Budaya Persalinan Suku Amungme Dan Suku Kamoro Pap - 5a09f90e1723dd5a33b4e588 PDF
Budaya Persalinan Suku Amungme Dan Suku Kamoro Pap - 5a09f90e1723dd5a33b4e588 PDF
ABSTRAK
Hasil Survei Cepat Papua tahun 2001 menunjukkan angka kematian ibu Kabupaten Mimika sebesar 1.100
per 100.000 kelahiran hidup. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang penanganan persalinan
yang bukan ditolong oleh petugas kesehatan. Studi potong silang dilakukan pada 204 ibu pasca persalinan
(antara seminggu sampai 1 tahun), di antaranya lima orang ibu yang persalinannya tidak dengan petugas kesehatan
dilakukan indepth studi. Tiga lokasi penelitian yaitu di Kota Timika dan dua desa yang berada sekitar Kota
Timika. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan wawancara terstruktur, dan kualitatif dengan
wawancara mendalam dan observasi di rumah responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh
ibu melahirkan tidak ditolong petugas kesehatan. Bagi ibu yang melahirkan di rumah, persalinan dilakukan di
kamar mandi, kamar tidur, dan bawah rumah. Persalinan dilakukan sendiri tanpa pertolongan, dengan bantuan
keluarga perempuan atau dukun, dilakukan dengan cara-cara yang membahayakan kesehatan ibu dan bayi.
Perilaku ibu masih kuat didasari oleh beberapa tema budaya yang merugikan kesehatan ibu antara lain:
menganggap urusan persalinan adalah sepenuhnya urusan kaum perempuan, peristiwa persalinan adalah sesuatu
yang menjijikkan dan membawa penyakit berbahaya bagi laki-laki dan anak-anak, dan ibu yang meninggal
waktu persalinan karena kutukan tuan tanah (teheta).
Papua Quick Survey 2001 showed that maternal mortality rate (MMR) in Mimika District was 1,100 per
100,000 live births. The objective of the study is to get information about tradition of childbirth management of
Amungme and Kamoro tribes, Papua. A cross sectional study was conducted in Timika and two villages near
Timika (suburban) included 204 mothers. Data were collected quantitatively using structured questionnaire,
and qualitatively by in depth interview and observation. This study shows that nearly half of the mothers do
their delivery at home, in bath room, kitchen, or beneath their house. The delivery was done by herself, by
female families or traditional birth attendants, and the ways of delivery management could be dangerous for the
mothers and babies. Some cultural themes covering the delivery management behaviour are disadvantages for
mothers health such as: delivery is fully female matter, delivery as a disgusting thing that must be done in a hide
place because it can spread diseases to men and children, mother death in delivery process is caused by the
anger of teheta (evil, soul).
141
Alwi, Ghani, Delima Budaya persalinan Papua
142
J Kedokter Trisakti Vol. 23 No. 4
Pengumpulan data mereka karena tidak tahu pasti tanggal bulan bahkan
Pengumpulan data dilakukan dengan cara tahun kelahirannya (Tabel 1).
wawancara menggunakan kuesioner. Kuesioner Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh
mencakup karakteristik responden (umur, tempat responden besarnya 745 orang dari sejumlah
tinggal, pendidikan, pendidikan suami, pekerjaan, responden 204 orang. Ini berarti bahwa rata-rata
pekerjaan suami), frekuensi persalinan, jumlah responden pernah melahirkan 3-4 orang anak. Di
anak, anak meninggal, lokasi persalinan, dan ruang antaranya anak yang masih hidup sebanyak 598
tempat bersalin bagi ibu yang melakukan persalinan orang anak (80,2%), dan jumlah anak yang sudah
tidak dengan petugas kesehatan. Untuk data meninggal saat penelitian dilaksanakan adalah
kualitatif dilakukan dengan cara wawancara sebanyak 147 orang (19,7%). Suku Kamoro lebih
mendalam menggunakan informan inti (subyek) banyak mempunyai anak meninggal (20,9%)
sebanyak lima orang ibu (dua ibu Suku Amungme dibandingkan dengan Suku Amungme (18,1%)
dan tiga ibu Suku Kamoro) yang baru melakukan (Tabel 2).
persalinan satu hari sampai satu minggu. Ibu ini
adalah yang melakukan persalinan tidak ditolomg
petugas kesehatan (di rumah sendiri atau di rumah Tabel 1. Distribusi kelompok usia (tahun)
dukun). Ada tiga fokus pertanyaan dalam berdasarkan suku
wawancara mendalam, yaitu : (i) personil atau orang
yang membantu persalinan tersebut, (ii) lokasi atau
tempat dilaksanakannya persalinan, dan (iii)
tindakan atau tahap-tahap dalam penatalaksanaan
persalinan tersebut. Untuk melengkapi data
kualitatif ini, peneliti melakukan pengamatan
dengan mengunjungi subyek sesegera mungkin
setelah persalinan dilakukan. Dengan cara itu
peneliti dapat mengamati kondisi responden dan
bayinya, kondisi ruangan atau tempat bekas Tabel 2. Distribusi status anak berdasarkan suku
dilaksanakannya persalinan beserta lingkungannya.
Informan pendukung data kualitatif ini adalah dukun
atau personil yang berkaitan dengan penanganan
persalinan, bidan, perawat, dokter, dan kader
kesehatan.
Analisis data
Data kuantitatif dianalisis dengan program Tabel 3. Distribusi tingkat pendidikan
SPSS-PC versi 10.0 dan disajikan dalam bentuk berdasarkan suku
tabel menggunakan analisis persen. Data kualitatif
dianalisis dan disajikan dalam bentuk tekstular.
HASIL
143
Alwi, Ghani, Delima Budaya persalinan Papua
Tabel 3 menunjukkan tidak seorangpun yang semacam tempat darurat untuk tinggal sementara,
menamatkan perguruan tinggi, dan hanya 0,9 - 3% terbuat dari bambu atau kayu dan atap rumbia,
responden yang tamat SMA. Sebanyak 71,7% terletak di luar desa, belakang rumah atau bawah
responden yang tidak pernah bersekolah berasal dari rumah. Penduduk Suku Amungme menyebutnya in
Suku Amungme dan hanya 2,9% dari Suku jagatian eamo deyagan taiye dan letak tempat ini
Kamoro. Responden yang tamat SD lebih banyak di hutan jauh di luar kampung.(11)
pada Suku Kamoro (48,5%) dibandingkan dengan Dari sebanyak 97 ibu yang melahirkan di
Suku Amungme (12,1%). rumah (tidak ditolong petugas kesehatan) diambil
Pekerjaan responden sehari-hari adalah 5 orang ibu yang baru melahirkan selama masa
meramu yang di sini dikategorikan sebagai petani penelitian ini untuk dilakukan in depth interview
atau nelayan. Mayoritas responden Suku dan observasi. Lima orang ibu tersebut diambil
Amungme dan Kamoro bekerja sebagai petani, sebagai subyek untuk pengambilan data kualitatif.
masing-masing sebesar 81 (81,8%) dan 79 Ibu DA Suku Amungme menceritakan proses
(75,2%). (Tabel 4) persalinannya sebagai berikut: Saya mulai sakit
perut pukul 03.00 sore, saya belum pasti apakah
ini sakit perut biasa ataukah sudah mau melahirkan.
Tabel 4. Distribusi pekerjaan responden Suami tidak ada dirumah sudah 2 minggu ke Waa-
berdasarkan suku Banti di pegunungan. Adik saya YA yang juga
tinggal di rumah ini belum mempunyai anak,
sehingga tidak dapat saya harapkan untuk dimintai
pendapat dalam hal bantuan persalinan. Klinik
memang dekat dengan rumah saya yaitu kira-kira
400 meter, dibuka sampai pukul 04.00 sore, tetapi
saya tidak dapat memutuskan untuk pergi ke sana
atau minta bantuan dari sana. Saya tidak
mempunyai uang, meskipun saya tahu klinik itu
tidak membayar, tetapi saya tidak berani tanpa
Tabel 5. Distribusi lokasi persalinan di rumah pesetujuan suami. Saya pikir selama ini sudah empat
berdasarkan suku kali persalinan saya belum pernah minta bantuan
petugas kesehatan, ibu saya yang membantu saya
atau saya atasi sendiri. Akhirnya kali inipun saya
putuskan untuk mencoba lagi tangani sendiri dengan
bantuan YA yang menunggu di luar kamar mandi.
