Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

(PKPA) SAINTIFIKASI JAMU


BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TOOT)
Jalan Raya Lawu No. 11, Desa Kalisoro,
Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar
12 Desember 2017

Disusun Oleh:

Rifqi Rivaldhi 162211101067


Rani Firda N.I.A 162211101069
Ifa Rosi Mahrifah 162211101070
Maharani Dwi P 162211101074
Arimbi Sulistyo Kartika 162211101075
Sarah Aisha 162211101077
Leriana Alyyu 162211101095
Arjun Nurfawaidi 162211101096
Tsabit Barki 162211101098
Putri Kartika Ningsih 162211101100
Deni Putra M 162211101102
Nazilatul Maghfiroh 162211101117

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
(PKPA) SAINTIFIKASI JAMU
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TOOT)
Jalan Raya Lawu No. 11, Desa Kalisoro,
Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar
12 Desember 2017

diajukan guna melengkapi tugas Praktik Kerja Profesi Apoteker dan memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker dan
mencapai gelar Apoteker.

Disusun Oleh:

Rifqi Rivaldhi 162211101067


Rani Firda N.I.A. 162211101069
Ifa Rosi Mahrifah 162211101070
Maharani Dwi P. 162211101074
Arimbi Sulistyo Kartika 162211101075
Sarah Aisha 162211101077
Leriana Alyyu 162211101095
Arjun Nurfawaidi 162211101096
Tsabit Barki 162211101098
Putri Kartika Ningsih 162211101100
Deni Putra M. 162211101102
Nazilatul Maghfiroh 162211101117

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


(PKPA) SAINTIFIKASI JAMU
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TOOT)
Jalan Raya Lawu No. 11, Desa Kalisoro,
Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar
12 Desember 2017

Disetujui Oleh:

Koordinator Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu

Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt.


NIP. 19840712 200812 2 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Apoteker

Lidya Ameliana, S.Si., M.Farm., Apt.


NIP. 19800405 200501 2 005

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang selalu senantiasa mencurahkan berkat dan anugerah-Nya sehngga penulis
dapat melaksanakan kunjungan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TOOT) pada 12 Desember 2017. Kegiatan kunjungan PKPA bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu
Saintifikasi Jamu (SJ) yang telah diperoleh selama perkuliahan. Laporan
kunjungan PKPA ini disusun sebagai salahsatu syarat untuk menempuh ujian
akhir apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu penyusunan laporan ini, antara lain
kepada:
1. Ibu Lestyo Wulandari, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jember.
2. Ibu Lidya Ameliana, S.Si., M.Farm., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember.
3. Ibu Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku koordinator Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu.
4. Ibu Dra. Lucie Widowati, M.Sc., Apt selaku Kepala B2P2TOOT yang telah telah
bersedia memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kunjungan
PKPA Saintifikasi Jamu di B2P2TOOT Tawangmangu.
5. Seluruh pegawai dan karyawan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) yang telah menerima
pelaksanaan kunjungan PKPA.
6. Orang tua dan keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian,
kesabaran, dorongan, semangat, dan doa yang tidak henti-hentinya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
serta membantu penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kunjungan PKPA ini masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan karena

iv
keterbatasan penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya berbagai saran
dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca dan semua pihak. Akhir
kata, penulis mengharpakan semoga laporan ini dapat bermanfaat dan
memberikan pengetahuan baru bagi pembaca dan semua pihak yang
membutuhkan.

Karanganyar, Desember 2017


Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker ...................................................... 2
1.3 Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker .................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Pengertian Saintifikasi Jamu ....................................................................... 3
2.2. Tugas dan Fungsi Saintifikasi Jamu ........................................................... 4
2.3. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan ..................... 4
2.4. Peran Apoteker dalam Saintifikasi Jamu ................................................... 5
BAB 3. TINJAUAN UMUM B2P2TOOT .......................................................... 8
3.1 Sejarah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT) ................................................................... 8
3.2 Visi dan Misi ................................................................................................... 9
3.2.1 Visi B2P2TOOT Tawangmangu ................................................................... 9
3.2.2 Misi B2P2TOOT Tawangmangu ...........................................................9
3.3 Struktur Organisasi B2P2TOOT Tawangmangu ..................................... 10
3.4 Tugas dan Fungsi B2P2TOOT .................................................................... 10
3.5 Lokasi B2P2TOOT Tawangmangu ............................................................ 11
3.6 Sarana dan Prasarana B2P2TOOT Tawangmangu ................................. 11
3.6.1 Perangkat Utama Laboratorium .................................................................. 11
3.6.2 Fasilitas Utama Divisi ............................................................................. 12
BAB 4. KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN ........................................ 13
4.1. Kegiatan yang Dilakukan ........................................................................... 13
4.2. Pembahasan ................................................................................................. 13

vi
4.2.1. Pembuatan Simplisia .................................................................................. 14
4.2.2. Pemeriksaan Mutu....................................................................................... 21
4.2.3. Alur Klinik Jamu Hortus Medicus.............................................................. 23
4.2.4. Etalase Tanaman Obat................................................................................. 24
BAB 5. PENUTUP .............................................................................................. 25
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 25
5.2. Saran ............................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26


LAMPIRAN .....................................................................................................28

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Etalase tanaman obat B2P2TOOT.................................................... 28


Lampiran 2. Museum jamu................................................................................... 30
Lampiran 3. Contoh tanaman dirumah kaca......................................................... 31
Lampiran 4. Laboratorium pasca panen................................................................ 32

viii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara tropis yang terkenal akan kekayaan hayati dengan
keragamannya, beragam jenis tumbuhan tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Tingginya tingkat keanekaragaman hayati menjadikan Indonesia memiliki
beragam jenis tumbuhan obat. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional
asli Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang
lalu. Terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar dan relief Candi
Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan
tumbuhan sebagai bahan bakunya. Obat tradisional di Indonesia berperan besar
dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia sehingga sangat berpotensi
untuk dikembangkan (Rhomadona, 2014).
Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal
dengan nama jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari
tanaman. Bagian tanaman yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi
atau mungkin juga seluruh bagian tanaman (Dewoto, 2007). Penduduk Indonesia
yang mengkonsumsi jamu sebesar 95,60% pernah merasakan manfaatnya pada
semua kelompok umur dan status ekonomi, baik di pedesaan maupun di perkotaan
tetapi pemanfaatannya selama ini masih sebatas pengobatan sendiri dan belum
dilakukan di fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2010).
Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan program unggulan
Saintifikasi Jamu guna memenuhi persyaratan mutu dan bukti ilmiah atas khasiat
dan keamanan jamu. Program Saintifikasi Jamu hanya dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan ijin atau memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Program Saintifikasi Jamu ini salah satunya dilakukan di
Rumah Riset Jamu Hortus Medicus di Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan
Obat Tradisional Tawangmangu (B2P2TOOT), yang merupakan klinik Jamu
dengan akreditasi tipe A yang dapat menyelenggarakan program Saintifikasi Jamu
(Ahmad, 2012). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa B2P2TOOT (Klinik
Saintifikasi Jamu Hortus Medicus) sesuai untuk kunjungan ilmiah seperti

1
2

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Sebagai mahasiswa profesi apoteker


diharapkan dapat mengetahui kandungan kimia dan khasiat tanaman obat serta
cara penggunaan yang tepat sehingga dapat mengedukasi pasien tentang informasi
yang tepat (KIE) dan mengetahui proses mulai budidaya tanaman obat sampai
penggunaan tanaman obat pada pasien dalam bentuk jamu.

1.2 Tujuan Kunjungan Kerja Profesi Apoteker


Tujuan dari Kunjungan Kerja Profesi Apoteker di B2P2TOOT ini adalah
sebagai berikut :
a. Memahami tentang peran, tugas, fungsi pokok dan tanggung jawab apoteker
dalam pelaksanaan Saintifikasi Jamu.
b.Mengetahui keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian dalam bidang Saintifkasi Jamu.
c. Memahami pasca panen, standarisasi dan manajemen bahan baku jamu serta
mengetahui secara langsung pelaksanaan peracikan dan KIE di Rumah Riset
Jamu Hortus Medicus.

1.3 Manfaat Kunjungan Kerja Profesi Apoteker


Manfaat dari Kunjungan Kerja Profesi Apoteker di B2P2TOOT adalah
sebagai berikut:
a. Mahasiswa sebagai calon apoteker dapat mempersiapkan diri dalam memasuki
dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional di layanan kesehatan yang
menerapkan Saintifikasi Jamu.
b.Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan tentang pekerjaan kefarmasian
di bidang Saintifikasi Jamu.
c. Mahasiswa mampu merencanakan dan mengelola sumber daya di bawah
tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni untuk menghasilkan
langkah-langkah pengembangan strategis di bidang Saintifikasi Jamu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Saintifikasi Jamu


Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan
cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan
turun temurun, dan/atau pendidikan atau pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Kemenkes RI, 2003).
Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Jamu harus memenuhi kriteria
yaitu aman sesuai dengan persyaratan yang khusus. Untuk itu, klaim khasiat
dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada dan memenuhi persyaratan mutu
yang khusus. Saintifkasi Jamu (SJ) adalah pembuktian ilmiah jamu melalui
penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Tujuan pengaturan saintifikasi jamu
adalah:
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara
empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif
dan paliatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang
teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan
sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif,
promotif, rehabilitatif dan paliatif. Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif
hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis pasien sebagai komplementer
alternatif setelah pasien memperoleh penjelasan yang cukup. Saintifikasi jamu
dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan di fasilitas

3
4

pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku. Fasilitas pelayanan kesehatan yang
dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh pemerintah
atau swasta (Permenkes RI, 2010).

2.2 Tugas dan Fungsi Saintifikasi Jamu


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TOOT) merupakan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) di bawah
Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Berdasarkan Permenkes No. 491 tahun 2006, tugas yang diamanahkan pada
B2P2TOOT yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan
obat tradisional. Adapun fungsi yang diemban meliputi:
a. Manajemen penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.
b. Bioprospeksi dan pelestarian tanaman obat dan obat tradisional.
c. Pengembangan IPTEK tanaman obat dan obat tradisional.
d. Pengembangan IPTEK bahan obat tradisional.
e. Pengembangan jejaring penelitian dan pengembangan tanaman obat.
f. Pelatihan IPTEK tanaman obat dan obat tradisional.
g. Tata kelola layanan kesekretariatan IPTEK.

2.3 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-Undangan


Dalam melakukan pelayanan kesehatan, saintifikasi jamu diatur dalam
beberapa ketentuan dan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dinyatakan bahwa salah
satu tujuan saintifikasi jamu adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced
based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian yang dilakukan di
sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter
praktik jamu. Dalam Permenkes tersebut terdapat bab yang menjelaskan
tentang tujuan pengaturan saintifikasi jamu yaitu bab II pasal 2 tentang tujuan
pengaturan saintifikasi jamu serta bab III bagian kesatu pasal 4, bab III bagian
5

kedua pasal 6, pasal 7, pasal 8, bab III bagian ketiga tentang ketenagaan pasal
11 serta bab III bagian kelima tentang pencatatan pasal 14.
b. UU Nomor 36 tahun 2009 pasal 108 serta Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Praktik Kefarmasian yang menyatakan bahwa praktik
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
296/MENKES/SK/VIII/2013 tentang Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.
Dalam peraturan ini untuk menciptakan saintifikasi jamu dengan pembuktian
ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan, yang salah satu
tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan
jamu secara empirik melalui penelitian berbasis pelayanan yang dilakukan di
sarana pelayanan kesehatan maka dibentuklah Komisi Nasional Saintifikasi
Jamu yang salah satu tugasnya adalah menyusun pedoman metodologi
penelitian jamu.

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker


Berdasarkan Permenkes Nomor 03 tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu
antara lain menjelaskan tentang tujuan pengaturan ketenagaan serta pencatatan
tentang Saintifikasi Jamu, namun dalam Permenkes tersebut belum dikaji tentang
peran dari apoteker. Di sisi lain, menurut UU Nomor 36 tahun 2009 pasal 108
serta Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Praktik Kefarmasian
menyatakan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh
6

tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan


peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut peran dan tanggung jawab
apoteker dalam saintifikasi jamu meliputi proses pembuatan/ penyediaan simplisia
dan penyimpanan, pelayanan resep mencakup skrining resep, penyiapan obat,
peracikan, pemberian etiket, pemberian kemasan obat, penyerahan obat, dan
informasi obat, konseling. monitoring penggunaan obat, promosi dan edukasi,
penyuluhan, pelayanan residensial (home care) serta pencatatan dan
pelaporannya. Hal ini sesuai dengan paradigma pelayanan kefarmasian yang
sekarang berkembang yaitu pelayanan kefarmasian yang berasaskan pada konsep
pharmaceutical care, yaitu bergesernya orientasi seorang apoteker dari produk
atau drug oriented menjadi patient oriented. Konsep pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima pasien
untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat termasuk obat tradisional yang
rasional, baik sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat termasuk obat
tradisional.
Peran apoteker dalam saintifikasi jamu yaitu apoteker perlu suatu
tambahan pengetahuan meliputi pengenalan tanaman obat, formula jamu yang
terstandar, pengelolaan jamu di apotek (pengendalian mutu sediaan jamu,
pengadaan, penyimpanan dan pengamanan jamu), fitoterapi, adverse reaction,
toksikologi, dosis dan monitoring evalusi bahan aktif jamu, MESOT (Monitoring
Efek Samping Obat Tradisional), manajemen pencatatan dan pelaporan, post
market surveilance, serta komunikasi dan konseling. Peran Apoteker Saintifikasi
Jamu tentang preparasi jamu, sinergi dengan pengobatan konvensional dan
meningkatkan penggunaan obat bahan alam sebagai pelayanan kesehatan
tradisional. Di samping itu, di dalam Permenkes khusus tersebut perlu
dicantumkan tentang pharmaceutical record yang dilakukan oleh seorang
apoteker saintifikasi jamu (Suharmiati et al., 2012).
7

Tugas apoteker dalam Saintifikasi Jamu yaitu:


a. Penyediaan bahan baku jamu yang berkualitas. Dalam hal ini, apoteker dapat
bekerja sama dengan ahli pertanian dalam standarisasi proses penyediaan
bahan baku (penanaman, panen, pengolahan pasca panen).
b. Menjamin keamanan, mutu dan manfaat jamu. Melakukan pengembangan dan
penelitian terkait keamanan, mutu, dan manfaat jamu dalam upaya promotif,
preventif, kuratif, dan paliatif. Pendekatan yang dilakukan dengan
mendapatkan informasi ilmiah terkait penggunaan jamu (studi etnomedisin,
studi epidemiologi, studi pelayanan kesehatan).
c. Meningkatkan penggunaan jamu yang rasional. Melakukan pemberikan KIE
kepada masyarakat mengenai pemakaian jamu yang baik dan benar.
Fungsi dari apoteker dalam Saintifikasi Jamu diantaranya:
a. Merencanakan pelaksanaan evaluasi penelitian dan atau pengembangan di
bidang obat tradisional.
b. Melaksanakan eksplorasi inventarisasi, identifikasi, adaptasi dan koleksi
tanaman obat.
c. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, konservasi dan pelestarian
tanaman obat.
d. Mengembangkan ilmu dan teknologi standarisasi tanaman obat dan obat
tradisional.
e. Melaksanakan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan dibidang
tanaman obat dan obat tradisional.
f. Melaksanakan pelatihan teknis dibidang pembibitan, budidaya, pasca panen,
analisis, koleksi spesimen tanaman obat serta uji keamanan dan kemanfaatan
obat tradisional.
g. Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga.
BAB 3. TINJAUAN UMUM B2P2TOOT

3.1 Sejarah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat


dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TOOT) dirintis oleh R.M Santosa Soerjokoesoemo sejak awal
tahun kemerdekaan, menggambarkan semangat anak bangsa nusantara yang tekun
dan sangat mencintai budaya pengobatan nenek moyang. Mulai April pada tahun
1948 secara resmi kebun koleksi tanaman obat tersebut dikelola oleh pemerintah
di bawah lembaga Eijkman dan diberi nama Hortus Medicus Tawangmangu.
Pada tahun 1963-1968 berada di bawah koordinasi Badan Pelayanan Umum
Farmasi dan kemudian pada tahun 1968-1975 di bawah Direktorat Jenderal
Farmasi (Lembaga Farmasi Nasional). Pada tahun 1975-1979 kebijakan
Pemerintah menetapkan Hortus Medicus di bawah pengawasan Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional, DitJen POM, Depkes RI (B2P2TOOT, 2016).
Evolusi sebagai suatu organisasi terjadi akibat adanya SK Menteri
Kesehatan Nomor 149/Menkes/SK/IV/78 pada tanggal 28 April 1978, yang
mentransformasi kebun koleksi berubah status kelembagaan berubah menjadi
Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) yang merupakan Unit Pelaksanaan
Teknis (UPT) di Badan Litbang Kesehatan. Transformasi I sebagai lembaga Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan nuansa dan semangat baru
dalam mengelola Tanaman Obat (TO) dan potensi-potensi TO sebagai bahan
Jamu untuk pencegahan, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan rakyat
(B2P2TOOT, 2016).
Evolusi organisasi berlanjut pada tahun 2006, dengan Permenkes Nomor
491 tahun 2006 tanggal 17 Juli 2006, BPTO bertransformasi menjadi Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT).
Transformasi II tersebut memberikan amanah untuk melestarikan,
membudidayakan, dan mengembangkan tanaman obat dan obat tradisional dalam
mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal (B2P2TOOT,
2016). Persaingan, globalisasi dan keterbukaan, mendorong manusia dan negara

8
9

menggali, memanfaatkan, mengembangkan, budaya kesehatan dan sumber daya


lokal untuk pembangunan kesehatan sehingga mengakibatkan B2P2TOOT
menjadi pelayanan yang tersaintifik dan berbasis pada pelayanan kesehatan.
Dimana hal ini diatur dalam Permenkes Nomor 003 Tahun 2010 pada tanggal 4
Januari 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan dan
Kesehatan. Sejak tahun 2010 inilah B2P2TOOT memperioritaskan pada
Saintifikasi Jamu, dari hulu ke hilir, mulai dari riset etnofarmakologi tumbuhan
obat dan jamu, pelestarian, budidaya, pasca panen, riset praklinik, riset klinik,
teknologi, manajemen bahan jamu, pelatihan IPTEK, pelayanan Iptek dan
diseminasi sampai dengan peningkatan kemandirian masyarakat (B2P2TOOT,
2016).
Berdasarkan PP Nomor 62 Tahun 2005 terjadi restrukturisasi Badan
Litbang Kesehatan, Puslitbang Pemberantasan Penyakit dan Puslitbang Farmasi
dan Obat Tradisional melebur menjadi Puslitbang Biomedis dan Farmasi sehingga
Litbang Obat Tradisional tidak lagi tertampung dalam struktur baru organisasi
badan Litbang Kesehatan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. Nomor 491/Per/Menkes/VII/2006 tertanggal 17 Juli 2006,
BPTO meningkat status kelembagaannya menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT). Perubahan ini
memberikan amanah untuk dapat melestarikan, membudayakan, dan
mengembangan tanaman obat dan obat tradisional (TOOT) dalam mendukung
pencapaian derajat kesehatan yang optimal (B2P2TOOT, 2014).

3.2 Visi dan Misi


3.2.1 Visi B2P2TOOT Tawangmangu
B2P2TOOT Tawangmangu memiliki visi yaitu Masyarakat sehat dengan
jamu yang aman dan berkhasiat.

3.2.2 Misi B2P2TOOT Tawangmangu


Misi-misi dari B2P2TOOT Tawangmangu yaitu:
a. Meningkatkan mutu litbang tanaman obat dan obat tradisional.
10

b. Mengembangkan hasil litbang tanaman obat dan obat tradisional.


c. Meningkatkan pemanfaatan hasil litbang tanaman obat dan obat tradisional.

3.3 Struktur Organisasi B2P2TOOT Tawangmangu


B2P2TOOT Tawangmangu memiliki struktur organisasi yang dijabarkan
pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Struktur Organisasi B2P2TOOT

3.4 Tugas dan Fungsi B2P2TOOT


Berdasarkan Permenkes Nomor 491 Tahun 2006, tugas yang diamanahkan
pada B2P2TOOT yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat
dan obat tradisional. Adapun fungsi yang diemban meliputi:
a. Manajemen penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.
b. Bioprospeksi dan pelestarian tanaman obat dan obat tradisional.
11

c. Pengembangan IPTEK tanaman obat dan obat tradisional.


d. Pengembangan IPTEK bahan obat tradisional.
e. Pengembangan jejaring penelitian dan pengembangan tanaman obat.
f. Pelatihan IPTEK tanaman obat dan obat tradisional.
g. Tata kelola layanan kesekretariatan Iptek.

3.5 Lokasi B2P2TOOT Tawangmangu


B2P2TOOT (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional) Tawangmangu didirikan untuk melestarikan,
membudidayakan, dan mengembangkan Tanaman Obat dan Obat Tradisional.
Tujuan B2P2TOOT adalah mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Adapun lokasi B2P2TOOT Tawangmangu di Jalan Raya Lawu
Nomor 11 Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.

3.6 Sarana dan Prasarana B2P2TOOT Tawangmangu


3.6.1 Perangkat Utama Laboratorium
B2P2TOOT Tawangmangu terdapat laboratorium terpadu. Laboratorium
memiliki beberapa perangkat penunjang kegiatan penelitian dan pengembangan di
laboratorium. Beberapa perangkat utama yang menunjang kegiatan di
laboratorium tersebut adalah :
1) Satu unit gas chromatography (GC)
2) Satu unit TLC densitometer
3) Satu unit high performance liquid chromatography (HPLC)
4) Satu unit vacum rotavapor
5) Tiga unit spektofotometer
6) Dua unit blotting apparatus
7) Satu unit thermocycler PCR
8) Dua unit micro centrifuge
9) Satu unit mesin pembuat tablet dan kapsul jamu
10) Satu unit mesin penyerbuk
11) Satu unit pencuci bahan jamu
12

12) Satu unit pengering bahan jamu

3.6.2 Fasilitas Utama Divisi


Fasilitas utama juga dimiliki oleh B2P2TOOT Tawangmangu. Beberapa
fasilitas utama yang dimiliki oleh B2P2TOOT Tawangmangu adalah:
1) Satu unit pasca panen.
2) Dua unit rumah kaca berlokasi di Kalisoro (1200 m dpl) difungsikan untuk
pembibitan, adaptasi dan pelestarian tanaman.
3) Kebun produksi Karangpandan dengan ketinggian 600 m dpl seluas 1,85
Ha.
4) Kebun produksi Kalisoro terletak pada 1200 m dpl seluas 2 Ha.
5) Kebun sub tropik Tlogodlingo terletak pada ketinggian 1600-1800 m dpl
seluas 12 Ha.
6) Etalase Tanaman Obat dengan koleksi 1000 spesies.
7) Rumah Riset Jamu sebagai unit integral Saintifikasi Jamu meliputi Klinik
Saintifikasi Jamu Hortus Medicus untuk riset klinik berbasis pelayanan
kesehatan, Rumah Riset Jamu Hortus Medicus, laboratorium klinik, area
refleksi kaki.
8) Museum Jamu Hortus Medicus
9) Perpustakaan.
BAB 4. KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

4.1 Kegiatan yang Dilakukan


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan dalam bentuk
kunjungan ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu Jawa Tengah pada tanggal 12
Desember 2017 selama satu hari. Kegiatan yang dilakukan selama kunjungan
antara lain:
a. Perkenalan dan penjelasan mengenai profil B2P2TOOT di ruang sinema
fitomedika.
b. Mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok, masingmasing kelompok dipandu
untuk berkeliling mengunjungi tempattempat di B2P2TOOT. Beberapa
tempat yang dikunjungi antara lain greenhouse, kebun produksi, museum
jamu, etalase tanaman obat, dan laboratorium pasca panen.

4.2 Pembahasan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan kali ini dalam
bentuk kunjungan ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu Jawa Tengah pada tanggal
12 Desember 2017 selama satu hari. Kunjungan diawali dengan mahasiswa
memasuki ruang sinema fitomedika dimana kami memperoleh perkenalan dan
penjelasan mengenai B2P2TOOT dan perkembangannya, termasuk beragam
spesies tanaman obat yang dikembangkan. Kemudian mahasiswa dibagi dalam
dua kelompok yang masingmasing kelompok secara bergantian dipandu untuk
berkeliling mengunjungi tempattempat di B2P2TOOT. Beberapa tempat yang
dikunjungi antara lain green house, kebun produksi, museum jamu, etalase
tanaman obat dan laboratorium pasca panen.
Greenhouse atau rumah kaca merupakan tempat tumbuh tanaman obat
dengan kategori khusus. B2P2TOOT memiliki dua unit rumah kaca yaitu untuk
adaptasi dan pelestarian. Rumah kaca adaptasi di gunakan untuk jenis tanaman
seperti hasil eksplorasi, tanaman koleksi baru, tanaman yang belum teridentifikasi,

13
14

atau tanaman yang belum beradaptasi dengan lingkungan Tawangmangu.


Sedangkan rumah kaca pelestarian digunakan untuk tanaman obat langka,
tanaman obat koleksi yang populasinya sangat sedikit dan tanaman obat yang
tidak tahan dengan perubahan iklim.
Kebun produksi merupakan tempat produksi tanaman obat dalam jumlah
banyak. Kebun tersebut merupakan tempat dilakukannya pembibitan dan
budidaya tanaman obat secara optimal terutama untuk tanaman yang tumbuh
didataran menengah sampai dataran tinggi. Beberapa contoh tanaman dikebun ini
antaralain tempuyung, binahong korea, sambang colok, purwaceng, dan lain-lain.
Dikebun ini juga terdapat area narkotika (cocain dan teh arab) dengan lahan yang
sempit yang dikelilingi pagar besi dan dililitkan kawat tajam.
Etalase tanaman obat merupakan wahana pembelajaran dan peningkatan
pengetahuan wisata alamiah berupa tanaman obat. Pemandangan dari ratusan
koleksi tanaman obat yang di pamerkan dengan tatanan yang menarik terdiri dari
aromatik garden dan sub tropik garden. Setiap tanaman diberi nama daerah, nama
ilmiah dan khasiatnya. Koleksi tanaman obat disini mayoritas merupakan tanaman
asli Indonesia.
Gedung/Laboratorium pasca panen memiliki empat lantai. Lantai satu
merupakan tempat dilakukannya penimbangan, sortasi basah, pencucian, penirisan
dan pengubahan bentuk. Lantai dua merupakan ruang formulasi dan ruang transit
simplisia. Lantai tiga merupakan ruang oven, ruang sortasi kering, penimbangan
dan pengemasan serta terdapat gudang induk. Lantai empat merupakan area
pengeringan dengan sinar matahari, dengan naungan dan bed dryer.

4.2.1 Pembuatan Simplisia


Tujuan pengelolaan pasca panen tanaman obat adalah untuk membuat
simplisia nabati siap konsumsi baik secara langsung oleh masyarakat umum,
sebagi bahan baku jamu, industri obat tradisional maupun untuk keperluan ekspor.
Tahapan pembuatan simplisia antara lain sebagai berikut:
15

a) Sortasi Basah
Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing serta
bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Kotoran tersebut
dapat berupa tanah, kerikil, rumput/gulma, tanaman lain yang mirip, bahan yang
telah rusak atau busuk, serta bagian tanaman lain yang memang harus dipisahkan
dan dibuang. Pemisahan bahan simplisia dari kotoran ini bertujuan untuk menjaga
kemurnian dan mengurangi kontaminasi awal yang dapat mengganggu proses
selanjutnya, mengurangi cemaran mikroba, serta memperoleh simplisia dengan
jenis dan ukuran seragam.
Tahapan ini juga dilakukan pemilihan bahan berdasarkan ukuran panjang,
lebar, besar kecil, dan lain-lain. Sortasi basah harus dilakukan secara teliti dan
cermat. Kotoran ringan yang berukuran kecil dapat dipisahkan menggunakan
nyiru dengan arah gerakan ke atas dan ke bawah serta memutar. Kotoran akan
berterbangan dan memisah dari bahan simplisia. Kegiatan sortasi basah dapat juga
dilakukan secara bersamaan dengan pencucian dan penirisan. Pada saat pencucian,
bahan dibolak-balik untuk memisahkan kotoran yang menempel atau terikut
dalam bahan.
b) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang
melekat pada bahan simplisia. Proses ini dilakukan dengan menggunakan air
bersih (standar air minum), air dari sumber mata air, air sumur, atau air PDAM.
Khusus untuk bahan yang mengandung senyawa aktif yang mudah larut dalam air,
pencucian dilakukan secepat mungkin (tidak direndam). Pencucian dilakukan
secara cermat terutama untuk bahan simplisia yang berada di dalam tanah atau
dekat dengan permukaan tanah, misalnya rimpang, umbi, akar, dan batang yang
merambat, serta daun yang melekat/dekat dengan permukaan tanah.
Pencucian menggunakan air mengalir agar kotoran yang terlepas tidak
menempel kembali. Pencucian bahan simplisia dalam jumlah besar akan lebih
efektif bila dilakukan dalam bak bertingkat yang menerapkan konsep air mengalir.
Kotoran yang melekat pada bagian yang sulit dibersihkan dapat dihilangkan
dengan penyemprotan air bertekanan tinggi atau dengan disikat. Bahan simplisia
16

berupa akar, umbi, batang, atau buah dan biji dapat dilakukan pengupasan kulit
luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian mikroba
biasanya terdapat pada bagian permukaan bahan simplisia, dan dengan proses
pencucian saja amasih belum mampu menghilangkan mikroba tersebut. Bahan
yang telah dikupas dengan cara yang tepat dan bersih, kemungkinan tidak perlu
dicuci lagi.
c) Penirisan
Setelah bahan dicuci bersih, dilakukan penirisan pada rak-rak yang telah
diatur sedemikian rupa untuk mencegah pembusukan atau bertambahnya
kandungan air. Proses penirisan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
kandungan air di permukaan bahan dan dilakukan sesegera mungkin setelah
pencucian. Selama penirisan, bahan dibolak-balik untuk mempercepat penguapan
dan dilakukan di tempat teduh dengan aliran udara cukup agar terhindar dari
fermentasi dan pembusukan. Setelah air yang menempel di permukaan bahan
menetes atau menguap, bahan simplisia dikeringkan dengan cara yang sesuai.
d) Pengubahan Bentuk
Beberapa jenis bahan baku atau simplisia seringkali harus diubah menjadi
bentuk lain, misalnya irisan, potongan, dan serutan untuk memudahkan kegiatan
pengeringan, penggilingan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan
selanjutnya. Proses ini bertujuan untuk memperbaiki penampilan fisik dan
memenuhi standar kualitas (terutama keseragaman ukuran) serta meningkatkan
kepraktisan dan ketahanan dalam penyimpanan. Pengubahan bentuk harus
dilakukan secara tepat dan hati-hati agar tidak menurunkan kualitas simplisia yang
diperoleh. Simplisia yang mengalami perubahan bentuk hanya terbatas pada
simplisia akar, rimpang, umbi, batang, kayu, kulit batang, daun dan bunga.
Perajangan bisa dilakukan dengan pisau yang terbuat dari stainless steel ataupun
alat perajang khusus untuk menghasilkan rajangan yang seragam. Sedangkan
untuk menghasilkan simplisia serutan dapat digunakan alat penyerut kayu
(elektrik) yang dapat diatur ukuran ketebalannya. Semakin tipis ukuran hasil
rajangan atau serutan, maka akan semakin cepat proses penguapan air sehingga
waktu pengeringannya menjadi lebih cepat.
17

Bahan simplisia berupa rimpang seperti jahe, temulawak, kunyit dan


sejenisnya harus dihindari oerajangan yang terlalu tipis agar dapat mencegah
berkurangnya minyak atsiri. Selain itu, perajangan yang terlalu tipis juga
menyebabkan simplisia mudah rusak saat dilakukan pengeringan dan
pengemasan. Ukuran ketebalan simplisia harus seragam tergantung pada bagian
tumbuhan yang diiris. Ketebalan irisan simplisia rimpang, umbi, dan akar 3 mm,
sedangkan untuk bahan baku berupa daun dipotong melintang dengan lebar daun
2 cm, dan kulit batang diiris dengan ukuran 2 x 2 cm. pada umumnya rimpang
diiris melintang, kecuali rimpang jahe, kunyit, dan kencur dipotong membujur.
e) Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia tidak
rusak dandapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, menghentikan reaksi
enzimatis, dan mencegah pertumbuhan kapang, jamur, dan jasad renik lain.
Dengan matinya sel bagian tanaman, maka proses metabolisme (seperti sintesis
dan transformasi) terhenti, sehingga senyawa aktif yang terbentuk tidak diubah
secara enzimatik. Namun, ada pula bahan simplisia tertentu yang memerlukan
proses enzimatik tertentu setelah dipanen, sehingga diperlukan proses pelayuan
(pada suhu dan kelembapan tertentu) atau pengeringan bertahap sebelum proses
pengeringan sebenarnya. Proses enzimatik diperlukan karena senyawa aktif
berada dalam ikatan kompleks. Misalnya, buah vanili, buah kola, umbi bidara
upas, dan umbi bawang. Tetapi untuk simplisia yang mengandung senyawa aktif
mudah menguap, penundaan pengeringan justru dapat menurunkan kadar senyawa
aktif. Proses pengeringan ada dua macam, yaitu:
1. Pengeringan secara alamiah
Proses pengeringan ini dapat menggunakan:
a. Panas sinar matahari langsung
Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif
keras, seperti kayu, kulit kayu, biji, dan bahan tanaman yang
mengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Kelebihan dari prose
pengeringan ini adalah mudah dan murah. Sedangkan kelemahannya
adalah kecepatan pengeringannya sangat tergantung pada kondisi cuaca.
18

b. Dengan diangin-anginkan
Proses pengeringan ini dilakukan untuk mengeringkan bahan tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan bagian tanaman yang mengandung
senyawa aktif mudah menguap.
2. Pengeringan buatan
Menggunakan oven, uap panas, atau alat pengering lainnya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembapan udara, aliran udara, lamanya pengeringan, dan
luas permukaan bahan. Bila proses pengeringan telah sesuai, diharapkan
dapat terhindar dari face hardening, yaitu kondisi dimana bagian luar bahan
telah kering, namun bagian dalam bahan masih basah.
Suhu pengeringan tergantung pada bahan simplisia dan cara
pengeringan. Bahan simplisia umumnya dapat dikeringkan pada suhu 60
C. bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap dan
tidak tahan panas (termolabil) sebaiknya dikeringkan pada suhu rendah,
yaitu antara 30-40 C selama waktu tertentu. Kelembapan dalam ruang
pengering juga dipengaruhi oleh jenis bahan simplisia, cara pengeringan,
dan tahapan-tahapan selama pengeringan. Kelembapan akan menurun
selama berlangsungnya proses pengeringan. Pada umumnya proses
pengeringan buatan akan menghasilkan simplisia dengan mutu yang lebih
baik karena pengeringannya lebih merata dalam waktu relatif cepat, dan
tidak dipengaruhi kondisi cuaca. Selain itu, proses pengeringan dapat
dipersingkat menjadi hanya beberapa jam asalkan senyawa aktifnya stabil,
dan kadar air bahan dapat diturunkan serendah mungkin sesuai dengan yang
diinginkan.
f) Sortasi Kering
Prinsip kegiatan sortasi kering sama dengan sortasi basah, namun dilakukan
terhadap simplisia sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan
bahan-bahan asing dan simplisia yang belum kering benar. Kegiatan ini dilakukan
untuk menjamin bahwa simplisia benar-benar bebas dari bahan asing. Kegiatan ini
dilakukan secara manual. Simplisia yang telah bersih dari bahan asing terkadang
19

untuk tujuan tertentu (misalnya untuk memenuhi standar mutu tertentu) masih
diperlukan grading atau pemisahan menurut ukuran, sehingga diperoleh simplisia
dengan ukuran seragam.
g) Pengemasan dan Pemberian Label
Pengepakan atau pengemasan simplisia sangat berpengaruh terhadap mutu
terkait dengan proses pengangkutan (distribusi) dan penyimpanan simplisia.
Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi simplisia saat pengangkutan, distribusi,
dan penyimpanan dari gangguan luar, seperti suhu, kelembapan, cahaya,
pencemaran mikroba, dan adanya serangga atau hewan lainnya. Bahan pengemas
harus kedap air dan udara, serta dapat melindungi simplisia dari berbagai
gangguan. Untuk jenis simplisia tertentu dapat disimpan dalam kain katun atau
karung yang terbuat dari bahan plastik, jerami, atau goni. Guci porselin dan botol
kaca biasanya digunakan untuk menyimpan simplisia berbentuk cairan. Simplisia
daun dan herba umumnya ditekan terlebih dahulu untuk mempermudah
pengemasan dan pengangkutan. Setelah dipadatkan, dapat dilakukan pengemasan
menggunakan karung plastik yang dijahit pada tiap sisinya. Pada setiap kemasan
dapat ditambahkan silika gel yang dibungkus dengan tujuan untuk menyerap air
dan menjaga kondisi kemasan agar tidak lembap. Setelah simplisia dikemas dalam
wadah atau kemasan, maka dapat dilakukan pemberian label atau etiket. Label
tersebut harus menunjukkan informasi simplisia yang jelas, meliputi nama ilmiah
tanaman obat, asal bahan (lokasi budidaya), tanggal panen, dan tanggal simpan,
berat simplisia, dan status kualitas bahan.
h) Penyimpanan
Simplisia yang telah dikemas dan diberi label, kemudian disimpan dalam
gudang yang telah dipersiapkan dengan berbagai pertimbangan. Tujuan
penyimpanan adalah agar simplisia tetap tersedia setiap saat bila diperlukan dan
sebagai stok bila hasil panen melebihi kebutuhan. Proses ini merupakan upaya
untuk mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan kandungan senyawa aktif,
sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
Selama dalam penyimpanan, simplisia dapat mengalami kerusakan maupun
penurunan mutunya karena beberapa faktor berikut:
20

1. Cahaya
Sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat mempengaruhi mutu simplisia
secara fisik dan kimiawi, misalnya akibat terjadinya proses isomerasi dan
polimerasi.
2. Reaksi kimiawi internal
Terjadinya perubahan kimia simplisia karena proses fermentasi, polimerisasi,
dan autooksidasi.
3. Oksidasi
Oksigen dari udara dapat menyebabkan terjadinya oksidasi pada senyawa aktif
dalam simplisia sehingga kualitasnya menurun.
4. Dehidrasi
Bila kelembaban di luar lebih rendah daripada di dalam simplisia, maka akan
terjadi proses kehilangan air yang disebut shrinkage.
5. Absorpsi air
Simplisia yang bersifat higroskopis dapat menyerap air dari lingkungan
sekitarnya.
6. Kontaminasi
Sumber kontaminan utama berupa debu, pasir, kotoran, dan bahan asing
(tumpahan minyak, organ binatang, dan fragmen wadah).
7. Serangga
Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan mengotori simplisia dalam
bentuk larva, imago, dan sisa-sisa metamorfosis (kulit telur, kerangka yang
telah usang, dan lain-lain).
8. Kapang
Bila kadar air simplisia masih tinggi, maka akan mudah ditumbuhi kapang,
jamur, ragi, dan jasad renik lain yang dapat menguraikan senyawa aktif atau
menghasilkan aflatoksin yang membahayakan konsumen Oleh karena itu,
perlu perhatian khusus terhadap wadah dan gudang penyimpanan simplisia,
suhu, kelembapan, intensitas cahaya, dan lain-lain selama penyimpanan. Lama
penyimpanan setiap jenis bahan berbeda-beda sehingga perlu diperhatikan
pula agar mutu simplisia dapat dijamin. Cara penyimpanan simplisia harus
21

memenuhi kaidah first in first out, yaitu simplisia yang disimpan lebih awal
harus digunakan terlebih dahulu. Simplisia dapat disimpan di tempat dengan
suhu kamar (15-30 C), tempat sejuk (5-15 C), atau tempat dingn (0-5 C),
tergantung pada sifat dan ketahanan simplisia.
Dengan melakukan pengelolaan pasca panen secara tepat, diharapkan dapat
menjaga mutu simplisia yang dihasilkan. Secara umum, pengelolaan pasca panen
tanaman obat dapat:
a. Mencegah terjadinya perubahan fisiologis bahan.
b.Mencegah timbulnya gengguan mikroba pathogen.
c. Mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama.
d.Mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat proses panen dan
pengangkutan.
Hasil Produksi B2P2TOOT Tanaman obat hasil panen yang telah diolah
sesuai dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) akan
menghasilkan simplisia yang berkualitas dan terstandar. B2P2TOOT hanya
menerima tanaman obat sebagai bahan baku yang ditanam oleh para petani binaan
dengan lokasi penaman di sekitar wilayah B2P2TOOT. Tanaman obat tersebut
akan di olah segera setelah bahan baku ini datang. Setelah bahan baku mengalami
serangkaian proses produksi akan menghasilkan simplisia yang sudah kering.
Simplisia-simplisia tersebut akan di simpan dan di distribusikan ke klinik Hortus
Medicus. Diklinik tersebut simplisia akan racik dan diserahkan pada pasien.
Beberapa contoh jamu di Klinik Hortus Medicus antara lain :
a. Jamu Hipertensi
b.Jamu Hiperglikemi
c. Jamu Hiperkolesterolemi
d.Jamu Hiperurisemi

4.2.2 Pemeriksaan Mutu


B2P2TOOT mempunyai unit pengembangan dalam memajukan tanaman
obat yaitu terdiri dari laboratorium dan instalansi antara lain Instalasi Benih dan
Pembibitan Tanaman Obat, Instalasi Adaptasi dan Pelestarian, Instalasi Pasca
22

Panen, Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Laboratorium Hama dan Penyakit,


Laboratorium Galenika, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,
Laboratorium Kultur Jaringan dan Mikrobiologi, Laboratorium Eksperimental dan
Laboratorium Bioteknologi. Selain itu B2P2TOOT memiliki klinik Saintifikasi
jamu dan griya jamu, dalam mengembangkannya.
1. Laboratorium Sistematika Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan/determinasi, pembuatan spesimen (herbarium,
simplisia) serta dokumentasi pengelolaan tanaman obat dalam bentuk foti, slide
dan cakram optik (CD).
2. Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman
Identifikasi hama dan penyakit tanaman dan penelitian tentang cara
pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
3. Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
Analisis makroskopis dan mikroskopis, hitokimia, skrining fitokimia,
pemeriksaan kadar senyawa aktif, isolasi dan identifikasi metabolit sekunder serta
penetapan parameter standar ekstrak dan simplisia secara densitometri
spektrofotometri.
4. Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
Analisis makroskopis dan mikroskopis, hitokimia, skrining fitokimia,
pemeriksaan kadar senyawa aktif, isolasi dan identifikasi metabolit sekunder serta
penetapan parameter standar ekstrak dan simplisia secara densitometri
spektrofotometri.
5. Laboratorium Kultur Jaringan dan Mikrobiologi
Kultur jaringan tanaman (KJT) untuk memperoleh bibit dan meningkatkan
kandungan senyawa aktif, penetapan cemaran mikroba (angka jamur dan angka
lempeng total), edentifikasi mikroba dan uji aktivitas antimikroba ekstrak tanaman
obat.
6. Laboratorium Eksperimental & Animal House
Pembesaran dan perawatan hewan coba (animal house), serta melakukan uji
praklinik khasiat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional.
23

7. Laboratorium Bioteknologi
Penelitian rekayasa gentik untuk memperoleh bibit unggul dan rekayasa
untuk memperoleh protein terapeutik.
8. Instalasi Benih dan Pembibitan Tanaman Obat
Pelabelan benih, koleksi benih dari lokasi tertentu, sortasi biji, uji biabilitas
benih, penyimpanan benih, pengadaan bibit baik secara konvensional maupun
kultur jaringan.
9. Instalasi Adaptasi dan Pelestarian
Adaptasi tanaman obat hasil eksplorasi, adaptasi tanaman obat tertentu,
pendataan pertumbuhan dan hasil pengelolaan/pemeliharaan, serta pelestarian
plasma nutfah tanaman obat dengan kategori langka.
10. Instalasi Koleksi Tanaman Obat
Inventarisasi tanam obat; peremajaan tanaman koleksi, pengamatan dan
pendataan pertumbuhan, pencatatan data iklim, identifikasi/determinasi serta
pembuatan katalog.
11. Instalasi Pasca Panen
Penanganan hasil panen tanaman obat meliputi pencucian, sortasi,
pengubahan bentuk, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan serta stok atau
gudang simplisia.

4.2.3 Alur Klinik Jamu Hortus Medicus


Secara umum tata laksana atau alur pelayanan Klinik Jamu Hortus
Medicus sama dengan prosedur pelayanan pada klinik medis dengan standar
pelayanan konvensional. Hal yang membedakan yaitu penggunaan jamu untuk
mengatasi keluhan dan penyakit pasien. Pemeriksaan di klinik saintifikasi jamu
lebih menekankan pada gaya hidup sehat namun tetap dilakukan pemeriksaan
fisik dasar sebagai standar pelayanan dokter.
Diagnosis diterapkan berdasarkan diagnosis konvensional yang dilengkapi
dengan hasil analisis laboratorium rekam medis dan juga dikembangakan dengan
data kualitatif. Dokter kemudian akan memberikan resep berupa jamu herbal yang
dapat ditebus di griya jamu klinik saintifikasi jamu. Di tempat ini resep pasien
24

akan diproses dan diracik sesuai dosisnya juga ditentukan dengan usia pasien.
Setelah pemberian resep,pasien akan menebus langsung di griya jamu.
Pasien mendapatkan satu kantong herbal beserta keterangan cara
meminum herbal. Resep yang diberikan kepada pasien berupa ramuan simplisia
yang kemudian diracik oleh bagian instalasi obat herbal. Jamu yang digunakan
berupa racikan simplisia, serbuk, dan juga ekstrak tanaman obat yang telah diteliti
khasiat dan keamanannya melalui uji pra klinik atau observasi klinik. Untuk
menjamin keamanan dan mutu maka cara pembuatannya mengacu pada cara
pembuatan simplisia yang baik, dimulai dari standarisasi benih/bibit budidaya,
pasca panen, maupun analisis mutu di laboratorium B2P2TOOT.

4.2.4 Etalase Tanaman Obat


Etalase Tanaman Obat (Lampiran 1) adalah taman yang berisi koleksi
tanaman obat yang dimiliki oleh B2P2TOOT dengan ketinggian sekitar 800 m
dpl. Kebun Etalase ini merupakan tempat tumbuh berbagai jenis tanaman yang
ada di kebun-kebun B2P2TOOT. Kebun ini mempermudah bagi para pengunjung
untuk mengetahui berbagai tanaman yang ditanam dan dibudidayakan oleh
B2P2TOOT tanpa harus berkeliling ke seluruh kebunnya. Beberapa tanaman
yang ada disana yaitu ekinase, jati belanda, rumput bolong, daun ungu, bidara
upas dan lain sebagainya.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan kunjungan PKPA di B2P2TOOT
Tawangmangu pada tanggal 12 Desember 2017 dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Tugas apoteker dalam Saintifikasi Jamu meliputi penyediaan bahan baku jamu
yang berkualitas, menjamin keamanan, mutu dan manfaat jamu, dan
meningkatkan penggunaan jamu yang rasional.
b. Apoteker berperan dalam saintifkasi jamu mulai dari hulu ke hilir yaitu
pengadaan jamu berkualitas (melakukan pengawasan mulai dari penanaman
hingga pemanenan, pengolahan, penyimpanan dan distribusi termasuk
melakukan kontrol kualitas) dan melakukan pharmaceutical care (pelayanan
di klinik dan pemberian konseling).
c. Proses pembuatan simplisia di B2P2TOOT Tawangmangu meliputi proses
pemanenan dan pasca panen. Proses pasca panen meliputi: sortasi basah,
pencucian, penirisan, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengemasan,
pelabelan, dan penyimpanan.
d. Praktik klinik saintifikasi jamu di B2P2TOOT Tawangmangu diawali dengan
proses pelayanan pasien oleh dokter, kemudian peracikan jamu pasien sesuai
resep dan penyerahan jamu oleh apoteker/asisten apoteker kepada pasien
disertai dengan konseling serta pemberian informasi terkait penggunaan jamu.

5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan kunjungan PKPA di B2P2TOOT Tawangmangu pada
tanggal 12 Desember 2017 dapat disarankan bahwa perlu adanya alur penerimaan
dan kegiatan kunjungan yang jelas agar pengunjung tidak bingung terhadap
runtutan acara selama kunjungan di B2P2TOOT.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.F. 2012. Analisis Penggunaan Jamu Untuk Pengobatan Pada Pasien
Di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus Tawangmangu Tahun 2012.
Thesis. Universitas Indonesia: Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat.

B2P2TOOT. 2014. B2P2TOOT Tawangmangu. http://www.b2p2toot.litbang.


depkes.go.id [diakses tanggal 13 Desember 2017].

B2P2TOOT. 2016. Profil Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman


Obat dan Obat Tradisional. Karanganyar: Badan Litbang Kesehatan
Kemenkes RI.

Dewoto, H. R. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi


Fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 57, No. 7.

Menteri Kesehatan RI. 2003. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1076/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan RI. 2006. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


491/Menkes/PER/VII/2006 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Obat Dan Obat Tradisional.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


003/Menkes/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Dalam Penelitian Berbasis
Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Menteri Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


296/Menkes/SK/VII/2013 tentang Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

26
27

Rhomadona, D.A., 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Frekuensi


Kunjungan Ulang Pasien Stroke Berobat di Rumah Riset Jamu Hortus
Medicus Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT). Surakarta: UMS.

Suharmiati, Handayani, L., Bahfen, F., Djuharto, dan Kristiana, L. 2012. Kajian
Hukum Peran Apoteker dalam Saintifikasi Jamu. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. Vol. 15 (1): 2025
LAMPIRAN

Lampiran 1. Etalase tanaman obat B2P2TOOT

28
29
30

Lampiran 2. Museum jamu

Ruang herbarium basah dan kering

Ruang budaya
31

Lampiran 3. Contoh tanaman dirumah kaca

Contoh tanaman diruang adaptasi

Contoh tanaman diruang pelestarian


32

Lampiran 4. Laboratorium pasca panen

Anda mungkin juga menyukai