Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Dilaksanakannya PKL
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
kefarmasian serta semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan, maka dituntut juga kemampuan dan kecakapan para petugas dalam
rangka mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dengan demikian pada dasarnya
kaitan tugas pekerjaan farmasi dalam melangsungkan berbagai proses
kefarmasian, bukan hanya sekedar membuat obat, melainkan menjamin serta
meyakinkan bahwa produk kefarmasian yang diselenggarakan adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien.
Mengingat kewenangan keprofesian yang dimiliki, maka dalam menjalankan
tugasnya harus berdasarkan kepada prosedur - prosedur kefarmasian demi
dicapainya produk kerja yang memenuhi syarat ilmu pengetahuan kefarmasian,
sasaran produk kerja akhir yang seragam tanpa mengurangi pertimbangan
keprofesian secara pribadi.
Pengembangan pendidikan tenaga ahli madya farmasi merupakan bagian
integral dari program pengembangan tenaga kesehatan pada umumnya.
Pendidikan tenaga ahli madya farmasi ditujukan untuk mendidik para peserta
didik menjadi tenaga kefarmasian yang terampil dan ahli sehingga dapat
melaksanakan tugas secara optimal, baik secara mandiri maupun bekerja sama.
Tenaga ahli madya farmasi dalam hubungannya dengan upaya kesehatan
merupakan tenaga professional dalam bidang pengelolaan data dan pengambilan
keputusan upaya kesehatan.
Untuk menghasilkan tenaga kesehatan di bidang farmasi yang memenuhi
kualitas, maka penyelenggaraan pendidikan terutama proses belajar mengajar
harus ditingkatkan secara terus menerus. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
memberikan bekal pengalaman kepada peserta didik adalah mengikutsertakan
mahasiswa dalam Praktek Kerja Lapangan yang biasanya disingkat PKL. Hal ini
dipilih karena PKL dianggap cara terbaik untuk menerapkan pengetahuan dan
1
2

keterampilan yang diperolehnya selama mengikuti pendidikan farmasi. Oleh


karena itu dilaksanakannya PKL untuk dapat menambah pengetahuan di bidang
pekerjaan farmasi, pengalaman serta sikap profesional dalam melakukan suatu
bidang pekerjaan.
Selain itu, pelaksanaan PKL merupakan pengenalan lapangan kerja bagi
mahasiswa farmasi karena secara langsung dapat melihat, mengetahui,
menerima dan menyerap teknologi kesehatan yang ada di masyarakat, sehingga
hal tersebut menjadi orientasi bagi mahasiswa farmasi sebelum langsung bekerja
di masyarakat.
II. Tujuan PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanankan dengan tujuan untuk
membentuk sikap/mental sebagai tenaga teknis kefarmasian yang profesional
untuk mampu menyelesaiakn masalah-masalah pada bidang kefarmasian didunia
kerja dengan elaborasi knowlege, attitude, dan skill yang dimiliki sehingga dapat
menjadi figur unggulan dimasa depan.
III. Tujuan Pembuatan Laporan
1. Peserta PKL diharapkan saat memberikan korelasi antara materi
pembelajaran yang didapatkan pada tingkat pendidikan diploma III Akfar
Yamasi Makassar.
2. Sebagai bahan evaluasi hasil pelaksanaan PKL mahasiswa diploma III Akfar
Yamasi Makassar.
3. Peserta PKL mampu mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemukan
di lapangan.
4. Menambah perbendaharaan perpustakaan Akademi Farmasi Yamasi
Makassar untuk menunjang peningkatan pengetahuan angkatan berikutnya.
5. Sebagai syarat mengikuti ujian komprehensif.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Uraian Umum Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI No.44 tahun 2009).
Rumah Sakit oleh WHO (1957) diberikan batasan yaitu suatau bagian
menyeluruh , (integritas) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan
pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun
rehabilitasi, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan
lingkungan. Rumah sakit juga merupakan Pusat pelatihan tenaga kesehatan serta
untuk penelitian biososial (Enti Rikomah Setya, 2017).
Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika, dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial. Pengaturan penyelenggara Rumah Sakit bertujuan:
1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan, rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit (Permenkes RI No.44 tahun 2009).
II. Pengorganisasian
Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikitterdiri atas Kepala Rumah
Sakit atau Direktu Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan,
unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan (Permenkes RI No.44 tahun 2009).
Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga struktural yang
menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia dan

3
4

pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit
(Permenkes RI No.44 tahun 2009).
III. Personalia
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009, Rumah Sakit
harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia
(SDM), kefarmasian dan peralatan.
1. Lokasi
Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
2. Bangunan
Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan,
serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan. Bangunan Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas ruang:
a. rawat jalan;
b. rawat inap;
c. ruang gawat darurat;
d. ruang operasi;
e. ruang tenaga kesehatan;
f. ruang radiologi;
g. ruang laboratorium;
h. ruang sterilisasi;
i. ruang farmasi;
j. ruang pendidikan dan latihan;
k. ruang kantor dan administrasi;
l. ruang ibadah, ruang tunggu;
m. ruang pentuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
n. ruang menyusui;
o. ruang mekanik;
p. ruang dapur;
5

q. laundry;
r. kamar jenazah;
s. taman;
t. pengelolaan sampah;
u. pelataran parkir yang mencukupi.
3. Prasarana
Prasarana Rumah Sakit yang dimaksud dapat meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. instalasi gas medik;
d. instalasi uap;
e. instalasi pengolahan limbah
f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g. petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
h. instalasi tata udara;
i. sistem informasi dan komunikasi; dan
j. ambulan.
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
Persyaratan sumber daya manusia yaitu Rumah Sakit harus memiliki
tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian,
tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga non kesehatan.
5. Kefarmasian
Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan olh instalasi farmasi sistem satu pimtu.
6. Peralatan
Peralatan medis harus diuji dan dikalbrasi secara berkala oleh Balai
Pengujian Fasiltas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan
yang berwenang.
6

IV. Tugas dan Fungsi


Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang
dimaksud, maka Rumah Sakit mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan
medis;
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
V. Kegiatan Kefarmasian
Menurut Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
a. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai ini berdasarkan:
i. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
ii. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang telah ditetapkan;
iii. pola penyakit;
iv. efektifitas dan keamanan;
v. pengobatan berbasis bukti;
vi. mutu;
vii. harga; dan
7

viii. ketersediaan di pasaran.


b. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Pengadaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi, metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standard mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
i. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
ii. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS).
iii. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
iv. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu
yang dapat dipertanggung jawabkan.
8

d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
e. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan
prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip LASA (Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit
pelayanan.
9

g. Pemusnahan dan penarikan Sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bila:
i. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
ii. telah kadaluwarsa;
iii. kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
iv. dicabut izin edarnya.
h. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama
dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
i. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
ii. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
iii. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan
10

serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai.
i. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
i. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau
pertahun).
ii. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan,
penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam
periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
iii.Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak
terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
11

2. Pelayanan farmasi Klinik


a. Pengkajian dan pelayanan resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep
sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
c. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan
Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan
pihak lain di luar Rumah Sakit.
e. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
12

semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan


dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit
baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit
yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care)
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi
dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif.
j. Dispensing sediaan steril
13

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan


teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian Obat.
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker
kepada dokter.
14

BAB III
URAIAN KHUSUS
I. Sejarah Rumah Sakit Islam Faisal
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar didirikan diatas tanah wakaf oleh
Kerajaan Saudi Arabia atas prakarsa dari : Haji Kalla, H. Fadeli Luran, Drs. H.
Nazaruddin Anwar, SKM, H.A Salama Tambo, H.M. Daeng Patompo. Rumah
sakit islam faisal memiliki Ijin Operasional yaitu, Nomor : I / J.09.P / P2T / 02 /
2016. RS Islam Faisal Makassar diresmikan pada tanggal 24 September 1980.
Rumah sakit islam faisal memiliki luas tanah yaitu 44632 m² dan luas
bangunan yaitu 4400 m²
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar telah terakreditasi KARS tahun 2012
Tipe “B” pada tanggal 26 Januari 2016 dengan status “LULUS” dan predikat
“UTAMA”.
Sejak berdiri RS Islam Faisal dipimpin oleh 7 (tujuh) Direktur Utama, Yaitu :
1. Prof. Dr.dr.H.Haeruddin Rasjad,Sp.B,Sp.OT.FICH (1980 – 1985)
2. dr. H.M.Zaman Kalla (1985 – 1987)
3. Prof. Dr. dr.H.Amiruddin Aliyah,Sp.S(K),MM (1987 – 1996)
4. dr.H.Farid W. Husain,Sp.BD,KBD (1996 – 2006)
5. Prof.Dr.dr.H.A.Arifuddin Djuanna,Sp.OG(K) (2006 – 2011)
6. Prof.Dr.dr.H.Syarifuddin Wahid,Sp.F,Sp.PA,Ph.D (2011 – 2015)
7. dr. Hj. Arfiah Arabe T, MARS (2016 – Sekarang)
Pengurus yayasan rumah sakit islam faisal :
Pembina : - Drs. H. Muh Jusuf Kalla
- AG. KH. Sanusi Bacco, Lc
Ketua : dr.H.Farid W. Husain,Sp.BD,KBD
Sekertaris : H.M Sattar Taba, SE
Bendahara : Hj. Imelda Jusuf Kalla
Anggota :
a. Hj. Fatimah Kalla
b. Prof.DR.H.Mansyur Ramly
c. H.Harsinen Sanusi

14
15

d. zulkiflie fadeli
Dewan pengawas rumah sakit islam faisal :
Ketua : Raipuddin Hamaru
Anggota :
a. dr. Chadrawati Husaein, SP.d
b. Drs. Agar Jaya, MM
c. DR. H. Syamsu Rizal MI, S. Sos, M.Si
II. Visi, Misi, dan Motto RS Islam Faisal
1. Visi
Mewujudkan Rumah Sakit yang Profesional Menjadi Rumah Sakit
pilihan Masyarakat.
2. Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional;
b. Meningkatkan ketersediaan SDM serta sarana dan prasarana Rumah
Sakit;
c. Menyediakan wahana pelatihan serta penelitian untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersinergi dengan mutu pelayanan;
d. Mengutamakan kepuasan pelanggan, serta penyelenggaraan Rumah Sakit
yang berlandaskan pada Ukhuwah Islamiah;
e. Meningkatkan keterjangkauan pelayanan; dan
f. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3. Motto
“Ihsan dalam Pelayanan, bekerja sebagai Ibadah”
III. Struktur Organisasi Unit Kerja
Struktur organisasi rumah sakit umumnya terdiri atas Badan Pengurus
Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat, dan Badan
Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur,
komite medik, satuan pengawas, dan berbagai bagian dari instalasi. Sebuah
rumah sakit bisa memiliki lebih dari seorang wakil direktur, tergantung pada
besarnya rumah sakit. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur
pelayanan medik, wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, serta
16

wakil direktur keuangan dan administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF)


berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri atas dokter umum,
dokter gigi, dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di suatu rumah
sakit. Komite medik adalah adalah wadah nonstruktural yang keanggotaannya
terdiri atas ketua-ketua SMF (Enti Rikomah Setya, 2017).

Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Faisal

Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS Islam Faisal


17

IV. Personalia
1. Mitra RS. Islam Faisal:
a. PLN Wilayah Sulselbar
b. PDAM Kota Makassar
c. PT. TELKOM, Tbk
d. PT. Semen Tonasa
e. PT. Semen Bosowa
f. BPJS Kesehatan
g. BPJS Ketenagakerjaan
h. Jasa Raharja
i. Bank BRI
j. PT. TASPEN
k. Asuransi Inhealth
l. Asuransi BRIngin Life
m. Asuransi Manulife Indonesia
n. Asuransi Intensive Medicare Indonesia ( I’M CARE )
2. RS. Islam Faisal memiliki poli klinik spesialis yaitu
a. Poliklinik Penyakit Dalam ( Interna )
b. Poliklinik Penyakit Paru
c. Poliklinik Penyakit Jantung
d. Poliklinik Bedah Digestif
e. Poliklinik Bedah Onkologi
f. Poliklinik Bedah Tulang
g. Poliklinik Bedah Plastik
h. Poliklinik Bedah Saraf
i. Poliklinik Penyakit Anak
j. Poliklinik Penyakit Saraf ( Neurologi )
k. Poliklinik Obstetri ( Kandungan )
l. Poliklinik Penyakit Kulit dan kelamin
18

m. Poliklinik THT
n. Poliklinik Mata
o. Poliklinik Perjanjian
p. Poliklinik Gigi dan Mulut
3. Instalasi penunjang di RS. Islam Faisal
a. Radiologi
b. Laboratorium
c. Farmasi
d. Kamar Operasi
e. Hemodialisa
f. Fisioterapy
g. Rekam Medis
h. Gizi Klinis
i. Instalasi Jiwa
j. Instalasi BDRS
V. Kegiatan Kefarmasian RS Islam faisal
Berdasarkan Kebijakan Direktur Utama RS Islam Faisal Makassar tentang
Kebijakan Pelayanan Kefarmasian di RS Islam Faisal meliputi:
1. Gudang Farmasi
a. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
b. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Pengadaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan yakni menggunakan metode konsumsi.
19

Metode konsumsi adalah metode yang digunakan atas analisa data konsumsi
obat tahun sebelumnya.
c. Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan untuk merealisasikan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
i. Pembelian obat berdasarkan atas kontrak dengan distributor/PBF.
ii. Produksi atau pembuatan sediaan farmasi.
iii. Sumbangan/dropping/hibah.
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen yang terkait dengan penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik. Pada saat penerimaan, selain melihat Expired Date pada
perbekalan farmasi, dilihat juga kesesuaian antara faktur dan surat
pesanan beserta kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang diantarkan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi memerlukan penanganan yang
tepat sehingga mendukung pendistribusian yang tepat dengan tujuan
untuk menjaga agar kualitas perbekalan farmasi tetap bermutu baik dan
untuk mempercepat distribusi barang bagi tenaga medis dan sesuai
kebutuhan pasien. Penyimpanan perbekalan farmasi meliputi :
i. Penyimpanan menganut sistem kombinasi FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out).
ii. Untuk menjaga keamanan dan mutu perbekalan farmasi penyimpanan
dipisah-pisah sesuai dengan kategori/klasifikasi barang yakni
berdasarkan bentuk sediaan.
iii.Untuk menjaga stabilitas sediaan, penyimpanan dilakukan
berdasarkan suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan dibagi atas
beberapa kelompok, antara lain : Suhu dingin (2 oC sampai 8 oC)
untuk insulin dan suppositoria; Suhu sejuk (8 oC sampai 15 oC) untuk
20

tetes mata, tetes telinga dan injeksi; Suhu kamar (15 oC sampai 30
oC) untuk sediaan padat, obat oral dan alkes.
iv. Sebagai peningkatan keamanan, penyimpanan dilakukan pada obat-
obat High Alert yaitu obat yang butuh kewaspadaan tinggi karena
dapat beresiko membahayakan pasien jika dengan penggunaan yang
salah atau pengelolaan yang kurang tepat, seperti obat sitostatika.
v. Berdasarkan sifat bahan, yakni pada bahan berbahaya dan beracun
(B3). B3 harus disimpan di area terpisah dan diberi symbol sesuai
klasifikasinya, seperti korosif, mudah meledak, beracun dan lain-lain.
Area penyimpanan B3 juga harus difasilitasi dengan alat pengaman
yang dapat meminimalisasi kerusakan apabila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
vi. Obat golongan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi juga
memerlukan penyimpanan khusus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mencegah
penyalahgunaan serta mampu menjaga mutu, khasiat dan keamanan
obat narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi. Berdasarkan
Permenkes RI No.3 Tahun 2015 pasal 25 ayat 1 tentang penyimpanan,
pemusnahan dan pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi disebutkan bahwa persyaratan lemari penyimpanan narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi adalah sebagai berikut : Terbuat
dari bahan yang kuat; Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai dua
buah kunci yang berbeda; Harus diletakkan dalam ruang khusus di
sudut gudang, untuk instalasi farmasi; Diletakkan ditempat yang aman
dan tidak terlihat oleh umum; Kunci lemari khusus dipegang oleh
Apoteker penanggung jawab atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai
lain yang dikuasakan.
f. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis. Pendistribusian
21

bertujuan agar tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan


secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Metode pendistribusian di
gudang farmasi yang dilakukan adalah Sistem Floor Stock lengkap, yakni
semua obat yang dibutuhkan pasien tersedia di ruang penyimpanan obat
di ruang tersebut, disiapkan oleh perawat dalam mengambil dosis atau
unit langsung dan diberikan kepada pasien di ruang tersebut.
g. Pemusnahan
Pemusnahan dilaksanakan terhadap sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang telah kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat yang
digunakan dalam pelayanan kesehatan. Adapun prosedur
penghapusan/pemusnahan meliputi :
i. Barang yang rusak atau kadaluarsa di masing-masing tempat
dipisahkan, dikeluarkan, dicatat pengeluarannya pada kartu stok,
disimpan dalam wadah sendiri dan dikirim ke gudang farmasi. Pada
wadah diberi keterangan : Nama barang; Spesifikasi barang; Jumlah
barang; Tanggal kadaluarsa; Jenis kerusakan.
ii. Petugas gudang farmasi akan membuat laporan barang yang rusak
kepada kepala instalasi farmasi yang berisi : Nama barang; Spesifikasi
barang; Jumlah barang; Tanggal kadaluarsa; Jenis kerusakan.
iii.Berdasarkan jenis dan spesifikasi barang, kepala instalasi melakukan
pemusnahan perbekalan farmasi
iv. Kepala instalasi farmasi membuat berita acara pemusnahan
perbekalan farmasi.
h. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan stok opname pada tiap akhir
bulan.
i. Administrasi
22

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan


untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan. Pencatatan adalah
memonitor transaksi perbekalan farmasi yang masuk dan keluar, baik
secara manual (buku & kartu stok) dan komputerisasi. Sedangkan
pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi. Pencatatan dan pelaporan meliputi : Membuat
laporan pembelian; Membuat laporan mutasi; Membuat laporan
permintaan perbekalan farmasi tidak terlayani; Membuat laporan
perbekalan farmasi yang stagnan (jarang/tidak ditulis dokter); Membuat
laporan perbekalan farmasi yang hampir kadaluarsa maksimal 6 bulan
sebelum kadaluarsa; Membuat laporan ketersediaan obat; Membuat
laporan stok opname.
2. Instalasi Gawat darurat (Asy-sifa)
a. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi memerlukan penanganan yang
tepat sehingga mendukung pendistribusian yang tepat dengan tujuan
untuk menjaga agar kualitas perbekalan farmasi tetap bermutu baik dan
untuk mempercepat distribusi barang bagi tenaga medis dan sesuai
kebutuhan pasien. Penyimpanan perbekalan farmasi meliputi :
i. Penyimpanan menganut sistem kombinasi FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out).
ii. Untuk menjaga keamanan dan mutu perbekalan farmasi penyimpanan
dipisah-pisah sesuai dengan kategori/klasifikasi barang yakni
berdasarkan bentuk sediaan.
iii.Untuk menjaga stabilitas sediaan, penyimpanan dilakukan
berdasarkan suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan dibagi atas
beberapa kelompok, antara lain : Suhu dingin (2 oC sampai 8 oC)
untuk insulin dan suppositoria; Suhu sejuk (8 oC sampai 15 oC) untuk
tetes mata, tetes telinga dan injeksi; Suhu kamar (15 oC sampai 30
oC) untuk sediaan padat, obat oral dan alkes.
23

iv. Sebagai peningkatan keamanan, penyimpanan dilakukan pada obat-


obat High Alert yaitu obat yang butuh kewaspadaan tinggi karena
dapat beresiko membahayakan pasien jika dengan penggunaan yang
salah atau pengelolaan yang kurang tepat, seperti obat sitostatika.
v. Berdasarkan sifat bahan, yakni pada bahan berbahaya dan beracun
(B3). B3 harus disimpan di area terpisah dan diberi symbol sesuai
klasifikasinya, seperti korosif, mudah meledak, beracun dan lain-lain.
Area penyimpanan B3 juga harus difasilitasi dengan alat pengaman
yang dapat meminimalisasi kerusakan apabila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
vi. Obat golongan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi juga
memerlukan penyimpanan khusus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mencegah
penyalahgunaan serta mampu menjaga mutu, khasiat dan keamanan
obat narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi. Berdasarkan
Permenkes RI No.3 Tahun 2015 pasal 25 ayat 1 tentang penyimpanan,
pemusnahan dan pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi disebutkan bahwa persyaratan lemari penyimpanan narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi adalah sebagai berikut : Terbuat
dari bahan yang kuat; Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai dua
buah kunci yang berbeda; Harus diletakkan dalam ruang khusus di
sudut gudang, untuk instalasi farmasi; Diletakkan ditempat yang aman
dan tidak terlihat oleh umum; Kunci lemari khusus dipegang oleh
Apoteker penanggung jawab atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai
lain yang dikuasakan.
b. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis. Pendistribusian
bertujuan agar tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan
secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Metode pendistribusian yang
24

dilakukan adalah metode Unit Dose Dispensing (UDD), yakni suatu


sistem distribusi obat kepada pasien gawat darurat yang disiapkan dalam
bentuk dosis 24 jam.
c. Pengkajian Resep
Pengkajian resep obat adalah suatu proses pengkajian permintaan obat
sebelum disiapkan dan diserahkan kepada pasien. Pengkajian resep
dilakukan untuk melihat kelengkapan persyaratan administrasi dan
persyaratan farmasi. Persyaratan administrasi meliputi : Nama, umur,
jenis kelamin dan berat badan pasien; Nama, no. izin, alamat dan paraf
dokter; Tanggal resep dan unit asal resep. Sedangkan persyaratan farmasi
meliputi : Bentuk dan kekuatan sediaan dosis dan jumlah obat; Kontra
indikasi dan efek samping obat.
d. Penyiapan dan Penyerahan Sediaan Farmasi
Penyiapan dan penyerahan sediaan farmasi dilakukan melalui
beberapa prosedur yang meliputi :
i. Menyiapkan sediaan farmasi atau obat sesuai dengan permintaan
tertulis dari dokter (resep);
ii. Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok;
iii. Menyiapkan etiket sesuai lokasi tempat penggunaan obat, yakni
etiket putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar;
iv. Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara penggunaan
obat atau petunjuk serta informasi lain;
v. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);
vi. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
vii. Memeriksa identitas dan alamat pasien;
viii. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
ix. Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah disampaikan;
e. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan pelayanan pemberian
informaasi obat untuk mengatasi adanya ledakan informasi yang
25

berdampak pada makin kompleksnya pengobatan yang diberikan, dengan


tujuan agar pasien mendapat informasi praktis tentang obat dan
menambah pengetahuan obat bagi professional kesehatan. Adapun
prosedur dari Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara lain :
i. Farmasi/PIO memberikan jawaban pertanyaan tentang obat, baik
secara lisan maupun tertulis;
ii. Menyiapkan formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO);
iii.Mencatat semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan;
iv. Melengkapi pustaka tentang obat;
v. Membuat brosur tentang penggunaan obat secara praktis;
vi. Membuat bulletin tentang obat dan Drug Related Problem;
f. Konseling
Konseling adalah suatu proses pemberian informasi segala hal terkait
obat yang bertujuan membantu pasien dalam mengatasi masalah
penggunaan obat, sehingga pengobatan menjadi lebih rasional, aman,
efektif dan efisien. Adapun prosedur konseling yang meliputi :
i. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
dan menanyakan pertanyaan yang menyangkut obat;
ii. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat
tertentu;
iii.Melakukan verifikasi akhir dengan mengecek dan mengidentifikasi
serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan terapi;
iv. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu
pengobatan.
3. Depo Rawat Jalan
a. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi memerlukan penanganan yang
tepat sehingga mendukung pendistribusian yang tepat dengan tujuan
untuk menjaga agar kualitas perbekalan farmasi tetap bermutu baik dan
26

untuk mempercepat distribusi barang bagi tenaga medis dan sesuai


kebutuhan pasien. Penyimpanan perbekalan farmasi meliputi :
i. Penyimpanan menganut sistem kombinasi FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out).
ii. Untuk menjaga keamanan dan mutu perbekalan farmasi
penyimpanan dipisah-pisah sesuai dengan kategori/klasifikasi barang
yakni berdasarkan bentuk sediaan.
iii. Untuk menjaga stabilitas sediaan, penyimpanan dilakukan
berdasarkan suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan dibagi atas
beberapa kelompok, antara lain : Suhu dingin (2 oC sampai 8 oC)
untuk insulin dan suppositoria; Suhu sejuk (8 oC sampai 15 oC)
untuk tetes mata, tetes telinga dan injeksi; Suhu kamar (15 oC
sampai 30 oC) untuk sediaan padat, obat oral dan alkes.
iv. Sebagai peningkatan keamanan, penyimpanan dilakukan pada obat-
obat High Alert yaitu obat yang butuh kewaspadaan tinggi karena
dapat beresiko membahayakan pasien jika dengan penggunaan yang
salah atau pengelolaan yang kurang tepat, seperti obat sitostatika.
v. Berdasarkan sifat bahan, yakni pada bahan berbahaya dan beracun
(B3). B3 harus disimpan di area terpisah dan diberi symbol sesuai
klasifikasinya, seperti korosif, mudah meledak, beracun dan lain-
lain. Area penyimpanan B3 juga harus difasilitasi dengan alat
pengaman yang dapat meminimalisasi kerusakan apabila terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.
vi. Obat golongan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi juga
memerlukan penyimpanan khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah penyalahgunaan serta mampu menjaga mutu, khasiat dan
keamanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.
Berdasarkan Permenkes RI No.3 Tahun 2015 pasal 25 ayat 1 tentang
penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan narkotika, psikotropika
dan prekursor farmasi disebutkan bahwa persyaratan lemari
27

penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi adalah


sebagai berikut : Terbuat dari bahan yang kuat; Tidak mudah
dipindahkan dan mempunyai dua buah kunci yang berbeda; Harus
diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk instalasi
farmasi; Diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum; Kunci lemari khusus dipegang oleh Apoteker penanggung
jawab atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.
b. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis. Pendistribusian
bertujuan agar tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan
secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Metode pendistribusian yang
dilakukan adalah metode Individual Praescipcion, yakni suatu sistem
distribusi obat kepada pasien rawat jalan sesuai dengan resep dokter.
g. Pengkajian Resep
Pengkajian resep obat adalah suatu proses pengkajian permintaan obat
sebelum disiapkan dan diserahkan kepada pasien. Pengkajian resep
dilakukan untuk melihat kelengkapan persyaratan administrasi dan
persyaratan farmasi. Persyaratan administrasi meliputi : Nama, umur,
jenis kelamin dan berat badan pasien; Nama, no. izin, alamat dan paraf
dokter; Tanggal resep dan unit asal resep. Sedangkan persyaratan farmasi
meliputi : Bentuk dan kekuatan sediaan dosis dan jumlah obat; Kontra
indikasi dan efek samping obat.
h. Penyiapan dan Penyerahan Sediaan Farmasi
Penyiapan dan penyerahan sediaan farmasi dilakukan melalui
beberapa prosedur yang meliputi :
i. Menyiapkan sediaan farmasi atau obat sesuai dengan permintaan
tertulis dari dokter (resep);
ii. Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok;
28

iii. Menyiapkan etiket sesuai lokasi tempat penggunaan obat, yakni


etiket putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar;
iv. Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara penggunaan
obat atau petunjuk serta informasi lain;
v. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);
vi. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
vii. Memeriksa identitas dan alamat pasien;
viii. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
ix. Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah disampaikan;
i. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan pelayanan pemberian
informaasi obat untuk mengatasi adanya ledakan informasi yang
berdampak pada makin kompleksnya pengobatan yang diberikan, dengan
tujuan agar pasien mendapat informasi praktis tentang obat dan
menambah pengetahuan obat bagi professional kesehatan. Adapun
prosedur dari Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara lain :
i. Farmasi/PIO memberikan jawaban pertanyaan tentang obat, baik
secara lisan maupun tertulis;
ii. Menyiapkan formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO);
iii.Mencatat semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan;
iv. Melengkapi pustaka tentang obat;
v. Membuat brosur tentang penggunaan obat secara praktis;
vi. Membuat bulletin tentang obat dan Drug Related Problem;
j. Konseling
Konseling adalah suatu proses pemberian informasi segala hal terkait
obat yang bertujuan membantu pasien dalam mengatasi masalah
penggunaan obat, sehingga pengobatan menjadi lebih rasional, aman,
efektif dan efisien. Adapun prosedur konseling yang meliputi :
i. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
dan menanyakan pertanyaan yang menyangkut obat;
29

ii. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat


tertentu;
iii.Melakukan verifikasi akhir dengan mengecek dan mengidentifikasi
serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan terapi;
iv. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu
pengobatan.
4. Depo Rawat Inap
a. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi memerlukan penanganan yang
tepat sehingga mendukung pendistribusian yang tepat dengan tujuan
untuk menjaga agar kualitas perbekalan farmasi tetap bermutu baik dan
untuk mempercepat distribusi barang bagi tenaga medis dan sesuai
kebutuhan pasien. Penyimpanan perbekalan farmasi meliputi :
i. Penyimpanan menganut sistem kombinasi FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out).
ii. Untuk menjaga keamanan dan mutu perbekalan farmasi
penyimpanan dipisah-pisah sesuai dengan kategori/klasifikasi barang
yakni berdasarkan bentuk sediaan.
iii. Untuk menjaga stabilitas sediaan, penyimpanan dilakukan
berdasarkan suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan dibagi atas
beberapa kelompok, antara lain : Suhu dingin (2 oC sampai 8 oC)
untuk insulin dan suppositoria; Suhu sejuk (8 oC sampai 15 oC)
untuk tetes mata, tetes telinga dan injeksi; Suhu kamar (15 oC
sampai 30 oC) untuk sediaan padat, obat oral dan alkes.
iv. Sebagai peningkatan keamanan, penyimpanan dilakukan pada obat-
obat High Alert yaitu obat yang butuh kewaspadaan tinggi karena
dapat beresiko membahayakan pasien jika dengan penggunaan yang
salah atau pengelolaan yang kurang tepat, seperti obat sitostatika.
v. Berdasarkan sifat bahan, yakni pada bahan berbahaya dan beracun
(B3). B3 harus disimpan di area terpisah dan diberi symbol sesuai
30

klasifikasinya, seperti korosif, mudah meledak, beracun dan lain-


lain. Area penyimpanan B3 juga harus difasilitasi dengan alat
pengaman yang dapat meminimalisasi kerusakan apabila terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.
vi. Obat golongan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi juga
memerlukan penyimpanan khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah penyalahgunaan serta mampu menjaga mutu, khasiat dan
keamanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.
Berdasarkan Permenkes RI No.3 Tahun 2015 pasal 25 ayat 1 tentang
penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan narkotika, psikotropika
dan prekursor farmasi disebutkan bahwa persyaratan lemari
penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi adalah
sebagai berikut : Terbuat dari bahan yang kuat; Tidak mudah
dipindahkan dan mempunyai dua buah kunci yang berbeda; Harus
diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk instalasi
farmasi; Diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum; Kunci lemari khusus dipegang oleh Apoteker penanggung
jawab atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.
b. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis. Pendistribusian
bertujuan agar tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan
secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Metode pendistribusian yang
dilakukan adalah metode Unit Dose Dispensing (UDD), yakni suatu
sistem distribusi obat kepada pasien rawat inap di beberapa ruang
perawatan.
c. Pengkajian Resep
31

Pengkajian resep obat adalah suatu proses pengkajian permintaan


obat sebelum disiapkan dan diserahkan kepada pasien. Pengkajian resep
dilakukan untuk melihat kelengkapan persyaratan administrasi dan
persyaratan farmasi. Persyaratan administrasi meliputi : Nama, umur,
jenis kelamin dan berat badan pasien; Nama, no. izin, alamat dan paraf
dokter; Tanggal resep dan unit asal resep. Sedangkan persyaratan farmasi
meliputi : Bentuk dan kekuatan sediaan dosis dan jumlah obat; Kontra
indikasi dan efek samping obat.
d. Penyiapan dan Penyerahan Sediaan Farmasi
Penyiapan dan penyerahan sediaan farmasi dilakukan melalui
beberapa prosedur yang meliputi :
i. Menyiapkan sediaan farmasi atau obat sesuai dengan permintaan
tertulis dari dokter (resep);
ii. Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok;
iii. Menyiapkan etiket sesuai lokasi tempat penggunaan obat, yakni
etiket putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar;
iv. Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara penggunaan
obat atau petunjuk serta informasi lain;
v. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);
vi. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
vii. Memeriksa identitas dan alamat pasien;
viii. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
ix. Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah disampaikan;
e. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan pelayanan pemberian
informaasi obat untuk mengatasi adanya ledakan informasi yang
berdampak pada makin kompleksnya pengobatan yang diberikan, dengan
tujuan agar pasien mendapat informasi praktis tentang obat dan
menambah pengetahuan obat bagi professional kesehatan. Adapun
prosedur dari Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara lain :
32

i. Farmasi/PIO memberikan jawaban pertanyaan tentang obat, baik


secara lisan maupun tertulis;
ii. Menyiapkan formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO);
iii.Mencatat semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan;
iv. Melengkapi pustaka tentang obat;
v. Membuat brosur tentang penggunaan obat secara praktis;
vi. Membuat bulletin tentang obat dan Drug Related Problem;
f. Konseling
Konseling adalah suatu proses pemberian informasi segala hal terkait
obat yang bertujuan membantu pasien dalam mengatasi masalah
penggunaan obat, sehingga pengobatan menjadi lebih rasional, aman,
efektif dan efisien. Adapun prosedur konseling yang meliputi :
i. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
dan menanyakan pertanyaan yang menyangkut obat;
ii. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat
tertentu;
iii.Melakukan verifikasi akhir dengan mengecek dan mengidentifikasi
serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan terapi;
iv. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu
pengobatan.
5. Depo Instalasi Bedah Sentral (IBS)
a. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi memerlukan penanganan yang
tepat sehingga mendukung pendistribusian yang tepat dengan tujuan
untuk menjaga agar kualitas perbekalan farmasi tetap bermutu baik dan
untuk mempercepat distribusi barang bagi tenaga medis dan sesuai
kebutuhan pasien. Penyimpanan perbekalan farmasi meliputi :
i. Penyimpanan menganut sistem kombinasi FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out).
33

ii. Untuk menjaga keamanan dan mutu perbekalan farmasi


penyimpanan dipisah-pisah sesuai dengan kategori/klasifikasi barang
yakni berdasarkan bentuk sediaan.
iii. Untuk menjaga stabilitas sediaan, penyimpanan dilakukan
berdasarkan suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan dibagi atas
beberapa kelompok, antara lain : Suhu dingin (2 oC sampai 8 oC)
untuk insulin dan suppositoria; Suhu sejuk (8 oC sampai 15 oC)
untuk tetes mata, tetes telinga dan injeksi; Suhu kamar (15 oC
sampai 30 oC) untuk sediaan padat, obat oral dan alkes.
iv. Sebagai peningkatan keamanan, penyimpanan dilakukan pada obat-
obat High Alert yaitu obat yang butuh kewaspadaan tinggi karena
dapat beresiko membahayakan pasien jika dengan penggunaan yang
salah atau pengelolaan yang kurang tepat, seperti obat sitostatika.
v. Berdasarkan sifat bahan, yakni pada bahan berbahaya dan beracun
(B3). B3 harus disimpan di area terpisah dan diberi symbol sesuai
klasifikasinya, seperti korosif, mudah meledak, beracun dan lain-
lain. Area penyimpanan B3 juga harus difasilitasi dengan alat
pengaman yang dapat meminimalisasi kerusakan apabila terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.
vi. Obat golongan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi juga
memerlukan penyimpanan khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah penyalahgunaan serta mampu menjaga mutu, khasiat dan
keamanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.
Berdasarkan Permenkes RI No.3 Tahun 2015 pasal 25 ayat 1 tentang
penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan narkotika, psikotropika
dan prekursor farmasi disebutkan bahwa persyaratan lemari
penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi adalah
sebagai berikut : Terbuat dari bahan yang kuat; Tidak mudah
dipindahkan dan mempunyai dua buah kunci yang berbeda; Harus
diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk instalasi
34

farmasi; Diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh


umum; Kunci lemari khusus dipegang oleh Apoteker penanggung
jawab atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.
b. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis. Pendistribusian
bertujuan agar tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan
secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Pendistribusian yang
dilakukan pada depo IBS yaitu hanya ke ruang operasi dan ruang ICU,
depo tersebut dilengkapi dengan dua jendela kecil dan jendela tersebut
tersambung dengan ruang ICU dan ruang operasi.
c. Pengkajian Resep
Pengkajian resep obat adalah suatu proses pengkajian permintaan
obat sebelum disiapkan dan diserahkan kepada pasien. Pengkajian resep
dilakukan untuk melihat kelengkapan persyaratan administrasi dan
persyaratan farmasi. Persyaratan administrasi meliputi : Nama, umur,
jenis kelamin dan berat badan pasien; Nama, no. izin, alamat dan paraf
dokter; Tanggal resep dan unit asal resep. Sedangkan persyaratan farmasi
meliputi : Bentuk dan kekuatan sediaan dosis dan jumlah obat; Kontra
indikasi dan efek samping obat.
d. Penyiapan dan Penyerahan Sediaan Farmasi
Penyiapan dan penyerahan sediaan farmasi dilakukan melalui
beberapa prosedur yang meliputi :
i. Menyiapkan sediaan farmasi atau obat sesuai dengan permintaan
tertulis dari dokter (resep);
ii. Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok;
iii. Menyiapkan etiket sesuai lokasi tempat penggunaan obat, yakni
etiket putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar;
35

iv. Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara penggunaan
obat atau petunjuk serta informasi lain;
v. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);
vi. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
vii. Memeriksa identitas dan alamat pasien;
viii. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;
ix. Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah disampaikan;
e. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan pelayanan pemberian
informaasi obat untuk mengatasi adanya ledakan informasi yang
berdampak pada makin kompleksnya pengobatan yang diberikan, dengan
tujuan agar pasien mendapat informasi praktis tentang obat dan
menambah pengetahuan obat bagi professional kesehatan. Adapun
prosedur dari Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara lain :
i. Farmasi/PIO memberikan jawaban pertanyaan tentang obat, baik
secara lisan maupun tertulis;
ii. Menyiapkan formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO);
iii.Mencatat semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan;
iv. Melengkapi pustaka tentang obat;
v. Membuat brosur tentang penggunaan obat secara praktis;
vi. Membuat bulletin tentang obat dan Drug Related Problem;
f. Konseling
Konseling adalah suatu proses pemberian informasi segala hal terkait
obat yang bertujuan membantu pasien dalam mengatasi masalah
penggunaan obat, sehingga pengobatan menjadi lebih rasional, aman,
efektif dan efisien. Adapun prosedur konseling yang meliputi :
i. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
dan menanyakan pertanyaan yang menyangkut obat;
ii. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat
tertentu;
36

iii.Melakukan verifikasi akhir dengan mengecek dan mengidentifikasi


serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan terapi;
iv. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu
pengobatan.
37

BAB IV
PEMBAHASAN
I. Masalah yang di Temukan
Adapun beberapa permasalahan yang didapatkan selama menjalani praktek
kerja lapangan (PKL) di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar yaitu:
1. Tidak adanya ruang khusus peracikan di Depo Rawat Inap
2. Penyimpanan obat yang tidak alfabetis
3. Sering terjadi kekosongan obat
4. Tidak sesuainya jumlah obat dan alat kesehatan di kartu stok dengan jumlah fisik
yang ada
II. Alternatif Pemecahan Masalah
Adapun alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan yaitu:
1. Sebaiknya pembangunan sarana dan prasarana lebih ditingkatkan untuk
menjamin mutu dan kemanan obat yang diracik, khususnya di Depo Rawat
Inap.
2. Penyusunan obat secara abjad akan lebih memudahkan pencarian obat dengan
memperhatikan penyimpanan untuk obat yang nama dan rupanya mirip atau
dikenal dengan istilah LASA (Look Alike Sound Alike).
3. Sebaiknya pengelolaan perbekalan farmasi lebih diperhatikan lagi untuk
mencegah terjadinya kekosongan di setiap Depo, agar pengobatan pada
pasien dapat maksimal.
4. Untuk mencegah ketidaksesuain pada kartu stok, sebaiknya setelah
melakukan pelayanan semua sediaan obat dan alkes di stok ulang kembali.

37
38

BAB V
KESIMPULAN
I. Kesimpulan
Pengelolaan Rumah Sakit Islam Faisal sebagian besar sudah sesuai dengan
peraturan yang berlaku (Permenkes RI No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
dan Permenkes RI No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit). Adapun bila ada ketidaksesuaian, hal tersebut pasti akan
berusaha dimaksimalkan oleh pihak Rumah Sakit.
II. Saran
1. Agar kekosongan obat di setiap Depo rumah sakit dapat diminimalisir,
sebaiknya pengelolaan perbekalan farmasi lebih di efisienkan lagi khususnya
pada bagian perencanaan dan pengadaan.
2. Sebaiknya untuk proses pendistribusian dari Gudang Farmasi ke tiap depo
dibuat tim khusus, agar lebih efektif.

38
39

DAFTAR PUSTAKA
Direktur Akfar yamasi. 2020. Panduan Pelaksanaan Praktek Kerja lapangan
2019/2020. Akfar Yamasi: Makassar

Direktur Umum RS Islam Faisal. 2017. Standar Prosedur Operasional. RS Islam


Faisal : Makassar

Mentri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan RI No.44/2009 Tentang


Rumah sakit. Dinkes: Jakarta.

Mentri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan RI No.72/2016 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Dinkes: Jakarta.

Rikomah, S., E. 2017. Farmasi Rumah Sakit. Deepublish : Yogyakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai