Kewirausahaan Dan Inovasi Usaha Agribisnis PDF
Kewirausahaan Dan Inovasi Usaha Agribisnis PDF
KEWIRAUSAHAAN DAN
INOVASI USAHA
AGRIBISNIS
Disampaikan pada Lokakarya dan Pembekalan Tim
Pelaksana Program Mitra Desa Institut
Pertanian Bogor, Senin, 24 April 2004
KEWIRAUSAHAAN
Kewirausahaan bukanlah sesuatu yang baru dalam ekonomi. Istilah kewirausahaan
telah dilakukan setidaknya sejak 150 tahun yang lalu, dan konsepnya telah ada selama
200 tahun (bygrave, 1987). Wirausaha adalah individu yang memiliki pengendalian
tertentu terhadap alat-alat produksi dan menghasilkan lebih banyak dari pada yang
dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan
(Mcclelland, 1961). Casson (1993), menyatakan bahwa wirausaha (entrepreneur)
diungkapkan pertama kali oleh R. Cantilon (1697-1734), seorang ekonom irlandia,
keturunan perancis.
Keseluruhan lingkup
pembangunan sistem agribisnis
tersebut disajikan pada gambar
ini
Potensi subsektor peternakan masih cukup besar untuk dikembangkan. Peranan ternak
dalam peningkatan pendapatan masyarakat telah tebukti mampu menjadi basis usaha
masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. Kelemahan yang benar-benar nyata adalah
kemampuan teknis dan kemampuan sumber daya manusia. Istilah tidak kenal
teknologi untuk masyarakat pedesaan adalah hal wajar. Namun demikian, potensi
usaha dari sudut pandang pribadi (kewirausahaan) adalah nilai lebih tersendiri yang
perlu pengembangan lebih lanjut.
Pelaksanaan usaha tani ternak terpadu, dimulai dengan merencanakan lokasi dengan
mempertimbangkan segi kemananan dan ketersediaan sumber daya lainnya.
Selanjutnya adalah menentukan komoditas yang sesuai untuk dipadukan dalam usaha
tersebut. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan, terutama sekali untuk
komoditas ternak adalah aspek sapta usaha peternakan, yang meliputi ; pemilihan bibit,
perkandangan, pemberian pakan, tatalaksana pemeliharaan, penangan penyakiit,
panen dan pasca panen serta pemasaran. Pengelolaan yang terpadu antar komoditas
akan menghasilkan beragam kombinasi out put yang dihasilkan.
Menurut Islam dan Rahman (1995), beberapa keuntungan integrasi budidaya itik dan
ikan adalah sebagai berikut :
1. Limbah itik kaya akan kandungan N (1 %), P (1,4 %), dan K (0,6 %), yang
merupakan suplemen pakan yang baik untuk ikan. Sehingga mengurangi biaya
pemberian pakan suplemen.
2. Kotoran itik dan pakan yang tercecer secara langsung dikonsumsi oleh beberapa
spesies ikan, hal ini mempermudah dan mempercepat pertumbuhan dan
produksi ikan tersebut.
3. Kontruksi dari kandang itik tidak memerlukan lahan tambahan (lebih efisien).
Selain itu kondisi ini memberikan fasilitas daya hidup dan produksi yang lebih
baik untuk itik sebagai unggas air.
4. Itik memberikan jasa sebagai konsumen dari beberapa parasit ikan dengan cara
mengkonsumsi sema ng primer (keong, tiram, dll). Itik tersebut juga
mengkonsumsi larva lalat, nyamuk, gulma air, kecebong, yang umumnya tidak
dimakan ikan. Serangga air dalam kolam ikan juga dikontrol oleh itik. Dengan
demikian total produksi protein ternak dari lahan yang sama dapat ditingkatkan.
5. Itik berperan dalam memberikan oksigen (aerasi) dan melepaskan zat makanan
dari dasar kolam dengan cara berenang dan menyelam.
