Anda di halaman 1dari 12

2.1.

Bentuk dan Ukuran Sel

Secara umum struktur sel Archaea memiliki bentuk yang hampir sama seperti bakteri, dan
bentuknya cukup beragam. Beberapa Archaea berbentuk batang/basil, bulat/kokus, atau spiral.
Bahkan terdapat beberapa Archaea yang memiliki bentuk tidak biasa , yaitu segitiga dan persegi
panjang. Meskipun morfologi sel relatif mudah untuk diamati, tetapi terkadang sulit untuk
membedakan bakteri dan Archaea, karena keduanya memiliki ragam bentuk yang hampir sama.

Archaea

Gambar 3. Beberapa bentuk morfologi yang terdapat pada Archaea (a) Methanobrevibacter smithii;
(b) Methanobacterium uliginosum; (c) Methanosphaera stadtmanae; (d) Methanoplanus limicola ;
(e) Methanospirillum hungatei; (f) Halobacteriumhalobium; (g) Halococcus morrhuae; (h)
Thermoplasma acidophilum; (i) Methanolobus vulcani; (j) Pyrococcus furiosus; (k) Haloferax
mediterranei; (l) Thermofilum librum; (m) Pyrodictium occultum; (n) Thermoproteus tenax.

Archaea merupakan organisme yang berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 1.5-2.5 m (Beveridge,
2001). Ukuran yang kecil ini memberikan keuntungan tersendiri bagi sel tersebut. Sel yang
berukuran lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan volume sel,
jika dibandingkan dengan sel yang berukuran lebih besar. Sehingga memiliki rasio permukaan
terhadap volume lebih tinggi. Rasio permukaan/volum memberikan beberapa akibat pada
kehidupannya. Sebagai contoh pada pertukaran nutrisi, sel yang memiliki rasio permukaan/volum
lebih tinggi akan mendukung pertukaran nutrisi lebih cepat dibanding yang lebih rendah, oleh
karena itu sel yang lebih kecil akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sel yang lebih besar
karena memiliki rasio yang lebih tinggi. Sedangkan secara genetik, hal ini dapat berdampak pada
evolusi karena sel Archaea adalah haploid, sehingga mutasi akan diekspresikan secara langsung.
Sedangkan mutasi itu sendiri adalah sumber dari suatu evolusi. Oleh sebab itu Archaea dapat lebih
cepat menanggapi perubahan lingkungan.
2.2 Membran sitoplasma pada Archaea

Struktur dasar dari membran sel Archaea tersusun atas fosfolipid. Struktur ini tersusun dari molekul
gliserol yang berikatan dengan fosfat pada ujung pertama (kepala) dan berikatan dengan rantai
samping yang berupa isoprenoid pada ujung lainnya (ekor).

membran sel Archaea

Gambar 4. membran sel Archaea.

Karena sifatnya yang hidrofilik maka ketika membran sel berada pada lingkungan cair, ujung molekul
yang mengandung gugus fosfat akan berada pada permukaan luar membran yang berhubungan
langsung dengan lingkungan luar sel, dan sisi lainnya yang bersifat hidrofobik akan berada dibagian
dalam. Pelapisan seperti ini menciptakan penghalang kimia yang sangat efektif disekitar sel dan
membantu dalam menciptakan keseimbangan kimiawi. Secara komposisi, membran sel Archaea
memiliki perbedaan dengan membran sel bakteri dan eukaria. Perbedaan tersebut antara lain
adalah perbedaan kiralitas gliserol yang menjadi penyusun membran sel, ikatan antara gliserol dan
rantai samping isoprenoid berupa ikatan eter, rantai samping berupa isoprenoid bukan asam lemak
seperti pada bakteri dan eukaria, dan memiliki rantai samping yang bercabang.

2.2.1. Kiralitas dari gliserol

Gliserol yang digunakan Archaea untuk membentuk fosfolipid merupakan stereoisomer dari gliserol
yang digunakan untuk membentuk membran sel pada bakteri dan eukaria. Dua molekul yang
stereoisomer adalah cerminan satu sama lain. Pada membran sel bakteri dan eukaria, gliserol yang
menyusun membran selnya berupa D-Gliserol, sedangkan pada arkaea berupa L-gliserol.

Struktur penyusun membran sel Archaea dan bakteri/eukaria

Gambar 5. Struktur penyusun membran sel Archaea dan bakteri/eukaria.


2.4.1. Struktur Permukaan Sel Archaea

a. Pili

Fimbriae dan pili merupakan struktur filamen yang tersusun atas protein yang memanjang dari
permukaan sel dan memiliki banyak fungsi. Fimbriae memungkinkan sel untuk menempel pada
suatu permukaan. Secara umum pili mirip dengan fimbriae, tetapi pili lebih panjang dan hanya satu
atau sebagian kecil pili yang bisa melekat pada permukaan sel. Fungsi pili itu sendiri adalah untuk
memfasilitasi pertukaran gen di antara sel pada suatu proses yang disebut sebagai konjugasi.
Walaupun sebenarnya proses konjugasi tidak selalu diperantarai oleh pili.

Pili

Gambar 11. Tanda panah menunjukkan pili pada struktur permukaan sel.

b. Cannula, Hami, Iho670 Fibers, dan Bindosome

Struktur permukaan sel Archaea terdiri dari banyak bagian, yaitu kanula, hami, Cannula, Hami,
Iho670 Fibers, dan Bindosome. Struktur permukaan tersebut tidak banyak dibahas seperti halnya pili
dan flagella, hal ini disebabkan karena sistem genetik di dalam struktur tersebut tidak mudah untuk
dipelajari dan tidak ditemukan pada semua jenis Archaea.

c. Cannulae (Kanula)

Kanula merupakan jaringan tubula yang sampai saat ini hanya ditemukan pada genus Pyrodictium.
Kanula berupa pipa berongga berdiameter luar 25 nm (Gambar 12) yang sangat resisten terhadap
panas dan proses denaturasi (Rieger et al., 1995). Strukturnya hampir sama dengan struktur
permukaan sel lainnya yaitu terbentuk atas lapisan glikoprotein, yang memiliki tiga subunit
glikoprotein yang homolog. Kanula menunjukkan aktivitasnya sebagai penghubung intraseluler antar
ruang periplasmik sel yang berbeda (Nickell et al., 2003). Walaupun fungsi kanula belum diketahui
secara jelas, tetapi dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kanula, sel dapat melakukan
pertukaran nutrisi atau bahkan materi genetik.

Kanula

Gambar 12. Kanula (Rieger et al., 1995).

d. Hami
Struktur permukaan Archaea yang lain adalah hamus atau hami (Gambar 13). Hami banyak
ditemukan pada Archaea yang hidup di daerah suhu rendah yang mengandung kadar sulfat tinggi
(cold sulphidic springs). Strukturnya menunjukkan filamen-filamen yang sangat kompleks dengan
kenampakan seperti kawat berduri yang ujungnya memiliki kait dengan diameter 60 nm (Moissl et
al., 2005). Masing-masing sel dikelilingi oleh sekitar 100 hami. Hami stabil pada kisaran temperatur
dan pH yang luas yaitu antara 0-70 oC dan 0,5-11,5. Hami dapat bertindak sebagai perantara proses
adesi seluler permukaan terhadap komposisi kimia yang berbeda sebagaimana adesi yang
berlangsung di antara sel. Hami juga terbukti menjadi komponen protein utama dalam
pembentukan biofilm Archaea, dimana sel membentuk susunan tiga dimensi yang jaraknya konstan
melalui proses perlekatan antar sel Archaea (Henneberger et al., 2006).

hami

Gambar 13. (a) Sekitar 100 hami keluar secara melingkar di permukaan sel. (b) Kenampakan kait
yang berada di ujung hami. Tanda panah menunjukkan lokasi kait. (c) Hami menunjukkan
kenampakan seperti kawat berduri (Moissl et al., 2005).

e. Bindosome

Bindosome (Gambar 14) adalah struktur Archaea yang diduga mempunyai fungsi unik pada
Sulfolobus solfataricus (Albers dan Pohlschrder, 2009). Komponen struktural bindosome yang
utama adalah substrat pengikat protein (substrat binding protein/SBP) yang diketahui sebagai
glikoprotein (Elferink et al., 2001), yang disusun oleh Pilin tipe IV seperti pada sekuen peptida sinyal
dan mengandung protein khas yang diketahui mampu membentuk struktur oligomerik pada Archaea
dan bakteri. Susunan oligomerik komplek berperan dalam penyerapan gula, hal ini dapat membantu
S. solfataricus untuk dapat tumbuh pada substrat yang bervariasi (Ng et al., 2008).

bindosome

Gambar 12. Gambar asli bindosome belum diketahui secara pasti, dan gambar diatas merupakan
formasi alternatif yang menunjukkan bindosome terletak pada S-layer (Ng et al., 2008).

f. Iho670 Fibers

Pada pertengahan tahun 2009 telah dilakukan penelitian oleh Muller et al. mengenai struktur
permukaan Ignicoccus hospitalis, hasilnya menunjukkan adanya tambahan permukaan sel baru yang
kemudian diberi nama Iho670 fiber (Gambar 15). Iho670 fiber merupakan struktur yang sangat
rapuh, berbeda dengan flagella dan pili yang memliliki struktur primer dari protein. Hal ini juga
menunjukkan bahwa Iho670 fiber bukan salah satu organel sel yang motil. yang menjadi bagian
menarik adalah bahwa komponen utama Iho670 fiber disintesis oleh Pilin tipe IV seperti peptida
sinyal dan diproses oleh peptidase prepilin homolog. Karena Pilin tipe IV seperti sistem ini juga
digunakan untuk flagela, pili tertentu, dan bindosome dalam Archaea, Pilin tipe IV menjadi jalur yang
sangat banyak digunakan oleh Archaea dalam hal perakitan struktur permukaan.
Hasil analisis serat Ignicoccus hospitalis

Gambar 13. Hasil analisis serat Ignicoccus hospitalis menggunakan TEM (Transmission Electron
Microscopy) yang mengindikasikan adanya Iho670 fibers.

2.4.2. Inklusi Sel

Di dalam sel prokariotik biasanya terdapat senyawa lain yang menyertai sel di dalam sitoplasma yang
disebut dengan inklusi sel. Inklusi sel berfungsi sebagai energi cadangan atau sebagai tempat
penyimpanan struktur building blocks. Penyimpanan karbon atau senyawa lain di dalam inklusi yang
tidak larut dalam air bermanfaat bagi sel karena dapat mengurangi tekanan osmotik yang dapat
mungkin terjadi apabila senyawa dalam jumlah yang sama terlarut dalam sitoplasma (Madigan et al.,
2012).

poly--hydroxyalkanoat (PHA)

Gambar 16. Tanda panah menunjukkan poly--hydroxyalkanoat (PHA) (Madigan et al., 2012).

Salah satu jenis inklusi sel yang paling banyak ditemukan di dalam organ prokariotik adalah asam
poly--hydroxybutirat (PHB). PHB adalah lipid yang tersusun atas unit-unit asam -hydroxybutirat.
Sedangkan polimer yang diproduksi oleh Archaea adalah poly--hydroxyalkanoat (PHA) (Gambar 16).
PHA disintesis oleh Archaea di dalam polimer penyimpanan ketika sel mengalami kondisi
pertumbuhan yang tidak seimbang. PHA merupakan salah satu jenis komoditas plastik yang dapat
dirombak menjadi karbondioksida dan air melalui proses mineralisasi mikrobiologis secara alami.

2.4.3. Vesikula Udara

Salah satu jenis Archaea yang bersifat planktonic dan mampu hidup di air laut adalah Nitrosopumilus
maritimus dari kelompok Crenarchaeota (Brochier-Armanet et al., 2011). Jenis organisme ini mampu
mengapung di air laut karena memiliki vesikula udara. Kemampuan mengapung yang dimilikinya
memungkinkan untuk menempatkan diri dalam kolom air untuk dapat merespon kondisi lingkungan.

Vesikula udara

Gambar 17. Vesikula udara pada struktur permukaan sal Archaea.

Secara umum struktur vesikula udara tersusun atas protein yang berbentuk kumparan, berongga
namun kaku dengan panjang dan diameter yang bervariasi (Gambar 17). Panjang vesikula udara
yang dihasilkan oleh masing-masing organisme berbeda-beda, mulai dari 300 sampai lebih dari 1000
nm dengan lebar 45 sampai 120 nm, tetapi kisaran ukuran tersebut masih bisa berubah-ubah.
Jumlah vesikula dalam satu organisme sangat bervariasi mulai dari sedikit hingga ratusan tiap selnya,
kedap air dan larut dalam gas (Madigan et al., 2012).

