Anda di halaman 1dari 3

Peranan CSSD dalam Rumah Sakit

Konsep dan peranan Central Sterile Supply Department (CSSD) telah berkembang dari hanya
suatu departemen di rumah sakit menjadi koordinator dari suatu sistem kerja supply dan alat
alat steril, hal ini dapat dianalogikan seperti satu unit autoclave untuk sterilisasi menjadi
sistem infection control di rumah sakit. Secara ideal, CSSD adalah satu departemen yang
independen dengan fasilitas untuk menerima,men desinfect, membersihkan, mengemas, men-
steril, menyimpan dan mendistribusikan alat alat (baik yang dapat dipakai berulang kali dan
alat sekali pakai), sesuai dengan standar prosedur. Beban kerja untuk CSSD berbeda antara
rumah sakit satu dibandingkan dengan rumah sakit lainnya.
Dengan CSSD independent yang terpisah, kita dapat menghemat pengeluaran pembelian alat
sterilisasi dengan memusatan alat-alat di satu departemen. Hal ini juga memastikan bahwa
proses steril akan diawasi oleh staff khusus dan berjalan sesuai dengan standar prosedur
operasi (SOP).
CSSD memerlukan kemampuan teknis khusus, hal ini dapat diartikan bahwa departemen ini
mengontrol semua kegiatan dan manajemen aset yang secara tidak langsung juga
memengaruhi pembelian alat-alat operasi umum dan khusus serta inventaris lainnya. CSSD di
satu rumah sakit mencerminkan satu layanan berkualitas yang langka. Bertambahnya jumlah
penderita yang mengalami infeksi di rumah sakit (nosocomial infection), telah membuka
mata akan pentingnya CSSD. Jika CSSD tidak ada, maka ada kemungkinan peningkatan
terjadinya infeksi nosocomial. Kemungkinan terjadinya infeksi nosocomial yang
menyebabkan peningkatan angka kematian, peningkatan jangka waktu rawat inap dan
pengeluaran dapat diturunkan dengan membangun CSSD yang baik.
Secara umum CSSD dilihat sebagai bagian penting dari sebuah Operating Theatre (OT)
karena pengguna terbanyak dari alat-alat steril adalah OT. Tetap hal ini telah berubah, CSSD
adalah bagian tak terpisahkan dari berbagai departemen seperti Out Patient Departemen,
Dental, dan lain lain.
Salah satu faktor penting dalam menjalankan CSSD adalah sistem kerja yang baik. Untuk
memiliki sistem kerja yang baik, proses sterilisasi membutuhkan fungsional dan kordinasi
yang baik dari 3 area: area kotor (soiled zone), yang juga dikenal sebagai area pencucian,
area bersih (clean zone) yang juga dikenal sebagai area assembly atau area packing, dan area
steril (sterile zone) yang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat alat steril. Rumah
sakit yang dibangun tanpa CSSD pada awalnya, akan mengalami kesulitan untuk design dan
perencanaan di tahap selanjutnya untuk mengintegrasikan CSSD departemen.

Reality Check
Walaupun teknologi ini telah tersedia tetap konsep CSSD belum terlalu popular di Indonesia.
Salah satu penyebab mengapa CSSD tidak popular di rumah sakit adalah absennya sistem
akreditasi standar. Jurang yang memisahkan konsep CSSD dan implementasinya di rumah
sakit juga dikarenakan langkanya dana dan kurangnya know-how di bidang ini.
Lagipula, manajemen rumah sakit sering kali tidak menganggap penting CSSD karena CSSD
dianggap sebagai cost center yang tidak menghasilkan laba.
Perkembangan CSSD di Indonesia telah di implementasikan oleh Rumah Sakit Berakreditasi
B sampai A, contohnya Rumah Sakit Tarakan Jakarta

Perkembangan Terkini
Saat ini, alat sterilisasi telah dikontrol secara otamatis dengan computer dengan sistem
backup yang tidak meninggalkan celah untuk kesalahan. Secara teori, kita dapat mencapai
100 persen sterilisasi, tapi dalam kenyataan di lapangan untuk mencapai hal tersebut
sangatlah sulit. Menurut guideline dari BGA (German Ministry of Health):

Disinfecting Levels for Washer Disinfectors

Level Destruction of vegetative bacteria forms including mycobacterium,


90 °C/1 min
A fungi and their spores.

Level 93 °C/10
Irreversible inactivation of all virus
B min

Disinfecting Level for Autoclaves

Level 105 °C/5 Destruction of bacterial spores up to the resistant level of bacillus
C min anthracis

Level 121 °C/20 Destruction of all bacterial spores (e.g. clostridium tetani and
D min perfringens)

* 90 °C / 5 min is the lethal equivalance to 100 °C/1 min, which is scientifically proven.
Due to safety reasons, BGA has marked up this equivalance to 9 °C/10 min.
Faktor-faktor lainnya yang memengaruhi hasil sterilisasi adalah: - Proses Vacuum Proses
vacuum sangat penting dalam pre-treatment proses sterilisasi, dikarenakan udara yang tersisa
dapat membentuk kantong udara pada saat sterilisasi dan menghalangi penetrasi uap
panas/zat kimia sehingga tinggi kemungkinan permukaan alat yang terhalang tersebut tidak
steril. - Positive Pulse Positive pulse merupakan kelanjutan dari proses vaccum dan
merupakah bagian yang penting karena proses ini meng-optimisasikan penetrasi uap panas
pada saat proses steril juga memungkinkan pencapaian temperature steril yang lebih cepat
(energy effecient).
Trend yang popular pada saat ini adalah dengan menggunakan alat sekali pakai dan alat
CSSD yang telah di automasi. Namun tingginya dana yang dibutuhkan untuk alat sekali pakai
dan CSSD automation adalah salah satu keterbatasan di negara berkembang seperti
Indonesia.
Adakalanya rumah sakit membersihkan, men-disinfeksi dan men-sterilkan alat sekali pakai.
Hal ini hanya bisa dilakukan untuk mengurangi pengeluaran tanpa mengurangi kualitas yang
dapat membahayakan pasien.
Ada rumah sakit yang memilih untuk menggunakan alat sterilisasi dengan kualitas terbaik
untuk penghematan dana. Perawatan alat adalah hal penting yang menentukan kesuksesan
dari CSSD. Oleh karena itu rumah sakit sebaiknya memilih alat sterilisasi dengan kualitas
terbaik yang dapat mengoptimalkan kualitas, dengan biaya operasi dan biaya perawatan
minimum.
Trend yang popular untuk rumah sakit kecil adalah menggunakan alat sterilisasi yang tidak
dapat dimonitor atau divalidasi. Hal ini tidak disarankan, hendaknya alat sterilisasi juga
dilengkapi dengan quality control check, dan memberikan digital output dalam bentuk print-
out dan grafik. Dengan ini kita dapat meminimalkan kemungkinan alat tidak steril, yang
kemudian dapat membahayakan pasien.

Apa yang menghambat perkembangan CSSD


Seperti telah di uraikan di atas, ada beberapa macam hal yang menghambat perkembangan
CSSD di Indonesia.
Satu hal penting adalah minimnya pelatihan untuk CSSD.
Purdue University yang berada di West Lafayette, Indiana, US memiliki program untuk
belajar jarak jauh selama 6 bulan untuk para teknisi CSSD dan program 1 tahun untuk para
supervisor CSSD

Penutup
Dengan absennya guideline dan komisi yang memeriksa apakah alat telah disterilisasi dengan
baik dari pemerintah, maka rumah sakit di Indonesia seharusnya mengikuti standard dan
prosedur international European Norm (EN) dikarenakan International Organisation for
Standardisation (ISO) juga telah memilih untuk mengadopsi EN sebagai ISO seperti EN ISO
15883 untuk washer disinfector, preEN ISO 285 untuk sterilisator dan seterusnya.
Walaupun rumah sakit baru mulai membuka mata akan pentingnya CSSD, beberapa ahli
mengusulkan bahwa CSSD juga sebaiknya di-install di puskesmas dan klinik. Konsep ini
masih jauh ke depan, pada saat ini rumah sakit dapat mengambil inisiatif untuk melatih staff
mereka untuk menggunakan teknologi yang ada serta mempelajari guideline internasional
mengenai CSSD.

Anda mungkin juga menyukai