Setelah menghidupkan api di dapur, saya
menyiapkan daun pisang, silet dan kain-kain yang
bersih diletakkan di pinggir bak air. Ketika makin
sakit, kaki saya gemetar, cairan keluar. Dan ketika
Sebanyak 97 (47,5%) ibu melahirkan di rumah. rasanya makin dekat, saya masuk ke kamar mandi,
Tabel 5 menunjukkan sebanyak 14 (70,0%) Suku pintu saya tutup tetapi tidak saya kunci dan
Amungme melakukan persalinan di kamar mandi, berjongkok di kloset. Setelah tiga atau empat kali
dan Suku Kamoro hanya 17,53%. Kebalikannya, mengedan, bayi pun keluar ke alas daun pisang dan
mayoritas responden Suku Kamoro melakukan kain, bayi mulai menangis. Saya duduk bersandar
persalinan di kamar tidur 64 (83,1%). Sebanyak lemas di dinding kamar mandi, menunggu ajakan
10 (13,0%) Suku Kamoro masih melakukan mengedan lagi untuk mengeluarkan ari-ari, sambil
persalinan di bivak, sedangkan Suku Amungme memandang bayiku. Setelah semua keluar, saya
sudah tidak ada lagi (0,00%). Bivak adalah memotong tali pusat dengan silet sepanjang
144
J Kedokter Trisakti Vol. 23 No. 4
145
Alwi, Ghani, Delima Budaya persalinan Papua
ubi yang baru dibakar, abu panas, bedak talk, dan akan memakan waktu yang lama untuk
daun-daunan yang dipanaskan. Untuk persalinan merubahnya. Kebudayaan merupakan suatu
tidak terduga, tali pusat dipotong dengan pisau yang keseluruhan yang meliputi pengetahuan, sikap,
mereka bawa atau dengan tangkai daun sagu dan perilaku, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum,
diikat dengan tali akar-akar kayu. Cara ini tidak adat-istiadat, tradisi, kemampuan dan kebiasaan
jauh berbeda dengan ibu-ibu Suku Bgu di Pantai lainnya yang dipelajari, dimiliki, diwarisi oleh
Utara Papua yaitu memotong tali pusat bayi dengan manusia sebagai anggota masyarakat.(15) Budaya
pisau yang dibuat dari gaba-gaba (tangkai daun merupakan jati diri dari sebuah bangsa dan budaya
sagu).(14) Penduduk Desa Gandus Sumatera Selatan juga merupakan alasan kuat untuk beradaptasi
masih ada yang memberikan kotoran (tahi) kambing dalam meraih kesuksesan.(16) Namun jika budaya
yang sudah dibakar pada tali pusat yang sudah bersifat absolut maka nilainya sebagai pembimbing
dipotong. (1) Bahaya yang terjadi akibat tidak akan merosot dan menghalangi kemajuan. Ahli
mengikat tali pusat adalah darah banyak keluar dari waris kebudayaan dituntut keberaniannya
ujung tali pusat, meskipun lama-lama akan mengadakan perubahan bila sudah tidak sesuai
membeku dan berhenti sendiri dengan risiko terjadi lagi.(17,18)
ikterus pada bayi.(12) Cara mereka mengantisipasi Dari uraian tentang perilaku penanganan
keluarnya darah dengan bahan-bahan yang panas/ proses persalinan, diidentifikasi beberapa tema
bakar cukup efektif menghentikan perdarahan tali budaya yang menjadi akar perilaku. (Gambar 1)
pusat dan mencegah infeksi melalui tali pusat. Tema budaya pertama, penduduk menganggap
Menghisap asap kayu bakar yang dilakukan bahwa persalinan adalah peristiwa alami, urusan
ibu selama proses persalinan sangat berpotensi perempuan dan tidak perlu dibesar-besarkan. Laki-
menyebabkan sesak nafas dan infeksi saluran laki tidak perlu ikut campur memikirkan atau
pernafasan pada ibu dan bayi. Namun karena sudah membantu persalinan istrinya karena itu sudah
menjadi keyakinan dapat memberi kekuatan bagi si kodrat perempuan. Darah dan kotoran persalinan
ibu dan bayi maka secara psikologis mungkin dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan bagi
bermanfaat memberi semangat pada ibu untuk laki-laki dan anak-anak, karena itu harus dijauhkan
mengerahkan seluruh kekuatan dan kemampuannya atau disembunyikan. Kepercayaan ini memojokkan
dalam proses pengeluaran bayi. posisi perempuan dan sangat merugikan
Kematian ibu bersalin banyak terjadi pada kesehatannya.
