Disusun Oleh:
diajukan guna melengkapi tugas Praktik Kerja Profesi Apoteker dan memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker dan
mencapai gelar Apoteker.
Disusun Oleh:
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui Oleh:
Mengetahui,
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang selalu senantiasa mencurahkan berkat dan anugerah-Nya sehngga penulis
dapat melaksanakan kunjungan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TOOT) pada 12 Desember 2017. Kegiatan kunjungan PKPA bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu
Saintifikasi Jamu (SJ) yang telah diperoleh selama perkuliahan. Laporan
kunjungan PKPA ini disusun sebagai salahsatu syarat untuk menempuh ujian
akhir apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu penyusunan laporan ini, antara lain
kepada:
1. Ibu Lestyo Wulandari, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jember.
2. Ibu Lidya Ameliana, S.Si., M.Farm., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember.
3. Ibu Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku koordinator Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu.
4. Ibu Dra. Lucie Widowati, M.Sc., Apt selaku Kepala B2P2TOOT yang telah telah
bersedia memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kunjungan
PKPA Saintifikasi Jamu di B2P2TOOT Tawangmangu.
5. Seluruh pegawai dan karyawan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) yang telah menerima
pelaksanaan kunjungan PKPA.
6. Orang tua dan keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian,
kesabaran, dorongan, semangat, dan doa yang tidak henti-hentinya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
serta membantu penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kunjungan PKPA ini masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan karena
iv
keterbatasan penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya berbagai saran
dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca dan semua pihak. Akhir
kata, penulis mengharpakan semoga laporan ini dapat bermanfaat dan
memberikan pengetahuan baru bagi pembaca dan semua pihak yang
membutuhkan.
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker ...................................................... 2
1.3 Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker .................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Pengertian Saintifikasi Jamu ....................................................................... 3
2.2. Tugas dan Fungsi Saintifikasi Jamu ........................................................... 4
2.3. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan ..................... 4
2.4. Peran Apoteker dalam Saintifikasi Jamu ................................................... 5
BAB 3. TINJAUAN UMUM B2P2TOOT .......................................................... 8
3.1 Sejarah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT) ................................................................... 8
3.2 Visi dan Misi ................................................................................................... 9
3.2.1 Visi B2P2TOOT Tawangmangu ................................................................... 9
3.2.2 Misi B2P2TOOT Tawangmangu ...........................................................9
3.3 Struktur Organisasi B2P2TOOT Tawangmangu ..................................... 10
3.4 Tugas dan Fungsi B2P2TOOT .................................................................... 10
3.5 Lokasi B2P2TOOT Tawangmangu ............................................................ 11
3.6 Sarana dan Prasarana B2P2TOOT Tawangmangu ................................. 11
3.6.1 Perangkat Utama Laboratorium .................................................................. 11
3.6.2 Fasilitas Utama Divisi ............................................................................. 12
BAB 4. KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN ........................................ 13
4.1. Kegiatan yang Dilakukan ........................................................................... 13
4.2. Pembahasan ................................................................................................. 13
vi
4.2.1. Pembuatan Simplisia .................................................................................. 14
4.2.2. Pemeriksaan Mutu....................................................................................... 21
4.2.3. Alur Klinik Jamu Hortus Medicus.............................................................. 23
4.2.4. Etalase Tanaman Obat................................................................................. 24
BAB 5. PENUTUP .............................................................................................. 25
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 25
5.2. Saran ............................................................................................................. 25
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
3
4
pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku. Fasilitas pelayanan kesehatan yang
dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh pemerintah
atau swasta (Permenkes RI, 2010).
kedua pasal 6, pasal 7, pasal 8, bab III bagian ketiga tentang ketenagaan pasal
11 serta bab III bagian kelima tentang pencatatan pasal 14.
b. UU Nomor 36 tahun 2009 pasal 108 serta Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Praktik Kefarmasian yang menyatakan bahwa praktik
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
296/MENKES/SK/VIII/2013 tentang Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.
Dalam peraturan ini untuk menciptakan saintifikasi jamu dengan pembuktian
ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan, yang salah satu
tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan
jamu secara empirik melalui penelitian berbasis pelayanan yang dilakukan di
sarana pelayanan kesehatan maka dibentuklah Komisi Nasional Saintifikasi
Jamu yang salah satu tugasnya adalah menyusun pedoman metodologi
penelitian jamu.
8
9
4.2 Pembahasan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan kali ini dalam
bentuk kunjungan ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu Jawa Tengah pada tanggal
12 Desember 2017 selama satu hari. Kunjungan diawali dengan mahasiswa
memasuki ruang sinema fitomedika dimana kami memperoleh perkenalan dan
penjelasan mengenai B2P2TOOT dan perkembangannya, termasuk beragam
spesies tanaman obat yang dikembangkan. Kemudian mahasiswa dibagi dalam
dua kelompok yang masingmasing kelompok secara bergantian dipandu untuk
berkeliling mengunjungi tempattempat di B2P2TOOT. Beberapa tempat yang
dikunjungi antara lain green house, kebun produksi, museum jamu, etalase
tanaman obat dan laboratorium pasca panen.
Greenhouse atau rumah kaca merupakan tempat tumbuh tanaman obat
dengan kategori khusus. B2P2TOOT memiliki dua unit rumah kaca yaitu untuk
adaptasi dan pelestarian. Rumah kaca adaptasi di gunakan untuk jenis tanaman
seperti hasil eksplorasi, tanaman koleksi baru, tanaman yang belum teridentifikasi,
13
14
a) Sortasi Basah
Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing serta
bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Kotoran tersebut
dapat berupa tanah, kerikil, rumput/gulma, tanaman lain yang mirip, bahan yang
telah rusak atau busuk, serta bagian tanaman lain yang memang harus dipisahkan
dan dibuang. Pemisahan bahan simplisia dari kotoran ini bertujuan untuk menjaga
kemurnian dan mengurangi kontaminasi awal yang dapat mengganggu proses
selanjutnya, mengurangi cemaran mikroba, serta memperoleh simplisia dengan
jenis dan ukuran seragam.
Tahapan ini juga dilakukan pemilihan bahan berdasarkan ukuran panjang,
lebar, besar kecil, dan lain-lain. Sortasi basah harus dilakukan secara teliti dan
cermat. Kotoran ringan yang berukuran kecil dapat dipisahkan menggunakan
nyiru dengan arah gerakan ke atas dan ke bawah serta memutar. Kotoran akan
berterbangan dan memisah dari bahan simplisia. Kegiatan sortasi basah dapat juga
dilakukan secara bersamaan dengan pencucian dan penirisan. Pada saat pencucian,
bahan dibolak-balik untuk memisahkan kotoran yang menempel atau terikut
dalam bahan.
b) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang
melekat pada bahan simplisia. Proses ini dilakukan dengan menggunakan air
bersih (standar air minum), air dari sumber mata air, air sumur, atau air PDAM.
Khusus untuk bahan yang mengandung senyawa aktif yang mudah larut dalam air,
pencucian dilakukan secepat mungkin (tidak direndam). Pencucian dilakukan
secara cermat terutama untuk bahan simplisia yang berada di dalam tanah atau
dekat dengan permukaan tanah, misalnya rimpang, umbi, akar, dan batang yang
merambat, serta daun yang melekat/dekat dengan permukaan tanah.
Pencucian menggunakan air mengalir agar kotoran yang terlepas tidak
menempel kembali. Pencucian bahan simplisia dalam jumlah besar akan lebih
efektif bila dilakukan dalam bak bertingkat yang menerapkan konsep air mengalir.
Kotoran yang melekat pada bagian yang sulit dibersihkan dapat dihilangkan
dengan penyemprotan air bertekanan tinggi atau dengan disikat. Bahan simplisia
16
berupa akar, umbi, batang, atau buah dan biji dapat dilakukan pengupasan kulit
luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian mikroba
biasanya terdapat pada bagian permukaan bahan simplisia, dan dengan proses
pencucian saja amasih belum mampu menghilangkan mikroba tersebut. Bahan
yang telah dikupas dengan cara yang tepat dan bersih, kemungkinan tidak perlu
dicuci lagi.
c) Penirisan
Setelah bahan dicuci bersih, dilakukan penirisan pada rak-rak yang telah
diatur sedemikian rupa untuk mencegah pembusukan atau bertambahnya
kandungan air. Proses penirisan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
kandungan air di permukaan bahan dan dilakukan sesegera mungkin setelah
pencucian. Selama penirisan, bahan dibolak-balik untuk mempercepat penguapan
dan dilakukan di tempat teduh dengan aliran udara cukup agar terhindar dari
fermentasi dan pembusukan. Setelah air yang menempel di permukaan bahan
menetes atau menguap, bahan simplisia dikeringkan dengan cara yang sesuai.
d) Pengubahan Bentuk
Beberapa jenis bahan baku atau simplisia seringkali harus diubah menjadi
bentuk lain, misalnya irisan, potongan, dan serutan untuk memudahkan kegiatan
pengeringan, penggilingan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan
selanjutnya. Proses ini bertujuan untuk memperbaiki penampilan fisik dan
memenuhi standar kualitas (terutama keseragaman ukuran) serta meningkatkan
kepraktisan dan ketahanan dalam penyimpanan. Pengubahan bentuk harus
dilakukan secara tepat dan hati-hati agar tidak menurunkan kualitas simplisia yang
diperoleh. Simplisia yang mengalami perubahan bentuk hanya terbatas pada
simplisia akar, rimpang, umbi, batang, kayu, kulit batang, daun dan bunga.
Perajangan bisa dilakukan dengan pisau yang terbuat dari stainless steel ataupun
alat perajang khusus untuk menghasilkan rajangan yang seragam. Sedangkan
untuk menghasilkan simplisia serutan dapat digunakan alat penyerut kayu
(elektrik) yang dapat diatur ukuran ketebalannya. Semakin tipis ukuran hasil
rajangan atau serutan, maka akan semakin cepat proses penguapan air sehingga
waktu pengeringannya menjadi lebih cepat.
17
b. Dengan diangin-anginkan
Proses pengeringan ini dilakukan untuk mengeringkan bahan tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan bagian tanaman yang mengandung
senyawa aktif mudah menguap.
2. Pengeringan buatan
Menggunakan oven, uap panas, atau alat pengering lainnya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembapan udara, aliran udara, lamanya pengeringan, dan
luas permukaan bahan. Bila proses pengeringan telah sesuai, diharapkan
dapat terhindar dari face hardening, yaitu kondisi dimana bagian luar bahan
telah kering, namun bagian dalam bahan masih basah.
Suhu pengeringan tergantung pada bahan simplisia dan cara
pengeringan. Bahan simplisia umumnya dapat dikeringkan pada suhu 60
C. bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap dan
tidak tahan panas (termolabil) sebaiknya dikeringkan pada suhu rendah,
yaitu antara 30-40 C selama waktu tertentu. Kelembapan dalam ruang
pengering juga dipengaruhi oleh jenis bahan simplisia, cara pengeringan,
dan tahapan-tahapan selama pengeringan. Kelembapan akan menurun
selama berlangsungnya proses pengeringan. Pada umumnya proses
pengeringan buatan akan menghasilkan simplisia dengan mutu yang lebih
baik karena pengeringannya lebih merata dalam waktu relatif cepat, dan
tidak dipengaruhi kondisi cuaca. Selain itu, proses pengeringan dapat
dipersingkat menjadi hanya beberapa jam asalkan senyawa aktifnya stabil,
dan kadar air bahan dapat diturunkan serendah mungkin sesuai dengan yang
diinginkan.
f) Sortasi Kering
Prinsip kegiatan sortasi kering sama dengan sortasi basah, namun dilakukan
terhadap simplisia sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan
bahan-bahan asing dan simplisia yang belum kering benar. Kegiatan ini dilakukan
untuk menjamin bahwa simplisia benar-benar bebas dari bahan asing. Kegiatan ini
dilakukan secara manual. Simplisia yang telah bersih dari bahan asing terkadang
19
untuk tujuan tertentu (misalnya untuk memenuhi standar mutu tertentu) masih
diperlukan grading atau pemisahan menurut ukuran, sehingga diperoleh simplisia
dengan ukuran seragam.
g) Pengemasan dan Pemberian Label
Pengepakan atau pengemasan simplisia sangat berpengaruh terhadap mutu
terkait dengan proses pengangkutan (distribusi) dan penyimpanan simplisia.
Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi simplisia saat pengangkutan, distribusi,
dan penyimpanan dari gangguan luar, seperti suhu, kelembapan, cahaya,
pencemaran mikroba, dan adanya serangga atau hewan lainnya. Bahan pengemas
harus kedap air dan udara, serta dapat melindungi simplisia dari berbagai
gangguan. Untuk jenis simplisia tertentu dapat disimpan dalam kain katun atau
karung yang terbuat dari bahan plastik, jerami, atau goni. Guci porselin dan botol
kaca biasanya digunakan untuk menyimpan simplisia berbentuk cairan. Simplisia
daun dan herba umumnya ditekan terlebih dahulu untuk mempermudah
pengemasan dan pengangkutan. Setelah dipadatkan, dapat dilakukan pengemasan
menggunakan karung plastik yang dijahit pada tiap sisinya. Pada setiap kemasan
dapat ditambahkan silika gel yang dibungkus dengan tujuan untuk menyerap air
dan menjaga kondisi kemasan agar tidak lembap. Setelah simplisia dikemas dalam
wadah atau kemasan, maka dapat dilakukan pemberian label atau etiket. Label
tersebut harus menunjukkan informasi simplisia yang jelas, meliputi nama ilmiah
tanaman obat, asal bahan (lokasi budidaya), tanggal panen, dan tanggal simpan,
berat simplisia, dan status kualitas bahan.
h) Penyimpanan
Simplisia yang telah dikemas dan diberi label, kemudian disimpan dalam
gudang yang telah dipersiapkan dengan berbagai pertimbangan. Tujuan
penyimpanan adalah agar simplisia tetap tersedia setiap saat bila diperlukan dan
sebagai stok bila hasil panen melebihi kebutuhan. Proses ini merupakan upaya
untuk mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan kandungan senyawa aktif,
sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
Selama dalam penyimpanan, simplisia dapat mengalami kerusakan maupun
penurunan mutunya karena beberapa faktor berikut:
20
1. Cahaya
Sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat mempengaruhi mutu simplisia
secara fisik dan kimiawi, misalnya akibat terjadinya proses isomerasi dan
polimerasi.
2. Reaksi kimiawi internal
Terjadinya perubahan kimia simplisia karena proses fermentasi, polimerisasi,
dan autooksidasi.
3. Oksidasi
Oksigen dari udara dapat menyebabkan terjadinya oksidasi pada senyawa aktif
dalam simplisia sehingga kualitasnya menurun.
4. Dehidrasi
Bila kelembaban di luar lebih rendah daripada di dalam simplisia, maka akan
terjadi proses kehilangan air yang disebut shrinkage.
5. Absorpsi air
Simplisia yang bersifat higroskopis dapat menyerap air dari lingkungan
sekitarnya.
6. Kontaminasi
Sumber kontaminan utama berupa debu, pasir, kotoran, dan bahan asing
(tumpahan minyak, organ binatang, dan fragmen wadah).
7. Serangga
Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan mengotori simplisia dalam
bentuk larva, imago, dan sisa-sisa metamorfosis (kulit telur, kerangka yang
telah usang, dan lain-lain).
8. Kapang
Bila kadar air simplisia masih tinggi, maka akan mudah ditumbuhi kapang,
jamur, ragi, dan jasad renik lain yang dapat menguraikan senyawa aktif atau
menghasilkan aflatoksin yang membahayakan konsumen Oleh karena itu,
perlu perhatian khusus terhadap wadah dan gudang penyimpanan simplisia,
suhu, kelembapan, intensitas cahaya, dan lain-lain selama penyimpanan. Lama
penyimpanan setiap jenis bahan berbeda-beda sehingga perlu diperhatikan
pula agar mutu simplisia dapat dijamin. Cara penyimpanan simplisia harus
21
memenuhi kaidah first in first out, yaitu simplisia yang disimpan lebih awal
harus digunakan terlebih dahulu. Simplisia dapat disimpan di tempat dengan
suhu kamar (15-30 C), tempat sejuk (5-15 C), atau tempat dingn (0-5 C),
tergantung pada sifat dan ketahanan simplisia.
Dengan melakukan pengelolaan pasca panen secara tepat, diharapkan dapat
menjaga mutu simplisia yang dihasilkan. Secara umum, pengelolaan pasca panen
tanaman obat dapat:
a. Mencegah terjadinya perubahan fisiologis bahan.
b.Mencegah timbulnya gengguan mikroba pathogen.
c. Mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama.
d.Mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat proses panen dan
pengangkutan.
Hasil Produksi B2P2TOOT Tanaman obat hasil panen yang telah diolah
sesuai dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) akan
menghasilkan simplisia yang berkualitas dan terstandar. B2P2TOOT hanya
menerima tanaman obat sebagai bahan baku yang ditanam oleh para petani binaan
dengan lokasi penaman di sekitar wilayah B2P2TOOT. Tanaman obat tersebut
akan di olah segera setelah bahan baku ini datang. Setelah bahan baku mengalami
serangkaian proses produksi akan menghasilkan simplisia yang sudah kering.
Simplisia-simplisia tersebut akan di simpan dan di distribusikan ke klinik Hortus
Medicus. Diklinik tersebut simplisia akan racik dan diserahkan pada pasien.
Beberapa contoh jamu di Klinik Hortus Medicus antara lain :
a. Jamu Hipertensi
b.Jamu Hiperglikemi
c. Jamu Hiperkolesterolemi
d.Jamu Hiperurisemi
7. Laboratorium Bioteknologi
Penelitian rekayasa gentik untuk memperoleh bibit unggul dan rekayasa
untuk memperoleh protein terapeutik.
8. Instalasi Benih dan Pembibitan Tanaman Obat
Pelabelan benih, koleksi benih dari lokasi tertentu, sortasi biji, uji biabilitas
benih, penyimpanan benih, pengadaan bibit baik secara konvensional maupun
kultur jaringan.
9. Instalasi Adaptasi dan Pelestarian
Adaptasi tanaman obat hasil eksplorasi, adaptasi tanaman obat tertentu,
pendataan pertumbuhan dan hasil pengelolaan/pemeliharaan, serta pelestarian
plasma nutfah tanaman obat dengan kategori langka.
10. Instalasi Koleksi Tanaman Obat
Inventarisasi tanam obat; peremajaan tanaman koleksi, pengamatan dan
pendataan pertumbuhan, pencatatan data iklim, identifikasi/determinasi serta
pembuatan katalog.
11. Instalasi Pasca Panen
Penanganan hasil panen tanaman obat meliputi pencucian, sortasi,
pengubahan bentuk, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan serta stok atau
gudang simplisia.
akan diproses dan diracik sesuai dosisnya juga ditentukan dengan usia pasien.
Setelah pemberian resep,pasien akan menebus langsung di griya jamu.
Pasien mendapatkan satu kantong herbal beserta keterangan cara
meminum herbal. Resep yang diberikan kepada pasien berupa ramuan simplisia
yang kemudian diracik oleh bagian instalasi obat herbal. Jamu yang digunakan
berupa racikan simplisia, serbuk, dan juga ekstrak tanaman obat yang telah diteliti
khasiat dan keamanannya melalui uji pra klinik atau observasi klinik. Untuk
menjamin keamanan dan mutu maka cara pembuatannya mengacu pada cara
pembuatan simplisia yang baik, dimulai dari standarisasi benih/bibit budidaya,
pasca panen, maupun analisis mutu di laboratorium B2P2TOOT.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan kunjungan PKPA di B2P2TOOT
Tawangmangu pada tanggal 12 Desember 2017 dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Tugas apoteker dalam Saintifikasi Jamu meliputi penyediaan bahan baku jamu
yang berkualitas, menjamin keamanan, mutu dan manfaat jamu, dan
meningkatkan penggunaan jamu yang rasional.
b. Apoteker berperan dalam saintifkasi jamu mulai dari hulu ke hilir yaitu
pengadaan jamu berkualitas (melakukan pengawasan mulai dari penanaman
hingga pemanenan, pengolahan, penyimpanan dan distribusi termasuk
melakukan kontrol kualitas) dan melakukan pharmaceutical care (pelayanan
di klinik dan pemberian konseling).
c. Proses pembuatan simplisia di B2P2TOOT Tawangmangu meliputi proses
pemanenan dan pasca panen. Proses pasca panen meliputi: sortasi basah,
pencucian, penirisan, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengemasan,
pelabelan, dan penyimpanan.
d. Praktik klinik saintifikasi jamu di B2P2TOOT Tawangmangu diawali dengan
proses pelayanan pasien oleh dokter, kemudian peracikan jamu pasien sesuai
resep dan penyerahan jamu oleh apoteker/asisten apoteker kepada pasien
disertai dengan konseling serta pemberian informasi terkait penggunaan jamu.
5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan kunjungan PKPA di B2P2TOOT Tawangmangu pada
tanggal 12 Desember 2017 dapat disarankan bahwa perlu adanya alur penerimaan
dan kegiatan kunjungan yang jelas agar pengunjung tidak bingung terhadap
runtutan acara selama kunjungan di B2P2TOOT.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A.F. 2012. Analisis Penggunaan Jamu Untuk Pengobatan Pada Pasien
Di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus Tawangmangu Tahun 2012.
Thesis. Universitas Indonesia: Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat.
26
27
Suharmiati, Handayani, L., Bahfen, F., Djuharto, dan Kristiana, L. 2012. Kajian
Hukum Peran Apoteker dalam Saintifikasi Jamu. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. Vol. 15 (1): 2025
LAMPIRAN
28
29
30
Ruang budaya
31