Jl. Raya Lawu No. 11, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
(20-21 November 2019)
[
T
y
p
e
Oleh:
a
Noer Sidqi Muhammadiy 192211101083
Dewi Khurmi Masito q 192211101084
Lilis Amongsari 192211101085
u
Eka Ayu Amaliyah 192211101086
o
Septi Sudianingsih t 192211101087
Achmad Syarifudin Noor 192211101088
e
S.Nadya Riskia R 192211101089
Rofiqoh Maulidah Sari f 192211101090
Elok Puspitasari r 192211101091
o
Pembimbing: Dr. Evi Umayah Ulfa,
m S.Si., Apt., M.Si.
t
h
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
e
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
d
2019 o
c
u
m
e
i
[
T
y
p
e
q
u
o
t
e
f
r
o
m
t
h
e
d
o
c
u
m
e
ii
PRAKATA
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan Laporan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar Penelitian Tanaman Obat dan Obat
Tradisional pada periode 20 – 21 November 2019 yang beralamat di Jalan Raya Lawu
KM.11, Tawangmangu. Kegiatan PKPA merupakan bagian dari prasyarat mahasiswa
tingkat profesi dalam memperolah gelar apoteker, sehingga dalam pelaksanannya
mahasiswa diharapkan mampu untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan
[
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.
T
Pelaksanaan kunjungan PKPA di B2P2TOOT dan pembuatan laporan ini tentunya
y
tidak akan terselesaikan tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak,
p
oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
e
1. Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan kegiatan kunjungan PKPA di B2P2TOOT dan laporan ini;
a
2. Ibu Lestyo wulandari, S. Si., M.Farm., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Jember;
q
3. Ibu Lidya Ameliana, S.Si., M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
u
Fakultas Farmasi Universitas Jember;
o
4. Ibu Dr. Evi Umayah Ulfa, S. Si., Apt., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja
t
Profesi Apoteker (PKPA) yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
e
memberikanbimbingan, petunjuk, dan nasihat;
5. Ibu dan Bapak pemateri serta fasilitator dari Balai Besar Penelitian dan
f
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional yang telah bersedia menerima
r
kami untuk mengetahui dan meningkatkan pemahaman di bidang pengobatan
o
tradisional;
m
6. Orang tua, saudara, keluarga, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
serta doa kepada kami sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini;
t
7. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Angkatan XI Fakultas
h
Farmasi Universitas Jember yang telah berjuang bersama dalam sukadan duka, serta
e
semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari jika masih ada banyak kekurangan dalam penulisan laporan
d
ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun daripara
o
c
u
m
e
iii
pembaca serta dari semua pihak. Semoga ilmu dan pengalaman yang telahkami peroleh
selama kunjungan PKPA di B2P2TOOT Tawangmangu dapat berguna bagi calon Apoteker
untuk terjun ke masyarakat dalam rangka pengabdian profesi dan laporan ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang pengobatan tradisional.
[
T Penulis
y
p
e
q
u
o
t
e
f
r
o
m
t
h
e
d
o
c
u
m
e
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
d
o
c
u
m
e
vi
DAFTAR TABEL
q
u
o
t
e
f
r
o
m
t
h
e
d
o
c
u
m
e
vii
DAFTAR LAMPIRAN
f
r
o
m
t
h
e
d
o
c
u
m
e
viii
[
RINGKASAN T
y
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu fakultas Farmasi
p
Universitas Jember dilaksanakan selama dua hari yaitu pada tanggal 20 dan 21
e
November 2019. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT). Kegiatan hari pertama berupa pemberian materi
a
saintifikasi jamu yang dilaksanakan mulai pukul 08.00 hingga pukul 15.00 WIB di Aula
B2P2TOOT. Kegiatan hari kedua yaitu kunjungan wisata ilmiah yang dilaksanakan di
q
Kebun Tanaman Obat Kalisoro dan Tlogodlingo, Museum Hortus Medicus, Etalase
u
tanaman obat, Klinik Rumah Riset Jamu Hortus medicus, Laboratorium Pasca Panen dan
o
Laboratorium Terpadu Tanaman Obat dan Obat Tradisional mulai pukul 08.00 hingga
t
pukul 15.00 WIB.
e
Materi yang disampaikan diantaranya adalah pengenalan profil B2P2TOOT,
pengenalan saintifikasi jamu, pengenalan tanaman obat, kontrol kualitas dalam
f
saintifikasi jamu, compounding and dispensing jamu, serta Komunikasi, Informasi, dan
r
Edukasi (KIE). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk pembuktian ilmiah berbagai
o
jenis jamu sehingga dapat menyediakan jamu yang berkhasiat, aman, bermutu serta
m
dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan. Ramuan jamu dan jamu yang ditemukan
dan digunakan secara empiris akan diobservasi, lalu dilanjutkan dengan pengujian pre-
t
klinik, uji klinik fase 1 hingga fase 3. Selain itu juga dilakukan pengujian bentuk sediaan
h
yang berupa ekstrak, rebusan maupun kapsul dengan melihat kandungan zat aktif, uji
e
pra-klinik, dan uji klinik. Formula jamu saintifik dari B2P2TOOT yang telah resmi
dipublikasikan ada sebanyak 11 formula jamu.
d
o
c
u
m
e
ix
d
o
c
u
m
e
x
[
T
y
p
e
q
u
o
t
e
f
r
o
m
t
h
e
d
o
c
u
m
e
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan PKPA di B2P2TOOT adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui seluruh proses pelaksanaan saintifikasi jamu dari hulu ke hilir di
B2P2TOOT Tawangmangu.
2. Mengetahui peran apoteker dalam pelaksanaan program saintifikasi jamu dari
hulu ke hilir di B2P2TOOT Tawangmangu.
3. Mengetahui keberagaman dan khasiat tanaman obat yang ada di B2P2TOOT
Tawangmangu. [
T
1.3 Manfaat y
p
Adapun manfaat yang dapat diperoleh pelaksanaan PKPA di B2P2TOOT adalah
sebagai berikut : e
f
r
o
m
t
h
e
d
o
c
u
m
e
1
BAB 2 PELAKSANAAN
2.2 Peserta
Peserta dalam kegiatan PKPA Saintifikasi Jamu di B2P2TOOT adalah Mahasiswa
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jember angkatan XI.
ada kebun etalase tanaman obat yang di dalamnya sekitar 800 spesies tanaman obat
dari berbagai daerah.
Tahapan budidaya meliputi pemilihan lokasi penanaman, penyimpanan lahan,
penyimpanan bibit, proses penanaman, dan pemeliharaan. Tanaman obat dipanen pada
saat tanaman memiliki kandungan senyawa aktif optimal yang diperoleh pada umur
tanaman dan waktu tertentu. Pasca panen merupakan suatu tahapan penting untuk
menyediakan bahan baku jamu yang berkualitas terutama untuk menjamin
keseragaman senyawa aktif, keamanan dan khasiat produk. Pengolahan pasca panen
tanaman obat merupakan suatu perlakuan yang diberikan pada hasil panen hingga
produk siap dikomsumsi atau menjadi simplisia bahan baku jamu yang terstandar.
Proses pasca panen harus dilakukan dengan prosedur yang benar agar memenuhi
standar kualitas jamu yang diinginkan. Proses pasca panen meliputi pengumpulan
bahan, sortasi basah, penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering,
pengemasan dan penyimpanan.
B2P2TOOT didukung dengan adanya laboratorium terpadu yang diresmikan
menteri kesehatan pada tanggal 25 Agustus 2010. Balai Besar terus melakukan
penelitian dan pengembangan untuk mengetahui khasiat dan keamanan jamu hingga
menghasilkan formula jamu terstandar dan tanaman obat terstandar. Pada tahun 2007,
balai besar merintis klinik jamu yang dinamakan Hortus Medicus. Saat itu jumlah pasien
yang dilayani kurang dari 10 orang/hari. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan
nomor 003 tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam penelitian berbasis pelayanan
kesehatan, Balai Besar mengembangkan hortus medicus menjadi Klinik Saintifikasi Jamu
yang diresmikan Ibu Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, Sp. A dengan nama Rumah
Riset Hortus Medicus. Kini, jumlah pasien mencapai 130 orang lebih per hari. Program
Saintifikasi Jamu merupakan penelitian berbasis pelayanan untuk memberikan bukti
ilmiah jamu yang aman, bermutu, serta berkhasiat. Sehingga dapat dimanfaatkan dalam
pelayanan kesehatan formal.
Jamu yang digunakan merupakan simplisia dan ekstrak tanaman obat yang telah
diuji keamanan dan khasiatnya melalui uji praklinik dan observasi klinik. Rumah riset
jamu hortus medicus yang dilengkapi dengan laboratorium pemeriksaan, rawat inap,
kebun sayur organik dan foot therapy. Saat ini Rumah Riset Jamu Hortus Medicus
didukung oleh delapan dokter yg merangkap peneliti, tiga apoteker yang
berpengalaman dalam formulasi tanaman obat, asisten apoteker, perawat, analis
7
kesehatan, dan gizi. Dalam proses saintifikasi jamu, dokter dan apoteker sekaligus
peneliti merupakan komponen utama yang harus memiliki kompetensi diantaranya
kemampuan dan keterampilan yang memadai mengenai jamu, standar pelayanan serta
metodologi dan ethical penelitian. Hal tersebut ditetapkan dalam penelitian Saintifikasi
Jamu untuk dokter dan apoteker.
Balai Besar membuka wisata kesehatan jamu yang dikemas secara edukatif dan
rekreatif untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap pemanfaatan jamu yang
aman dan berkhasiat, serta pelestarian tanaman obat. Selain itu, untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat, Balai Besar juga melakukan pembinaan petani, penyuluhan
pasien, pameran serta wisata kesehatan jamu. Adapun fasilitas lain yaitu museum
hortus medicus, museum herbarium, perpustakaan, ruang sinema fitomedika, dan
gedung herbarium tawangmanguensis.
dengan tipe A, griya jamu, laboratorium klinik, USG, EKG, stone therapy, dan kebun
sayur organik. Sumber daya manusia di rumah riset jamu “Hortus Medicus” terdiri dari:
a. 8 orang Dokter dengan kompetensi saintifikasi jamu
b. 3 orang Apoteker dengan kompetensi saintifikasi jamu
c. 6 orang Ahli madya (D3) farmasi
d. 4 orang perawat
e. 2 orang analis kesehatan
f. 3 orang petugas pendaftaran
g. 2 orang petugas medical record
h. 1 orang ahli gizi
Dalam pelaksanaannya, terdapat 4 kegiatan utama yang dilakukan di rumah riset
jamu “Hortus Medicus”, yaitu:
a. Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk pembuktian ilmiah berbagai jenis
jamu sehingga dapat menyediakan jamu yang berkhasiat, aman, bermutu serta dapat
digunakan dalam pelayanan kesehatan dengan berlandaskan Permenkes 003 tahun
2010 tentang saintifikasi jamu. Selain itu, dengan adanya penelitian, akan mendapatkan
jejaring peneliti dan melaksanakan pelayanan jamu, serta memberikan landasan ilmiah
(evidence based) penggunaan jamu, sehingga perlu pembuktian ilmiah dalam
penelitiannya. Penelitian yang dilakukan dijelaskan pada alur yang tertera pada gambar
3.1.
Ramuan jamu dan jamu yang ditemukan dan digunakan secara empiris akan
diobservasi, lalu dilanjutkan dengan pengujian pre-klinik, uji klinik fase 1 hingga fase 3.
Selain itu juga dilakukan pengujian bentuk sediaan yang berupa ekstrak, rebusan
maupun kapsul dengan melihat kandungan zat aktif, uji pra-klinik, dan uji klinik. Saat ini,
9
terdapat 11 formula jamu saintifik dari B2P2TOOT yang telah resmi dipublikasikan,
antara lain:
1) Jamu saintifik untuk asam urat
2) Jamu saintifik untuk tekanan darah tinggi
3) Jamu saintifik untuk radang sendi
4) Jamu saintifik untuk kolesterol tinggi
5) Jamu saintifik untuk wasir
6) Jamu saintifik untuk gangguan fungsi hati
7) Jamu saintifik untuk gangguan lambung
8) Jamu saintifik untuk penurun kadar gula darah
9) Jamu saintifik untuk berat badan
10) Jamu saintifik untuk batu saluran kemih
11) Jamu saintifik untuk kebugaran jasmani
b. Pelayanan
Pelayanan yang dilaksanakan di klinik “Hortus Medicus” berorientasi penelitian,
dimana data yang didapat selalu dicatat atau direkam untuk mendapatkan data yang
banyak, dan selanjutnya akan diproses. Praktek di klinik “Hortus Medicus” memiliki
ruang lingkup yang terdiri dari:
1) Pendaftaran dan rekam medis
Untuk pendaftaran pasien terbagi menjadi informed consent, request consent, dan
pasien umum (jamu registry) atau sebagai subjek penelitian.
2) Pemeriksaan dokter
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan darah, diagnosis, hingga terapi jamu dan adanya
konsultasi terkait gizi.
c. Pelatihan
Pelatihan yang dilakukan oleh B2P2TOOT adalah pelatihan untuk dokter
saintikasi jamu, pelatihan untuk apoteker saintifikasi jamu, serta magang atau praktik
mahasiswa. Dengan adanya pelatihan ini akan yang memberikan kesempatan sebesar-
besarnya untuk mengenal saintifikasi jamu.
d. Wisata ilmiah
10
Masing-masing famili tanaman obat di tabel 3.1 memiliki ciri khasnya tersendiri,
antara lain:
a. Famili Zingiberaceae/Empon-empon memiliki ciri utama yaitu, merupakan habitus
terna sampai semak semusim atau menahun, tumbuhan berkeping biji tunggal
(monokotil), memiliki akar rimpang, aromatis, dikenal sebagai bumbu dan rempah.
11
Contoh tanaman obat famili Zingiberaceae adalah, Zingiber officinale Roscoe (Jahe),
Alpinia galanga (L.) Willd. (Lengkuas), Kaempferia galanga L. (Kencur), Curcuma
domestica Val. (Kunyit),
b. Famili Apiaceae memiliki ciri utama yaitu, merupakan tumbuhan semusim dan
menahun, habitus terna hingga semak, dapat tumbuh di dataran rendah hingga
tinggi, memiliki daun majemuk dengan pangkal daun bercuping, memiliki bunga
majemuk bentuk payung kecil berbilangan 5 dengan daun kelopak kadang bertoreh
serta daun mahkota ujungnya melengkung ke dalam, dan sebagian famili jenis ini
aromatis. Contoh tanaman obat famili Apiaceae adalah Apium graveolens L. (Seledri),
Centella asiatica (L.) Urb. (Pegagan), Daucus carota L. (Wortel), dan Foeniculum
vulgare Mill. (Adas).
c. Famili Lamiaceae memiliki ciri utama sebagai tumbuhan menahun, aromatis, memiki
batang berbentuk segi empat, jarang silindris, serta berkelenjar, memiliki bunga
zigomorf, memiliki daun bersilang-berhadapan dengan tepi daun umumnya bergerigi,
bergigi atau beringgit, berkelenjar, memiliki putik berjumlah 2 daun buah. Contoh
tanaman obat pada famili Lamiaceae adalah Mentha crispa L. (Daun Mint), Ocimum
basilicum L. (Kemangi), dan Orthosiphon aristatus (Bl.) Miq. (Kumis Kucing).
d. Famili Myristicaceae memiliki ciri utama, yaitu pohon dengan getah berwarna
kemerahan, daunnya umumnya pedas, mengkilap, dan aromatik, memiliki bunga
berukuran kecil yang harum dengan 3-5 tepal, memiliki buah berbentuk kapsul
dengan biji tunggal di dalamnya. Contoh tanaman obat famili Myristicaceae adalah
Myristica fragrans (Pala).
e. Famili Piperaceae adalah tanaman obat yang memiliki ciri spesifik terlihat pada
Perawakan terna atau perdu, memiliki daun tunggal, duduk tersebar atau berkarang,
memiliki bunga majemuk untai, ukuran kecil, tanpa tenda bunga. Contoh tanaman
obat famili Piperaceae adalah Piper betle L. (Sirih), Piper nigrum L. (Lada), dan Piper
retrofractum Vahl (Cabe Jawa).
f. Famili Fabaceae memiliki ciri utama yaitu, tmemiliki daun yang umumnya majemuk,
duduk daun tersebar, serta terdapat daun penumpu, memiliki bunga majemuk yang
umumnya tandan. Contoh tanaman obat famili Fabaceae adalahTamarindus indica L.
(Asam Jawa), Abrus precatorius L. (Saga), dan Caesalpinia sappan L. (Secang).
g. Famili Apocynaceae memiliki ciri utama yaitu, pohon atau liana menahun, tumbuhan
berkayu dengan getah berwarna putih susu, memiliki daun tunggal dengan letak
12
purpurea), Lidah Buaya (Aloe vera L.), Trawas (Litsea odorifera Val.), Kranji
(Milletia pinnata), Kluwak (Pangium edule), Lerak (Sapindus rarak), Ashitaba
(Angelica keiskei).
Bibit yang disiapkan harus memenuhi kriteria sehat dan seragam dalam ukuran
dan umur. Lalu, disiapkan lubang tanam dalam larikan atau guludan. Bibit dimasukkan
kedalamnya dan kemudian ditutup dengan tanah sambil dipadatkan agar bibit tidak
goyah dan tumbuh dengan baik.
d. Jarak tanam
Jarak tanam antar tanaman obat dapat mempengaruhi kualitas pertumbuhan
hasil budidaya. Oleh karena itu, perlu memperhatikan populasi tanaman serta efisiensi
zat hara, cahaya, dan air yang digunakan. Selain itu, faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam menentukan jarak tanam yaitu tingkat kesuburan tanah, Jenis tanaman, dan
tingkat kemiringan lahan.
e. Pemberian naungan (penutup atas tanaman)
Tanaman obat membutuhkan cahaya matahari dengan intensitas tertentu untuk
aktivitas fotosintesis. Dimana, intensitas cahaya matahari yang optimal mendapatkan
hasil budidaya dengan produktivitas optimal pula. Untuk meningkatkan produktivitas
yang optimal, perlu adanya pemberian naungan. Namun, hanya beberapa tanaman obat
budidaya yang memerlukan naungan agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu kumis
kucing, keji beling, dan kapulogo.
f. Pemeliharaan
Beberapa hal yang dilakukan dalam proses pemeliharaan tanaman budidaya
yaitu pemupukan untuk meningkatkan kesuburan, irigasi dan drainase sesuai kebutuhan
tanaman, pendangiran (penggemburan lahan saat kondisi tanah semakin mampat dan
memperbaiki bedengan/kerusakan tanah karena erosi), penyiangan untuk
membersihkan rumput pengganggu/gulma, penyulaman terhadap tanaman yang tidak
tumbuh pada lahan, serta pengendalian hama dan penyakit (Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, 2015).
Bahan simplisia yang dianggap sudah bersih, ditiriskan pada rak-rak yang telah
diatur sedemikian rupa (sesuai SOP). Proses penirisan dilakukan pada ruangan dengan
aliran udara cukup dan tidak terkena sinar matahari langsung untuk menghindari
terjadinya fermentasi dan pembusukan. Proses ini dilakukan untuk mengurangi
kandungan air pada bahan simplisia.
d. Pengubahan bentuk (perajangan)
Terdapat beberapa bahan simplisia yang perlu dilakukan proses pengubahan
bentuk untuk memudahkan dalam proses selanjutnya (seperti proses pengeringan,
penggilingan, pengemasan, dan penyimpan), memperbaiki tampilan fisik, memenuhi
standar kualitas, serta mempertimbangkan aspek kepraktisan dan ketahanan simplisia
dalam proses penyimpanan. Ukuran ketebalan pada tiap bahan simplisia perlu
diperhatikan, karena jika terlalu tipis dapat menyebabkan senyawa yang ada dalam
bahan simplisia akan berkurang/hilang, seperti pada minyak atsiri. Beberapa bahan
simplisia yang dapat dilakukan pada proses perajangan yaitu simplisia kulit batang,
rimpang, akar, batang, umbi, kayu, bunga, dan daun.
e. Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada simplisia agar
tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Proses ini dapat
dilakukan secara alamiah dengan menggunakan matahari langsung atau diangin-
anginkan. Pada pengeringan alami, ruangan dibuat berkaca tertutup dengan sekat. Hal
ini dilakukan karena kondisi curah hujan yang cukup tinggi pada wilayah B2P2TOOT.
Selain itu, proses pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan uap panas,
oven, atau alat pengering yang sesuai. Tiap simplisia memiliki waktu pengovenan yang
berbeda-beda. Seperti pada simplisia kunyit, pengovenan dilakukan lebih lama
dibandingkan dengan simplisia lainnya.
f. Sortasi kering
Proses ini dikerjakan secara manual. Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan
simplisia yang telah sesuai standar dengan simplisia yang belum kering dan juga bahan
asing yang masih terbawa pada simplisia.
g. Pengemasan dan pemberian label
Proses ini bertujuan untuk melindungi simplisia dari gangguan pada proses
selanjutnya (seperti penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi). Kemasan tiap simplisia
disesuaikan berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan. Simplisia yang telah
19
memenuhi standar kualitas, dimasukkan kedalam plastik dan divakum. Lalu, dilakukan
porses pelabelan yang meliputi nama ilmiah tanaman, asal bahan (lokasi kebun
budidaya), tanggal panen, tanggal simpan, berat/bobot, dan status kualitas simplisia.
Jika klinik membutuhkan, simplisia yang telah dikemas dan diberi label akan
didistribusikan ke klinik.
h. Penyimpanan
Simplisia yang telah melewati semua tahapan disimpan dalam gudang yang
telah diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan
kandungan sesuai dengan standar mutu. Proses penyimpanan dilakukan untuk menjaga
simplisia selalu ada saat diperlukan. Sistem penyimpanan dalam gudang B2P2TOOT
menggunakan sistem FIFO (First in First out) dimana simplisia yang diambil dan
digunakan terlebih dulu adalah simplisia yang disimpan lebih dulu dalam gudang (Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, 2015).
infundasi. Sedangkan kegiatan destilasi yang dilakukan pada suatu tanaman obat yaitu
destilasi sederhana (destilasi air). Contoh kegiatan pada laboratorium ini yaitu, suatu
simplisia tanaman obat dilarutkan dalam pelarut tertentu (seperti etanol, mso, dcm).
Kemudian simplisia tersebut dimasukkan kedalam corong pemisah untuk didapatkan
ekstraknya. Ekstrak kemudian dianalisis menggunakan KLT untuk melihat kandungan
(seperti asiatikosidan pegagan, kurkumin, dll) yang ada didalamnya.
Selain fungsi utama sebagai tempat pembuatan sediaan galenika, laboratorium
ini juga berfungsi untuk kegiatan pengujian kualitas (QC/Quality Control) dan untuk
kegiatan pendampingan mahasiswa yang sedang magang/PKL.
c. Laboratorium Benih dan Pembibitan
Kegiatan primer yang dilakukan dalam laboatorium ini yaitu skrinning fitokimia
tanaman obat, pengujian kontrol kualitas (Quality Control/QC) bahan jamu, serta KLT
(kromatografi lapis tipis) ekstrak ramuan jamu dan minyak atsiri. Selain itu, laboratorium
ini juga digunakan sebagai tempat pendampingan PKL dan magang mahasiswa institusi
pendidikan.
f. Laboratorium Instrumen
23
Laboratorium ini merupakan tempat yang berfungsi untuk Quality Control (QC)
pada bahan jamu, memeriksa sampel dan kandungan senyawa penanda/aktif (kontrol
kualitas dan kandungan kimia simplisia), serta melakukan pendampingan pada kegiatan
PKL/magang.
g. Laboratorium Formulasi
h. Laboratorium Mikrobiologi
24
j. Laboratorium Biomolekuler
25
pengontrolan dikarekan air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba.
Metode yang digunakan yaitu menggunakan destilasi dengan pelarut toluena/heksana.
Secara umum syarat kadar air <10%. Untuk mengetahui cemaran mikroba sebagai
parameter keamanan maka dilakukan pemeriksaan mikrobiologi. Nilai rujukan yang
dilihat adalah angka jamur (AJ) yaitu maksimal 1x104 (sediaan rajangan dan sediaan
jadi); angka lempeng total (ALT) yaitu maksimal 1x107(sediaan rajangan) dan maksimal
1x106 (sediaan jadi); mikrobiologi patogen yaitu negatif; dan aflatoksin dengan nilai
maksimal 300 ppm. Namun di B2P2TOOT untuk identifikasi mikrobiologi patogen dan
aflatoksin tidak dilakukan.
Kadar abu merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kadar
senyawa pengotor yang terkandung seperti kandungan mineral yang terkait cemaran
logam berat. Kadar abu menjadi indikator derajat kebersihan terhadap penanganan
simplisia. Di B2P2TOOT untuk pengujian kadar abu jarang dilakukan atau hanya berupa
sampling saja.
Untuk mengetahui zat aktif/ marker simplisia digunakan pengujian
menggunakan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). FTIR digunakan dalam
identifikasi senyawa khususnya senyawa organik baik secara kualitatif dan kuantitatif.
Selain untuk mengetahui kadar zat aktif, FTIR juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa. Analisis dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu
dengan melihat puncak-puncak spesifik yang menunjukkan jenis gugus fungsional yang
dimiliki oleh senyawa tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan senyawa standar yang dibuat spektrumnya pada berbagai variasi
konsentrasi.
asisten apoteker yang membantu peracikan jamu dan tenaga kesehatan penunjang
lainnya serta tenaga administrasi. Dari sisi ketenagakerjaan dapat disimpulkan bahwa
Rumah Riset Jamu Hortus Medicus B2P2TOOT memenuhi ketentuan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Sisi fasilitas di Rumah Riset Jamu meliputi klinik saintifikasi jamu tipe A; griya
jamu; laboratorium klinik, USG, EKG; stone therapy, kebun sayur organik. Kegiatan yang
dilakukan di RRJ meliputi penelitian, pelayanan, pelatihan dan wisata ilmiah. Desain
penelitian di RRJ Hortus Medikus B2P2TOOT Tawangmangu sejak tahun 2010 dilakukan
dengan menggunakan pre-post design. Penelitian lainnya dilakukan dengan design uji
klinik multi center. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dengan obat
standar. Penelitian dengan design ini dilaksanakan di pakterk dr SJ alumni pelatihan 50
jam sejak tahun 2012.
Parameter penelitian klinik jamu meliputi safety atau keamanan untuk pasien
dengan penyakit darah, fungsi hati, fungsi ginjal dan SAE. Efficacy dilihat dari kesesuaian
hasil yang diteliti dari kuantitatif dan kualitatif. Parameter PRO atau (Patient Report
Outcome) merupakan parameter yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien.
Pelayanan yang dilakukan di klinik SJ terdiri dari pendaftaran dan rekam medik,
pemeriksaan dokter dan pemeriksaan penunjang. Pada bagian pendaftaran pasien
mengisi inform concern, request consent, dan dibedakan antara pasien umum dan
pasien subjek penelitian. Pada bagian rekam medik pengisian yang dikerjakan dilakukan
sama seperti rekam medik konvensional, dan dilengkapi dengan paraf dan inisial dokter
pemeriksa. Isi dari rekam medik meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, hasil
pemeriksaan, diagnosis, dan jamu sebagai terapi yang diberikan. Pemeriksaan yang
dilakukan berupa pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (kimia darah, USG, EKG),
diagnosis, dan pemberian terapi jamu dan konsultasi gizi.
Penulisan resep dokter pada klinik dilakukan dengan 2 model, yaitu penulisan
lengkap dan penulisan menggunakan koding (diagnosa dan derajat keparahan). Untuk
contoh penulisan resep dapat dilihat pada Gambar 3.6.
28
Gambar 3. 14 Contoh Penulisan Resep (dokumen presentasi Quality Control oleh dr.
Fajar Novianto)
Penulisan resep oleh dokter saintifikasi jamu berbeda dengan penulisan resep
oleh dokter pada umumnya. Perbedaan penulisan resep oleh dokter saintifikasi jamu
terletak pada permintaannya (R/) dimana resep dokter saintifikasi jamu ditulis menulis
penyakit yang diderita oleh pasien, sehingga perlu diterjemahkan oleh apoteker untuk
mendapatkan jamu yang sesuai dengan jenis penyakit yang diderita pasien. Racikan
jamu yang dibuat dan diserahkan kepada pasien berupa campuran simplisia yang
penggunaannya dengan cara direbus dan kapsul. Pasien yang tidak menyukai
penggunaan dalam bentuk rebusan simplisia karena rasanya terlalu pahit dan tidak
30
boleh diberikan gula sebagai pemanis, maka akan diberikan dalam bentuk kapsul berisi
simplisa dengan dosis yang telah disesuaikan.
R/
AAI
DC
Gastritis
MR
HT
Gambar 3. 16 Contoh Resep Jamu di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus (dokumen
presentasi Compounding dan Dispensing oleh Saryanto, S. Farm., Apt)
Berdasarkan contoh resep diatas maka, hal pertama yang dilakukan oleh
apoteker yaitu menginterpretasikan resep yang berisi diagnosis dokter ke formula jamu
saintifik yang sudah tersedia, kemudian apoteker menyiapkan ramuan dari beberapa
penyakit tersebut. Dari contoh resep diatas maka dapat diinterpretasikan kedalam
ramuan jamu saintifik.
Resep tersebut terdiri dari Analgesik, Antiinflamasi, Imunomodulator/AAI
(rimpang temulawak 5 g, rimpang kunyit 4 g dan herba meniran 3 g), Gastritis (Rimpang
kunyit 7 g, rimpang jahe 7 g, herba sembung 7 g, biji jinten hitam 2 g), Hipertensi atau
HT (Herba seledri 15 g, herba pegagan 9 g, daun kumis kucing 9 g, rimpang temulawak 9
grimpang kunyit 9 g, herba meniran 9 g), Decompensasi Codis/DC (daun digitalis 0,3 g),
Muscle Relaxan/MR (daun pegagan 3 g). setelah apoteker menginterpretasikan kedalam
formula jamu selanjutnya menyiapkan kebutuhan dari setiap formula jamu. Pasien akan
menerima 5 bungkus kemasan primer dan dimasukkan kedalam kemasan sekunder
berupa tas dengan masing-masing tas berisi 30 bungkus simplisia untuk kebutuhan
selama satu bulan.Pada saat penyerahan jamu kepada pasien apoteker menjelaskan
mengenai informasi dan edukasi diantaranya cara penyiapan jamu untuk dikonsumsi,
cara penyimpanan, lama penyimpanan, efek samping jamu, cara mengatasi efek
samping jamu dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan jamu yang diterima oleh
pasien. Cara penyiapan jamu tertera dalam sub bab 3.9. Cara penyiapan jamu yaitu
setiap hari 1 kemasan pada masing-masing sedian jamu formula, bahan jamu di rebus
31
menjadi satu dalam panci yang disarankan dalam sub bab 3.9 daan ditutup dengan
penutup selama perebusan agar minyak atsiri dari sediaan simplisia jamu tidak hilang.
Formula jamu saintifik memiliki berbagai macam simplisia yang meliputi bahan
aktif utama, pendukung, stabilisator, tambahan pemanis, aroma, pewarna dan
pensuspensi. Sampai saat ini terdapat 11 formula jamu saintifik yang telah dileuarkan
oleh B2P2TOOT melalui hasil riset berkelanjutan di klinik RRJ Hortus Medicus.
rata-rata pasien dengan kondisi penyakit kronis yang perlu pengobatan jangka Panjang.
Obat yang diserahkan kepada pasien berupa jamu dalam bentuk simplisia dan/atau
kapsul, hal ini karena penyerahan kepada pasien untuk penggunaan dalam jangka yang
cukup lama yaitu sekitar 30 hari. Sehingga untuk mencegah terjadinya kontaminasi jamu
diserahkan dalam bentuk simplisia dan/atau kapsul yang berisi simplisia tanaman obat.
Hal-hal yang perlu disampaikan waktu kegiatan KIE pada saat penyerahan
racikan jamu kepada pasien dan/atau keluarga pasien meliputi aturan pakai, cara
pemakaian, cara penyiapan jamu, penyimpanan, komposisi, khasiat dan kemungkinan
efek samping yang dapat timbul dari penggunaan jamu tersebut.
Salah satu bagian paling penting dalam penyampaian KIE yaitu cara penyiapan
ramuan jamu rebusan kepada pasien sebagai berikut:
a. Air sebanyak 5 gelas belimbing dimasukkan kedalam panci berbahan inert (tanah
liat, keramik atau stainless steel). Penggunaan panci berbahan besi dan alumunium
dihindari karena dapat menyebabkan interaksi dengan senyawa kimia yang ada
pada sediaan jamu ketika direbus. Pada kondisi panas bahan besi atau alumunium
panci akan membentuk senyawa kompleks khelat dengan gugus hidroksi karbonil
dari senyawa kimia yang ada pada jamu, hal ini menyebabkan senyawa kimia akan
kehilangan efek farmakologisnya karena strukturnya yang telah berubah. Alas an
lain penggunaan panci dengan bahan inert yaitu ketika perebusan air akan
mencapai suhu 90 OC dengan stabil, hal ini sesuai dengan proses infusa yang harus
mencapai suhu itu dengan stabil dan menyebabkan senyawa aktif obat dapat
terekstraksi secara optimal.
b. Air di rebus dengan api stabil untuk mencapai kondisi mendidih (suhu 90 oC).
Setelah air mendidih, racikan jamu dimasukkan dan rebus selama 15 menit (sampai
tersisa ± 3 gelas dengan nyala api kecil dengan sesekali diaduk). Apabila pasien
bingung mengenai seberapa banyak 3 gelas tersebut, disarankankan untuk
mengukur terlebih dahulu sebelum melakukan perebusan dengan air 3 gelas,
kemudian ditandai batasnya. Untuk ramuan jamu yang mengandung senyawa
mudah menguap seperti minyak atsiri, saat perebusan ditutup dengan tutup panci.
Agar senyawa dari tanaman dalam ramuan tersebut tidak hilang.
c. Setelah dilakukan perebusan selama 15 menit api dimatikan dan rebusan didamkan
sampai hangat atau dingin (tetap ditutup rapat).
d. Rebusan kemudian disaring dan dibagi dalam 3 gelas
33
e. Rebusan ramuan jamu disimpan dalam suhu ruang atau lemari pendingin dalam
kondisi tertutup rapat.
f. Rebusan ramuan jamu diminum 3 kali sehari 1 gelas.
g. Informasi mengenai penyimpanan ramuan jamu harus tersedia didalam kemasan
ramuan jamu yang diserahkan kepada pasien. Adapun informasi mengenai
penyimpanan yang dapat dicantumkan didalam kemasan ramuan jamu yaitu jamu
harus disimpan di tempat kering atau tidak lembab, tidak terkena cahaya matahari
langsung, tidak menyentuh tembok, tidak ditaruh diatas lantai langsung, sebisa
mungkin terhindar dari jangkauan anak ataupun binatang. Maksimal masa
penyimpanan yaitu selama 1 bulan dari waktu penyerahan di griya jamu, apabila
telah melewati batas tersebut tidak dianjurkan dikonsumsi. Setelah kegiatan KIE
kepada pasien dan/atau keluarga pasien selanjutnya apoteker memiliki tugas
memonitor terapi pada pasien. Monitoring dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan secara anamnesis kepada pasien saat pasien kontrol di klinik jamu RRJ
Hortus Medicus pada kunjungan berikutnya. Monitoring dilakukan secara pro aktif
dengan follow up melalui catatan rekam medis lengkap dan mengenjurkan pasien
untuk melakukan pemeriksaan penunjang. Monitoring lainnya yaitu efek samping
jamu yang dicatatan di formulir monitoring efek samping jamu (MESJA) (Lampiran
1).
Museum Jamu Hortus Medicus terdiri dari beberapa ruangan, yaitu sebagai
berikut:
1. Ruang Utama
Pada ruang utama Museum Jamu terdapat alur saintifikasi jamu, atlas tumbuhan
obat yang terdapat di Indonesia, peralatan tradisional pembuatan jamu, serta gambar
pembuatan jamu. Pada gambar alur saintifikasi jamu, terdapat proses dari mulai
pembibitan; penanaman; pemanenan; perlakuan di laboratorium pasca panen;
perlakukan di laboratorium uji angka jamur, angka lempeng total, serta uji kandungan
kimia; setelah itu proses pembuatan ramuan dan penyerahan pada pasien.
2. Ruang Bahan Baku
Di dalam ruang bahan baku, terdapat koleksi simplisia dan material bahan baku
obat tradisional.
3. Ruang Seni dan Alat
Pada ruang seni dan alat, terdapat koleksi alat pengobatan tradisional serta
tradisi dan adat istiadat dari nusantara.
4. Ruang Produk Jamu
Terdapat koleksi ASEAN herbal medicine (produk obat tradisional dari negara
anggota ASEAN) dan jamu yang berasal dari Indonesia.
5. Ruang Naskah
Terdapat berbagai macam naskah kuno yang terkait dengan jamu.
6. Ruang Prestasi
Pada ruang ini, terdapat buku terbitan B2P2TOOT serta foto maupun
dokumentasi berbagai macam kegiatan pada B2P2TOOT.
35
Etalase tanaman obat merupakan kebun koleksi tanaman obat milik B2P2TOOT
yang berada di Desa Kalisoro, Kec.Tawangmangu, Karanganyar-Jawa Tengah. Lokasi
kebun tersebut tepat di depan Klinik Saintifikasi Jamu “ Rumah Riset Jamu Hortus
Medikus” dengan luas 3.505 m2 dan pada ketinggian 1.200 mdpl. Selain sebagai kebun
koleksi tanaman obat, etalase tanaman obat dapat dijadikan sebagai wisata ilmiah
tanaman obat. Pengunjung dapat berjalan-jalan dan menemukan berbagai jenis
tanaman obat dari berbagai daerah di Indonesia. Tanaman tersebut merupakan hasil
budidaya pihak B2P2TOOT serta beberapa berasal dari kebun tanaman obat lainnya
yang dimiliki B2P2TOOT.
Koleksi tanaman obat yang terdapat di etalase tanaman obat berjumlah lebih
dari 600 jenis tanaman. Setiap tanaman yang berada di etalase tanaman obat
dilengkapi dengan papan penanda berisi nama lokal, nama ilmiah, serta kegunaan
tanaman. Beberapa contoh koleksi yang terdapat di etalase ini antara lain Ekinase
(Echinacea purpurea), Lidah Buaya (Aloe vera L.), Trawas (Litsea odorifera Val.), Kranji
36
(Milletia pinnata), Kluwak (Pangium edule), Lerak (Sapindus rarak), Ashitaba (Angelica
keiskei), dan Stevia (Stevia rebaudiana) (B2P2TOOT, 2016).
BAB 4. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan PKPA di Balai Besar Pengembangan dan
Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu pada tanggal
20-21 November 2019 dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Proses saintifikasi jamu dari hulu ke hilir meliputi proses budidaya tanaman obat,
pengadaan atau produksi bahan jamu, standarisasi bahan jamu, distribusi bahan
jamu, formulasi, hingga melakukan pelayanan kefarmasian yaitu compounding and
dispensing jamu serta KIE kepada pasien.
b. Apoteker pada pelaksanaan saintifikasi jamu memiliki peran dan tanggung jawab
dari hulu ke hilir meliputi proses budidaya tanaman obat, pengadaan atau produksi
bahan jamu, standarisasi bahan jamu, distribusi bahan jamu, formulasi, hingga
melakukan pelayanan kefarmasian yaitu compounding and dispensing jamu serta
KIE kepada pasien.
c. Tanaman berkhasiat dilakukan penelitian di Ristoja. Ramuan jamu dan jamu yang
ditemukan dan digunakan secara empiris akan diobservasi, lalu dilanjutkan dengan
pengujian pre-klinik, uji klinik fase 1 hingga fase 3. Selain itu juga dilakukan
pengujian bentuk sediaan yang berupa ekstrak, rebusan maupun kapsul dengan
melihat kandungan zat aktif, uji pra-klinik, dan uji klinik.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil pelaksanaan PKPA di B2P2TOOT
Tawangmangu adalah sebagai berikut :
a. Hendaknya kegiatan PKPA dilaksanakan pada waktu yang cukup dan sesuai dengan
kondisi di lapangan sehingga mahasiswa dapat lebih mengamati dan memahami
seluruh kegiatan di B2P2TOOT terutama peran Apoteker di Klinik Rumah Riset
Jamu.
38
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2015. Rencana Aksi Program Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta : Depkes RI.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2015. Jamu dan Kesehatan Edisi II.
Jakarta: Depkes RI.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. 2015.
Pedoman Budidaya, Panen, Dan Pasca Panen Tanaman Obat. Jakarta: Lembaga
Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. 2016a.
Kebun Tanaman Obat.
http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/?page=postcont&
postid=8&content=Kebun+Tanaman+Obat [Diakses pada 1 Desember 2019].
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. 2016b.
Laboratorium.
http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/?page=postcont&postid=
38&content=Laboratorium [Diakses pada 1 Desember 2019].
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Buku Kebijakan Obat Tradisional
Nasional Tahun 2007. Jakarta: Depkes RI.
Kementerian Kesehatan RepubIik Indonesia. 2010.Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 003/ MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu
dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 003/Menkes.Per/I/2010 tentang sainfitikasi Jamu dalam
penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 1. Form MESO
40
41
Lampiran 2 Visi, Misi, Nilai, Motto dan Janji Pelayanan di B2P2TOOT Tawangmangu
42
1. Ruang Utama
49