Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Pengaruh Stimulasi Sensori Terhadap Nilai Glaslow Coma Scale pada


Pasien Cedera Kepala di Ruang Neurosurgical Critical Care Unit
RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Telaah Jurnal

Disusun Oleh
Kelompok V’17

MUTILA ANGGUN WARDANA


DWI KURNIA PIARDANI
RICCA TAMI FEBRIYANTI
RAHMI RAHAYU PUTRI
RIRY AYUZA PUTRI
MUHAMMAD RIDWAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan kasus yang sering ditemui di Instalasi

Rawat Darurat. Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian utama

dikisaran usia produktif.(Japardi, 2004). Secara global insiden cedera kepala

meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan kendaraan

bermotor. Tahun 2020 diperkirakan WHO bahwa kecelakaan lalu lintas

akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia (Maas

et al., 2008; Nurfaise, 2012). Amerika diestimasi 5,3 juta warga negaranya

hidup dengan cedera otak dan dihadapkan pada tantangan untuk dapat sembuh

kembali (Langlois et al., 2006). Cedera kepala di Eropa tahun 2010

insidensi mencapai 500 per 100.000 populasi (Lingsma, 2010; Nurfaise,

2012). Pengkajian tingkat kesadaran secara kuantitatif yang biasa digunakan

pada kondisi emergensi atau kritis sebagian besar menggunakan Glasgow

Coma Scale(GCS). Setiap tahun di Inggris diestimasi 1,4 juta pasien dengan

cedera kepala datang ke departemen kecelakaan dan gawat darurat

(Hodgkinson et al., 1994). Resume Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

Indonesia tahun 2007 melaporkan prevalensi cedera menurut bagian tubuh.

Prevalensi kasus cedera kepala mencapai 16,4%.


Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas setelah infark myokard di dunia. Setiap

tahunnya

sekitar 50.000 orang meninggal akibat cedera kepala di Amerika Serikat.

Jumlah ini merupakan sepertiga dari total kematian akibat kejadian cedera

(Aghakhani et al., 2013). Cedera kepala dapat menyisakan tanda maupun

gejala somatik, kognitif, dan psikososial yang tidak ringan. Disabilitas yang

disebabkan pasca kejadian cedera kepala pun jumlahnya signifikan.

Diperkirakan sekitar 90.000 orang mengalami disabilitas seumur hidup akibat

cedera kepala (Aghakhani et al., 2013). Salah satu gejala yang paling sering

dilaporkan pasca cedera kepala adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini

merupakan salah satu keluhan somatik yang sering muncul berkaitan dengan

cedera kepala (Trevana & Cameron, 2011). Publikasi ilmiah melaporkan

kasus ini sebagai Post Traumatic Headache (PTH). Beberapa studi

retrospektif melaporkan prevalensinya antara 30%-90%. Studi yang

dilakukan oleh Hoffman et al., (2011) melaporkan insidensi kumulatif nyeri

kepala pasca cedera kepala mencapai tujuh puluh satu persen (Hoffman et al.,

2011). Nyeri kepala sering terjadi pada tahun pertama setelah cedera. Lew et

al., (2006) melaporkan bahwa 18%-22% PTH berakhir selama lebih dari 1

tahun. Keluhan nyeri kepala yang kerap timbul pasca cedera kepala perlu

mendapatkan perlakuan dan perhatian khusus. Jumlah kejadiannya cukup

signifikan, namun manajemen terhadap gejala dan keluhan pasca cedera


kepala khususnya nyeri kepala masih sangat terbatas.

Seberapa sering kejadian ini menjadi penting untuk diketahui agar

pasien cedera kepala tidak hanya ditangani cedera kepalanya tetapi juga

diperhatikan nyeri kepala yang mungkin terjadi sesudahnya. Dari penelitian

sebelumnya di RSUP Dr.Sardjito oleh Barmawi (2007), menunjukkan bahwa

kemunculan kasus ini cukup signifikan namun belum diketahui signifikansi

hubungan antara nyeri kepala pasca cedera kepala dengan cedera kepala.

A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penulisan jurnal Pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai glaslow

coma scale pada pasien cedera kepala di ruang neurosurgical critical care unit

RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG ?

