radiologi xray akan menunjukkan adanya fraktur.

b. Analisa data

Dengan melihat data subjektif dan data objektif dapat menentukan

permasalahan yang dihadapi klien dengan memperhatikan masalah dapat

diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil

analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan yang muncul.

c. Diagnosa

Kesimpulan yang dibuat oleh perawat berdasarkan data yang telah terkumpul

mengenai reaksi-reaksi klien terhadap penyakit dan keperawatannya,

kebutuhan dan masalah yang dihadapi klien. Masalah yang dapat timbul

dapat berupa potensial maupun aktual. Diagnosa keperawatan pada klien

dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka dapat tersusun

berdasarkan prioritas masalah sebagai berikut :

1. Nyeri berhubungan dengan fraktur.

2. Resiko terjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

kekurangan pengembangan paru akibat mobilisasi.

3. Menurunnnya mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler

skletal, imobilisasi ekstremitas.


4. Gangguan integritas kulit ; dekubitus berhubungan dengan penurunan

sirkulasi daerah yang tertekan karena imobilisasi.

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.

7. Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan

kurangnya aliran darah, trauma langsung pada vaskuler dan jaringan

serta edema yang berlebihan.

2. Perencanaan (Pusdiknakes, 1995 Hal 85).

Setelah diagnosa ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah memenuhi

kebutuhan tersebut melalui suatu perencanaan yang baik.

a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang

ditandai dengan :

- Klien mengatakan nyeri pada tungkai kanan bawah

- Tampak luka fraktur pada tungkai kanan bawah

- Ekspresi wajah tampak meringis apabila timbul nyeri

- Tampak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah.

Tujuan :
Nyeri berkurang dengan kriteria :

- Tidak tampak adanya luka

- Ekspresi wajah tampak tenang

- Tidak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah

Tindakan keperawatan :

1. Kaji tingkat nyeri

Rasional :

Dengan mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dapat

mempermudah dalam memberikan tindakan.

2. Ukur tanda tanda vital

Rasional :

Pengukuran tanda-tanda vital merupakan salah satu indikator dalam

menentukan tingkah nyeri yang dirasakan klien.

3. Atur posisi yang menyenangkan

Rasional :

Dengan mengatur posisi yang menyenangkan dapat mengurangi rasa nyeri.


4. Ajarkan teknik relaksasi

Rasional :

Dengan teknik relaksasi memungkinkan sirkulasi O2 kejaringan terpenuhi.

5. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik : pondex 500 mg 3 x 1 tablet

Rasional :

Dengan pemberian obat analgetik dapat menekan ambang nyeri sehingga

nyeri tidak di persepsikan di otak.

b. Gangguan mobilitas fisik b/d fraktur ditandai dengan :

- Klien mengatakan kaki kanan tidak bisa diangkat.

- Tampak kaki kanan tidak bisa diangkat

- Ekspresi wajah meringis

- Tampak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah.

- Tampak kaki kanan gerakannya terbatas.

Tujuan

Gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria :

- Kaki kanan bisa diangkat


- Ekspresi wajah tampak tenang

- Tidak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah

- Klien bebas menggerakkan kaki kanannya.

Tindakan keperawatan

1. Kaji derajat mobilitas klien

Rasional :

Untuk mengetahui kemampuan klien menggerakkan tungkai kanan bawah.

2. Bantu klien dalam rentang gerak pada tungkai kanan bawah

Rasional :

Dengan pergerakan extremitas bawah dapat meningkatkan aliran darah ke

otak dan tulang.

3. Ubah posisi klien setiap 2 jam

Rasional :

Dengan mengubah posisi klien dapat mengurangi penekanan bagian

bawah.
4. Jelaskan pentingnya mobilisasi

Rasional :

Agar klien dapat mengerti mobilisasi dan dapat mempertahankan gerak.

c. Gangguan pemenuhan ADL b/d pembatasan aktivitas ditandai dengan :

- Klien mengatakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dibantu oleh

keluarga.

- Klien mengatakan selama di rumah sakit belum pernah mandi

- Kebutuhan sehari-hari dibantu oleh keluarga

- Bab, bak dibantu oleh keluarga

- Tampak kulit kotor dan tercium bau badan.

Tujuan

Klien akan menunjukan kebutuhan sehari-hari terpenuhi dengan kriteria :

- Eliminasi bab, bak tidak dibantu oleh keluarga

- Kulit klien tampak bersih dan tidak tercium bau badan

Tindakan keperawatan

1. Kaji kesukaran-kesukaran yang dialami klien


Rasional :

Dengan mengkaji kesukaran-kesukaran yang dialami klien, kita dapat

mengetahui kemampuan klien memenuhi kebutuhannya.

2. Mandikan klien di tempat tidur

Rasional :

Dengan memandikan dapat memberi rasa segar dan bersih.

3. Libatkan keluarga dalam tindakan perawatan diri klien

Rasional :

Agar klien merasa diperhatikan oleh keluarga dan semua kebutuhan

terpenuhi.

4. Beri penjelasan tentang perawatan diri

Rasional :

Dengan memberikan penjelasan maka klien dan keluarga dapat mengerti

dan memahami tentang pentingnya perawatan diri.

d. Resiko perluasan infeksi b/d adanya luka ditandai dengan :

- Tampak adanya luka pada tungkai kanan bawah

- Tampak oedema pada tungkai kanan bawah


- Terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah.

- Leukosit 20.000,103/mm3.

Tujuan

Peluasan infeksi teratasi dengan kriteria :

- Luka kering

- Tidak tampak oedema

- Tidak terpasang gips spalk

Tindakan keperawatan

1. Kaji tanda tanda perluasan infeksi

Rasional :

Untuk mengetahui sejauhmana perluasan infeksi dan penentukan tindakan

selanjutnya.

2. Pertahankan teknik aseptif dan antiseptif

Rasional :

Dengan teknik aseptif dan antiseptif dapat mencegah perluasan infeksi.


3. Ganti verban setiap hari

Rasional :

Untuk menyembuhkan luka dan mencegah berkembangbiaknya

pertumbuhan mikroorganisme disekitar luka.

4. Penatalaksanaan pemberian obat antibiotik :

- Cyprofloxacin 500 mg 3 x 1 tablet

- Metronidazole 500 mg 3 x 1 tablet

Rasional :

Dengan pemberian antibiotik dapat melemahkan dan membunuh kuman

yang ada disekitar luka.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang

meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat.

Dalam melaksanakan rencana tersebut harus kerjasama dengan tim kesehatan

yang lain, keluarga klien dan dengan klien sendiri.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :


- Kebutuhan klien

- Dasar dari tindakan

- Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat

- Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri

- Sumber-sumber dari instansi

4. Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan

dalam memenuhi kebutuhan klien

Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses

keperawatan.

Adapun evaluasi klien dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka

dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan

asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian

kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada klien dengan gangguan sistem

muskuloskletal dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka.


BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal masuk : 27 07 2002

Tanggal pengkajian : 23 08 2002

No. Register : 053314

Ruangan : Bedah (T.I Orthopedi)

Dx. Medis : Fraktur Tibia + Fibula Desetra

A. Biodata
1. Identitas klien

Nama : TN. M

Umur : 43 tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki


Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia

Penghasilan : -

Kawin / Belum : Kawin

Alamat : Mallawa Kabupaten Maros

2. Identitas Penanggung

Klien ditanggung oleh JPS.

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Terasa nyeri pada tungkai kanan bawah.

2. Riwayat keluhan utama : keluhan ini dirasakan sejak tanggal 27 Juli 2002 yang

lalu, akibat tertabrak mobil saat mengendarai motor dari arah depan sehingga

klien mengalami patah tulang, saat itu juga klien pingsan dan oleh keluarganya di

bawah ke puskesmas Mallawa selama 2 jam dan setelah sadar klien dibawah ke

RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, mual, muntah.

3. Sifat keluhan : rasa nyeri hilang timbul, frekwensi nyeri biasanya 15 menit

sampai 20 menit.
4. Lokasi : pada tungkai kanan bawah

5. Keluhan lain yang menyertai tidak ada

6. faktor pencetus yang menimbulkan nyeri yaitu : apabila klien miring kekiri

7. keluhan bertambah bila banyak bergerak dan keluhan berkurang bila istirahat.

C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Klien tidak pernah menderita penyakit yang sama

2. Klien tidak pernah di rawat di rumah sakit

3. Klien ada riwayat alergi (gatal-gatal)

4. Klien pernah minum alkohol

5. Klien tidak tergantung pada salah satu jenis obat

6. Klien tidak pernah di imunisasi

D. Riwayat Kesehatan Keluarga

G. I
G. II
Keterangan :

1. = laki-laki / perempuan

2. = meninggal karena penyakit ketuaan

3. = klien

4. = serumah klien

- Generasi I meninggal karena penyakit ketuaan

- Klien serumah dengan istri dan keempat orang anaknya

E. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan = sakit sedang

2. Tinggi badan = 165 cm

Berat badan = 60 kg

3. Tanda-tanda vital

- Tekanan darah = 120/80 mmHg

- Nadi = 80 x/mnt

- Pernafasan = 20 x/mnt

- Suhu badan = 36,60c

4. Keadaan kulit

a. Inspeksi

Kondisi kulit

- Turgor kulit = elastisitas

- Warna kulit = sawo matang

- Kelembaban kulit = baik

- Tampak bekas gatal-gatal yang sudah lama (warna kehitaman)

b. Palpasi
- Tidak teraba ada pengerasan kulit

- Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba adanya kelainan kulit

5. Kepala dan rambut

a. Rambut : inspeksi : - Distribusi merata, tidak ada

kelainan pertumbuhan rambut.

- Tidak tampak adanya alopesia

- Warna rambut : hitam

Palpasi : - Tekstur rambut halus

- Rambut mudah tercabut

b. Kepala : inspeksi : - Tidak tampak adanya ketombe

- Tidak tampak adanya luka

Palpasi : - Tidak adanya nyeri tekan

- Tidak teraba adanya massa/benjolan


6. Muka

Inspeksi : - Tampak simetris kiri dan kanan

- Ekspresi wajah nampak meringis bila nyeri timbul

- Muka tidak pucat

Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan

7. Mata

Inspeksi : - Palpebra : Tidak tampak adanya oedem

- Sklera :Tidak tampak icterus

- Conjungtiva : tidak pucat

- Pupil : isokor

- Tidak tampak penonjolan bola mata

- Bola mata dapat digerakkan kesegala arah

Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba adanya peningkatan tekanan intra

okuler (TIO)

8. Hidung
Inspeksi : - Tidak tampak adanya polip

- Tidak tampak pengeluaran cairan dari hidung

- Tidak tampak adanya radang

- Tampak simetris kiri dan kanan

- Tampak septum tidak deviase

Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan

9. Telinga

Inspeksi : - Tidak tampak pengeluaran cairarn dan segmen

- Tidak tampak pemakaian alat bantu dengar

- Dapat mendengar bisikan

Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan

10. Rongga Mulut :

Inspeksi : a. Gigi : - Tampak gigi geraham bawah kanan dan kiri

sudah tercabut : kanan I, kiri II. Gigi geraham atas

kanan dan kiri sudah tercabut kanan I, kiri I.

b. Gusi : Tidak tampak radang


c. Lidah : Tidak tampak kotor

d. Mulut / bibir :

- Tidak tampak signosis

- Bibir tampak basah

- Tidak ada gangguan bicara

11. Leher

Inspeksi : - Tidak tampak pembesaran getah bening

- Tidak tampak peningkatan vena jugularis

Palpasi : - Tidak teraba pembesaran kelenjar teroid

- Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe

- Tidak ada nyeri tekan

12. Ketiak

Inspeksi : - Tidak tampak pembesaran getah bening

Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba pembesaran getah bening pada ketiak


13. Thorax dan paru-paru

Inspeksi : - Bentuk dada : normal chest

- Pergerakan dada tampak simetris kiri dan kanan

- Frekwensi pernafasan 20 kali permenit dan

iramanya teratur

- Payudara simetris kiri dan kanan

Palpasi : - Vokal phremitus : getaran seimbang kiri dan kanan

- Tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : - Suara pernafasan : vesikuler pada semua lapang paru

- Suara napas tambahan tidak ada

Perkusi : - Pekak pada area jantng

- Sonor pada area paru

14. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak ics V mid clavicularis kiri

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics V mid clavicularis kiri

Perkusi : Batas jantung : terdengar pekak pada ics III, IV, V bagian kiri
Palpasi : - BJ di ics 4 parasternalis kiri

Ics 5 midklavidularis kiri

- BJ II di is 2 parasternalis kiri

ics 2 parasternalis kanan.

15. Abdomen

Inspeksi : - Bentuk = datar

- Tidak tampak adanya asites

- Tidak tampak adanya massa / benjolan

- Warna kulit sama dengan sekitarnya

- Tidak tampak adanya bekas luka

Auskultasi : - Peristaltik usus 6 x/menit

Palpasi : - Tidak teraba pembesaran Hepar

- Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba pembesaran lien

Perkusi : - Bunyi tympani pada seluruh kwadram perut


16. Genitalia dan Anus

Tidak dikaji, menurut klien tidak ada kelainan.

17. Extremitas ( data fokus )

a. Extremitas bagian atas

Inspeksi : - Tidak tampak adanya oedem

- Tidak tampak atropi otot

Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan

- Tidak teraba adanya massa / benjolan

b. Extremitas bagian bawah

Inspeksi : - Tampak tidak simetris kiri dan kanan

- Tampak luka tertutup gips spalk pada tungkai

bawah kanan

- Tampak kaki kanan sulit digerakkan

- Tampak oedema pada tingkai kanan bawah

Palpasi : - Nyeri tekan pada tungkai kanan bawah


- Teraba adanya oedema pada tungkai kanan bawah

- Tidak teraba adanya krepitasi otot

Perkusi : Refleks fisiologis

- Kpr - / +

- Apr - / +

Reflex pathologis :

- Babinsky : + / -

18. Pemeriksaan Diagnostik

HB = 1400 gr/dl Nilai normal (12-16 gr/dl)

Leukosit = 200-10,103/mm3 Nilai normal 5000-10.000/mm3

Trombosit = 294.103/mm3 Nilai normal 150-400 ribu/ul

CT = 8.30 menit Nilai normal 1-10 menit

BT = 2,30 menit Nilai normal ( 1-7 menit)

19. Pola Kegiatan Sehari-hari


1. Nutrisi

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Pola makan = nasi, sayur, lauk - Tidak ada

- Frekwensi = 3 x sehari

- Nafsu makan = baik

- Makanan petang = tidak ada

- Makanan yang disukai = tidak ada yang special

2. Cairan

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Banyaknya minum - Tidak ada

- Jenis minuman yang disukai = 3 x sehari

- Jenis minuman yang disukai = teh

3. Eliminasi

A. Buang air Besar

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Frekwensi = 1 x sehari - Buang air besar ditempat

- Warna = kuning dengan memakai pot

- Konsistensi = lembek

B. Buang air kecil

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Frekwensi = 4 -5 x / hari - Buang air kecil di tempat

- Warna = kuning jernih tidur dengan menggunakan

- Bau = pesing pispot


4. Olahraga dan aktifitas

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Olahraga yang disukai tidak ada - Tidak ada perubahan

5. Istirahat dan tidur

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Tidur malam / jam = 22.00 05.00 - Tidak ada perubahan

- Tidur siang / jam = 14.00 15.00

- Tidak mudah terbangun

6. Personal hygiene
Kebiasaan Perubahan selama sakit
- Mandi = 2 x / hari - Klien mengatakan selama
- Sikat gigi = 2 x / hari di rumah sakit belum
- Kebersihan rambut = 3 x seminggu pernah mandi

7. Pola interaksi sosial

1. Orang yang terdekat dengan klien adalah istri

2. Mudah mendapat teman

3. Jika ada masalah disikusikan dengan istri

4. Hubungan interaksi dalam keluarga baik


8. Keadaan psikologis selama sakit

1. Klien merasa biasa-biasa saja dengan kondisinya

2. Klien mengharapkan cepat sembuh

3. Pola interaksi dengan tenaga kesehatan dan lingkungannya baik

9. Kegiatan keagamaan

Kebiasaan Perubahan selama sakit

- Klien rajin beribadah ( sholat 5 x sehari) - Tidak teratur

10. Perawatan / pengobatan

1. Perawatan

a. Bedrest

b. Pemasangan gips spalk pada tungkai bawah kanan

c. Mengukur tanda-tanda vital

d. Mengobservasi tanda-tanda perluasan infeksi

e. Mengganti verband setiap hari

f. Pemenuhan (ADL) di tempat tidur

g. Diet nasi bubur


2. Pengobatan : - Pondex 500 mg 3 x 1 tabet/hari ( bila perlu )

- Cyprofloxalin 500 mg 3 x 1 tablet

- Metromidazole 500 mg 3 x 1 tablet


KLASIFIKASI DATA

A. Data Subjektif

1. Klien mengatakan nyeri tungkai bawah kanan

2. Klien mengatakan kaki kanan tidak bisa diangkat

3. Klien mengatakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dibantu oleh keluarga

4. Klien mengatakan selama di rumah sakit belum pernah mandi

B. Data Objektif

1. Tampak tungkai bawah kanan terpasang gips spalk

2. Ekspresi wajah tampak meringis apabila timbul nyeri

3. Tampak oedema pada tungkai kanan bawah

4. Tampak kaki kanan dan kaki kiri tidak simetris

5. Nyeri tekan pada tungkai kanan bawah

6. Kebutuhan sehari-hari klien di bantu oleh keluarga

7. BAB, BAK dibantu oleh kelurga


8. Tampak adanya luka pada tungkai kanan bawah

9. Leukosit 20.000 103/mm3

10. Tanda-tanda vital : - TD = 120/80 mmHg

- N = 80 x / menit

- P = 20 x / menit

- S = 36,60c

11. Tampak kaki kanan tidak bisa diangkat

ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS = Nyeri
Fraktur
- Klien mengatakan nyeri pada
tungkai kanan bawah
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang
DO =
- Tampak luka fraktur pada tungkai Merangsang pengeluaran zat
kanan bawah btadikinin dan histamin
- Ekspresi wajah tampak meringis
apabila timbul nyeri
- Tampak terpasang gips spaik pada Rangsangan diterima oleh
tungkai kanan bawah nasiseptor

2 DS =
- Klien mengatakan kaki kanan Cortex cerebri
tidak bisa diangkat Gangguan
Nyeri dipersepsikan mobilitas fisik
DO =
- Tampak kaki kanan tidak bisa
Fraktur
diangkat
- Ekspresi wajah meringis
Kerusakan rangka
- Tampak terpasang gips spaik pada
neuromuskuler
tungkai kanan bawah
- Tampak kaki kanan gerakannya
Penurunan kekuatan
terbatas
otot/kontrol otot
3 DS =
- Klien mengatakan untuk Ketidak mampuan untuk Gangguan
memenuhi kebutuhan sehari-hari bergerak sesuai tujuan dalam pemenuhan ADL
dibantu oleh keluarga lingkungan fisik
- Klien mengatakan selama

Mobilisasi

Penurunan kekuatan otot

Ketidak mampuan untuk


bergerak

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


Di rumah sakit belum penah mandi
Tidak terpenuhinya kebutuhan
ADL
DO =
- Kebutuhan sehari-hari dibantu
oleh keluarga
- Bab,bak dibantu oleh keluarga
- Tampak kulit kotor dan tercium
bau badan

4 DS =
DO = Resiko perluasan
- Tampak adanya luka pada tungkai Fraktur infeksi
kanan bawah
- Tampak oedema pada tungkai
kanan bawah Adanya luka
- Terpasang gips spaik pada tungkai
kanan bawah Media tumbuhnya
- Leucosit 20.000.103/mm3 mikroorganisme
Terjadinya oedema

Resiko perluasan infeksi

Diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang ditandai

dengan :

DS : Klien mengatakan nyeri pada tungkai kanan bawah

DO : - Tampak luka fraktur pada tungkai kanan bawah

- Ekspresi wajah tampak meringis apabila timbul nyeri

- Tampak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah

2. Gangguan mobilitas fisik b/d fraktur ditandai dengan :

DS : Klien mengatakan kaki kanan tidak bisa diangkat

DO : - Tampak kaki kanan tidak bisa diangkat

- Ekspresi wajah meringis

- Tampak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah


- Tempat kaki kanan gerakkannya terbatas

3. Gangguan pemenuhan ADL b/d pembatasan aktifitas ditandai dengan :

DS : - Klien mengatakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dibantu oleh

kelurga

- Klien mengatakan selama di rumah sakit belum pernah mandi

DO : - Kebutuhan sehari-hari dibantu oleh keluarga

- BAB, BAK di bantu oleh keluarga

- Tampak kulit kotor dan tercium bau badan

4. Resiko perluasan infeksi b/d adanya luka ditandai dengan :

DS : -

DO : - Tampak adanya luka pada tungkai kanan bawah

- Tampak oedema pada tungkai kanan bawah

- Terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah

- Leukosit 20.000, 103/mm3


TINDAKAN KEPERAWATAN / CATATAN
PERKEMBANGAN
No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
1. 23/8/2001 1 08.00 1. Mengkaji tingkat nyeri yaitu nyeri Tanggal 24-8-2002 jam 07.30

sedang dengan skala 3 (nyeri Sbila = klien masih mengeluh nyeri

digerakkan) O = Ekspresi wajah masih

08.05 2. mengukur tanda-tanda vital : meringis apabila kaki kanan

TD = 120/80 mmHG digerakkan

P = 20 x/menit A = rasa nyaman nyeri belum

N= 80 x/menit teratasi

S = 36,60c P = lanjutkan intervensi 1, 2, 3,

08.10 3. Mengatur posisi yang 4, 5.

menyenangkan yaitu : tidur

telentang dengan kaki di luruskan

4. mengajarkan tehnik relaksasi

08.15 dengan cara tarik napas melalui

hidung dan menghembuskan

melalui mulut secara pelan

5. memberi minum obat pondeze 500

07.30 gr 1 tablet

S = klien mengatakan kaki

2 2 08.20 kanan tidak bisa diangkat


No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
1. Mengkaji derajat mobilitas klien
O = tampak kaki kanan tidak

yaitu klien hanya mampu bisa diangkat

08.25 menggerakkan ekstremitas atas.


