2016
KATA PENGANTAR
Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-
hak asasi manusia lainnya. Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama bagi
setiap orang termasuk anak-anak yang mengalami hambatan secara ekonomi, sosial dan
geografi untuk tumbuh kembang mandiri termasuk untuk berpartisipasi dalam pembangunan
berkelanjutan.
Pendidikan pun diyakini sebagai salah satu investasi finansial yang paling baik dan
tersedia bagi Negara dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia/Human
Development Index (HDI). Pikiran yang cerdas, cerah, aktif, kreatif, inovatif, kritis dan peduli
adalah salah satu kebahagiaan dan imbalan yang didapat dari eksistensi sebagai manusia yang
hanya bisa diperoleh melalui pendidikan.
i
Tujuan penyusunan Program Sekolah Ramah Sosial dan Ramah Anak ini adalah
menyediakan kriteria layanan prima Pemenuhan Hak Pendidikan Anak (PHPA) melalui
Penerapan Sekolah Ramah Sosial dan ramah Anak di SMA Negeri 1 Demak.
Akhir kata, semoga Program Penerapan dan Implementasi Sekolah Ramah Sosial dan
Ramah Anak ini bermanfaat dan dapat memperkuat komitmen para pemangku kepentingan
dalam pemenuhan hak pendidikan anak-sama agar anak-anak Indonesia tumbuh sehat, cerdas,
ceria, dan berakhlak mulia.
ii
DAFTAR ISI
iii
2. Keluarga .................................................................................................................... 29
3. Satuan Pendidikan ..................................................................................................... 29
4. Masyarakat ................................................................................................................ 30
5. Dunia Usaha .............................................................................................................. 30
6. Media Massa .............................................................................................................. 30
7. Kelurahan/Desa ......................................................................................................... 30
8. Kecamatan ................................................................................................................. 30
9. Pemerintah Kota/Kabupaten ..................................................................................... 31
10. Pemerintah Provinsi .................................................................................................. 31
11. Pemerintah ................................................................................................................. 31
B. STRATEGI ................................................................................................................... 31
1. Sinkronisasi Kebijakan .............................................................................................. 32
2. Peningkatan Partisipasi Publik Termasuk Anak ....................................................... 32
3. Pelembagaan dan Jejaring .................................................................................. 32-33
C. MEKANISME KERJA DALAM PENERAPAN SRA ................................................. 34
BAB VPENUTUP................................................................................................................... 38
LAMPIRAN...................................................................................................................... 46-65
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses pendidikan masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru menjadi pihak
yang merasa paling benar dan tidak pernah salah, kejadian bullying di sekolah/madrasah
masih sering terjadi.Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke
tahun cenderung menunjukkan peningkatan, namun data yang ada belum terdeteksi secara
akurat. Hasil survei yang dilakukan Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial Tahun
1
2007, populasi penyandang cacat sekitar 3,11% dari total penduduk Indonesia. Data ABK
yang tercatat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan
PA) tahun 2010 berjumlah 198.485 anak, sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional pada
tahun 2010 melansir terdapat 347.000 ABK. Jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia
pada tahun 2008 tercatat 1.689 sekolah dengan rincian 412 SLB negeri dan 1.274 SLB
swasta. Jumlah peserta didik sebanyak 73.122 anak, 22.646 anak di sekolah yang
diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah dan 50.476 anak di sekolah yang
diselenggarakan masyarakat. Angka Partisipasi Kasar (APK) yang masih sangat rendah, yaitu
antara 20-25 % ini diantisipasi oleh pemerintah dengan kebijakan sekolah inklusi berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif
bagi peserta didik yang memiliki kecacatan tertentu dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa. Namun dalam pelaksanaannya, masih belum memadai sehingga masih
banyak ABK yang tidak dapat menikmati hak pendidikan anak.