2. Bagaimana isi dari jurnal Pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai glaslow

coma scale pada pasien cedera kepala di ruang neurosurgical critical care unit

RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG ?

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengembangan praktik dan pengetahuan baru terkait

pengarh stimulasi sensori terhadap nilai glaslow coma scale pada pasien

cedera kepala dalam praktik klinis dunia keperawatan agar meningkatnya

profesionalitas keperawatan.

2. Tujuan khusus
a. Diketahui penulisan jurnal “Pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai

glaslow coma scale pada pasien cedera kepala di ruang neurosurgical

critical care unit RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG”

b. Diketahui isi atau konten dari jurnal “Pengaruh stimulasi sensori

terhadap nilai glaslow coma scale pada pasien cedera kepala di ruang

neurosurgical critical care unit RSUP DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG”.

C. Manfaat Penulisan

Penulisaan telaah jurnal “Pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai

glaslow coma scale pada pasien cedera kepala di ruang neurosurgical critical care

unit RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG” diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan pembelajaran, terutama saat pendidikan di klinik

sehingga dapat memberikan stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada pasien

cedera kepala sesuai dengan prosedur yang terbaru yang direkomendasikan.

2. Bagi Perawat

Sebagai pengetahuan terbaru dalam praktik klinik yang dapat

mengupgarde profesionalitas dari perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan terutama dalam pemberian memberikan stimulasi sensori

terhadap nilai GCS pada pasien cedera kepala berdasarkan prosedur yang

terbaru dan yang direkomendasikan.

3. Bagi Ruangan
Sebagai bahan pertimbangan dalam memperbarui SOP baru tentang

stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada pasien cedera kepala yang sesuai

dengan jurnal penelitian terbaru yang direkomendasikan sehingga dapat

meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit.


BAB II

TELAAH PENULISAN JURNAL

A. Judul Jurnal

Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca judul

akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca

keseluruhan dari jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki makna ganda.

Kelebihan jurnal

a. Pada jurnal ini judul menjelaskan tentang rekomendasi terbaru

memberikan stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada pasien cedera

kepala. Dari membaca judul pada jurnal ini, kita dapat mengetahui bahwa

jurnal ini membahas tentang apa saja hal terbaru tentang memberikan

stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada pasien cedera kepala.

b. Pada jurnal ini nama penulis juga sudah ditulis dengan singkat tanpa

adanya gelar.
Kekurangan jurnal

Pada jurnal ini judul terdiri dari 21 kata dimana syarat judul jurnal adalah

tidak boleh lebih dari 20 kata, singkat dan jelas.

B. Abstrak
Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat tentang

keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari sekitar 250 kata yang

berisi tentang tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan isi jurnal.

Kelebihan jurnal

a. Jurnal ini memiliki abstrak berbahasa inggris dengan jumlah kata

sebanyak 237 kata dan abstrak berbahasa Indonesia dengan jumlah kata

220, menjelaskan secara singkat isi dari jurnal.

b. Abstrak pada jurnal ini sudah baik dan berurutan yang terdiri dari latar

belakang, metode, hasil dan kata kunci.

c. Kata kunci dalam jurnal ini tercantum.

d. Jurnal ini juga menjelaskan hasil dari penelitian sebelumnya.

Kelemahan jurnal

a. Kata kunci tidak disusun berdasarkan alphabet.


C. Pendahuluan

Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat penelitian.

Pendahuluan terdiri dari 4-5 paragraf, dimana dalam setiap paragraf terdiri dari

4-5 kalimat.

Kelebihan jurnal
a. Pendahuluan pada jurnal ini sudah baik memiliki 3 paragraf.

b. Pada jurnal ini fenomena yang dibahas adalah tentang beberapa

rekomendasi untuk penggunaan stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada

pasien cedera kepala.