A = hambatan mobilitas fisik

2. membantu klien dalam rentang belum teratasi

gerak pada ekstremitas bawah


P = lanjutkan intervensi 1, 2, 3,

yaitu klien sulit mengangkat kaki 4.

08.30 kanannya

3. mengubah posisi klien yaitu dari

posisi telentang ke posisi miring

08.35 kekanan.

4. menjelaskan kepada klien tentang

pentingnya mobilisasi agar tidak

terjadi kekakuan sendi

No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
3. 23/8/2002 3 10.00 1. Mengkaji kesukaran-kesukaran Tanggal 24-8-2002

yang dialami klien yaitu dalam


No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
memenuhi kebutuhan BAB, BAK,
S = klien mengatakan

10.30 dan memandikan kebutuhan BAB, BAK dan

2. melibatkan keluarga dalam memandikan masih dibantu

tindakan perawatan diri yaitu oleh keluarga

dengan memperhatikan kebersihan


O = Tampak kebutuhan BAB,

badan klien BAK dan memandikan dibantu

10.05 3. memandikan klien di tempat tidur oleh kelurga

dengan menggunakan sabun


A = kebutuhan ADL belum

mandi, handuk teratasi

4. memberi penjelasan tentang


P = lanjutkan intervensi 1, 2, 3,

10.25 perawatan diri 4.

4 4 08.00 1. mengkaji tanda-tanda perluasan


S = -

infeksi yaitu adanya bengkak pada


O = masih tampak adanya luka

kaki kanan bawah Tampak oedema pada kaki

08.05 kanan
No
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi / Soap
DX
2. mempertahankan tehnik aseptik
A = resiko perluasan infeksi

dan antiseptik dengan belum teratasi

menggunakan alat steril dan bahan


P = lanjutkan intervensi 1, 2, 3,

08.10 steril 4.

07.30 3. mengganti verband

4. memberikan obat metronidazole

500 mg 1 tablet dan obat

cyprofloxacin 500 mg 1 tablet


RENCANA KEPERAWATAN

RANCANGAN PENYULUHAN

Diagnosa keperawatan : Gangguan ADL ; Personal Hygiene berhubungan dengan

Fraktur
Diposting 11th May 2013 oleh Irsal Cimura

Label: Konsep dasar medik tinjauan kasus.

Tambahkan komentar

6.

Nov

18

Askep spondilitis

Askep Spondilitis

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SPONDILITIS

Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif
oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari
focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang
penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan
deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit
neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling
jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga
jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000). Tuberkulosis tulang belakang atau
dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang
bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis
yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya
berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Potts
disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra
lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-
2.(1,2,3,4) Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa
nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah
timbul abses ataupun kifosis.

Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari
tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur
lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)

Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat
badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit
pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
(Rasjad. 1998) Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas,
klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum
ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada
vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal,
dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla
spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda
yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.
(Harsono,2003). Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses
retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga
gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium
awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003)

Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga
terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus
urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi
tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari
jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi
ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh
karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan
oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra
akan menimbulkan kiposis.
Pathways
Komplikasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts
paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh
pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila
muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi
atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.

Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab


paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun
sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan
saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra
torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada
vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang
merupakan cold abscess.

Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel
B. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto toraks / X ray
b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c) Foto polos vertebra
d) Pemeriksaan mielografi
e) CT scan atau CT dengan mielografi
f) MRI

Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest). Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi
gerak vertebra, memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah:
- Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500
mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten)
selama 4 bulan (54 kali)
- Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap
yaitu :
Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid
1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi
hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat
diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik,
laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang
belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa
hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses). Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif
oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses
yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa,
yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai
tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa
fusi posterior atau melalui operasi radikal.
Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang
belakang yang disebut total treatment (1989).
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai
infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC
tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa
deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita
dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.
Dampak Masalah
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami
suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan
dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan
perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi
kesehatan antara lain :
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien
akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2. Pola aktifitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung
menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
3. Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang
lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi
aktivitas rutin dalam keluarga itu.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan
asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan
yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri
arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari
tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa
keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada
klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan
dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal
dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan
menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat
badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di
dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu
hidajat, 1997 : 20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab
timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan
kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan
perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga
emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak
semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah
persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat
tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan
kesehatan klien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme.


Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah
dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga
klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. (Abdurahman, et al 1994 : 144)
c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata
laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat
tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga
akan mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi
aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga
ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri


Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila
terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih
sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak
terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan
mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan
bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan
kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai
penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang
belakang terlihat bentuk kiposis.

b. Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan
(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang
area posterior.
- Terdapat penyempitan diskus.
- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
- Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
- Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data
subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal
dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil
pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan
masalah yang di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien
yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. (
Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body image.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah. ( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
d. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien. ( Tim
Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a. Diagnosa Keperawatan I
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri.
1. Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2. Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3. Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang
tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun
posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta
ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e) monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa
tak nyaman pada lambung atau diare.
4. Rasional
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinal.
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat
menimbulkan efek samping.
b. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.
1) Tujuan
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
2) Kriteria hasil
a. klien melaporkan penurunan nyeri
b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan.
3) Rencana tindakan
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah
yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa
nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
4) Rasional.
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap
nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga
otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau
dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
c. Diagnosa Keperawatan III
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping
yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus
mendengarkan dengan penuh perhatian.
b. Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta
berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
4) Rasional
a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan
ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan
tidak merasa rendah diri.
d. Diagnosa Keperawatan IV
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan di rumah.
1) Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2) Kriteria hasil
a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan
gejala kemajuan penyakit.
3) Rencana tindakan
a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
e. Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap Implementasi:


a. tindakan keperawatan mandiri
b. tindakan keperawatan kolaboratif
c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. (
Carol vestal Allen, 1998 : 105 )
f. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang di amati dengan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
a. pencapaian kriteria hasil
b. keefektipan tahap tahap proses keperawatan
c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:
1. Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa
nyaman .
2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3. Nyeri dapat teratasi
4. Tidak terjadi komplikasi.
5. Memahami cara perawatan dirumah

Sumber : Posting by Mbah Bejo (10/03/2008)


Label : Askep Keperawatan KMB

Diposting 18th November 2012 oleh Irsal Cimura

Label: Etiologi Manifestasi klinik Patofisiologi

Tambahkan komentar

7.

Nov

18

Askep Traksi

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN TRAKSI

DI SUSUN OLEH :
NAMA : FRANKY RUMNGEVUR
NIM : 010 01 123
PRODI : S1 KEPERAWATAN
S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AMANAH

MAKASSAR 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
RidhoNya kepada kami sehinggah kami dapat menyelesaikan tugas SISTEM
MOSKULOSKLETAL dengan judul asuhan keperawatan pada pasien dengan traksi
yang di berikan oleh dosen yang bertanggung jawab terhadap mata kuliah ini sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan.

Kami menyadari bahwa isi dalam tugas ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh
karena itu,segala saran baik masukan maupun kritikan sangat kami harapkan.
apabila saran, masukan dan kritikan tersebut sifatnya dapat membangun dan
sekaligus dapat melengkapi segalah kekurangan yang ada pada tugas ini.

Dalam penyusunan tugas ini kami mendapat kendala dalam hal pencarian data-data
yang berhubungan dengan judul materi ini, namun masalah tersebut dapat di atasi
dengan baik, dengan adanya buku-buku dan media-media yang memuat judul tugas
ini sehingga kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada buku-buku dan
media-media yang memuat judul tugas ini.

Makassar,10 Oktober 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .
B. Tujuan .
C. Rumusan masalah .
D. Metode penulisan .
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi traksi
B. Tujuan pemasangan traksi
C. Jenis jenis traksi
D. Prinsip prinsip traksi efektif
E. Komplikasi dan pencegahan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
B. Diagnose Keperawatan
C. Intervensi
D. Evaluasi
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa tulang, femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga reposisi tidak
dapat di lakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian tubuh.
Traksi di gunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi,
menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk
menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi di
perlukan untuk reposisi dan imobilisasi patah tulang panjang. Traksi di gunakan
untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan, mengurangi
nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Penanganan nyeri dan
pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi.

Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan pengunaan traksi dan pembatasan


gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak muda, diabetes, dan perokok (Altman,
1999). Kadang traksi harus di pasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarikan yang di inginkan. Indikasi traksi adalah pasien fraktur dan
atau dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang di gunakan harus
diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang di inginkan. Penjelasan lebih lanjut
mengenai asuhan keperawatan pada klien traksi akan di bahas dalam makalah ini.

B. Tujuan makalah ini di susun bertujuan untuk


1. Memahami konsep dasar, pemasangan traksi.
2. Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan traksi.
3. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah system musculoskeletal
C. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, meliputi:
1. Konsep dasar traksi, terdiri dari defenisi, tujuan, jenis jenis traksi, prinsip prinsip
traksi efektif, komplikasi dan pencegahannya.
2. Asuhan keperawatan pada klien dengan traksi, terdiri dari pengkajian keperawatan,
diagnose keperawatan, intervensi dan evaluasi.

D. Metode penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan literature, dan browsing
dengan berbagai sumber buku dan website yang menjelaskan mengenai traksi yang
ada.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagia tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi
fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua
permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposisi dan
imobilisasi pada tulang panjang.

B. Tujuan pemasangan traksi


Tujuan dari traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot
dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan,
untuk menjaga mereka imobilisasi sedang mereka bersatu.

C. Jenis jenis traksi


1. Traksi skeletas adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera
dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke
dalam. Traksi ini menunjukkan tahanan dorongan yang di aplikasikan langsung ke
skeleton melalui pins, wire atau buat yang telah dimasukkan kedalam tulang
(Taylor, 1987;Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini berat yang
besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil,
untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur
membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
2. Traksi kulit (skin traksi) adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plaster langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48 -72 jam). Traksi kulit menunjukkan dimana
dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui jaringan
7 lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Hal ini biasa dilakukan
dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan nonadhesive kulit, splint, sling,
sling pelvis, dan halter cervical (Taylor,1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
Di karenakan traksi kulit di aplikasikan ke kulit kurang aman, batasi kekuatan
tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor,
1987;Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4kg)
(Taylor, 1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk
periode yang pendek dan lebih sering manajemen temporer fraktur femur dan
dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan
(Taylor,1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).
3. Traksi manual merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat di berikan
secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins. Traksi ini menujukkan
tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di bagian tubuh yang
terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant. Traksi manual di
gunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plester atau selama
pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika ada
kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor,1987; Styrcula, 1994a
and Osmond, 1999).

D. Prinsip prinsip traksi efektif


Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontra traksi (gaya yang bekerja dengan
arah yang berlawan). Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi tempat
tidur mampu memberikan kontra traksi. Kontra traksi harus di pertahankan agar
traksi tetap efektif. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi
fraktur efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering di gunakan untuk mengurangi
spasme otot dan biasanya di berikan sebagai traksi intermitten.

Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut :


1. Traksi skelet tidak boleh putus.
2. Beban tidak boleh di ambil kecuali bila traksi di maksudkan intermitten.
3. Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi di
pasang.
4. Tali tidak boleh macet.
5. Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau
lantai.
6. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat
tidur.
E. Komplikasi dan pencegahan
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien yang
terpasang traksi adalah sebagai berikut :
1. Dekubitus, pencegahannya
1) Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan
intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2) Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misalnya
pelindung siku) sangat membantu perubaha posisi.
3) Konsultasikan pengunaan tempat tidur khusu untuk mencegah kerusakan
kulit.
4) Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter
atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.
2. Kongesti paru pneumonia, pencegahannya
1) Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
2) Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
3) Konsultasikan dengan dokter mengenai pengunaan terapi khusus, misalnya
spirometri insentif, bila riwayat klien dan data dasar menunjukkan klien
beresiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
4) Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu di berikan terapi sesuai indikasi.
3. Konstipasi dan anoreksia, pencegahannya
1) Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas
gaster.
2) Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai pelunak
tinja, laksatif, supposituria, dan enema.
3) Kaji dan catat makanan yang di sukai klien dan masukkan dalam program diet
sesuai kebutuhan.
4. Stasis dan infeksi saluran kemih, pencegahannya
1) Pantau masukkan dan keluaran berkemih.
2) Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup, dan
berkemih setiap 2 3 jam sekali.
3) Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan
dengan dokter untuk menanganinya.
5. Thrombosis vena profunda, pencegahannya
1) Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
2) Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
3) Pantau klien dari adanya tanda tanda thrombosis vena dalam dan
melaporkannya ke dokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
Yang perlu di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :
Dampak psikologik dan fisilogik masalah moskuloskeletal dengan
terpasang traksi.
Adanya tanda tanda disorientasi, kebigungan, dan masalah perilaku
klien akibat terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup
lama.
Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa traksi.
Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan pengisian kapiler.
Integritas kulit.
System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat tekanan, dekubitus.
System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru, stasis pneumonia.
System gastrointestinal perlu di kaji adanya konstipasi, kehilangan nafsu
makan (anoreksia).
System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih, dan ISK.
System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan dan gangguan pada
kardiovaskuler.
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda homa
positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan
adanya thrombosis vena dalam.
Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi, meliputi :

1. Status neurology.
2. Kulit (dekubitus, kerusakan jaringan kulit).
3. Fungsi respirasi (frekuensi, regular/ irregular).
4. Fungsi gastroinstetinal (konstipasi, dullness).
5. Fungsi perkemihan (retensi urin, ISK).
6. Fungsi kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi, akral
dingin).
7. Status nutrisi (anoreksia).
8. Nyeri.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan
dengan traksi.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer
tidak efektif, pembedahan.
C. Intervensi keperawatan
1. Dx. Keperawatan : kurang pengetahuan mengenai program terapi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan pengetahuan klien mengenai program terapi bertambah.
kriteria hasil : klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukan
pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi,
berpartisipasi dalam rencana perawatan.
Intervensi :
1. Diskusikan masalah patologik. R/ membantu perencanaan dasar.
2. Jelaskan alasan pemberian terapi traksi. R/ Agar klien mengetahui
tujuan pemasanngan traksi.
3. Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin. R/ membuat
pasien lebih koperatif.
4. Dorong partisipasi aktif klien dalam perawatan. R/ membantu
dalam proses kemandirian pasien.
2. Dx. Keperawatan : Ansientas berhubungan dengan status kesehatan dan
alat traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukan penurunan ansietas.
Kriteria hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan
perasaan dengan aktif.
Intervensi :
1. Jelaskan prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/
membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
2. Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan
mengapa perlu dilakukan. R/ membantu klien untuk mengerti
mengenai regimen terapi.
3. Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/
memantau keadaan klien setelah dilakukan pemasangan traksi.
4. Doronng klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan
aktif. R/ membantu mengkaji tingkat ansietas klien.
5. Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/
support dan dukungan akan mengurangi ansietas yang dialami
klien.
6. Berikan aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama
program terapi.
3. Dx. Keperawatan : nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menyebutkan peningkatan kenyamanan.
Kriteria hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat tenang.
Intervensi :
1. Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur
yang padat. R/ membantu posisi klien lebih nyaman.
2. Gunakan bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.
3. Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas batas traksi. R/
membantu dalam sirkulasi ke area traksi.
4. Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/
membantu mencegah terjadi nya dekubitus.
5. Observasi setiap keluhan klien. R/ membantu dalam
mengidentifikasikan terjadinya gangguan komplikasi dan rencana
perawatan selanjutnya.
4. Dx. Keperawatan : kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting)
berhubungan dengan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien
mampu melakukan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat makan,
mandi, berpakaian, dan toileting.
Intervensi :
1. Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari hari, seperti makan,
mandi, dan berpakaian. R/ membantu klien dalam ADL.
2. Dekatkan alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk
memenuhi perawatan dirinya secara mandiri.
3. Tingkatkan rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.
5. Dx. Keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses
penyakit dan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan klien menunjukkan mobilitas yang meningkat.
Kriteria hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan. Menggunakan
alat bantu yang aman.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak
diimobilisasi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
2. Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua sendi. R/
mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
3. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu dalam
menentukkan program terapi selanjutnya.
4. Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/ menghindari
komplikasi akibat ketidaksejajaran.
6. Dx. Keperawatan : resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi integritas kulit.
Kriteria hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Intervensi :
1. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/ membantu
dalam pemberian intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2. Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit
(misalnya pelindung siku). R/ mencegah terjadinya luka tekan dan
sangat membantu perubahan posisi.
3. Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/ mencegah
kerusakan kulit.
4. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi
dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai
penangananya. R/ membantu dalam intervensi dan
penatalaksanaan lebih lanjut.

D. Evaluasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai tujuan dan kriteria
hasil.
1. Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman
terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam
rencana perawatan.
2. Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan
dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
3. Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
4. Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian
dan toileting.
5. Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan,
menggunakan alat bantu yang aman.
6. Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau
tidak terjadi luka tekan lebih luas.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama traksi : traksi skeletal
dan traksi kulit, dimaa didalam nya terdapat sejumlah penanganan. Prinsip traksi adalah
menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagia tubuh, tungkai, pelvis atau tulang
belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang
disebut dengan counter traksi.
B. Saran
Diharapkan setelah mempelajari konsep dasar dan asuhan keperawatan traksi,
mahasiswa/mahasiswi keperawatan dapat mengaplikasikan kedalam tindakan secara
baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih, Nurna. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
System Moskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Diposting 18th November 2012 oleh Irsal Cimura

Label: Defenisi Etiologi Proses keperawatan

Tambahkan komentar

8.

Nov

17

Askep Polip Nasal

PENGKAJIAN FISIK HEAD TO TOE


PADA PENYAKIT POLIP NASAL

OLEH :

KELOMPOK 2

IRSALUDDIN

SUGIARTI

AISYAH

LUSIA R.KORBAFO

S1 KEPERAWATAN
STIKES AMANAH MAKASSAR

2011/2012

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap manusia normalnya memiliki organ sensori, yaitu organ pembau,


pendengaran, pengecapan, dan penglihatan. Organ- organ tersebut tidak jarang
atau bahkan rawan sekali mengalami gangguan, sehingga terjadi gangguan
sensori persepsi pada penderitanya.

Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya sebagai organ
penghidu. Jika hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh pada
beberapa sistem tubuh, seperti pernapasan dan penciuman.

Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah
massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong,
tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.

Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun,
harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu
diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit
atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para
ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui
dengan pasti. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi
(13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan
pada usia dewasa dan lebih sering pada laki laki, dimana rasio antara laki
laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok
ras. Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa
(Hosemann, 1994) dan 4,3% di Finlandia (Hedman, 1999). Jarang ditemukan
pada anak- anak. biasanya polip hidung ditemukan pada umur 20 tahun.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana konsep polip?

1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien yang menderita polip?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada penderita polip.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.1. Mengidentifikasikan definisi dari polip

1.3.2. Mengidentifikasikan anatomi dan fisiologi organ penghidu

1.3.3 Mengidentifikasikan etiologi, patofisiologi, dan manifestasi polip serta


segala hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.

1.3.4 Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita


polip.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang
terdapat dalam rongga hidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid, multiple,
dan bilateral. Biasanya pada orang dewasa. Pada anak mungkin merupakan
gejala kistik fibrosis.

Polip konka adalah polip hidung yang berasal dari sinus maksila yang
keluar melalui rongga hibung dan membesar di konka dan nasofaring. ( Mansoer
,1999)

Ada suatu tumbuhan di rongga hidung yang disebut polip hidung. Polip
ialah suatu sumbatan, tetapi sifatnya lain dari tumor. (Iskandar, 1993)

Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa.(Endang, 2003)

Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-
abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat
bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral. (Anonim, 2010)

2.2. Etiologi

Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-
anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus
disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasal ialah adanya rinitis alergi
atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori
ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih
belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya
bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh
banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila,
maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang
menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka
biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena
bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh
banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan
apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh
kembali. Oleh karena itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali
seseorang dioperasi untuk menegluarkan polipnya berulang-ulang.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

a) Alergi terutama rinitis alergi.

b) Sinusitis kronik.

c) Iritasi.

d) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan


hipertrofi konka.

2.3. Patofisiologi

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,


disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein, terjadi
perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps
submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelanjar baru. Juga
terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang
berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang
mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan
edema dan lama-lama menjadi polip.

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar


menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk
tangkai.

Histopatologi polip nasi Secara makroskopik polip merupakan massa


dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-
abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk
tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya
aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna
polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun
warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung
jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian
atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan
sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada
fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip
dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari
celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.

Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring,


disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila
dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana
biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga
sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus
sfenoetmoid.
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa
hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia denagn submukosa yang
sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, netrofil dan
makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf dan
kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia
epitel karena sering transisional, kubik atau gepeng berlapis keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradanganya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip


tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.

2.4. Manifestasi Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada
sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan
anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan
keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala
utama adalah bersin dan iritasi di hidung.

Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat
terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi
sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah
bersin dan iritasi di hidung.

Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning


kemerah-merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah
digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan
tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor.
Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka
hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya:

Polip Konka polipoid


Bertangkai Tidak bertangkai
Mudah digerakkan Sukar digerakkan
Tidak nyeri tekan Nyeri bila ditekan
dengan pinset
Tidak mudah berdarah Mudah berdarah
Pada pemakaian Dapat mengecil
vasokonstriktor tidak dengan vasokonstriktor
mengecil

2.5. Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar


sehingga hidung tampak mekar karena pelebar batang hidung. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat
yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),

Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius

Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 : polip yang massif

2.6. Pemeriksaan Diagnostik

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam
sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi
computer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan
di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi,
polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada
kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada
komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah
endoskopi.

2.5.1. Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis


kasus polip yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip
yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila

2.5.2. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam
sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat
memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan
informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di
daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan
pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang
gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis
dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya
untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang
rekuren diperlukan juga potongan aksial

2.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan


keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga


polipektomi medika mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe
eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan
kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan
ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan
analgesic local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk
polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila
tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus
Endoskopi Fungsional).

Bila polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan


kortikosteroid sistemik atau oral, misalnya prednisone 50mg/hari atau
deksamentosa selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan. Secar local dapat
disuntikkan ke dalam polip, misalnya triamsinolon asetonid atau predsinolon 0,5
ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang. Dapat dipakai secara topical sebagai
semprot hidung, misalnya beklometason dipropionat. Bila sudah besar, dilakukan
ekstraksi polip dengan senar. Bila berualang dapat dirujuk untuk operasi
etmoidektomi intranasal atau ekstranasal

Pengobatan juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan


menghindari allergen penyebab.

Ada tiga macam penanganan polip nasi yaitu :

a) Cara konservatif

b) Cara operatif

c) Kombinasi keduanya.

Cara konservatif atau menggunakan obat- obatan yaitu menggunakan


glukokortikoid yang merupakan satu- satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi
atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical (long
term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung tiak
lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic treatment) dapat
diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat
diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat hari
pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis
total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80
mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.

Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal


dengan ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach
(Caldweel-luc operation), frontho-ethmoido- sphenoidektomi eksternal dan
endoskopik polipektomi dan bedah sinus.

2.7. Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar
atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi
sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi serius nafas dimana
akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah,
akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang.

2.8. Prognosis

Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi
medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan
tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala.
Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya
mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip
yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa
maupun pembedahan.

BAB 3

DATA FOKUS

Tanggal masuk : 04 Februari 2012

Jam masuk : 13.20 WIB


Ruang : Melati VIP 2

No. Reg Med : 114


Pengkajian : 05 Februari 2012

A. Identitas
Nama Pasien : Tn. T
Umur : 46 tahun
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl.Gatot Kaca Blok B. No.3

Diagnosa medic : Polip Nasal

Penanggungjawab : Tn. K
Umur : 32 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Strata satu (S1)
Pekerjaan : PNS
Alamat : Sumobito, Jombang
Hub. Dg klien : Anak

B. Riwayat Keperawatan

1. Keluhan utama : Klien sulit bernapas


2. Riwayat Keluhan Utama : Klien sulit bernafas sejak tanggal 13 Januari
2012.Klien merasa hidungnya tersumbat dan sering mengeluarkan lendir
(pilek sulit berhenti).

3. Penyakit kesehatan masa lalu : Klien pernah menderita penyakit DBD pada
usia 15 tahun dan sempat di rawat di rumah sakit selama 1 minggu. Klien
juga menderita penyakit magh atau gastritis saat usia 18 tahun tapi hanya
di rawat dirumah. Klien tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan obat-
obatan telarang tapi hanya mengkonsumsi rokok.

4. Riwayat kesehatan keluarga : Kakak kedua klien pernah mengalami


penyakit kencing manis.

C. Genogram

Genogram 3 generasi
48

46

Keterangan

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal dunia

: Garis perkawinan

: Garis keturunan

: Tinggal serumah
: Orang tua klien

: Klien

46, 48 : Umur

Generasi I = kakek dan nenek klien sudah meninggal karna faktor usia

Generasi II = ayah dan ibu klien sudah meninggal karena faktor usia, paman
dan bibi klien sudah meninggal dan tidak diketahui faktor
penyebabnya.

Generasi III = klien anak ke-4 dari 4 bersaudara, 2 kakak klien sudah meninggal.

Kakak pertama meninggal karena faktor usia,kakak kedua


meninggal karena penyakit kencing manis.kakak ke-3 klien masih
hidup.

D. Pola kegiatan sehari-hari :

1. Nutrisi

a. jenis makanan pokok

sebelum sakit: klien mengatakan sarapan pagi dengan roti. Saat makan
siang klien makan nasi, sayur nasi, lauk dan kadang-kadang hanya ikan
dan nasi.
Saat sakit : sarapan pagi klien makan roti yang di sediakan di rumah sakit.
Saat makan siang klien makan makanan yang bubur, sayur, lauk dan
ikan.

b. Frekuensi

Sebelum sakit : klien sarapan pagi dan makan 2x sehari dengan porsi
yang banyak siang dan malam.

Saat sakit : klien mengatakan sarapan pagi dan klien mengatakan makan
2x sehari dengan frekuensi sedang siang dan malam

c. nafsu makan

sebelum sakit: klien mengatakan nafsu makan normal

saat sakit : klien mengatakan nafsu makannya menurun

d. berapa banyak cairan/minum tiap hari

sebelum sakit : klien mengatakan minum 8-10 gelas sehari dengan jenis
teh atau kopi dan air putih

saat sakit : klien mengatakan minumya berkurang 6-7 gelas sehari.

2. Eliminasi

a. BAB

Frekuensi :

Sebelum sakit: klien mengatakan BAB 2 hari sekali

Saat sakit : klien mengatakan BAB 2 hari sekali

Warna :
Sebelum sakit: kuning kecolatan, tergantung makanan yang di konsumsi

Saat sakit : kuning kehijauan

Konsistensi :

Sebelum sakit: lembek

Saat sakit: lembek

b. BAK

Frekuensi :

Sebelum sakit: klien mengatakan BAK 5x sehari

Saat sakit : klien mengatakan BAK 4x sehari

Warna :

Sebelum sakit : kuning muda/ jernih

Saat sakit : kuning muda/ jernih

3. Istirahat

a. tidur malam

sebelum sakit : klien tidur 7 jam dari jam 10.00 15.00

saat sakit : klien sering terjaga saat tidur dan kesulitan tidur karena nyeri
6 jam

b. tidur siang
sebelum sakit : klien jarang tidur siang

saat sakit : klien sering tidur siang 2 jam sehari

4. Personal hygiene

a. Mandi

Sebelum sakit : klien mandi 2x sehari

Saat sakit : klien 2x sehari

b. sikat gigi

sebelum sakit : klien menyikat gigi 2x sehari menggunakan pasta gigi

saat sakit : klien menyikat 2x sehari menggunakan pasta gigi

c. cuci rambut

sebelum sakit : klien mengatakan keramas 2 hari sekali menggunakan


shampoo

saat sakit : klien mengatakan keramas 2 hari sekali menggunakan


shampoo

d. ganti pakaian

sebelum sakit : klien mengganti baju 2x sehari

saat sakit : klien mengganti baju 2x sehari

f. potong kuku

sebelum sakit : klien potong kuku 2 kali dalam 3 minggu

saat sakit : klien potong kuku 2 kali seminggu


E. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum

Kesadaran kompos mentis.

Tanda-tanda Vital

TD = 140/90 mmHg

N = 88 /i

P = 30 /i

S = 36,2 oC

TB = 160 cm BB = 40 kg

a. Kepala

Inspeksi: pertumbuhan rambut merata, warna rambut hitam gelap, tidak


ditemukan pembengkakan dan luka, dan ada bekas luka pada bagian
kepala.

palpasi: tidak ada pembengkakan kepala dan tidak ada nyeri tekan
kepala
b. Muka

inspeksi: ekspresi wajah meringis, udema pada bawah telinga kiri

palpasi: ada nyeri tekan pada bawah telinga kiri, tidak ada massa atau
benjolan area muka

c. Kulit

inspeksi: Turgor kulit baik, kondisi kulit bersih, tdk ada lesi atau luka

palpasi: kulit terasa hangat, tidak ada nyeri tekan

d. Mata

inspeksi: kongjuntiva tidak pucat, penglihatan baik, tidak memakai alat


bantu

palpasi : tidak ada nyeri tekan

e. Hidung

Inspeksi : bentuk tidak simetris,ditemukan benjolan putih keabuan pada


sisi hidung kanan menempel dinding medial diameter 1 cm, pada
concha kanan terdapat pembesaran relatif.

palpasi: ada nyeri tekan pada daerah sinus

f. Mulut

inspeksi: tidak memakai gigi palsu, gigi klien yang ompong 2 buah pada
geraham kanan atas dan kiri bawah, karies pada gigi geraham kanan
bawah, ada peradangan pada gusi dan tercium bau mulut

g. Telinga
inspeksi: tidak memakaia alat bantu, terlihat kotor, adanya cairan pad
telinga dalam, bengkak pada bawah telinga kiri

h. Leher

inspeksi: tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada penyakit kulit di belakang
leher

palpasi: tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid

i. Dada

Inspeksi : dada tidak simetris, tidak ada luka dan bengkak

Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : suara merata

Auskultasi : suara vesikular

j. Abdomen

inspeksi: ada tidak ada luka dan perut tidak membuncit

palpasi: tidak nyeri tekan pada daerah hepar dan lien, tidak terdapat perut
kembung

pekusi: suara ketukan seimbang

auskultasi: suara bising pada daerah lambung

k. Genetalia

l. Ekstremitas
Atas : inspeksi : tidak ada kelainan

Palpasi : tidak ada pembengkakan, kulit normal

Bawah: inspeksi: tidak ada oedema di kaki

Palpasi : kulit elastic

j. Riwayat Psikososial

a. Pola konsep diri

(1) Citra diri

Klien mengatakan dirinya biasa-biasa saja dan tidak


ada yang istimewa dari dirinya.