2.5 Pergerakan Sel Archaea

a. Flagella Archaea

Flagella Archaea berukuran sangat kecil hingga mencapai setengah dari ukuran flagella bakteri, yaitu
10-13 nm (Madigan et al., 2012). Flagella Archaea memberikan kemampuan terhadap sel Archaea
untuk dapat bergerak memutar seperti halnya bakteri. Flagella Archaea tidak hanya sebagai alat
untuk bergerak, tetapi juga berperan dalam interaksi di dalam sel dan sebagai pengenal pada
permukaan sel sebagai syarat terbentuknya biofilm pada beberapa Archaea. Flagella ditemukan
pada semua sub kelompok utama Archaea Crenarchaeota dan Euryarchaeota yaitu halofil,
haloalkalofil, metanogen, hipermetrofil, dan termoasidofil. Sampai saat ini telah dilaporkan berbagai
macam Archaea yang memiliki flagella, termasuk Methanococcus, Halobacterium, Sulfolobus,
Natrialba, Thermococcus dan Pyrococcus (Ng et al., 2006).

Methanococcus maripaludis

Gambar 18. (a) Sel Methanococcus maripaludis dengan diameter 1m menunjukkan banyaknya
flagella yang terdapat di permukaan selnya dan (b) flagella yang telah dimurnikan dari sel
Methanococcus maripaludis. Tanda panah menunjukkan kait di ujung flagella.

Secara umum penampakan flagella Archaea (Gambar 18) mirip dengan flagella bakteri tetapi flagella
Archaea memiliki pergerakan yang unik seperti pada pili bakteri tipe IV (Jarrell et al., 2007).
Kemiripan ini meliputi struktur flagella termasuk keberadaan jumlah gen pada masing-masing
struktur. Pada awal penelitian mengenai flagella Archaea, diketahui kemiripan antara flagella
Archaea dengan pili bakteri tipe IV adalah pada N-termini (Faguy et al., 1994) dan adanya pilin tipe IV
yang mirip sinyal peptide (Kalmokoff and Jarrell, 1991). Penelitian terbaru menyebutkan bahwa
protein yang ada pada flagella Archaea maupun pili bakteri tipe IV adalah ATPase (Bayley and Jarrel,
1998), membran protein (Peabody et al., 2003) dan sinyal peptidase (FlaK/PibD) (Bardy and Jarrel,
2002).

Salah satu perbedaan antara flagella Archaea dengan flagella bakteri diketahui pada penelitian yang
dilakukan tahun 2008 oleh Streif et al. mengenai pergerakan memutar pada flagella Archaea,
hasilnya menunjukkan bahwa pergerakan flagella tersebut didukung oleh proses hidrolisis ATP dan
bukan dari proton atau natrium seperti yang digunakan oleh flagella bakteri.

b. Kemotaksis Archaea
Kemotaksis merupakan respon gerakan Archaea terhadap rangsangan dari senyawa kimia.
Walaupun Archaea termasuk ke dalam kelompok yang berbeda dari bakteri, tetapi banyak spesies
Archaea yang memiliki sifat kemotaksis. Berbagai macam protein yang mengatur proses kemotaksis
pada bakteri juga ditemukan pada Archaea yang mampu bergerak (motil).

2.6. Pengemasan DNA Archaea

Dalam filogenetik Archaea berbeda dengan bakteri, walaupun keduanya memiliki beberapa
kemiripan dalam struktur sel. Perbedaan ini lebih pada taraf molekular antara keduanya, dimana
Archaea memiliki banyak kesamaan dengan eukaria. Salah satu contohnya adalah pengemasan DNA
pada Archaea.

DNA pada Archaea dikemas dalam bentuk sirkular, dimana pada beberapa Archaea pengemasannya
melibatkan DNA-girase dan protein histon untuk membentuk struktur DNA superkoil. Hal ini berbeda
dengan bakteri yang membentuk struktur DNA superkoil dengan bantuan DNA-girase saja.
Pengemasan DNA menggunakan protein histon seperti ini mirip dengan pengemasan DNA pada
eukaria. Protein histon yang ditemukan pada Archaea berukuran lebih pendek dibandingkan dengan
protein histon eukaria, tetapi keduanya memiliki sekuen asam amino dan struktur 3 dimensi yang
homolog.