Kelemahan jurnal

a. Pada paragraf ke 3 terdapat 7 kalimat, dimana dalam satu paragraf

pendahuluan yang baik hanya terdiri dari 4-5 kalimat.

b. Pada jurnal tidak membahas hasil penelitian sebelumnya

D. Pernyataan Masalah Penelitian

Dalam jurnal ini tidak terdapat pernyataan masalah yang jelas, tetapi

dimuat pernyataan bahwa dampak dari penelitian ini adalah diharapkan stimulasi

sensori sebagai terapi non-farmakologi bisa dipertimbangkan menjadi terapi

komplementer dalam penanganan pasien cedera kepala.

E. Tinjauan Pustaka
Jurnal ini mencantumkan kajian literatur sebagai tinjauan pustaka, dimana

didalam kajian literatur ini sudah dijelaskan sedikit tentang intervensi yang dapat

diberikan kepada pasien dengan cidera kepala melalui tindakan non farmakologi

berdasarkan para ahli atau penelitian sebelumnya.

F. Kerangka Konsep dan Hipotesis

Dalam penulisan ini, tidak tercantum kerangka konsep dan hipotesisi, hal

ini dikarenakan jurnal ini termasuk systematic review journal.

G. Metodologi

Metodologi yang baik dan benar yaitu menampilkan gambaran singkat

cara penelitian dan teknik pengumpulan data.


Kelebihan jurnal

Pada jurnal ini sudah menampilkan metode, peserta atau sampel,

instrumentasi, dan ruang lingkup penelitian.

Kekurangan jurnal

Pada jurnal ini tidak ditampilkan periode waktu dan prosedur, analisa,

penaksiran dan asumsi penelitian, dimana seharusnya dicantumkan pada

metodologi sehingga informasi penelitian jelas adanya.

H. Hasil

Hasil pada jurnal ini membahas tentang perubahan nilai GCS pada pasien

cidera kepala sebelum dan setelah, baik pada kelompok kontrol maupun pada

kelompok perlakuan.

Kelebihan jurnal:

 Jurnal ini berisikan rekomendasi-rekomendasi yang terbaru yang

berdasarkan penelitian.

 Jurnal ini mengarahkan pembaca dengan baik bagaimana stimulasi

sensori merupakan bagian dari terapi komplementer yang terbukti

memberikan keuntungan dalam proses pemulihan pasien cedera

kepala.
I. Pembahasan

Pada telaah jurnal ini, topik yang dibahas adalah mengenai rekomendasi

tentang pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada pasien Cedera

Kepala.

Kelebihan jurnal

Pada pembahasan jurnal review ini, telah menjelaskan dengan cukup

rinci tentang apa saja rekomendasi kontribusi stimulasi sensori dalam

meningkatkan nilai GCS pasien cedera kepala, selain dengan membantu

mengoptimalkan efek terapeutik dari terapi standar dengan mengatasi efek

samping yang ditimbulkannya, juga melalui beberapa mekanisme

neuroprotektif dari stimulasi sensori. Stimulasi sensori merupakan bagian dari

terapi komplementer yang terbukti memberikan keuntungan dalam proses

pemulihan pasien cedera kepala. Selain memberikan rangsangan pada sistem

RAS dan area kortek otak, ia juga memiliki berbagai mekanisme

neuroprotektif yang mencegah kerusakan.

Kekurangan Jurnal

Pada pembahasan ini tidak dijelaskan stimulasi sensori dalam

meningkatkan nilai GCS pasien cedera kepala, apakah itu dilakukan pada

pasien cedera kepala ringan atau berat.


J. Kesimpulan

Kesimpulan pada jurnal ini adalah stimulasi sensori dapat

mempengaruhi nilai GCS pada pasien cedera kepala.yang akan berpengaruh

pada kepuasan pasien dan keluarga, kemungkinan besar dapat menurunkan

ALOS dan pencapaian cost yang efektif dan menjadi pertimbangan dalam

membuat suatu Standard Operating Procedure (SOP) mengenai stimulasi

sensori dan bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti dan mengukur keefektifan

masing-masing jenis stimulasi sensori terhadapat nilai GCS yang dapat diukur

melalui potensial aksi yang dihasilkan oleh masing-masing stimulasi tersebut .

Stimulasi sensori merupakan bagian dari terapi komplementer yang terbukti

memberikan keuntungan dalam proses pemulihan pasien cedera kepala. Selain

memberikan rangsangan pada sistem RAS dan area kortek otak, ia juga

memiliki berbagai mekanisme neuroprotektif yang mencegah kerusakan sel

otak akibat iskemi. Oleh karena itu stimulasi sensori dapat dijadikan sebagai

salah satu alternatif intervensi keperawatan dalam upaya meningkatkan proses

pemulihan pasien cedera kepala yang ditandai dengan kenaikan nilai GCS.

Kelebihan jurnal

Kesimpulan pada jurnal ini lebih menjelaskan tentang bukti

rekomendasi terbaru, praktis dan pedoman bagi pasien dan tenaga profesional

diseluruh dunia. Pada jurnal ini menjelaskan bahwa rekomendasi terbaru ini

bermanfaat bagi perawat dan pendidik. Pada jurnal ini juga membahas tentang

bagaimana Stimulasi sensori merupakan bagian dari terapi komplementer


yang terbukti memberikan keuntungan dalam proses pemulihan pasien cedera

kepala.
BAB III

TELAAH KONTEN JURNAL

A. Cedera Kepala
1. Defenisi
Cedera kepala (Head Injury) adalah jejas atau trauma yang terjadi pada

kepala yang dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non-mekanik.

Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi diantara

penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan, meliputi:

otak, tengkorak ataupun kulit kepala saja. (Brunner & Suddart, 1987: 2210).

Jadi, cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi pada

kepala bisa oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit kepala,

otak ataupun tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis yang paling

sering terjadi, biasanya dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). atau Ada

berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala.

The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor

Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):

 Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

 Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)

 Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)

 Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang

 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

 Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala


 Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

 Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

 Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)

 Konkusi, amnesia pasca trauma, muntah

 Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).

 Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)

 Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)

 Penurunan derajat kesadaran secara progresif

 Tanda neurologis fokal

 Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

2. Patofisiologi

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma

kapitis bergantung pada :

1. Besar dan kekuatan benturan

2. Arah dan tempat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat

mengakibatkan lesi otak berupa :

1. Lesi bentur (Coup)


2. Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx

dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain =

lesi media)

3. Lesi kontra (counter coup)

Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem

ARAS (Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain

stem)

2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)

4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar

5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan

peregangan ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa

meluas secara difus ke hemisfer sampai ke batang otak

6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan

komplikasi sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

3. Etiologi

Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.

2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi

ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.


Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :

1. Lokasi, Kekuatan, Fraktur infeksi/ kompresi

2. Rotasi, Delarasi dan deselarasi

Mekanisme cedera kepala:

1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang

diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.

2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.

3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan

integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

4.Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori

utama ( Hoffman, dkk, 1996):

1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus

2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan

berfikir kompleks

3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas

Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :

1. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.

2. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal

3. Respon pupil mungkin lenyap.


4. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan

TIK.

5. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.

6. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan

gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

5.Pemeriksaan Diagnostik

1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran

ventrikel pergeseran cairan otak.

2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.

3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.

5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran

struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen

tulang).

6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan

batang otak.

7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme

pada otak.

8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.


9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh

dalam peningkatan TIK.

10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran.

12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

6. Komplikasi

1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat

sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang

temporal.

2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama

dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai

hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

7. Penatalaksaan Medik

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya

cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti

hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000).
Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala

(Turner, 2000).

Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.

2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

3. Berikan oksigenasi.

4. Awasi tekanan darah

5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik

6. Atasi shock

7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

B. Pemeriksaan GCS

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat

kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai

respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka

mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)

dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi

tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak

dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang

nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat

diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki

extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari

mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon


Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam

simbol E…V…M…Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi

adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

C. Jurnal

1. Anatomi

1) Kepala

Dalam anatomi, kepala adalah bagian rostral (menurut istilah lokasi anatomi)

yang biasanya terdiri dari otak, mata, telinga, hidung, dan mulut(yang

kesemuanya membantu berbagai fungsi sensor seperti penglihatan,

pendengaran, penciuman, dan pengecapan).

a. Tulang Kepala (Os. Cranium), terdiri atas tulang-tulang seperti :

 Os frontal (tulang dahi)

 Os parietal (tulang ubun-ubun)

 Os Occipital (tulang kepala bagian belakang)


b. Dasar tengkorak, yang terdiri dari tulang-tulang seperti :

 Os Sfenoidalis (tulang baji), tulang yang terdapat ditengah-tengah

dasar tengkorak dan berbentuk seperti kupu-kupu, dengan tiga

pasang sayap.

 Os Ethimoidalis (tulang tapis), terletak disebelah depan dari os

sfenoidal diantara lekuk mata.

Selain kedua tulang tersebut diatas dasar tengkorak dibentuk pula oleh

tulang-tulang lain seperti : tulang kepala belakang, tulang dahi dan tulang

pelipis.

c. Samping tengkorak, dibentuk oleh tulang-tulang seperti :

 Tulang pelipis (os Temporal)

 Sebagian tulang dahi

 Tulang ubun-ubun

 Tulang baji.
anterior view

Lateral view
Os. Cranium tersusun atas:
1 tulang dahi (os.frontale) 2 tulang baji (os.sphenoidale)

2 tulang ubun-ubun (os.parietale) 2 tulang pelipis (os.temporale)

1 tulang kepala belakang (os.occipitale) 2 tulang tapis (os.ethmoidale)

2) Sutura
Tulang-tulang tengkorak kepala dihubungkan satu sama lain oleh tulang
bergerigi yang disebut sutura. Sutura-sutura tersebut adalah :
a. Sutura coronalis yang menghubungkan antara os frontal dan os parietal.
b. Sutura sagitalis yang menghubungkan antara os parietal kiri dan kanan.
c. Sutura lambdoidea/ lambdoidalis yang menghubungkan antara os parietal
dan os occipital.
3) Otot kepala
Otot bagian ini dibagi menjadi 5 bagian:
a. Otot pundak kepala, funsinya sebagian kecil membentuk gales
aponeurotika disebut juga muskulus oksipitifrontalis, dibagi menajdi 2
bagian:
 Muskulus frontalis, funsinya mengerutkan dahi dan menarik dahi
mata.
 Oksipitalis terletak di bagian belakang, fungsinya menarik kulit ke
belakang.
b. Otot wajah terbagi atas:
 Otot mata (muskulus rektus okuli) dan otot bola mata sebanyak 4
buah.
 Muskulus oblikus okuli/otot bola mata sebanyak 2 buah,
fungsinya memutar mata.
 Muskulus orbikularis okuli/otot lingkar mata terdapat di sekliling
mata, funsinya sebagai penutup mata atau otot sfingter mata.
 Muskulus levator palpebra superior terdapat pada kelopak mata.
Fungsinya menarik, mengangkat kelopak mata atas pada waktu
membuka mata.
c. Otot mulut bibir dan pipi, terbagi atas:
 Muskulus triangularis dan muskulus orbikularis oris/otot sudut
mulut, fungsinya menarik sudut mulut ke bawah.
 Muskulus quadratus labii superior, otot bibir atas mempunyai
origo penggir lekuk mata menuju bibir atas dan hidung.
 Muskulus quadratus labii inferior, terdapat pada dagu merupakan
kelanjutan pada otot leher. Fungsinya menarik bibir ke bawah atau
membentuk mimik muka ke bawah.
 Muskulus buksinator, membentuk dinding samping rongga mulut.
Origo pada taju mandibula dan insersi muskulus orbikularis oris.
Fungsinya untuk menahan makanan waktu mengunyah..
 Muskulus zigomatikus/otot pipi, fungsinya untuk mengangkat
dagu mulut ke atas waktu senyum.
d. Otot pengunyah/otot yang bekerja waktu mengunyah, terbagi atas:
 Muskulus maseter, fungsinya mengangkat rahang bawah pada
waktu mulut terbuka.
 Muskulus temporalis fungsinya menarik rahang bawah ke atas dan
ke belakang.
 Muskulus pterigoid internus dan eksternus, fungsinya menarik
rahang bawah ke depan.
e. Otot lidah sangat berguna dalam membantu pancaindra untuk
mengunyah, terbagi atas:
 Muskulus genioglosus, fungsinya mendorong lidah ke depan.
 Muskulus stiloglosus, fungsinya menarik lidah ke atas dan ke
belakang.
2. Fisilogi
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial,
cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang
dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari
lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi
otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia.Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila
menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat
terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran
CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara
cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang
dinamika TIK.Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus
selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie. Otak
memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari
cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran
darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml
per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar
tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama
sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat
dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap
di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.
Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70
mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada jurnal “Pengaruh Stimulassi Sensori Terhadap Nilai Glaslow Coma

Scale Pada Pasien Penderita Cedera Kepala Diruang Neurosurgical Critical Care

Unit RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung” ini menjelaskan bahwa Stimulasi sensori

merupakan bagian dari terapi komplementer yang terbukti memberikan keuntungan

dalam proses pemulihan pasien cedera kepala. Kontribusi stimulasi sensori dalam

meningkatkan dalam meningkatkan GCS pada pasien Cedera Kepala dapat

membantu mengoptimalkan efek terapeutik dari terapi standar dengan mengatasi

efek samping yang ditimbulkannya. Memberikan rangsangan pada sistem RAS dan

area kortek otak, memiliki berbagai mekanisme neuroprotektif yang mencegah

kerusakan selotak akibat iskemik.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat membagikan informasi mengenai pengaruh

stimulasi sensori sebagai salah satu alternatif intervensi keperawatan. Selain

itu, diharapkan juga mengaplikasikannya terutama saat melakukan

pendidikan klinik, serta mencari ilmu yang lainnya terkait dengan ketentuan

nilai GCS pada pasien cedera kepala.


2. Bagi Perawat

Diharapkan dapat menerapkan rekomendasi-rekomendasi dari jurnal

ini sehingga bisa memberikan asuhan keperawatan yang professional kepada

pasien dengan Cedera Kepala yang mengalami penurunan kesadaran (GCS).

3. Bagi Ruangan

Diharapkan dapat membuat prosedur-prosedur penilaian GCS sesuai

dengan jurnal ini atau sesuai dengan perkembangan ilmu kesehatan yang

terbaru yang telah disepakati oleh asosiasi dunia sehingga asuhan

keperawatan professional di rumah sakit dapat tercapai.


Daftar Pustaka

Abdul Gofar. S. 2006. Memahami Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prognosa

Cedera Kepala. Majalah Kedokteran Nusantara, vol 39. No.3.

Asrin.,Mardiyono.,Saryono. 2007. Pemanfaatan terapi musik untuk meningkatkan

status kesadaran pasien trauma kepala berat. Jurnal keperawatan Soedirman,

vol 2. No 2.

Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan kritis:pendekatan holistik. Edisi 6. Vol 2.

Jakarta:EGC

Kozier.,Erb.,Berman.,Snyder. 2002. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,

proses & praktik. Edisi 7. Vol 2. Jakarta:EGC

Leigh, K. 2001. Communicating with unconsciouness patient. Nursing practice,

97(4):

35.

Markam, Atmaja, & Budijanto. 1999. Cedera Tertutup Kepala. Jakarta: FKUI.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan klien dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta:

Salemba Medika.

Purnama,I.. 2011. Pengaruh acupressure terhadap nilai GCS pada pasien cedera

kepala sedang di RSUP dr hasan sadikin bandung. Bandung. Thesis FIK

UNPAD

Strotmann, J. , Levai, O., Fleischer, J., Schwarzenbacher, K., Breer, H. 2004.

Olfactory
Receptor Proteins in Axonal Processes of Chemosensory Neurons. The

Journal

of Neuroscience: 24(35):7754 –7761 Society for Neuroscience. 2010.

Sensory

stimulation protects against brain damage caused by stroke. ScienceDaily.

Takeda,H.,Tsujita,J.,Kaya,M.,Takemura,M. 2008. Differences Between the

Physiologic and Psychologic Effects of Aromatherapy Body Treatment. The

journal of alternative and complementary medicine. Volume 14, Number 6,

655–661.

Anda mungkin juga menyukai