Suatu hasil penelitian di Vietnam selama 7 bulan, produksi ikan yang dipelihara dalam
kolam dengan kandang itik di atasnya 9,6 ton/ha/tahun, sedangkan tanpa kandang itik
hanya 2,5 ton/ha/tahun, dengan kepadatan ikan 3,84 ekor per m3 dan kepadatan itik
petelur 0,4 ekor per m2 permukaan air (Thien et.al., 1996). Demikian pula hasil
penelitian Togatros (1989), rataan bobot ikan/ekor pada umur 3 bulan yang dipelihara
dalam kolam dengan kandang itik di atasnya hampir dua kali lebih berat dibandingkan
dengan ikan dalam kolam tanpa kandang itik diatasnya ( 68 gram berbanding 38 gram).
Usaha peternakan ayam buras memiliki beberapa keuntungan yaitu; ayam buras
mudah dipelihara dan mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, dapat
dipelihara di lahan sempit dengan penggunaan pakan yang relative murah serta harga
produknya relative stabil dan permintaan pasar besar. Di dalam pengembagan ayam
buras secara intensif dan semi intensif, keterpaduan antara sumberdaya manusia
(SDM), sumberdaya alam (SDA) terutama tanaman pangan, penguasaan teknologi dan
pemasaran.
Mina padi dan tanaman Jajar Legowo sudah tidak asing bagi petani sawah di Jawa
Barat. Dengan sentuhan teknologi, usaha tani mina padi mampu meningkatkan
produktivitas lahan secara optimum dan merupakan reformasi dari system jarak
simetris. Penanaman padi system legowo berarti penanaman dengan mengatur jarak
sedemikian rupa antara rumpun dan barisan tanaman, sehingga akan terbentuk suatu
lorong yang cukup luas dan memanjang. Tidak semua varietas padi bisa digunakan,
tetapi harus dipilih varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit, memiliki
perakaran yang dalam, tahan terhadap genangan, dll. Sementara itu jenis ikan sebagai
komoditas pendampingnya adalah jenis ikan mas, yaitu jenis ikan yang lincah,
pertumbuhanya cepat dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Secara teknis, system jajar legowo memberikan keuntungan dengan adanya ruang
terbuka sampai 50 % di antara baris tanaman padi dan memberikan kesempatan pada
pemeliharaan ikan selama kurang lebih 95 hari, hal ini juga akan mempermudah
pemupukan dan penyiangan. Sementara itu keuntungan ekonomis yang diperoleh
diantaranya adalah penghasilan ganda dari hasil hasil usaha tani selain efisiensi modal
yang digunakan.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pekarangan memiliki kontribusi yang cukup
tinggi terhadap perbaikan gizi dan pendapatan petani. Namun demikian, keberhasilan
usahatani pekarangan ditentukan oleh kesesuaian komoditas dan peket teknologi yang
digunakan. Paket-paket usaha tani yang dapat diterapkan dan diusahakan secara
terpadu dengan memanfaatkan pekarangan diantaranya adalah budidaya tanaman
tahunan (mangga, nangka, papaya, pisang, jeruk nipis, dll), tanaman semusim (kecipir,
lombok, kacang panjang, katuk, jahe. Kencur, kunyit, laos, dll), budidaya ternak (ayam
dan kambing), dan pengolahan hasil (minyak kelapa, pindang ikan, kolang-kaling, dll)
yang sesuai dengan luas pemilikan lahan pekarangan, kedaan social budaya dan
ekonomi petani setempat.
Sasaran dari usahatani pekarangan adalah tenaga kerja sisa setelah dialokasikan kepada
usahatani pokoknya. Biasanya penanganan dilakukan pada pagi sebelum ke sawah
atau sore setelah pulang dari sawah. Manajemen pekarangan umumnya dilakukan oleh
ibu rumah tangga yang dibina melalui kelompok usaha. Dengan meningkatkan
pemanfaatan pekarangan tenaga kerja yang luang dapat diarahkan pada kegiatan yang
lebih produktif.
Karakteristik usaha kecil yang menjadi pembeda dengan usaha besar antara lain adalah
(Sudoko, 1995) :
1. Mempunyai skala usaha yang kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja,
maupun orientasi pasar.