Pada beberapa Archaea juga ditemukan beberapa titik awal replikasi, dimana protein yang
mengenali titik awal replikasi dan sintesis DNA memiliki banyak kemiripan dengan eukaria
dibandingkan dengan bakteri. Selain itu Archaea juga memiliki beberapa RNA polimerase. Hal ini
berbeda dengan bakteri yang hanya memiliki satu RNA polimerase. Faktor transkripsi yang dimiliki
Archaea juga memiliki kemiripan dengan faktor transkripsi pada eukaria. Beberapa gen penyandi
tRNA dan rRNA Archaea memiliki intron. Intron yang terdapat pada Archaea diproses dengan
mekanisme yang sedikit berbeda dengan intron pada eukaria. Sedangkan pada bakteri tidak
ditemukan intron.

Pada saat sintesis protein Archaea membutuhkan ribosom yang fungsional serta beberapa faktor
translasi. Ribosom yang terdapat pada Archaea mirip dengan ribosom pada bakteri, yaitu sama-sama
70S. Namun faktor translasi yang ditemukan pada Archaea ternyata dua kali lebih banyak dibanding
dengan yang ada pada bakteri. Bakteri dan Archaea menggunakan asam amino yang berbeda pada
awal proses translasi. Asam amino yang digunakan bakteri adalah N-formil metionin, sedangkan
Archaea adalah metionin. Metionin juga merupakan asam amino yang digunakan eukaria untuk awal
proses translasi. Secara keseluruhan, perbandingan sekuen menunjukkan beberapa kesamaan
antara eukaria dan Archaea dalam hal RNA dan protein yang digunakan untuk membentuk
translation machine.

BAB III

KESIMPULAN

Archaea merupakan organisme yang terpisah antara bakteri dan eukaria.

Beberapa Archaea memiliki kemampuan untuk dapat hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim,
seperti salinitas tinggi dan temperatur tinggi, karena struktur membrannya yang berbeda yaitu
adanya ikatan eter dan komposisi membran monolayernya.

Archaea memiliki struktur tambahan permukaan sel yang tidak ditemukan pada bakteri atau pun
eukaria, seperti canullae, hami, bindosome, Iho670, fibers.

Archaea memiliki sifat kemotaksis seperti pada bakteri. Berbagai macam protein yang mengatur
proses kemotaksis pada bakteri juga ditemukan pada Archaea.

DAFTAR PUSTAKA

Albers S dan Pohlschroder M. 2009. Diversity of Archaeal type IV pilin-like structures,


Extremophiles, vol. 13, no. 3, pp. 403410.

Bardy SL dan Jarrell KF. 2002. Flak of the archaeon Methanococcus maripaludis possesses
preflagellin peptidase activity, FEMS Microbiology Letters, vol. 208, no. 1, pp. 53 59.

Bayley DP dan Jarrell KF. 1998. Further evidence to suggest that Archaeal flagella are related to
bacterial type IV pili,Journal of Molecular Evolution, vol. 46, no. 3, pp. 370373.

Brochier-Armanet, CP. Deschamps, P. Lpez-Garca, Y. Zivanovic, F. Rodrguez-Valera and D. Moreira.


2011. Complete-fosmid and fosmid-end sequences reveal frequent horizontal gene transfers in
marine uncultured planktonic Archaea. The ISME Journal. Vol. 5. p.1291-1302.
Elferink MGL, Albers S, Konings W, and Driessen AJM. 2001. Sugar transport in Sulfolobus
solfataricus ismediated by two families of binding protein-dependent ABC transporters. Molecular
Microbiology, vol. 39, no. 6, pp.14941503.

Faguy DM, Jarrell KF, Kuzio J, and Kalmokoff ML. 1994. Molecular analysis of Archaeal flagellins:
similarity to the type IV pilintransport superfamily widespread in bacteria. Canadian Journal of
Microbiology, vol. 40, no. 1, pp. 6771.

Henneberger R, Moissl C, Amann T, Rudolph C, dan Huber R. 2006. New insights into the lifestyle of
the cold-loving SM1 euryarchaeon: natural growth as a monospecies biofilm in the subsurface,
Applied and EnvironmentalMicrobiology, vol. 72, no. 1, pp. 192199.

Jarrell KF, S. Y. Ng, and Chaban B. 2007. Flagellation and chemotaxis, in Archaea: Molecular and
Cellular Biology, R. Cavicchioli, Ed., pp. 385410, ASM Press, Washington, DC, USA.

Kalmokoff ML dan Jarrell KF. 1991. Cloning and sequencing of a multigene family encoding the
flagellins of Methanococcus voltae, Journal of Bacteriology, vol. 173, no. 22, pp. 71137125.

Konig H. 2001. Archaeal cell wall. Di dalam : Encyclopedia of life science. Chichester : 1486-1493

Moissl C, Rachel R, Briegel A , Engelhardt H, and Huber R. 2005. The unique structure of Archaeal
hami, highly complex cell appendages with nano-grappling hooks,Molecular Microbiology, vol. 56,
no. 2, pp. 361370.

Muller, D.W., C. Meyer, S. Gurster, U. Kuper, H. Huber, R. Rachel, G. Wanner, R. Wirth, and A. Belack.
2009. The Iho670 fibers of Ignicoccus hospitalis: a new type of Archaeal cell surface appendage.
Journal of Bacteriology. Vol. 191, No. 20. p. 64656468

Ng S.Y., B. Zolghadr, A.J.M. Driessen, S. J. Albers, and K. F. Jarelli. 2008. Cell surface structures of
Archaea. Journal of Bacteriology. Vol. 190. No. 18. P. 60396047.

Ng, S. Y., B. Chaban, and K. F. Jarrell. 2006. Archaeal flagella, bacterial flagella and type IV pili: a
comparison of genes and posttranslational modifications. J. Mol. Microbiol. Biotechnol. 11:167191.
Nickell R, Hegerl R, Baumeister W, and Rachel R. 2003. Pyrodictium cannulae enter the periplasmic
space but do not enter the cytoplasm, as revealed by cryo-electron tomography,Journal of Structural
Biology, vol. 141, no. 1, pp. 3442.

Peabody CR, Chung YJ, Yen MR, Vidal-Ingigliardi D, Pugsley AP, and Saier MH. 2003. Type II protein
secretion and its relationship to bacterial type IV pili and Archaeal flagella, Microbiology, vol. 149,
no. 11, pp. 30513072.

Rieger G,Rachel R, Hermann R, dan Stetter KO. 1995. Ultrastructure of the hyperthermophilic
archaeon Pyrodictiumabyssi, Journal of Structural Biology, vol. 115, no. 1, pp. 78 87.

Streif S, Staudinger WF, Marwan W, and Oesterhelt D. 2008. Flagellar rotation in the archaeon
Halobacterium salinarum depends on ATP, Journal of Molecular Biology, vol. 384, no. 1, pp. 18.

Thoma C, Frank M, Rachel R. 2008. The Mth60 fimbriae of Methanothermobacter


thermoautotrophicus are functional adhesins, Environmental Microbiology, vol. 10, no. 10, pp.
27852795.

Woese C, Kandler O, dan Wheelis ML. 1990. Towards a natural system of organisms: Proposal for the
domains Archaea, Bacteria, and Eucarya. Proc. Nati. Acad. Sci. 8

Yuwono T. 2005. Biologi molekular. Safitri a, editor. Jakarta : Erlangga.

Anda sekarang sudah mengetahui mengenai Archaebacteria. Terima kasih anda sudah berkunjung ke
Perpustakaan Cyber.

Share on Facebook

Share on Twitter

Share on Google+

Tags : Prokariotik
Related : Archaebacteria (Archaea) : Pengertian, Ciri-ciri, Struktur Sel, Contoh

Ciri-Ciri / Karakteristik Sel Organisme Prokariotik Ciri-Ciri / Karakteristik Sel Organisme Prokariotik -
Ciri utama organisme prokariotik adalah organisme tersebut tidak memiliki organel yang diselubungi
oleh membran. N ...

Pengelompokan / Klasifikasi Bakteri Eubacteria berdasarkan Bentuknya Pengelompokan /


Klasifikasi Bakteri Eubacteria berdasarkan Bentuknya - Walaupun bakteri bersel tunggal, tetapi
bakteri mempunyai beberapa bentuk yaitu bulat (coccus), b ...

Organisme Prokariotik dan Peranannya dalam Kehidupan Organisme Prokariotik dan Peranannya
dalam Kehidupan - Kalian mungkin pernah makan nata de coco atau sari kelapa, yang biasanya
dimakan bersama sirup atau es. Atau mun ...

Spirokaeta (Spirochaeta) : Pengertian Ciri-ciri Struktur Sel Contoh Spirokaeta (Spirochaeta) :


Pengertian Ciri-ciri Struktur Sel Contoh - Spirokaeta merupakan bakteri kemoheterotrof yang
berbentuk heliks. Panjangnya mencapai 0,25 mm, te ...

Sianobakteri (Cyanobacteria) : Pengertian Ciri-ciri Struktur Sel Contoh Sianobakteri


(Cyanobacteria) : Pengertian Ciri-ciri Struktur Sel Contoh - Sianobakteri merupakan kelompok bakteri
autotrof, memiliki klorofil dan mampu berfotosintesis ...

1 komentar:

Kouma Auriga

terimakasih...blognya menarik dan membantu sekali. bolehkah saya sering berkunjung ke blog
anda? saya suka tentang biologi.

ReplyDelete

Load more...

Berkomentarlah secara bijak. Komentar yang tidak sesuai materi akan dianggap sebagai SPAM dan
akan dihapus.

Aturan Berkomentar :

1. Gunakan nama anda (jangan anonymous), jika ingin berinteraksi dengan pengelola blog ini.
2. Jangan meninggalkan link yang tidak ada kaitannya dengan materi artikel.

Terima kasih.

Rekomendasi

Pemberontakan DI/TII di Indonesia, Latar Belakang, Penyebab, Tujuan

Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan

Peristiwa Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Latar Belakang, Penyebab, Tujuan,
Upaya Penumpasan, Dampak

Peristiwa Pemberontakan Andi Azis di Makassar, Latar Belakang, Tujuan, Dampak

Perekonomian Dua Sektor, Tiga, Empat, 1 2 3, Sistem, Pengertian, Diagram, Siklus, Contoh

Kategori

Agama dan Kepercayaan Agama Islam Alpukat Anabolisme Animalia Antropologi Apel Artikel dan
Makalah Asam dan Basa Atom Bahasa Indonesia Batuan dan Tanah Benzena Biofuel Biogas Biologi
Bioteknologi Budaya Bumi dan Tata Surya Contoh Soal Cuaca dan Iklim Daun Mint Desa dan Kota
Ekonomi Ekosistem Enzim Fermentasi Fisika Fotosintesis Fungi Genetika Geografi Hidrokarbon
Hidrosfer Hormon Tumbuhan Hukum Dasar Kimia Hukum Mendel Ilmu Hukum Ilmu Nutrisi Inspirasi
Muda IPTEK Jahe Jaringan Hewan Jaringan Tumbuhan Jurnal Karbon Katabolisme Keanekaragaman
Hayati Kemangi Kesenian Kimia Larutan Lingkungan Lomba Makanan Sehat Makromolekul
Matematika Metabolisme Mikroalga Mikroorganisme Minyak Bumi Molekul Mutasi News Obat-
obatan Organ Tumbuhan Panduan dan Pedoman Pengangkutan Tumbuhan Penginderaan Jauh
Penjaskes Perhitungan Kimia Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan Tumbuhan Peta Planologi
Plantae Prokariotik Protista Pupuk Radioaktif Reaksi Kimia Reduksi dan Oksidasi Respirasi Sejarah Sel
Sel Bahan Bakar SIG Sirih Sirsak Sistem Ekskresi Sistem Gerak Sistem Imun (Kekebalan Tubuh) Sistem
Indera Sistem Organ Sistem Pencernaan Makanan Sistem Peredaran Darah Sistem Periodik Unsur
Sistem Pernapasan Sistem Regulasi / Koordinasi Sistem Reproduksi Sosiologi Sumber Daya Manusia
Teh Teh Hijau Tomat Totipotensi Tumbuhan Transpor Zat Virus

Tentang Kami / Sitemap / Contact / Privacy Powered By Blogger

Anda mungkin juga menyukai