Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN
Perbedaan jenis kelamin dari suatu individu ikan dapat ditentukan dengan memperhatikan
karakteristik seksual yang dimilikinya. Testis dan ovari ataupun spermatozoa dan telur (ovum)
adalah karakteristik seksual primer pada ikan. Dimorfisme seksual dan dikromatisme seksual
adalah karakteristik seksual sekunder ikan. Karakteristik seksual sekunder ini ada yang bersifat
permanen adan ada juga yang bersifat sementara. Karakteristik seksual bersifat sementara hanya
muncul ketika musim ikan mijah, biasanya hanya dapat dijumpai pada ikan jantan saja. Biasanya
setiap spesies ikan akan memiliki karakteristik seksual sekunder yang berbeda - beda.
Seksualitas ikan perlu diketahui karena dapat digunakan untuk membedakan antara ikan
jantan dengan ikan betina. Ikan jantan adalah ikan yang dapat menghasilkan
spermatozoa, sedangkan ikan betina adalah ikan yang dapat menghasilkan sel telur atau ovum.
Ikan jantan dapat dibedakan dari ikan betina dengan melihat ciri-ciri seksual primer dan
sekunder. Satu spesies ikan yang mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk
membedakan jantan dan betina dengan jelas, maka spesies itu bersifat seksual dimorfisme.
Namun, apabila satu spesies ikan dibedakan jantan dan betinanya berdasarkan perbedaan warna,
maka ikan itu bersifat seksual dikromatisme.
Pada umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarikdari
pada ikan betina. Hal tersebut juga berlaku pada ikan badut. Ikan badut Amphiprion ocellaris
merupakan spesies ikan hias ekspor yang banyak diminati, namun faktanya 90% ikan hias air
laut yang dihasilkan berasal dari penangkapan di alam. Hal ini terjadi karena para eksportir
menganggap akan lebih murah mengambil langsung di alam dibandingkan dengan dibudidaya
terlebih dahulu. Padahal budidaya ikan badut sudah mulai dikembangkan. Kendala yang
dihadapi dalam budidaya ikan badut diantaranya stok induk betina yang terbatas. Terbatasnya
stok betina disebabkan oleh sifat monogami ikan badut. Selain itu, keterbatasan stok induk betina
juga disebabkan oleh adanya hirarki sosial pada ikan badut, yaitu ikan yang paling dominan yang
akan bereproduksi.
Semua clown fish (ikan badut) mengawali hidupnya sebagai jantan. Meski demikian,
mereka memiliki organ reproduksi jantan dan betina karena secara biologis ikan badut termasuk
dalam kelompok hermafrodit (memiliki dua alat atau organ kelamin yang berfungsi penuh).
Dalam komunitasnya, jumlah ikan badut betina paling besar. Selanjutnya, ikan jantan menjadi
jumlah terbesar kedua dan sisanya adalah kelompok ikan jantan yang belum matang secara
seksual. Kelompok ikan itu dapat mengubah jenis kelaminnya menjadi betina apabila sang betina
utamanya (alpha) mati. Karena ikan badut memiliki kemampuan untuk bertansformasi gender
maka diduga kuat memiliki hubungan dengan proses pemilihan habitatnya. Seperti dalam cerita
animasi produksi Disney yang berjudul Finding Nemo, ikan badut digambarkan tinggal di
permukaan tubuh anemon laut. Jelas ini menegaskan bahwa ikan badut memiliki hubungan
simbiosis mutualisme dengan hewan yang mirip dengan semak (stasioner). Di mana mereka
menjadikan anemon laut dengan racunnya sebagai pelindung untuk bersembunyi dari predator,
sementara ikan badut berperan membantu stasioner tersebut untuk bernafas. Kehadiran barakuda
yaitu ikan pari berukuran besar dengan penampilan yang mengerikan beserta ikan besar lainnya
sebagai predator dalam ekosistem, membuat ikan badut jarang meninggalkan inangnya tersebut.
Ini berarti ikan badut jantan akan kesulitan menemukan betina baru untuk datang ke
kelompoknya jika sang alpha mati. Sehingga, kemampuan mereka untuk mengubah jenis
kelaminnya bermanfaat untuk memastikan para pejantan dewasa bisa menggantikan peran itu.
Feminisasi ikan badut menggunakan hormon 17-Estradiol dan 17 Metiltestosteron.
diantara ikan-ikan yang berganti kelamin, ikan badut (genus Amphiprion) merupakan salah satu
ikan yang unik. Mulai dari kontrol sosialnya hingga perubahan seksual dengan sistem
monogami. Ikan badut hidup bersimbiosis dengan anemon laut. Pada kelompok ikan badut, ikan
betina adalah ikan yang terbesar dan yang paling dominan pada kelompok tersebut.
Ikan ranking dua (ikan yang besar kedua) akan menjadi jantan fungsional, dan sisanya akan
menjadi individu yang tidak berkembang biak. Jika induk betina mati atau hilang dari kelompok
tersebut, maka induk jantan akan berubah kelamin menjadi betina, dan individu yang paling
besar diantara ikan nonbreeder akan berganti kelamin menjadi jantan fungsional. Penentuan jenis
kelamin pada ikan didasari oleh kontrol genetik, namun bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Salah satu langkah pengarahan kelamin dari jantan menjadi betina (feminisasi) pada ikan
adalah dengan pemberian hormon 17-estradiol (estrogen)
yang sangat efektif dalam proses feminisasi. Kemudian dilakukan feminisasi dengan induksi
hormon 17-Estradiol dan 17-Metiltestosteron melalui pakan dan disuntik (setiap 3 minggu
sekali) dengan dosis yang telah ditentukan selama 90 hari pemeliharaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian hormon 17-Metiltestosteron 4 mg/kg dan 17-Estradiol 0.2,
0.3, 0.4 mg/kg dapat menghasilkan seekor betina dan satu ekor jantan. Dari hasil penelitian ini
disimpulkan bahwa jumlah individu betina yang dihasilkan dalam kelompok ikan badut lebih
dipengaruhi oleh hirarki sosial dibandingkan dengan stimulasi hormone.

Anda mungkin juga menyukai