2. Banyak berlokasi dipedesaan, kota kecil atau pinggiran kota besar.
Kondisi saat ini, dari sekian banyak program pemberdayaan masyarakat yang berbasis
kewirausahaan dan usaha kecil hanya beberapa saja yang berjalan mulus dan berhasil
sukses. Sisanya hanya sebatas proyek yang lepas tanpa pembimbingan dan pembinaan
yang berkelanjutan. Habis masa kerja proyek maka lepas pula masa pembimbingan dan
pembinaan. Sehingga keberlanjutan (sustainable) program pemberdayaan hanyalah
catatan dalam awal proposal proyek dan pencanangan program saja. Melalui metode
partisipatif dengan menumbuhkan peran dan jiwa kewirausahaan, setidaknya
masyarakat akan merasa memiliki dari apa yang telah dan sedang mereka
kembangkan. Dalam hal ini masyarakat akan lebih banyak mengambil keputusan dari
pelaksanaan program, karena tujuan dari program tersebut adalah solusi untuk
permasalahan mereka.
STRATEGI PENGEMBANGAN
Kerjasama
Salah satu usaha untuk menyikapi tantangan dan kelemahan-kelemahan usaha kecil
agribisnis adalah dengan membuat jaringan kerja kelompok. Jaringan kerja tersebut
dapat dirancang melalui suatu organisasi yang menghimpun sekelompok orang
dengan kesamaan visi dan misi. Setiap orang memiliki keterbatasan tertentu, seperti
adanya lingkup kurva dengan titik maksimalnya dan pada umumnya tidak semua
orang ahli dalam setiap hal.
Bagian terbesar dari tingkah laku kehidupan kita adalah tingkah laku organisasional
sebagai anggota atau klien dari berbagai organisasi. Ini tidak berarti bahwa kita dapat
memandang organisasi sebagaimana yang dilakukan oleh manajer kawakan. Banyak
organisasi menemukan bahwa cara terbaik untuk memotivasi anggota adalah dengan
memberi perhatian yang lebih cermat terhadap cara pengelolaan kelompok kerja.
Contohnya Ford, sebuah perusahaan mobil yang hampir jatuh kembali bangkit pada
akhir tahun 1980-an dengan pendekatan tim. Kelompok kerja mulai dari perancangan
sampai ke perakitan tampil bersama-sama dan memberikan sumbangannya pada
semua aspek produksi sejak awal. Tidak ada lagi arus informasi linear dari bagian ke
bagian, namun semua bidang fungsional bergerak maju bersama. Dengan cara ini
masalah-masalah dapat segera diketahui dan setiap bagian dengan cepat dapat
mengambil feed back.
Team work yang elegan dan kokoh ternyata tidak dapat dibangun begitu saja,
melainkan ada prasyaratnya,yaitu kepercayaan. Dengan demikian rasa saling percaya
tanpa ada rasa saling curiga antar karyawan, pimpinan bahkan pemilik perusahaan
adalah prasyarat utama membangun sebuah team work yang elegan, kokoh, dan tidak
mudah diintervensi oleh pihak luar. Konon digambarkan bahwa orang Indonesia
secara perorangan lebih pintar dari rata-rata orang Jepang, tetapi sayangnya orang
Indonesia apabila berkumpul hasilnya selalu lebih jelek. Berbeda dengan orang Jepang,
yang terjadi malah sebaliknya (orang Jepang kalau sudah berkumpul, dunia bisa
mereka kuasai). Di Jepang, seorang individu adalah bagian dari sebuah tim, mereka
memiliki team work yang sangat bagus.
Mengelola Kelompok
Kegiatan usaha komersil selalu mengacu pada upaya menciptakan keuntungan (profit
making), namun dalam menciptakan suatu paradigma baru untuk menjadi making profit
for the stake holder. Tersirat bahwa bisnis harus menguntungkan bagi pihak yang
berkepentingan yaitu tidak hanya pemilik, karyawan, lingkungan maupun masyarakat.
Pola kemitraan dan jaringan usaha yang dibangun harus berdasar prinsip bisnis yang
saling menguntungkan dan merupakan pengejawantahan dari kebersamaan berusaha,
bertumbuh dan berkembang bersama, bekerjasama sambil bersaing serta keadilan
dalam pembagian nilai tambah. Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam
hubungan kemitraan adalah permasalahan pokok petani sebagai plasma di awal
keimitraan, yaitu perubahan pola kerja petani. Perubahan tersebut menuntut
kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi, system pengelolaan usahatani, pola
tanam dan penanganan pasca panen. Pihak industsri yang menjadi inti dalam
kemitraan akan menetapkan criteria yang harus dipenuhi petani, diantaranya (1) akses
terhadap lahan, (2) kemamppuan mengadopsi teknologi baru, (3) potensi
mengorganisasi kegiatan produksi (4) mentaati kesepakatan yang sudah di buat,
displin, loyal, jujur dan memiliki komitmen, (5) kemmapuan mebayar kembali kredit
(pinjaman) sarana produksi.
Pola kemitraan yang berkembang saat ini, diantaranya adalah (Sumarjo, 2001) :
Kekhasan lain dari produk hasil pertanian yang menjadi kelemahan dalam kegiatan
pemasaran adalah :
1. Barang mudah rusak dan busuk. Terutama sekali untuk hasil pertanian yang
brupa sayuran. Sifat barang ini memerlukan system pemasaran yang cepat dan
terencana.
2. Produksinya terpencar-pencar. Jarang sekali hasil pertanian yang terpusat pada
suatu daerah. Dalam hal ini dibutuhkan pengumpul hasil pertanian dalam
jumlah kecil-kecil, sehingga menjadi jumlah yang besar sehingga barang tersebut
menjadi lebih berarti bila diangkut ke kota besar.
3. Produksi bersifat musiman dan cenderung berskala kecil. Produk pertanian
sangat tergantung pada alam, hal ini memberikan konsekuensi tersendiri
1. Pasar Lokal: Pasar local adalah pasar pengumpulan (local assembling markets),
disebut juga pasar petani (groves markets). Pasar ini terdapat pada daerah-
daerah produksi, contohnyna pasar yang terletak didaerah produsen sayuran,
atau kadang hasil pertanian dari hasil petani ini langsung diambil oleh pasar
sentral melalui leveransir atau tengkulak.
2. Pasar Sentral: Disebut juga sebagai pasar terminal (terminal markets). Barang
yang dijual berasal dari pasar local, dan terkadang langsung dari produsen
(petani). Contohnya pasar induk atau terminal agribisnis.
3. Jobbing Markets: Pasar ini berfungsi untuk menyebarkan barang-barang
konsumen seperti buah-buahan, sayuran, ternak, telur. Jobbers (pedagang)
menerima barang dari pasar sentral, kemudian menjualnya ke pedagang eceran.
Pekerjaan-pekerjaan itu harus dikemas oleh pengusaha sebagai salah satu faktor
keberhsilan dalam pemasaran yang berorientasi pada pelanggan. Oleh karena itu,
dengan pelanggan yang makin tahu semua pekerjaan diatas, maka pelanggan tidak
khawatir lagi bahwa makanan yang dibelinya itu tidak mahal dan tidak bergizi, bahkan
pelanggan akan yakin bahwa makanan yang dibelinya itu halal dan menyehatkan.
Dengan demikian, dalam melakukan semua pekerjaan diatas harus selalu dengan
perhitungan dan perencanaan yang baik dan sukaria. Karena pengusaha tersebut
adalah pemilik dan sekaligus manager, maka pembagian pekerjaan perlu dilakukan jika
pekerjanya lebih dari satu. Akhirnya kerjasama antar pekerja membuat semua
pekerjaan di atas menjadi efektif dan efisien.
Tujuan utama pengusaha makanan dan minuman adalah terjualnya semua makanan
yang dijual atau disebut sebagai volume penjualan atau jumlah yang terjual. Semakin
banyak yang terjual semakin berhasil mencapai tujuannya. Oleh karena itu, supaya
terjual habis maka pengusaha harus terus menerus memperbaiki kualitas daan citra
mkanannya. Memperbaiki kualitas dan membangun citra makanan dan minumannya
itu harus dimulai dari membangun citra dirinya, sehingga kejujuran dan tingkat
perhatian pengusaha terhadap pelanggan harus tetap tinggi.
Pengusaha makanan saat ini, harus mempelajari secara cepat siapa yang akan menjadi
pembeli dari makanan yang dijualnya. Perlu diingat bahwa pelanggan itu membeli
makanan yang dijualnya. Perlu diingat bahwa pelanggan itu membeli makanan yang
dijual melalui beberapa tahap, yaitu tahap awal mengenal dahulu, kemudian tertarik,
kemudian mengevaluasi, kemudian mencoba, dan baru membeli atau menjadi
pelanggan. Oleh karena itu, pengusaha harus sudah memahami betul makanan dan
minuman yang dijualnya, sehingga ketika ditanya oleh pelaanggan, maka pengusaaha
dapat menjelaskan dengan memuaskan. Jika pelanggan mengeluh, maka keluhan itu
harus disampaikan pertama kali kepada pengusaha, dan pengusaha yang berhasil
adalah yang menerima keluhan itu dengan senang hati.
PENUTUP
Harapan pembangunan yang berkelanjutan dan dirasakan milik masyarakat perlu
didorong dan dikembangkan secara bertahap. Jiwa partisipatif masyarakat adalah
solidaritas sosial yang didasarkan pada perasaan moral bersama, kepercayaan bersama
dan cita-cita bersama. Secara umum, pemberdayaan kewirausahaan usaha kecil dapat
dilakukan secara partisipatif dengan berbasis pada prinsip dasar sebagai berikut :
(1) memandang masyarakat sebagai subjek, (2) praktisi menempatkan diri sebagai
insider, (3) masyarakat yang membuat model, peta, diagram, mengkaji/mengagalisis,
menyajikan hasil, mengkaji ulang dan merencanakan kegiatan usahanya, dan (4) model
pemberdayaan dan partisipatif masyarakat dalam menentukan indikator social.
Akhirnya, apabila kita pelajari situasi dan kondisi saat ini, dimana masyarakat sudah
mampu menilai dan mengambil keputusan. Maka peran-peran agen perubah
masyarakat harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada mereka untuk secara
partisipatif menentukan program pembangunannya. Pengembangan kewirausahaan
secara partisipatif akan merangsang necessary condition dan mendukung cita-cita
pembangunan yang sesungguhnya.**
RUJUKAN
Anonim. 2001. Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Bunga Rampai).
Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan Business Innovation Center of
Indonesia.
Anonim. 2003. Laporan Akhir Program Pengembangan Desa Binaan-Institut Pertanian
Bogor.
Anonim. 1999. Menuju Pertanian Tangguh. Yayasan pengembangan Sinar Tani. Jakarta
Adimihardja, K. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press.
Bandung
Alma. B. 2002. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta. Bandung
Burhanuddin. 2002. Pengembangan Usaha. Makalah Pedoman Teknis Usaha Pertanian
Terpadu. Program Pengembangan Desa Binaan-IPB.
Beirlem, J.G., Scnneeberger, K.C. and Osburn, D.D. Principles of Agribusiness
Management. A Reston Bookl. Prentice-Hall Englewood Cliffs. New Jersey
Dihansih, E. 1999. Produksi Padi-Itik-Ikan-Duckweed dalam ssitem Usahatani di Desa
Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Program Pascasarjana-Institut
Pertanian Bogor.
Gunawan. 1998. Model Pengembangan Ayam Buras dalam Sistem Usahatani di Jawa
Timur. Program Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor.
Saragih, B. 2001. Agribisnis Berbasis Peternakan. Pustaka wirausaha Muda. Bogor
Saragih, B. 2001. Suara Dari Bogor; Membangun Sistem Agribisnis. Pustaka Wirausaha
Muda. Bogor
Swastha, DH, B. 1995. Pengantar Bisnis Modern, Edisi ketiga. Liberty. Yogyakarta
Taupiq, M. 2003. Pengembangan Business Development Services (BDS) sebagai Pola
Pendampingan terhadap UMKM. Makalah Seminar Pendampingan terhadap
UMKM dalam upaya Pemberdayaaan Masyarakat untuk Penanggulangan
Kemiskinan. Bappenas
Wijaya, K. 2001. Bank, Usaha Kecil, dan Pedesaan. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor
Wiranto. T. 2003. Indikator Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam
Penanggulangan Kemiskinan. Makalah Seminar Pendampingan terhadap
UMKM dalam upaya Pemberdayaaan Masyarakat untuk Penanggulangan
Kemiskinan. Bappenas