(2) Ideal diri

Klien adalah seorang laki-laki dan sekaligus kepala


keluarga yang harus memenuhi kebutuhan keluarganya.

(3) Identitas diri

Klien mengatakan masih bisa memenuhi kebutuhan


keluarganya dari gaji PNSnya.

(4) Harga diri

Klien cukup sabar dalam menerima keadaannya sekarang


dan ingin tetap dihargai.

(5) Pola peran

Klien sebagai orangtua dan kepala keluarga dari kedua


anaknya.
b. Pola Kognitif

Klien mengatakan tidak mengetahui dengan penyakitnya


sekarang.

c. Pola Koping

Jika ada masalah, klien selalu membicarakan bersama dengan


keluarganya.

d. Pola Interaksi

Klien mampu merespon/ berinteraksi dengan kleuarga, perawat


dan orang lain.

1. Riwayat Spiritual

a. Keadaan klien beribadah

Klien mengatakan ingin beribadah/ shalat sebelum sakit tapi


pada saat klien sakit dia tidak pernah shalat karena kondisi
penyakitnya, dia hanya mampu berdoa.

b. Dukungan keluarga dengan klien

Keluarga klien sangat mendukung dan mendampingi klien demi


kesembuhan klien.

c. Ritual yang biasa dijalankan

Klien tidak pernah menjalankan ritual yang bertentangan dengan


agama klien.

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: nafsu makan Polip Gangguan
berkurang persepsi
DO: berat badan turun, Penurunan indera penciuman sensori:
porsi makan tidak habis penciuman

2 DS: klien merasa ada Adanya masa Bersihan


sumbatan di hidung jalan nafas
DO : RR 24 x/menit, aliran/drainase sekret tertahan tidak efektif
pola nafas tidak teratur,
terlihat adanya otot Hidung tersumbat
bantu napas saat
inspirasi, adanya suara
napas tambahan
(ronchi)

3. DS:klien merasa lemas, Hidung tersumbat Nutrisi kurang


nafsu makan turun. dari
DO:kurus, BB menurun Penciuman terganggu kebutuhan
(dari 65 kg menjadi 61
kg), albumin << 3,2 , Napsu makan berkurang
Hb << 11 , rambut
terlihat memerah pada
anak-anak, lapisan
subkutan tipis.
4. DS: klien merasa lemas Hidung tersumbat Resiko infeksi
DO: mukosa mulut
kering, penurunan Menghambat
turgor kulit. drainase paranasal
Menekan
jaringan
Secret disekitar
terakumulasi
dalam sinus Penurunan
O2 ke
Tempat yang untuk jaringan
pertumbuhan sekitar
kuman
Hipoksia
jaringan

Iskemik

Kerusakan
jaringan

Tempat
masuk
kuman

5 DS: laporan keluarga Hidung tersumbat Hambatan


terhadap adanya interaksi
perubahan pola Suara sengau
interaksi pasien ,
ketidaknyamanan
terhadap situasi sosial
DO: teramati pada
pasien adanya
kegagalan perilaku
interaksi sosial
6 DS: klien gelisah Pelebaran batang hidung Ansietas
DO: RR meningkat
Nyeri

Gelisah
7 DS: klien mengeluh Adanya mukosa/ pelebaran Nyeri kronis
nyeri kadang kadang batang hidung
saat bernafas
DO: skala nyeri
4,adanya peradangan Nyeri pada hidung
mukosa hidung
Infeksi

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori: pembau/penghidu


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
4. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret
5. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan
polip
6. Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
7. Nyeri kronis b.d penekanan [polip pada jaringan sekitar

D. Intervensi dan Rasional

1. Gangguan perseopsi sensori pembau/penghidu

Tujuan : mengembalikan fungsi penciuman ke normal

Kriteria Hasil : individu akan mendemonstrasikan penurunan gejala beban


sensori berlebih yang ditandai dengan penurunan persepsi penciuman
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengubah
posisi secara sering,meskipun
hanya mengangkat satu sisi tubuh
dengan sedikit berulang

Rujuk ke perubahan proses pola


berpikir yang berhubungan
dengan ketidakmampuan
mengevaluasi realitas untuk
mengetahui intervensi tambahan
Dengan meningkatkan stimulus
sensori yang bervariasi hal ini
dapat membantu mencegah
perubahan akibat kemunduran
sensori yang lain
Dengan terlebih dahulu
menjelaskan tentang stimulus
sensori yang akan dialami
individu, kondisi distress, tekanan
dan konfusi akan berkurang
Kualitas/kuantitas input sensori
berkurang akibat
immobilitas/pengurangan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidung
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 15 menit setelah
dilakukan tindakan.

Kriteria Hasil :

- RR normal (16 20 x/menit)

- Suara napas vesikuler

- Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan

- Saturasi oksigen 100%

INTERVENSI RASIONAL
Observasi: Rasional:

Observasi RR tiap 4 jam, bunyi Mengetahui keefektifan pola


napas, kedalaman inspirasi, dan napas
gerakan dada
Auskultasi bagian dada anterior
dan posterior
Mengetahui adanya penurunan
atau tidak adanya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
Pantau status oksigen pasien Mencegah terjadinya sianosis
dan keparahan

Mandiri :

Berikan posisi fowler atau


semifowler tinggi
Lakukan nebulizing Mencegah obstruksi/aspirasi,
dan meningkatkan ekspansi
paru
Membantu pengenceran sekret
Berikan O2 (oksigenasi)
Mengkompensasi
ketidakadekuatan O2 akibat
inspirasi yang kurang maksimal

Kolaborasi:

Mukolitik untuk menurunkan


Berikan obat sesuai dengan
batuk, ekspektoran untuk
indikasi mukolitik, ekspetoran,
membantu memobilisasi sekret,
bronkodilator.
bronkodilator menurunkan
spasme bronkus dan analgetik
diberikan untuk meningkatkan
kenyamanan

Membantu pasien untuk


Edukasi:
mengeluarkan sekret yang
menumpuk
Ajarkan batuk efektif pada pasien

Membantu melapangkan
ekspansi paru
Ajarkan terapi napas dalam pada
pasien
1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan

Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan


dalam 3 x 24 jam.

Kriteria hasil :

- Klien tidak merasa lemas.

- Nafsu makan klien meningkat

- Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu

- Kadar albumin > 3.2, Hb > 11

INTERVENSI RASIONAL
Observasi:

Pastikan pola diet biasa Untuk mendukung


pasien, yang disukai atau peningkatan nafsu makan
tidak disukai. pasien
Pantau masukan dan Mengetahui keseimbangan
pengeluaran dan berat intake dan pengeluaran
badan secara pariodik. asuapan makanan
Kaji turgor kulit pasien Sebagai data penunjang
adanya perubahan nutrisi
yang kurang dari
kebutuhan
Pantau nilai laboratorium,
Untuk dapat mengetahui
seperti Hb, albumin, dan
tingkat kekurangan
kadar glukosa darah
kandungan Hb, albumin,
Mandiri: dan glukosa dalam darah
Pertahankan berat badan Mempertahankan berat
dengan memotivasi badan yang ada agar tidak
pasien untuk makan semakin berkurang
Menyediakan makanan Meningkatkan nafsu makan
yang dapat meningkatkan pasien
selera makan pasien Merangsang nafsu makan
Berikan makanan pasien
kesukaan pasien Meningkatkan rasa nyaman
Ciptakan lingkungan pasien untuk makan
yang menyenangkan
untuk makan (misalkan,
pindahkan barang-
barang yang tidak enak
dipandang)
Meningkatkan asupan
Dorong makan sedikit
makanan pada pasien
demi sedikit dan sering
dengan makanan tinggi
kalori dan tinggi
Mengetahui adanya bising
karbohidrat
atau peristaltik usus yang
Auskultasi bising usus,
mengindikasikan
palpasi/observasi
berfungsinya saluran cerna
abdomen

Kolaborasi:
Mengetahui kandungan
biokimiawi darah pasien
Kolaborasi dengan tim
analis medis untuk
mengukur kandungan
albumin, Hb, dan kadar
glukosa darah.
Kolaborasi dengan ahli
Memberikan asupan nutrisi
gizi untuk memberikan
yang sesuai dengan
diet seimbang TKTP
kebutuhan pasien
pada pasien

Diskusikan dengan
Memberi rangsangan pada
dokter mengeni
pasien untuk menimbulkan
kebutuhan stimulasi
kembali nafsu makannya
nafsu makan atau
makanan pelengkap

Edukasi:

Agar pasien mengetahui


Berikan informasi yang
kebutuhan nutrisinya dan
tepat tentang kebutuhan
cara memenuhinya yang
nutrisi dan bagaimana
sesuai dengan kebituhan
memenuhinya
Agar pasien mendapatkan
Ajarkan pada pasien dan
gizi yang seimbang dengan
keluarga tentang
harga yang relatif
makanan yang bergizi
terjangkau
dan tidak mahal
Merangsan nafsu makan
Dukung keluarga untuk
pasien
membawakan makanan
favorit pasien di rumah

1. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret.

Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien


Kriteria hasil:

- Klien tidak merasa lemas

- Mukosa mulut klien tidak kering

INTERVENSI RASIONAL
Observasi: Rasional

Pantau adanya gejala infeksi Menjaga timbulnya infeksi


Menjaga perilakudan keadaan
yang mendukung terjadinya
infeksi
Kaji faktor yang dapat
meningkatkan serangan infeksi

Rasional

Mandiri :
Reaksi demam indicator adanya
infeksi lanjut
Awasi suhu sesuai indikasi
Suhu ruangn atau jumlah
Pantau suhu lingkungan
selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu
mendekati normal
Health Education :

Menjaga lingkungan, ventilasi,


dan juga pencahayaan dirumah
tetap bersih
1. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan
polip

Tujuan: peningkatan sosialisasi

Kriteria Hasil:

- Menunjukkan keterlibatan sosial

- Menunjukkan penampilan peran

INTERVENSI RASIONAL
Observasi:

Kaji pola interaksi antara pasien Mengetahui tingkat sosialisasi


dengan orang lain pasien dengan orang lain.

Pasien dapat beristirahat dan


Mandiri:
bersosialisasi dengan maksimal.
Tetapkan jadwal interaksi.

Perawat dapat mengerti kondisi


Identifikasi perubahan perilaku psikis pasien.
yang spesifik

Keberadaan pendukung sebaya


Libatkan pendukung sebaya akan menjadi teman untuk
dalam memberikan umpan balik bersosialisasi.
pada pasien dalam interaksi
sosial
Kolaborasi:
Motivasi diperlukan dalam
Kolaborasi dengan psikolog mengubah persepsi pasien
untuk memberikan motivasi diri menjadi lebih baik.
pada pasien

Edukasi:

Berikan informasi tentang Pasien dapat meningkatkan


sumber-sumber di komunitas sosialisasi dengan dengan baik
yang akan membantu pasien pada komunitas masyarakat dan
untuk melanjutkan dengan sekitarnya.
meningkatkan interaksi sosial
setelah pemulangan

1. Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung

Tujuan : pengurangan ansietas

Kriteria hasil :

- Pasien tidak menunjukkan kegelisahan

- Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif

- Tidak terjadi insomnia

INTERVENSI RASIONAL
Observasi:

Kaji tingkat kecemasan pasien


Mengetahui tingkat kecemasan
Tanyakan kepada pasien tentang pasien
kecemasannya

Mandiri:
Mengetahui penyebab
Ajak pasien untuk berdiskusi kecemasan pasien
masalah penyakitnya dan
memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan pilihan
Meningkatkan motivasi diri
Berikan posisi yang nyaman
pasien
pada pasien

Berikan hiburan kepada pasien


Tingkat kenyamanan pasien
dapat mempengaruhi
Kolaborasi:
kecemasan pada pasien
Berikan obat- obatan penenang
jika pasien mengalami insomnia

Hiburan akan mengalihkan fokus


Edukasi:
pasien dari kecemasannya
Sediakan informasi faktual
menyangkut diagnosis,
perawatan, dan prognosis
Memberikan bantuan
Ajarkan pasien tentang
farmakologik untuk
penggunaan teknik relaksasi
menenangkan pasien
Jelaskan semua prosedur, Memberi pengetahuan yang
termasuk sensasi yang biasanya faktual pada pasien
dirasakan selama prosedur

Relaksasi membantu
menurunkan kecemasan pada
pasien

Kejelasan mengenai prosedur


dapan mengurangi kecemasan
pasien

1. Nyeri kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

- Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau


hilang

- Klien tidak menyeringai kesakitan

- Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot

- Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasien


INTERVENSI RASIONAL
Observasi:

Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien


dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
Mengetahui keadaan umum dan
Observasi tanda-tanda vital dan
perkembangan kondisi klien. TTV
keluhan klien
dapat menunjukkan kualitas nyeri
dan respon nyeri oleh tubuh
pasien tersebut
Kaji pola tidur , pola makan,
Untuk mengetahui pengaruh
serta pola aktivitas pasien
nyeri yang timbul pada pola
kesehatan pasien

Mandiri:

Ajarkan tekhnik relaksasi dan


Klien mengetahui teknik distraksi
distraksi (misal: baca buku atau
dan relaksasi sehingga dapat
mendengarkan music)
mempraktekannya bila
mengalami nyeri.

Kolaborasi:

Kolaborasi dengan tim medis


Menghilangkan/ mengurangi
untuk terapi konservatif:
keluhan nyeri klien. Dengan
pemberian obat acetaminofen;
sebab dan akibat nyeri
aspirin, dekongestan hidung;
diharapkan klien berpartisipasi
pemberian analgesik dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri.
Edukasi:
Jelaskan sebab dan akibat nyeri Memberikan pengetahuan pada
pada klien serta keluarganya klien dan keluarga
Jelaskan pada keluarga dan Untuk memaksimalkan tindakan
pasien bahwa dalam (mengurangi ketidak patuhan)
penatalaksanaan ini
membutuhkan kepatuhan
penderita utk menghindari
penyebab / pencetus alergi
BAB IV

PENUTUPAN

A. Simpulan

Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-
abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat
bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.Polip hidung
biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.

Diagnos keperawatan yang mungkin ditegakkan pada klien penderita polip


antara lain:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
3. Resiko infeksi b.d penurunan fungsi indra penciuman
1. Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat
sumbatan polip
2. Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
3. Nyeri kronis b.d infeksi pada mukosa hidung (sinusitis kronis dan
rinitis alergi)
B. Saran

Mahasiswa keperawatan dan seseorang yang profesinya sebagai perawat


diharapkan mampu memahami dan menguasai berbagai hal tentang polip seperti
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan lainnya, serta asuhan keperawatan
yang tepat bagi pasien yang menderita polip, agar gangguan pada daerah
hidung ini dapat teratasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
fakultas kedokteran universitas Indonesia

Doenges, E. Mari Lynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC

Greenberg J, 1998. Current Management of Nasal Polyposis. Diakses dari


www.bcm.com

Jual, linda.1998.Rencana asuhan dan dokumentasi keperawatan-diagnosa


keperawatan dan masalah kolaborasi. Jakarta : EGC

McClay JE, 2007. Nasal Polyps. Diakses dari www.emedicine.com


Szema AM, Monte DC, 2005. Nasal Polyposis: What Every Chest Physician

Prof H.Nurbaiti Iskandar. 1993. dokter DSTHT. Jakarta : Fakultas kedokteran


universitas Indonesia . balai penerbit FKUI.

Diposting 17th November 2012 oleh Irsal Cimura

Label: Data fokus Tinjauan pustaka askep polip nasal

Tambahkan komentar

2.

Nov
16

Askep amputasi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Amputasi adalah pembedahan memotong dan mengangkat tungkai dan lengan,


amputasi yang disebabkan oleh kecelakaan (23%), penyakit (74%) dan kelainan genital
(3%). Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila
melakukan amputasi, dokterbedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin
tungkai. Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan
untuk infeksi berat. Untuk emputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit
yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan
otot.

Pada beberapa kasus, gips plester kaku diberikan pada puntung diruang operasi.
Prostetik tungkai sementara dengan telapak prostetik kemudian disambungkan ke gips
plester dan pasien diizinkan ambulasi dengan beban berat badaan minimal dalam beberapa
hari. Teurapik fisik biasanya mulai mengajarkan tehnik-tehnik pemindahan dan latihan
kekuatan otot setelah aalat drainase luka diangkat. Ambulasi berlanjut saat pasien belajar
begaimana untuk menyeimbangkan bataang parallel pada ruang terapi fisik.

Komplikasi pasca operasi utama dihubungkan dengan amputasi adalah infeksi,


hemoragi, kontraktor dan emboli lemak. Kejadian klinik umum sering menjadi sumber
ketidak nyamanan untuk kebanyakan pasien adalah sensasi fantom limb. Amputasi
ekstremitas bawah dapat dibawah lutut (BKA) atau diatas lutut (AKA).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut
dalam sebuah makalah yang berjudul (ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
AMPUTASI).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Amputasi ?

2. Bagaimana cara pengkajian pada kliuen dengan Amputasi?

3. Bagaimana cara mendiagnosa Amputasi?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Diharapkan mahasiswa mahasiswi mampu memahami bagaaimana cara


memberikan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mahasiswi mampu memahami konsep amputasi

b. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan pengkajian

c. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan diagnose

d. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan perencanaan

D. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penyebab dan
keadaan secara objektif dan sistematis terdiri dari latar belakang, tujuan dan metode
penulisa yang diberkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

Dimana makalah ini juga terdapat adaanya anggapan-anggapan dasar tentang amputasi
dan pembahasannya juga diuraikan didalamnya tujuannya untuk dapat memahami tentang
amputasi dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien amputasi,

Tehnik penulisan dalam makalah ini juga diterapkan bagi penulisan untuk membuat
dan mengembangkan makalah ini secara cermat dan teliti. Sehingga mehasiswa (i) mudah
memahami dan mempelajari tentang amputasi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)

Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit,


tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien
Vol. 3. 1998)
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Untuk
amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat dengan
memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.

B. ETIOLIGI

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien dengan
artherosklerosis, diabetes mellitus.

2. Trauma amputasi bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diseae dan kelainan
kengenital

C. PATOFISIOLOGI

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode
:
1. Metode terbuka (guillotine)

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)

Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di
amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena
trauma amputasi.

D. TINGKATAN AMPUTASI

1. Ekstremitas Atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau tangan kiri,hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktifitas yang lainnya yangmelibatkan tangan.

2. Ekstremitas Bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :

1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)


2. Amputasi diatas lutut

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.

Skan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan


hematoma.

LED : Mengindikasikan respons inflamasi

Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.

Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.

F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi :

1. Rigid dressing

rigid dressing : yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-
tempat tulang yang menonjol.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,


mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah luka
sembuh. Setelah 2-3 minggu setelah luka stump dan mature.
2. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang
rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan
penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung
stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 14 post operasi. Pada
amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah
stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

G. DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH

Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.

b. Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan


sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler

a. Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan


mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.

b. Penurunan cardiac reserve


Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.

c. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior


dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari
pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah,
volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat
diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan.\

5. Sistem Muskuloskeletal

a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan


suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan
otot.

b. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.

d. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan


organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos.

6. Sistem Pencernaan

a. Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi


kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter


anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman


dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integument

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATA AMPUTASI

I. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data

1. Identitas Klien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,


diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.

2. Keluhan Utama

Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila


digerakkan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu.

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.

4. Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga.

Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur
/ penyakit menular.

b. Pola Pola Fungsi


1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh


kondisi/amputasi

2. Integritas ego

Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan


berdaya

Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial,


reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.

3. Seksualitas

Gejala : masalah tentang keintiman hubungan

4. Interaksi social

Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan otot.

3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan


kurangnya kemampuan dalam merawat diri.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.


5. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

6. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

III. PERENCANAAN/ INTERVENSI

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Mobilisasi fisik terpenuhi.

Jangka Pendek :

- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih


ada.

- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.

- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.

- Klien dapat melakukan ambulasi.

b. Intervensi :

1) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur


pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien
dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan
aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.

2) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.

Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot,


memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.

3) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat


dan kursi roda.

Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan


menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk
memenuhi aktivitas klien.

4) Ganti posisi klien setiap 3 4 jam secara periodic

Rasional : Pergantian posisi setiap 3 4 jam dapat mencegah terjadinya


kontraktur.

5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.

Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam


duduk dan turun dari tempat tidur.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan otot.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Nyeri berkurang atau hilang


Jangka Pendek :

- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan.

- Klien menyatakan nyerinya berkurang

- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.

b. Intervensi :

1) Tinggikan posisi stump

Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik


vena, mengurangi edema dan nyeri.

2) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat


perubahan tanda-tanda vital dan emosi.

Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat


kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.

3) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam


atau massase dan distraksi.

Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri


karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan
mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri
pada saraf-saraf nyeri.

4) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat


nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak
sampai ke susunan saraf pusat.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.

Jangka Pendek :

- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.

- Kuku pendek dan bersih.

- Rambut bersih dan rapih

- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.

- Klien mengatakan merasa nyaman.

b. Intervensi :

1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan
alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.

Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi


maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan
melakukan aktivitas.

2) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan


memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti
pakaiannya setiap hari.

Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan


memberikan rasa nyaman klien.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.

Jangka Pendek :

- Kulit bersih dan kelembaban cukup.

- Kulit tidak berwarna merah.

- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.

b. Intervensi :

1) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi


saat mandi.

Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan


kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.

Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko


kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 4 jam
sekali

Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat


menyebabkan iritasi.

5. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Kontraktur tidak terjadi.

Jangka Pendek :

- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.

- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.

- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.

b. Intervensi :

1) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 48 jam


sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan
bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok
untuk meninggikan puntung.

Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko


kontraktur fleksi dari panggul.

2) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 4 kali


setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi
telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi
penuh.

3) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan


tungkai adduksi.

Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih


kuat dari pada otot ekstensor.

4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 3 kali sehari mulai pada
hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang
tepat.

Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan


fleksibilitas dan tonus otot.

6. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Infeksi tidak terjadi

Jangka Pendek :

- Luka bersih dan kering

- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.

- Tanda-tanda vital normal

- Nilai leukosit normal (5000 10.000/mm3)

b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka

Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan


cepat ditanggulangi.

2) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap


tindakan keperawatan

Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan


atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.

3) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.

Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.

4) Monitor LED

Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang


merupakan tanda-tanda infeksi.

5) Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan


penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Amputasi adalah pengangkatan memalui bedah atau traumatic pada tungkai dan
lengan. Pada umumnya trauma amputasi, bisa disebabkan tumor, infeksi, gangguan
metabolisme seperti disease dan kelainan congenital. Dilakukan sebagian kecil sampai
dengan sebagian dari tubuh.
B. SARAN

1. Bagi klien dan keluarga

Diharapkan klien mengeri dan memahami terhadap kesehatan citra tubuh yang
dialaminya. Tahu tentang pengobatan dan pemulihan

2. Bagi perawat

Diharapkan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya sesuai dengan


masalah klien berdasarkan kebutuhan, baik psikologi dan spiritual sehingga dapat
diketahui permasalahan yang ada.
DAFTRA PUSTAKA

Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC

Katzung, betran G, 1998 farmakologi dasar dan klinik edisi IV, Jakarta : EGC

Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi : konsep klinis

Proses-proses penyakit vol. II edisi IV, Jakarta :EGC

Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.

Diposting 16th November 2012 oleh Irsal Cimura

Label: penatalaksanaan amputasi Tingkatan amputasi

Tambahkan komentar

3.

Nov
16

Askep amputasi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Amputasi adalah pembedahan memotong dan mengangkat tungkai dan lengan,


amputasi yang disebabkan oleh kecelakaan (23%), penyakit (74%) dan kelainan genital
(3%). Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila
melakukan amputasi, dokterbedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin
tungkai. Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan
untuk infeksi berat. Untuk emputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit
yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan
otot.

Pada beberapa kasus, gips plester kaku diberikan pada puntung diruang operasi.
Prostetik tungkai sementara dengan telapak prostetik kemudian disambungkan ke gips
plester dan pasien diizinkan ambulasi dengan beban berat badaan minimal dalam beberapa
hari. Teurapik fisik biasanya mulai mengajarkan tehnik-tehnik pemindahan dan latihan
kekuatan otot setelah aalat drainase luka diangkat. Ambulasi berlanjut saat pasien belajar
begaimana untuk menyeimbangkan bataang parallel pada ruang terapi fisik.

Komplikasi pasca operasi utama dihubungkan dengan amputasi adalah infeksi,


hemoragi, kontraktor dan emboli lemak. Kejadian klinik umum sering menjadi sumber
ketidak nyamanan untuk kebanyakan pasien adalah sensasi fantom limb. Amputasi
ekstremitas bawah dapat dibawah lutut (BKA) atau diatas lutut (AKA).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut
dalam sebuah makalah yang berjudul (ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
AMPUTASI).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Amputasi ?

2. Bagaimana cara pengkajian pada kliuen dengan Amputasi?

3. Bagaimana cara mendiagnosa Amputasi?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Diharapkan mahasiswa mahasiswi mampu memahami bagaaimana cara


memberikan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mahasiswi mampu memahami konsep amputasi

b. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan pengkajian

c. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan diagnose

d. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan perencanaan

D. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penyebab dan
keadaan secara objektif dan sistematis terdiri dari latar belakang, tujuan dan metode
penulisa yang diberkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

Dimana makalah ini juga terdapat adaanya anggapan-anggapan dasar tentang amputasi
dan pembahasannya juga diuraikan didalamnya tujuannya untuk dapat memahami tentang
amputasi dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien amputasi,

Tehnik penulisan dalam makalah ini juga diterapkan bagi penulisan untuk membuat
dan mengembangkan makalah ini secara cermat dan teliti. Sehingga mehasiswa (i) mudah
memahami dan mempelajari tentang amputasi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)

Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit,


tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien
Vol. 3. 1998)
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Untuk
amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat dengan
memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.

B. ETIOLIGI

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien dengan
artherosklerosis, diabetes mellitus.

2. Trauma amputasi bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diseae dan kelainan
kengenital

C. PATOFISIOLOGI

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode
:
1. Metode terbuka (guillotine)

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)

Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di
amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena
trauma amputasi.

D. TINGKATAN AMPUTASI

1. Ekstremitas Atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau tangan kiri,hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktifitas yang lainnya yangmelibatkan tangan.

2. Ekstremitas Bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :

1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)


2. Amputasi diatas lutut

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.

Skan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan


hematoma.

LED : Mengindikasikan respons inflamasi

Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.

Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.

F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi :

1. Rigid dressing

rigid dressing : yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-
tempat tulang yang menonjol.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,


mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah luka
sembuh. Setelah 2-3 minggu setelah luka stump dan mature.
2. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang
rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan
penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung
stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 14 post operasi. Pada
amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah
stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

G. DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH

Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.

b. Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan


sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler

a. Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan


mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.

b. Penurunan cardiac reserve


Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.

c. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior


dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari
pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah,
volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat
diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan.\

5. Sistem Muskuloskeletal

a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan


suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan
otot.

b. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.

d. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan


organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos.

6. Sistem Pencernaan

a. Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi


kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter


anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman


dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integument

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATA AMPUTASI

I. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data

1. Identitas Klien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,


diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.

2. Keluhan Utama

Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila


digerakkan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu.

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.

4. Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga.

Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur
/ penyakit menular.

b. Pola Pola Fungsi


1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh


kondisi/amputasi

2. Integritas ego

Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan


berdaya

Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial,


reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.

3. Seksualitas

Gejala : masalah tentang keintiman hubungan

4. Interaksi social

Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan otot.

3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan


kurangnya kemampuan dalam merawat diri.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.


5. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

6. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

III. PERENCANAAN/ INTERVENSI

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Mobilisasi fisik terpenuhi.

Jangka Pendek :

- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih


ada.

- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.

- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.

- Klien dapat melakukan ambulasi.

b. Intervensi :

1) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur


pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien
dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan
aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.

2) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.

Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot,


memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.

3) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat


dan kursi roda.

Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan


menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk
memenuhi aktivitas klien.

4) Ganti posisi klien setiap 3 4 jam secara periodic

Rasional : Pergantian posisi setiap 3 4 jam dapat mencegah terjadinya


kontraktur.

5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.

Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam


duduk dan turun dari tempat tidur.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan otot.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Nyeri berkurang atau hilang


Jangka Pendek :

- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan.

- Klien menyatakan nyerinya berkurang

- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.

b. Intervensi :

1) Tinggikan posisi stump

Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik


vena, mengurangi edema dan nyeri.

2) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat


perubahan tanda-tanda vital dan emosi.

Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat


kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.

3) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam


atau massase dan distraksi.

Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri


karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan
mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri
pada saraf-saraf nyeri.

4) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat


nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak
sampai ke susunan saraf pusat.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.

Jangka Pendek :

- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.

- Kuku pendek dan bersih.

- Rambut bersih dan rapih

- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.

- Klien mengatakan merasa nyaman.

b. Intervensi :

1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan
alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.

Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi


maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan
melakukan aktivitas.

2) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan


memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti
pakaiannya setiap hari.

Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan


memberikan rasa nyaman klien.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.

Jangka Pendek :

- Kulit bersih dan kelembaban cukup.

- Kulit tidak berwarna merah.

- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.

b. Intervensi :

1) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi


saat mandi.

Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan


kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.

Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko


kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 4 jam
sekali

Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat


menyebabkan iritasi.

5. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Kontraktur tidak terjadi.

Jangka Pendek :

- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.

- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.

- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.

b. Intervensi :

1) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 48 jam


sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan
bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok
untuk meninggikan puntung.

Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko


kontraktur fleksi dari panggul.

2) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 4 kali


setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi
telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi
penuh.

3) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan


tungkai adduksi.

Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih


kuat dari pada otot ekstensor.

4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 3 kali sehari mulai pada
hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang
tepat.

Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan


fleksibilitas dan tonus otot.

6. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

a. Tujuan :

Jangka Panjang :

Infeksi tidak terjadi

Jangka Pendek :

- Luka bersih dan kering

- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.

- Tanda-tanda vital normal

- Nilai leukosit normal (5000 10.000/mm3)

b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka

Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan


cepat ditanggulangi.

2) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap


tindakan keperawatan

Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan


atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.

3) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.

Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.

4) Monitor LED

Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang


merupakan tanda-tanda infeksi.

5) Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan


penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Amputasi adalah pengangkatan memalui bedah atau traumatic pada tungkai dan
lengan. Pada umumnya trauma amputasi, bisa disebabkan tumor, infeksi, gangguan
metabolisme seperti disease dan kelainan congenital. Dilakukan sebagian kecil sampai
dengan sebagian dari tubuh.
B. SARAN

1. Bagi klien dan keluarga

Diharapkan klien mengeri dan memahami terhadap kesehatan citra tubuh yang
dialaminya. Tahu tentang pengobatan dan pemulihan

2. Bagi perawat

Diharapkan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya sesuai dengan


masalah klien berdasarkan kebutuhan, baik psikologi dan spiritual sehingga dapat
diketahui permasalahan yang ada.
DAFTRA PUSTAKA

Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC

Katzung, betran G, 1998 farmakologi dasar dan klinik edisi IV, Jakarta : EGC

Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi : konsep klinis

Proses-proses penyakit vol. II edisi IV, Jakarta :EGC

Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.

Diposting 16th November 2012 oleh Irsal Cimura

Tambahkan komentar
Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai