Anda di halaman 1dari 16

A.

Judul : Kloroform Penggunaan Kaporit Dalam Substitusi Elektrofilik


B. Tujuan : Mahasiswa diharapkan mampu membuat kloroform dan memahami
reaksi-reaksi pada proses sintesisnya
C. Dasar Teori
Brom dan klor bereaksi dengan metil keton menghasilkan masing-masing

bromoform (CHBr3) dan kloroform (CHCl3). Istilah umum untuk menyebut CHX3

ialah haloform, maka reaksi ini sering disebut sebagai reaksi haloform. Karena

bromoform merupakan cairan yang tidak mencolok, maka pembentukannya tak

berguna untuk maksud uji. Namun reaksi antara suatu metil keton dengan setiap

halogen tersebut membentuk suatu metode pengubahan metol keton ini menjadi asam

karboksilat (Fesenden, 1998).

Reaksi alkana dengan halogen dinamakan halogenasi. Reaksi eksotermik antara

gas klor dengan alkena hanya berlangsung pada suhu tinggi dan bantuan sinar.

Sedangkan pada suhu rendah atau tanpa sinar, maka reaksi tidak berlangsung (Svehla,

1979).

R H + Cl2 R Cl + HCl

Reaksi di atas dinamakan reaksi klorinasi, apabila yang digunakan adalah gas

brom maka reaksinya dinamakan brominasi alkane. Apabila halogen yang

ditambahkan, maka reaksi akan terus berlanjut membentuk spesies-spesies yang

banyak mengandung halogen tersebut. Sebagai contoh dapat diperhatikan proses

reaksi klorinasi metana dengan menggunakan gas klor yang berlebih, dapat dihasilkan

metilen klorida, kloroform atau karbon tetra klorida (Svehla, 1979).

CHCl3 + Cl2 CH2Cl2 + HCl


CH2Cl2 + Cl2 CHCl3 + HCl

CHCl3 + Cl2 CCl4

Kloroform merupakan obat anastetik tertua, berupa cairan dengan bau spesifik,

rasanya kemanis-manisan pedas, tak dapat terbakar atau eksplosif. Khasiat

anastetiknya amat kuat. Tetapi karena terlalu toksik bagi hati dan jantung kini

kloroform hamper tidak digunakan lagi (Keena, 1999).

Selain itu kloroform juga mudah berubah menjadi fosgen yang sangat toksik yang

terjadi di bawah pengaruh cahaya dan oksigen yang terjadi dengan pembentukan

dietil karbonat (Riawan, 1990).

2 CHCl3 + O2 2 COCl2 + HCl

Dalam penyimpanannya dapat diberikan stabilisator alcohol yang akan bereaks:

COCl2 + 2 C2H5OH 2(C2H5OH) + 2 HCl

Kloroform dibuat dari alkohol dengan kapur klor (bleaching powder,

Ca(OCl)Cl (Calsium chloro hypochlorite) melalui tiga tingkatan reaksi :

1. Oksidasi oleh halogen.

2. Klorinasi dari hasil oksidasi.

3. Hidrolisa alkalis dari senyawa yang baru terbentuk

Kloroform merupakan senyawa hepatotoksik. Mekanisme kerjanya adalah

melalui metabolit reaktifnya, radikal triklorometil yang secara kovalen mengikat

protein dan lipid tidak jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid. Membran sub sel

sangat kaya akan lipid seperti itu, akibatnya bersifat sangat rentan. Perubahan kimia

dalam membran dapat menyebabkan pecahnya membran itu (Mycek, 1991).


Namun Recnagel mengemukakan bahwa peroksidasi lipid mikrosom mungkin

menyebabkan penekanan pada pompa Ca2+ mikrosom yang mengakibatkan gangguan

awal honeostatis Ca2+ sel hati.Keadaan ini dapat menyebabkan kematian sel hati

(Mycek, 1991).

Yang terutama toksik adalah senyawa yang dapat membentuk radikal bebas

misalnya karbon tetraklorida, tetraklorometana atau dikloroetana. Toksisitas

kemungkinan besar terutama disebabkan oleh reaksi radikal dengan banyak asam

lemak tak jenuh. Di samping terbentuk hidrokarbon terhalogenasi dengan satu atom

halogen yang lebih sedikit (misaknya dari karbon teraklorida terbentuk kloroform)

maka terbentuk pula radikal asam lemak dengan ikatan rangkap terkonjugasi. Dengan

masuknya oksigen akan terbentuk peroksidasi atau hidroperoksida (Tjay, 1995).

Dalam reaksi redoks selalu harus ada oksidator dan reduktor bersam-sama

sebab bila salah satu bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka

harus ada yang menangkap elektron itu (turun bilangan oksidasinya). Jadi tidak

mungkin ada oksidator saja ataupun hanya reduktor saja. Dengan kata lain, dalam

reaksi redoks pasti ditemukan unsur yang naik BO dan unsur lain yang turun BO pada

waktu yang bersamaan. Dalam reaksi disproporsionasi kedua unsur tersebut sama,

bahkan mempunyai BO sama pula, akan tetapi disatu pihak mengalami kenaikan BO,

dilain pihak secara bersamaan juga mengalami penurunan BO (Tim Dosen TPB,

2002).

Semua unsur dalam keadaan tidak stabil kecuali gas mulia, karena unsur-unsur

tersebut berproses untuk mencapai keadaan yang stabil sebagaimana gas mulia.
Kestabilan masing masing unsur dapat dicapai melalui interaksi dan pembentukan

ikatan dengan unsur lain, baik sebagai homo atomik maupun sebagai hetero atomik

bahkan dapat membentuk poliatomik yang stabil seperti pada makromolekul atau

polimer. Melalui ikatan-ikatan kimia unsur-unsur kemudian membentuk molekul

ataupun benda-benda yang selanjutnya menyusun dan menjadi bagian dari alam

semesta. Ikatan kimia dapat terjadi akibat adanya interaksi elektronik, dalam berbagai

wujud dan mekanisme. Sehubungan dengan itu maka dikenal beberapa jenis ikatan

antara lain ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan koordinasi, ikatan hydrogen dan ikatan

van der walls (Tim Dosen IPB, 2002).

Interaksi antara ion-ion Na+ dan ion Cl- kemudian menghasilkan pasangan ion

NA+Cl- yang mempunyai energy potensial yang lebih rendah bila dibandingkan

dengan unsur-unsur tersebut secara terpisah :

Na+ + Cl- NaCl

Contoh di atas menggambarkan pembentukan pasangan ion dalam keadaan gas dari

atom-atom dalam keadaan bebas. Pada proses ini perbubahan energy menyangkut

energy potensial ionisasi (pada pembentukan kation), energy afinintas (pada

pembentukan anion) dan energy interaksi coloumb antara kedua jenis ion tersebut.

Natrium klorida biasanya ditemukan sebagai Kristal zat padat, dimana dalam kisi

Kristal tiap-tiap ion Na+ dikelilingi oleh enam ion Cl- dan tiap-tiap ion Cl- dikelilingi

oleh enam ion Na+ yang lain. Kekuatan ikatan ini dapat ditunjukkan dengan energi

kisi (U) yang didefenisikan sebagai jumlah energy yang dilepaskan bila satu senyawa
terbentuk dari ion-ionnya dalam keadaan gas berarti pembentukan NaCl (padat) dari

unsur-unsurnya menyangkut beberapa faktor tahapan (Tim Dosen IPB, 2002).

Reaksi antara metana dengan klor cukup menarik dikaji lebih lanjut, karena

reaksi tersebut merupakan metode kimiawi yang cukup akurat. Campuran hasil reaksi

yang diperoleh dari reaksi yang diperoleh dari klorinasi metana dapat dipisahkan

antara satu dengan yang lainnya yang dapat diidentifikasi, karena kesemuanya

mempunyai titik didih yang berbeda. Sebagaimana yang terlihat pada metana yang

mengalami kloronisasi, menunjukkan nbahwa 1,2,3 dan 4 atom hydrogen dari metana

diganti oleh atom-atom klor secara beruntun dan menghasilkan senyawa klorometana

(metilklorida), diklorometana (metilenklorida), triklorometana (tetraklorida). Masing-

masing senyawa dapat dibuat dari berbagai cara dengan menggunakan beberapa

reaksi yang lain (Keena, 1999).

Semua reaksi yang disebut dalam seksi-seksi di depan adalah reaksi

penggabungan ion, dimana bila bilangan oksidasi (valensi) spesi-spesi yang bereaksi

tidaklah berubah. Namun terdapat sejumlah dalam dimana keadaan oksidasi berubah,

yang disertai dengan pertukaran electron antara pereaksi. Ini disebut reaksi oksidasi-

reduksi atau dengan pendek reaksi redoks (Svehla, 1979).

Dalam sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk proses-proses dimana

oksigen diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai proses dimana

oksigen diambil dari dalam suatu zat (Svehla, 1979).

Kloroform merupakan senyawa hepatotoksik. Mekanisme kerjanya adalah

melalui metabolit reaktifnya, radikal triklorometil yang secara kovalen mengikat


protein dan lipid tidak jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid. Membran subsel

sangat kaya akan lipid sperti itu, akibatnya bersifat sangat rentan. Perubahan kimia

dalam membrane (Mycek, 1991).

Namun Recnagel mengemukakan bahwa peroksidasi lipid mikrosom mungkin

menyebabkan penekanan pada pompa Ca2+ mikrosom yang mengakibatkan

gangguan awal homeostatis Ca2+ sel hati. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian

sel hati (Mycek, 1991).

Sifatnya adalah (Soemantri, 1991) :

1. Mempunyai titik didih yang lebih tinggi daripada alkane asalnya. Suhu rendah

berwujud gas, suku tengah berwujud cair dan padat untuk suhu yang lebih tinggi.

2. Sukar larut dalam air dan mudah larut dalam pelarut organic.

3. Atom halogen yang terikat, Judah disubtitusikan oleh atom/gugus lain.


D. Alat Dan Bahan

1. Alat

No Nama Alat Gambar Kategori Fungsi

Digunakan dalam

memisahkan

campuran dua atau

lebih komponen

yang sulit di
1. Alat destilasi 2
pisahkan karena

komponen

komponennya

memiliki titik didih

yang konstan)

Memindahkan

cairah dari wadah


2 Pipet tetes 1
satu ke wadah yang

lain.
Mengukur Volume

larutan
3 Gelas ukur 1

Sebagai wadah

4 Beaker glass 1 larutan

Untuk mengaduk

larutan sampai
5 Batang 1
pengaduk
homogen

Memanaskan

6 Penangas 2 Larutan

Untuk menimbang

7 1 bahan- bahan kimia


Kaca aroji
2. Bahan
No Nama Bahan Sifat Fisik Sifat Kimia
1. Aseton - Cairan jernih tidak -Dapat bercampur dengan
berwarna. air.
- mudah menguap. - Dengan etanol 95% P.
- bau khas, mudah - Dengan eter P dan
terbakar. dengan kloroform P.
- Membentuk larutan jernih
2. Kaporit - Titik didih 175 - Berbau klorin kuat,
Ca(ClO)2 - Titik Lebur 100 karena mengalami
- Rumus Molekul 142, dekomposisi lambat
98 gr/ml. dalam udara lembab.
- Sangat sukar larut dalam
air dan lebih banyak
digunakan dalam air
dengan kesadahan
rendah hingga sedang.
- Senyawa ini tersedia
dalam dua bentuk,
anhidrat dan hidrat.

3. Aquades - Berat molekul 18,02 - Tidak dapat terbakar.


gr/mol. - Tidak beracun.
- Densitas 1000 kg/m3, - Memiliki pH 7 (netral).
cair. - Tidak terjadi iritasi pada
- Tekanan uap 2,3 kPa. kulit jika terjadi kontak.
- Titik didih: 100oC ( - Polimerisasi tidak terjadi.
273 K 32 F).
- Berbentuk cairan tidak
berwarna.

4. Kloroform - Titik Didih 61, 15 Larut dalam benzena


- Titik Lebur-63,5 Bercampur dengan dietil
eter, minyak, ligroin,
alkohol, CCl4, CS2
E. Prosedur Kerja

Kaporit

- Meninbang 10 Gram
- Menggerus sampai halus dan hasil
gerusan di masukkan ke dalam labu
dasar datar.
- Menambahkan air sedikit demi
sedikitsampai 250 ml sambil di goyang-
goyang sampai terbentuk suspense yang
sempurna
- Menambahkan Aseton sedikit demi
sedikit
- Mendiamkan beberapa menit sampai
larutan dingin
- Memasukkan pada suhu 40 -50 selama
- 10 menit.
- Mendinginkan labu yang berisi
kloroform
- Mendestilasi hasil refluks dan
menampung destilat yang keluar.

M
60

-
F. Hasil Pengamatan
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Menimbang 10 gram kaporit
2. Menggerus sampai halus dan hasil
gerusan di masukkan ke dalam labu
dasar datar
3. Menambahkan air sedikit demi Larutan berbentuk suspense
sedikitsampai 250 ml sambil di goyang- yang sempurna dan warna
goyang sampai terbentuk suspense yang larutan putih.
sempurna

4. Menambahkan Aseton sedikit demi Semakin lama penambahan


sedikit aseton, terjadi emulsi

5. Mendiamkan beberapa menit sampai Larutan Menjadi dingin


larutan dingin

6. Memasukkan pada suhu 40 -50 selama Terdapat Gelembung


10 menit
7. Mendinginkan labu yang berisi Labu yang berisi larutan
kloroform menjadi dingin

8. Mendestilasi hasil refluks dan Destilat Kloroform


menampung destilat yang keluar.
G. Pembahasan
Dalam percobaan ini, reaksi yng digunakan dalam proses pembentukan kloroform
adalah reaksi subtitusi. Reaksi ini ini terjadi karena adanya spesi yang bersifat
elektronegatif dan tertarik kearah atom yang bermuatan posistif.
Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan kloroform yaitu mereaksikan
kaporit (CaOCl2) yang merupakan serbuk putih (padat) sebanyak 10 gram dengan air
250 mL kedalam labu dasar bulat sambil digoyang-goyang sehingga terbentuk
suspensi yang sempurna. Penambahan air ini adalah untuk melarutkan kaporit,
memperluas permukaan kaporit dan dapat mengurangi penguapan destilat. Proses
pencampuran ini menghasilkan kalsium hidroksida, Ca(OH)2 yang bersifat basa dan
Cl2.

Reaksi : CaOCl2 + H2O Ca(OH)2 + Cl2


Langkah selanjutnya adalah menuangkan Aseton sedikit demi sedikit sambil
dikocok agar reaksinya berlangsung sempurna dengan Cl2 yang berasal dari
pencampuran kaporit dan air dengan melalui beberapa reaksi sebagai berikut:
1. Oksidasi oleh halogen
CH3CH2OH + Cl2 CH3CHO + 2HCl
2. Klorinasi hasil oksidasi
CH3CHO + 3Cl2 CCl3CHO + 3HCl
Proses selanjutnya yaitu melakukan destilasi. Prosesnya dilakukan dengan
menyimpan labu destilat di atas tempat pemanas yang didalamnya berisi kaporit,
alkohol dan air serta ditambahkan batu didih yang berfungsi untuk menstabilkan suhu
pada proses destilasi. Kemudian di rancang dengan benar agar tidak ada uap yang
keluar dari alat tersebut. Selama proses destilasi berlangsung, campuran akan
menguap yang mengandung kloroform dan air. Uap ini akan melewati tabung
kondensor dan mengembun. Embun ini mencair dan mengalir ke penampungan
destilat. Secara teori kloroform yang mengandung air seharusnya dipisahkan dengan
menggunakan basa dalam corong pisah sehingga terbentuk lapisan dimana kloroform
berada di lapisan bawah karena kloroform mengandung berat jenis yang lebih kecil.
Dengan reaksi lanjutan sebagai berikut:
1. Penguraian oleh basa
CCl3CHO + Ca(OH)2 CHCl3 + Ca(COOH)2

Dalam praktikum ini, proses destilasi yang kami uji cobakan mengalami
kesalahan dengan keluarnya busa dari campuran melewati konsendor hingga ke luar
dan tertampung pada wadah penampungan destilat. Seharusnya destilat yang harus
didapatkan adalah murni dengan tidak adanya suatu campuran lain yang masuk.
Namun, dari hasil destilat pada wadah penampungan tersebut, kita tetap bisa
mendapatkan sedikit kloroform yang diambil sekitar 1mL. Selanjutnya kloroform
tersebut ditambahkan air yang mengahasilkan 2 lapisan cairan dengan kloroform
berada dibawahnya. Maka dari kesalahan ini, proses pembuatan kloroform hanya
dapat dilakukan sampai pada tahap pencucian dengan air saja.
Dalam prosedur yang seharusnya dilakukan pada tahap selanjutnya adalah
proses pencucian dengan CaCl2 anhidrat yang berfungsi untuk mengikat air yang
masih terdapat dalam kloroform. Kemudian pada proses akhir dalam pembuatan
kloroform yaitu menimbang kloroform yang telah terbentuk. Namun, prosedur-
prosedur ini tidak kami lakukan karena kesalahan diatas. Hipotesa dari kesalahan
yang terjadi dalam praktikum ini adalah pertama terletak pada konsistensi suhu yang
digunakan pada proses destilasi, sebaiknya suhu harus berada dalam keadaan stabil
dan benar-benar dijaga karena tidak boleh melewati dari titik didihnya. Yang kedua
adalah pada alat destilasi yang digunakan. Untuk praktikum ini, kami menggunakan
alat yang kondensor dengan labu destilatnya mempunyai jarak yang lebih rendah.
Sebaiknya jarak dari kondensor dan labu destilat yang digunakan harus lebih tinggi,
karena agar uap ataupun busa yang dikeluarkan dari labu destilat tidak mudah meluap
bahkan tidak boleh melewati kondensor. Ketiga, bahan yang kita gunakan dalam
praktikum telah mengalami perubahan karena sudah teoksidasi dalam penyimpanan
waktu yang lama. Dari kesalahan-kesalahan tersebut, praktikum pembuatan
kloroform dapat dikatakan berhasil karena masih mampu menghasilkan kloroform
yang dapat diidentifikasi walaupun sedikit, dan juga dapat dikatakan tidak berhasil
karena prosedur pengerjaannya tidak dilakukan sampai tahap akhir.
Sebagai tambahan, untuk memperoleh kloroform yang murni, perlu dilakukan
proses destilasi kembali larutan yang diperoleh, dengan memanaskan labu destilasi
yang berisi larutan tersebut pada penangas air. Selama destilasi berlangsung, destilat
yang keluar pada suhu 600C ditampung. Ini menunjukkan bahwa titik didih dari
senyawa yang diperoleh berkisar pada 600C. Setelah proses destilasi selesai,
dilanjutkan dengan memeriksa indeks bias destilat yang diperoleh dengan
menggunakan alat refraktor untuk memastikan nilai kemurnian kloroform yang
dihasilkan tersebut. Untuk indeks bias kloroform murni berdasarkan literatur yaitu
1,487. Jika diperoleh kloroform yang tidak murni, maka perlu dilakukan proses
pemurnian dengan cara mendestilasi kembali sampai diperoleh kloroform (CHCl3)
yang murni.
H. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil percobaan ini dapat di simpulkan:
1. Pada proses pembuatan kloroform meliputi langkah-langkah reaksi, destilasi,
pencucian, pemisahan, dan penimbangan.
2. Bahan dasar pembuatan klorofrom yaitu kaporit, alkohol, dan aquadest.
3. Hasil dari praktikum kali ini dapat dikatakan berhasil karena kloroform yang
diinginkan terbentuk walaupun hanya 1 ml
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden. 1995. Kimia Organik Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga : Jakarta

Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta

Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Binarupa : Jakarta

Tjay, Tan Hoan. 2002. Obat-obat Penting. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta

Tim Dosen TPB. 2002. Kimia Dasar II. TPB Universitas Hasanuddin Makassar

Anda mungkin juga menyukai