Alasan kenapa anak-anak tidak pernah mendaftar ke sekolah, putus sekolah atau
dikeluarkan dari sekolah sangatlah kompleks. Tidak semua penyebabnya secara eksklusif
semata-mata berkaitan dengan sistem pendidikan tetapi berkaitan juga dengan masalah
kesehatan dan kemiskinan. Tingginya tingkat kerusakan sekolah dan masih kurangnya
fasilitas air bersih, sanitasi dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) serta perpustakaan terutama
di sekolah dasar menjadi hambatandalam penuntasan Wajib Belajar(Wajar) 9 (sembilan)
tahun apalagi dengan kenyataan Indonesia memiliki tingkat risiko bencana yang tinggi.
Tingkat kerusakan yang cukup tinggi dan kurangnya fasilitas air bersih, sanitasi dan UKS
serta perpustakaan di SD dan SMP menjadi persoalan tersendiri. Disisi lain, dalam hal
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bahwa partisipasi, kreativitas dan inisiatif peserta didik
masih dianggap berbenturan dengan lingkungan belajar dengan keharusan mengejar nilai
tertentu.
Seiring globalisasi yang menuntut peserta didik berpikir kreatif,kritis dan peduli,
pendidikan di setiap tingkatan harus mengembangkan suasana belajar dan proses
pembelajaran yang bermutu denganmenjadikan kepentinganterbaik bagi anak sebagai
pertimbangan utama. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) pun diarahkan agar
sesuai dengan standar isi, kompetensi dan kompetensi lulusan yang disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Setiap satuan pendidikan dituntut untuk menjalankan
fungsi pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana gunamewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaranyang mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya dengan kualitas/mutu dan relevan dengan nilai-nilai luhur dan lingkungan yang layak
anak.
2
Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 di bidang PHPA,KPP dan PAtelah
menyusun satu kebijakan tentang PHPAmelalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pemenuhan Hak
Pendidikan Anak.Ditindaklanjuti dengan Kesepakatan Bersama antara Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dengan Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 013/MEN.PP.PA/VIII/2010 dan Nomor
09/VIII/KB/2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dan Pengarusutamaan Hak
Anak Bidang Pendidikan, danKesepakatan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Agama Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak di Bidang
Keagamaan, serta peraturan perundang-undangan tentang Kabupaten/Kota Layak Anak
(KLA),telah mengisyaratkan pentingnya sinkronisasi kebijakan
Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi (K/L/D/I)yang mendorong Penerapan Sekolah Ramah
Anak di sekolah/madrasah, keluarga, komunitas, lingkungan, media massa dan dunia usaha.
Persentase Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan salah satu indikator KLA
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
Pasal 11 bahwaindikator KLA untuk klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan
kegiatan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi:(a) angka partisipasi
pendidikan anak usia dini; (b) persentase wajib belajar pendidikan 12 (duabelas) tahun; (c)
persentase sekolah ramah anak; (d) jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan
prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah; dan (e) tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif
dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak. KPP dan PA
juga telah menyusun Panduan Umum Pendidikan Ramah Anak (PRA) dan oleh karena itu,
KPP dan PA memandang perlu untuk menyusun Petunjuk Teknis Penerapan Sekolah Ramah
Anak.
3
B. DASAR HUKUM
1. Kesepakatan Nasional
g. Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
j. PeraturanPemerintahNomor47Tahun2008tentang Wajib
Belajar(LembaranNegaraRepublikIndonesia Tahun 2008Nomor90,Tambahan
LembaranNegara Republik IndonesiaNomor 4863);
k. PeraturanPemerintahNomor17Tahun2010tentang Pengelolaandan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
4
Nomor23, TambahanLembaranNegaraRepublik IndonesiaNomor
5105),sebagaimana telahdiubah denganPeraturanPemerintahNomor 66 Tahun2010
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5157);
2. Kesepakatan Internasional
6
C. TUJUAN DAN SASARAN
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2. SASARAN
Sasaran dari buku panduan ini adalah siswa SMA N 1 Demak, orang tua, guru
dan masyrakat.
1. Adanya SRA di SMA Negeri 1 Demak dalam upaya menuju Sekolah ramah Anak;
E. PROSES PENYUSUNAN
Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusifdan
nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anakperempuan dan anak laki-
laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan
khusus.
8
BAB II
PENERAPAN SEKOLAH RAMAH ANAK DI SMA N 1 DEMAK
A. KARAKTERISTIK UMUM
1. Melindungi dan menjamin keselamatan anak-anak perempuan dan anak laki laki
termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan
khusus dari gangguan fisik, psikososial dan risiko bencana;
2. Menjamin kesehatan anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus selama berada di
sekolah/madrasah;
3. Mengembangkan budaya sekolah/madrasah yang peduli lingkungan dan
mengedepankan nilai-nilai luhur bangsa termasuk dalam situasi darurat;
4. Membuka kesempatan belajar bagi setiap anak perempuan dan laki-laki termasuk
yang memerlukan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus;
5. Menerapkan kurikulum yang sesuai dengan usia, kemampuan dan cara belajar anak
perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau
pendidikan layanan khusus;
6. Melibatkan peran serta keluarga, masyarakat sekitar dan pihak pihak lainnya dalam
pengelolaan pendidikan; dan
7. Menerapkan pembelajaran yang PAIKEM.
9
B. PRINSIP-PRINSIP DAN NILAI
1. PRINSIP-PRINSIP
b. Non diskriminasi, yaitu tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin,
bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun
psikis anak, atau faktor lainnya;
c. Kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak
sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan;
d. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu menjamin
hak anak untuk hidup dantumbuh kembang semaksimal mungkin dalam semua
aspek kehidupannya, termasuk aspek fisik, emosional, psikososial, kognitif, sosial,
budaya; dan
10
mempengaruhi dirinyadan mendapatkan pendapat mereka didengar dan
ditanggapidengan sungguh-sungguh.
2. NILAI-NILAI
11
C. RUANG LINGKUP DAN INDIKATOR
1. RUANG LINGKUP
a. Pengembangan Kurikulum
13
perkembangan pendidikan anaknya; (2) Orangtua dari anak usia wajib belajar,
berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
d. Pengelolaan
e. Pembiayaan
2. INDIKATOR
a. Pengembangan Kurikulum
i. Tersedianya kesempatan belajar dan tempat belajar yang sama dalam jarak yang
terjangkau oleh anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus yaitu setara dengan berjalan kaki maksimal 3 km
untuk SD/MI/SDLB dan 6 km untuk SMP/MTs/SMPLB dan
SMA/MA/SMK/MAK/SMLB dari kelompok permukiman permanen di daerah
terpencil.
16
ii. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran dengan kegiatan tatap
muka sesuai standar pelayanan minimal (SPM) yaitu SD dengan SPM pendidikan
dasar, SMA sesuai dengan SPM Pendidikan Menengah, SMK/sesuai dengan SPM
Pendidikan Menengah Kejuruan, MI/MTs/MA/MAK sesuai dengan SPM
Madrasah.
iv. Adanya kepastian/keterjaminan tidak ada anak yang sampai menderita karena
perlakuan diskriminasi didalam kelas maupun diluar kelas dalam pengembangan
kurikulum di SMA N 1 Demak.
v. Adanya pengembangan kurikulum yang bermutu dengan menggunakan materi dan bahan
ajar yang relevan dengan keseharian peserta didik termasuk dalam keadaan darurat.
vi. Adanya ragam model penilaian dan evaluasi perkembangan belajar peserta didik
yang menjadikan kepentingan terbaik anak perempuan dan laki-laki termasuk
anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus
sebagai pertimbangan utama.
vii. Tersedianya ragam bahan ajar yang memenuhi kebutuhan belajar anak
perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus
dan/atau pendidikan layanan khusus sesuai minat, bakat dan tingkat
kemampuannya dengan kualitas/mutu dan relevan dengan nilai-nilai luhur dan
lingkungan yang layak anak.
viii. Tersedia ragam metoda pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan dan tanggap terhadap perubahan kebutuhan dan cara belajar
anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan
khusus dan/atau pendidikan layanan khusus.
ix. Tersedianya wahana pengembangan komunitas anak sesuai dengan minat dan
tumbuh kembang anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus.
17
didengar pendapatnya dan ditanggapi dengan sungguh-sungguh selama proses
pembelajaran, penilaian dan saat evaluasi hasil belajar.
xi. Memfasilitasi anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan
pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus untuk mengekspresikan
diri melalui seni musik, gambar, drama dan dalam bentuk lainnya sesuai
minat, bakat dan kemampuan anak secara individu maupun dalam komunitas.
18
k) Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan dan
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan;
l) Tersedia ruang konseling khusus;
m) Tersedianya ruang terbuka hijau;
n) Tersedianya titik kumpul yang aman jika terjadi bencana;
o) Tersedia sumber air dan energi yang aman, sehat dan bersih dalam
jumlah yang memadai termasuk bagi anak;
p) Risiko-risiko yang ditimbulkan pembawa penyakit telah diminimalkan
misalnya: genangan air, lubang, bangunan kosong dan kotor, galian yang
dapat menjadi tempat pembiakan bagi binatang penyebar penyakit;
q) Harus dipastikan bersama instansi terkait dan masyarakat bahwa
kawasan sekitar sekolah terbebas dari ancaman asap rokok, narkoba,
pornografi dan pengaruh lingkungan yang buruk bagi kelangsungan
hidup dan tumbuh kembang anak;
r) Letak sekolah jauh dari keramaian, tidak berdekatan dengan pusat
perbelanjaan, terminal dan pusat keramaian lainnya;
s) Tersedianya kamar mandi (WC) yang terpisah untuk anak perempuan
dan anak laki-laki yang aman, sehat dan bersih serta tersedia dengan
jumlah kamar mandi/WC untuk anak perempuan lebih banyak dari anak
laki-laki, dalam rasio yang memadai (1:40 untuk WC laki-laki dan 1:25
untuk WC perempuan);
t) Tersedianya kantin sehat dan makanan yang sehat, halal dan baik sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
u) Tersedia ruang untuk perpustakaan;
ii. Halaman
19
iii. Perabot
a) Perabot kuat, stabil, aman, dan mudah dipindahkan oleh peserta didik;
b) Desain sesuai dengan kelompok usia peserta didik dan tinggi badan anak
perempuan dan anak laki-laki;
c) Desain meja memiliki penutup pandangan agar peserta didik perempuan
duduk dengan nyaman;
d) Meja dan kursi cukup kuat untuk tempat berlindung sementara ketika
terjadi bencana;
e) Meja dan kursi bersudut tumpul;
f) Perletakan meja dan kursi kelas harus memperhatikan ruang gerak yang
nyaman bagi pemakai kursi roda dan kondisi darurat;
g) Mengatur tempat duduk yang menjamin kenyamanan anak untuk
berinteraksi dengan teman sebaya dan guru;
h) Papan tulis ditempatkan pada posisi yang memungkinkan seluruh peserta
didik menjangkau dan melihat tulisan dengan jelas;
i) Stop kontak tinggi lebih kurang 1,5 meter, tidak terjangkau oleh anak
dan bisa ditutup;
j) Tiang teras bersudut tumpul;
k) Khusus untuk sekolah/madrasah di area pantai dan daerah banjir tersedia
perahu karet/pelampung;
l) Tersedia Alat Pemadam Api Ringan (APAR) seperti karung goni, ember,
air atau pasir;
m) Perletakan lemari dan hiasan dinding di dalam ruang kelas harus kuat
menempel di dinding agar tidak mudah lepas jika terjadi goncangan;
n) Hal-hal yang terkait dengan kelistrikan harus tertata rapi, terletak di luar
jangkauan anak-anak dan mudah diawasi dan dirawat;
o) Tersedia sarana bagi anak untuk memajang hasil karya masing-masing
seperti papan buletin, sudut khusus yang dirancang bersama anak
perempuan dan laki-laki termasuk anak-anak yang memerlukan
pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus;
p) Tersedia sarana untuk menjaga kebersihan secara teratur; dan
q) Tersedia fasilitas dan perlengkapan untuk menumbuhkan minat, bakat
dan kemampuan anak di bidang akademik, seni, keterampilan dan
olahraga.
20
iv. Buku dan Sumber Belajar
a) Tersedia dalam rasio yang memadai dan terjangkau oleh setiap anak
perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan
khusus dan/atau pendidikan layanan khusus;
b) Tidak mengandung unsur-unsur yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan.
21
iv. Kepala SMA N 1 Demak memberikan dukungan dan melakukan supervisi
kelas bagi guru untuk mengembangkan model-model PAIKEM bagi anak serta
memberikan umpan balik kepada guru 2 kali dalam setiap semester.
v. Semua guru mengembangkan materi dan bahan ajar yang bermutu dan relevan
dengan nilai-nilai luhur dan lingkungan yang layak anak.
vi. Semua guru mengembangkan suasana belajar dan proses pembelajaran kepada
anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan
khusus dan/atau pendidikan layanan khusus sesuai dengan tumbuh kembang
minat, bakat dan kemampuan masing-masing.
vii. Tersedianya Guru Bimbingan dan Konseling yang peduli anak perempuan dan
laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus dengan rasio yang memadai.
viii. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk
membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik perempuan dan
laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan atau
pendidikan layanan khusus berdasarkan prinsip kepentingan terbaik anak.
ix. Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil
penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolahpada akhir semester dalam
bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik.
x. Tersedianya tenaga kependidikan yang mendukung penerapan gerakan aman,
sehat, hijau, inklusi dan ramah anak dengan dukungan keluarga.
d. Pengelolaan
22
hijau, sekolah hebat, lingkungan inklusif dan ramah pembelajaran dan model-
model pendidikan ramah anak lainnya.
vi. Adanya sistem pengelolaan warung yang menyediakan makanan yang sehat,
halal, baik dan bergizi.
vii. Adanya manajemen berbasis sekolah yang peduli anak.
viii. Adanya koordinasi sekolah secara teratur dengan komite sekolah dan/atau
dewan pendidikan setempat untuk mengidentifikasi anak-anak usia sekolah
yang tidak menikmati hak atas pendidikan.
ix. Komite sekolah mendukung program wajib belajar.
x. Tersedianya sistem yang dapat memeriksa kehadiran peserta didik dan
mengatasi masalah yang terkait dengan ketidakhadiran mereka.
xi. Komite sekolah memfasilitasi kerjasama para pemangku kepentingan.
xii. Tersedia standar operasional prosedur dan/atau atau kode etik yang disusun,
disepakati dan dipahami oleh semua peserta didik perempuan dan anak laki-
laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan
layanan khusus mengenai: tata tertib, anti kekerasan, anti pelanggaran hak
(bullying, perpeloncoan, pelecehan, penggunaan/pembawaan senjata dan
praktik pelanggaran hak anak lainnya) dan gerakan aman, sehat, hijau, inklusi
dan ramah anak dengan dukungan keluarga.
xiii. Adanya gerakan peduli terhadap keselamatan dan keamanan anak perempuan
dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau
pendidikan layanan khusus tidak hanya di dalam lingkungan
sekolah/madrasah tetapi juga selama dalam perjalanan menuju
sekolah/madrasah.
xiv. Melaksanakan latihan simulasi prosedur evakuasi dan tanggap darurat yang
dilaksanakan secara periodik.
xv. Komite sekolah/madrasah membentuk Tim Pengembang SRA yang
melibatkan anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan
pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus dan pendamping
mereka.
xvi. Peraturan penerimaan peserta didik di sekolah/madrasah
mengutamakan kepentingan terbaik anak.
xvii. Adanya kriteria penerima beasiswa yang disusun secara partisipatif
dengan dukungan akuntabilitas dan kepastian/keterjaminan terutama untuk
mencegah anak putus sekolah.
xviii. Mengembangkan mekanisme pemantauan dan evaluasi penerapan SRA
yang melibatkan para pemangku kepentingan termasuk anak yang
memberikan perhatian mengenai kecukupan gizi anak, kondisi kesehatan
23
anak, kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan partisipasi anak termasuk
dalam keadaan darurat.
e. Pembiayaan
24
BAB III
PERAN, STRATEGIDAN MEKANISME KERJA
B. STRATEGI
1. Sinkronisasi Kebijakan
Sinkronisasi dilakukan melalui kebijakan yang ada pada masing-masing
K/L/D/Idalam mendukung penerapan SRA.
25
a. Penguatan Gugus Tugas KLA dalam sinkronisasi kebijakan, peningkatan
partisipasi publik termasuk anak dan pelembagaan penerapan SRA;
b. Pengintegrasian pembinaan penerapan SRA kedalam penguatan pelembagaan
Tim Pembina UKS;
c. Penguatan komite sekolah sebagai Tim Pengembang SRA;
d. Penguatan pelembagaan OSIS sebagai koordinator pelembagaan aktivitas anak
dalam mengembangkan minat, bakat dan kemampuan;
26
BAB IV
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
Penerapan SRA dapat berjalan dengan baik, apabilapemantauan dan evaluasi dilakukan
secara efektif dan terpadu. Hasil pemantauan dan evaluasi penerapan SRAdapat dimanfaatkan
dalammendukung kinerja SPN secara terprogram dan sistematis.
A. PEMANTAUAN
3. Memantau proses dan hasil penerapan SRA dalam kelima ruang lingkup penerapan
SRA, meliputi: proses sosialisasi program, pengolahan data, penyelenggaraan dan
pemanfaatan program;
27
B. EVALUASI
1. Evaluasi diri sekolah ramah anak di tingkat satuan pendidikan, dilaksanakan sesuai
dengan indikator penerapan SRA dan Peran Para Pemangku Kepentingan utama;
a. sosialisasi program;
b. pengolahan data;
c. penyelenggaraan; dan
C. PELAPORAN
28
BAB V
PENUTUP
Program Penerapan dan Impelementasi SRS dan Anak di SMA N 1 Demak ini
diharapkan akan menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam penerapan SRA di
sekolah.
Tentunya Program Penerapan dan Impelementasi SRS dan Anak di SMA N 1 Demak
ini jauh dari sempurna, tambahan kelengkapan data permasalahan anak dan praktik-praktik
baik masih diperlukan untuk menyempurnakan petunjuk teknis ini. Masukan, saran, dan kritik
dari berbagai pihak diharapkan dapat melengkapi dan memperbaiki Petunjuk Teknis ini.
29
Lampiran
Rencana Aksi Sekolah Ramah sosial dan Ramah Anak SMA N 1 Demak
1. Standar kompetensi lulusan
Digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
Lulusan memiliki sikap anti kekerasan
- Lulusan memiliki sikap toleransi yang tinggi
Lulusan memiliki sikap peduli lingkungan
Lulusan memiliki sikap setia kawan
Lulusan memiliki sikap bangga terhadap sekolah dan almamater.
2. Standar Isi- Kerangka dasar dan struktur kurikulum
Beban belajar
Kurikulum tingkat satuan pendidikan
Kalender Pendidikan /akademik
Standar Isi mencantumkan pelaksanaan Sekolah Ramah Anak
Dasar hukum mencantumkan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA)
3. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional
Pendidik dan tenaga kependidikan mampu mewujudkan Sekolah Ramah Anak : Sekolah
Bebas kekerasan baik:
kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Secara sengaja dan paksa dilakukan terhadap bagian tubuh anak yang bisa menghasilkan
ataupun tidak menghasilkan luka fisik pada anak contohnya : memukul, menguncang-
guncang anak dengan keras, mencekik, mengigit, menendang, meracuni, menyundut anak
dengan rokok, dan lain-lain.
kekerasan secara sexsual (sexual abuse),
terjadi jika anak digunakan untuk tujuan seksual bagi orang yang lebih tua usianya. Misalnya
memaparkan anak pada kegiatan atau perilaku seksual, atau memegang atau raba anak atau
mengundang anak melakukannya. Termasuk disini adalah penyalahgunaan anak untuk
pornografi, pelacuran atau bentuk ekploitasi seksual lainnya.
kekerasan secara emosional (emotional abuse)
Meliputi serangan terhadap perasaaan dan harga diri anak. Perlakuan salah ini sering luput
dari perhatian padahal kejadian bisa sangat sering karena biasanya terkait pada
ketidakmampuan dan / atau kurang efektifnya orang tua/guru/orang dewasa dalam
menghadapi anak. Bentuknya bisa mempermalukan anak, penghinaan, penolakan,
mengatakan anak Bodoh, malas, nakal, menghardik, menyumpai anak dan lain-lain.
Penelantaran anak.
Terjadi jika orang tua wali pengasuh, guru, orang dewasa tidak menyediakan kebutuhan
mendasar bagi anak untuk dapat berkembang normal secara emosional, psikologis dan fisik.
Contoh tidak diberi makan, pakaian, tempat berteduh, tidak mendapat tempat duduk,
diabaikan keberadaannya dan lain-lain
Guru memahami Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA)
4. Standar Proses
Proses pembelajaran, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berperan aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
30
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan.
memberikan bantuan berupa sandang seperti seragam, sepatu, tas, buku dan lain-lain. Pangan
seperti pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS), kesehatan, dan pendidikan
yang memadai bagi anak
memberikan ruang kepada anak untuk berkreasi, berekspresi, dan partisipasi sesuai
dengan tingkat umur dan kematangannya.
memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak.
Menghargai keberagaman dan memastikan kesetaraan keberadaan.
Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan perempuan, cerdas lemah, kaya miskin, normal
cacat dan anak pejabat dan buruh.
Penerapan norma agama, sosial dan budaya setempat
Kasih sayang kepada peserta didik, memberikan perhatian bagi mereka yang lemah dalam
proses belajar karena memberikan hukuman fisik maupun non fisik bisa menjadikan anak
trauma.
Saling menghormati hak hak anak baik antar murid, antar tenaga kependidikan serta
antara tenaga kependidikan dan murid.
Terjadi proses belajar sedemikan rupa sehingga siswa merasa senang mengikuti pelajaran,
tidak ada rasa takut, cemas dan was-was, tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan
teman lain.
Membiasakan etika mengeluarkan pendapat dengan tata cara :
Tidak memotong pembicaraan orang lain
Mengancungkan tangan saat ingin berpendapat, berbicara setelah dipersilahkan.
Mendengarkan pendapat orang lain.
Proses belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat bantu
ajar/peraga sehingga membantu daya serap murid.
6. Standar pembiayaan
Persyaratan minimal tentang biaya investasi :
Meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan
modal tetap
Persyaratan minimal biaya personal :
Meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan
Persyaratan minimal tentang biaya operasi meliputi :
Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji
Bahan atau peralatan pendidik habis pakai
Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, komsumsi, pajak, asuransi dan lain
sebagainya.
Anak tidak dilibatkan dalam urusan keuangan yang terkait dengan kewajiban orang tua/
wali murid- Infaq tidak digunakan untuk alasan men cari dana tambahan (*tidak ada
tekanan dan sindiran bagi anak yang tidak mampu memberi infaq)
Program wisata dibahas secara transpa ran dengan orangtua murid dan anak (disinyalir
ada unsur paksaan).
33