kelompok miskin, tidak berpendidikan, di tempat Tema budaya kedua, penduduk menganggap
terpencil, tidak memiliki kendali untuk tabu perempuan membuka aurat/paha di depan orang
memperjuangkan kehidupannya sendiri, sehingga yang belum dikenal baik itu laki-laki maupun
kematiannya terabaikan, dan tidak mendapat perempuan. Kepercayaan ini makin memperkuat ibu-
perhatian selayaknya dari berbagai pihak. (13) ibu untuk tidak berani meminta melakukan persalinan
Beberapa daerah lain di Indonesia juga masih di rumah sakit, klinik, puskesmas meskipun jaraknya
mempunyai kepercayaan bahwa ibu yang meninggal dekat dan tidak membayar. Ibu khawatir disalah-
dalam persalinan dapat meninggalkan sesuatu yang artikan mau melanggar tradisi, mau memanjakan diri
mengerikan bagi orang-orang yang masih hidup makan tidur sementara di rumah tidak ada yang
misalnya menjadi kuntilanak seperti di Bali.(1) Di mengurus makanan bagi keluarga.
Papua penduduk mempercayai roh ibu yang Tema budaya ketiga, penduduk meyakini
meninggal dapat menunggui pohon-pohon yang ada bahwa asap kayu bakar membawa kekuatan bagi
di sekitar rumah keluarganya, kalau roh itu marah orang yang sakit atau lemah termasuk ibu yang
karena ada tradisi yang dilanggar maka sewaktu- sedang melahirkan. Suami dapat membantu dalam
waktu dapat mencelakai orang lain atau keluarganya proses persalinan istrinya dengan menghidupkan
sendiri. dan menjaga kayu bakar apinya selalu hidup tidak
Perilaku masyarakat yang sudah berakar dari jauh dari tempat persalinan sehingga asapnya
tradisi atau budaya bukanlah hal yang mudah dan bertiup mengarah ke tempat ibu dan bayi.
146
J Kedokter Trisakti Vol. 23 No. 4
Keyakinan ini secara fisik merugikan kesehatan ibu Tema budaya kelima, adanya larangan bagi
dan bayi terjadi sesak nafas dan infeksi saluran ibu untuk mandi sebelum diadakan pesta kerabat
pernafasan. yang biasanya 1-2 minggu setelah persalinan.
Tema budaya keempat, ibu-ibu Suku Kamoro Dalam kesempatan itu ibu boleh mandi sendiri atau
mengangap dukun sebagai pewaris oto (pengobat) dimandikan ibu-ibu lain sambil bernyanyi beramai-
ditentukan oleh roh leluhur.(19) Dukun dianggap ramai.(11) Setelah itu diberikan kebebasan bagi ibu
tokoh masyarakat dan tidak pernah dituntut atas untuk melakukan hubungan seks dengan suami.
perbuatannya walaupun ibu dan bayi meninggal Selama belum dipestakan, suami dilarang makan
ditangannya. Bahkan ibu meninggal yang dianggap minum dan tidur di rumah, harus di rumah keluarga
salah karena perilaku yang melanggar tradisi yang lain atau rumah tetangga. Akibat negatif bagi
semasa hamil. Kepercayaan mutlak terhadap dukun kesehatan ibu dari larangan mandi ini yaitu timbul
dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan ibu, berbagai penyakit infeksi yang dapat menular
tetapi dukun juga dapat dijadikan potensi bila dukun kepada bayinya. Untuk hubungan seksual 1-2
tersebut ditingkatkan pengetahuan dan minggu setelah persalinan dapat menyebabkan
keterampilannya dalam memelihara kesehatan kerusakan dan infeksi alat kelamin ibu karena
ibu.(14,20) pemulihan tubuhnya belum sempurna.
147
Alwi, Ghani, Delima Budaya persalinan Papua
148
J Kedokter Trisakti Vol. 23 No. 4
17. Rais A. Kekuasaan dan kebudayaan dalam 19. Rahangiar S. Etnografi suku bangsa Kamoro.
pembebasan budaya-budaya kita. Jakarta: Kuala Kencana: PT Freeport Indonesia; 1994.
Gramedia Pustaka Utama; 1999. 20. Alisyahbana A. Konsep kemitraan antara dukun
18. Mardimin J. Jangan tangisi tradisi. Yogyakarta: bayi dan bidan di desa. Jakarta: MNH Mini
Penerbit Kanisius; 1994. University; 2004.
149