Anda di halaman 1dari 7

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam

cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (Dirjen POM,
1979 :9)

Emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi,
fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainya, umumnya
dimantapkan oleh zat pengemulsi. Fase cairan terdispersi disebut fase dalam ;sedangkan fase
cairan pembawanya disebut fase luar. Jika fase dalam berupa minyak atau larutan dalam
minyak dan fase luarnya air atau larutan, emulsi disebut emulsi minyak-air, disingkat emulsi m-a
; sedangkan jika sebaliknya, emulsi disebut emulsi air-minyak disingkat a-m. Kecuali dinyatakan
lain, emulsi adalah emulsi m-a yang dimaksudkan untuk obat dalam. Emulsi menggunakan zat
pengemulsi sintetik , umumnya dibuat sebagai berikut: zat pengemulsi yang mudah larut dalam
air atau fase air sedangkan zat pengemulsi yang mudah larut dalam minyak, terlebih dahulu
dilarutkan dalam minyak atau fase minyak: lemak atau malam dipanaskan 100 diatas suhu
leburnya. Fase air terlebih dahulu di panaskan 2o diatas suhu fase minyak dan tambahkan
sedikit demi sedikit kedalam fase minyak sambil dikocok kuat-kuat, kocok terus hingga dingin.
Pemanasan selama membuat emulsi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
lewak panas . Semua alat perlengkapan yang digunakan untuk pembuatan emulsi harus bersih
dan kering. (Formularium Nasional Edisi Kedua 1978 : 314).
Zat pengemulsi dapat digunakan salah satu zat pengemulsi berikut :
 Zat pengemulsi alam : antara lain gelatin, gomarab, lemak bulu domba, tragakan.
 Zat pengemulsi sintetik: antar lain amulgida, kolesterol, poliglikol, polisorbat, sorbikan,
atau surfaktan lain yang cocok.
(Formularium Nasional Edisi Kedua 1978: 314)
Zat pengawet dapat digunakann Metil Paraben, Propil Paraben. Campuran Metil Paraben dan
propil paraben, asam sorbat, atau zat pengawet lain yang cocok (Formularium Nasional, Edisi
ke-2 1978 : 314)
Zat antioksidan dapat digunakan butilhidroksanisol, butilhidroksitoluen, propil galat, asam
sitrat, atau zat antioksidan yang cocok (Formularium Nasional Edisi Kedua 1978: 314)
Keuntungan dan kerugian Emulsi:
Keuntungan (Lachman, 1994)
1. Beberaapa bahan obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut diberikan
secara oral dalam bentuk emulsi.
2. Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah diasi bila diinginkan.
3. Pembuatan emulsi dapat mengontrol viskositas dan derajat kekasaran (greasiness) dari
emulsi dan kosmetik maupun emulsi dermotologis.
4. Emulsi memiliki suatu keuntungan biaya yang lebih penting dari pada preparat fase tunggal.
Kerugian (Ansel, 1989):
1. Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamika.
2. Jika pengocokan ditentukan, tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat.
3. Biasanya hanya satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan.

Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai
contoh : air), sedangkan lainnya relatif nonpolar ( sebagai contoh : minyak ). Bila fase minyak
didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinyu air, sistem tersebut dikenal sebagai
suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinyu, emulsi
tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral
biasanya dari tipe o/w dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w. Zat pengemulsi
tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan bersifat nonionik, akasia, (gom),
tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunakan termasuk tipe o/w.
Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad merupakan emulsi tipe w/o
(Lachman, L. 1994).
Jenis emulgator
a. Produk alam, karakternya pada permukaan adalah film multimolekuler.
b. Zat padat terbagi halus, karakternya pada permukaan adalah solipart.
c. Surfaktan (anionik, kationik, ionik), semuanya ataupun pada imimnya surfaktan
mempunyai harga HLB yang di tetapkan antara 3-6 meghasilkan emulsi A/M, HKB
antara 8-18 menghasilkan emulsi M/A. (Lachman, L. 1994).
Cara menentukan emulsi :
1. Metode zat warna
Kedalam emulsi ditambahkan zat warna tertentu, yang larut dalam air atau minyak.
Sudan III :Zat warna merah yang larut dalam minyak tetapi tidak larut dalam air.
Methylen blue : Zat biru yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam minyak
2. Metode electrical conductivity
Metode ini berdasarkan bahwa air dapat menghantarkan arus listrik sedangkan minyak
tidak dapat menghantarkan arus listrik.
3. Metode pengenceran fase
Setetes emulsi dilihat pada mikroskop dan ditetesi air, bila segera terencerkan makan tipe
emulsi adalah M/A dan jika tidak terencerkan maka tipe emulsi adalah A/M.
(Martin, Alfred, 1994)
HLB
Tipe suatu emulsi yang dihasilkan bergantung pada sifat emulgator (zat pengemulsi) yang
digunakan dalam suatu formula. Karakteristik ini dikenal sebagai Hidrophile – Lipophile
Balance (HLB). Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik
dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara
yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi. suatu metode telah dipikirkan dimana zat
pengemulsi dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan
HLB nya. Dengan metode ini setiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukan
polaritas dari zat tersebut. Walaupun angka tersebut telah ditentukan sampai kira-kira 40, kisar
lazimnya antara 1 dan 20. Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih besar
daripada bahan-bahan yang kurang polar dan nlebih lipofilik. umumnya zat aktif permukaan itu
mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air-dalam-
minhyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan
emulsi minyak – dalam – air. tipe aktivitas yang diharapkan dari surfaktan dengan harga HLB
yang telah ditetapkan terdapat dalam tabel berikut (Martin, Alfred, 1994)

AKTIVITAS HLB
ANTIBUSA 1 SAMPAI 3
PENGEMULSI (W/O) 3 SAMPAI 6

ZAT PEMBASAH 7 SAMPAI 9


PENGEMULSI (O/W) 8 SAMPAI 18

PELARUT 15 SAMPAI 20
DETERGEN 13 SAMPAI 15
Stabilitas Emulsi
Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika:
1. Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat
dari bulatan-bulatan,
2. Jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar
emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan
3. jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu
lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan hasil dari
bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam disamping itu suatu emulsi mungkin sangat
dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia
lainnya (Anief, M. 2007).
Data prepormulasi zat aktif
1. Parafin cair
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak
berbau, hampir tidak mempunyai rasa.
Polimorfisme :
Ukuran partikel :
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%) dalam air, larut dalam kloroform p dan
dalam eter p.
Titik lebur : 50o C sampai 57o C
Titik beku : Antara 47o C dan 65o C
pKa/pKb:
Bobot jenis : 0,870-0,890 g/cm3
pH larutan :
Stabilitas : Mudah terurai dengan adanya cahaya dan udara
Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan zat pengoksidasi lain yang kuat
Khasiat : Laksativum
(Dirjen POM, 1979 : 474)
Data prepromulasi zat tambahan
1. CMC Na (Carboxymethyl Cellulosa Sodium)
Pemerian : Serbuk atau granul, putih atau krem higroskopik
Polimorfisme :
Ukuran partikel :
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam
etanol, eter dan pelarut organic lain.
Titik lebur : 227o C
pKa/pKb :
Bobot jenis : 0,52 g/cm3
pH larutan : Antara 6,5 dan 8,5
Stabilitas : Higroskopik, dalam kondisi kesem beban tinggi, CMC Na bila menyerap
sejumlah besar (>50%) air
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan larutan asam kuat, dan dengan garam besi terlarut
dan dengan beberapa logam seperti: alumunium, merkuri dan seng.
Kegunaan : Suspending agent
(Dirjen POM, 2014 : 609) (Rowe et al, 2009 : 119-120)

2. Veegum (Magnesium Alumunium Silikat)


Pemerian : Serbuk berwarna putih, krem, tidak berbau, tidak berasa, lembut, serpihan kecil
licin.
Polimorfisme :
Ukuran partikel :
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam alcohol, air dan pelarut organic.
Titik lebur :
pKa/pKb:
Bobot jenis : 2,418 g/cm3
pH larutan : 9-10
Stabilitas : Veegum stabil tanpa batasan waktu, jika disimpan dalam kondisi kering. Stabil
pada rentang pH yang lebar, menyerap beberapa zat organik.
Inkompatibilitas : Karena sifat inernya, veegum hanya memiliki sedikit inkompatibilitas,
tidak stabil pada larutan asam dengan pH dibawah 3,5
Kegunaan : Suspending agent
(Rowe et al, 2009 : 395)

3. Span 80
Pemerian : Cair, kental, bau khas, berwarna krem sampai kecoklatan.
Kelarutan : Larutan terdispersi dalam minyak, larut dalam banyak pelarut organic, tidak larut
dalam air, tetapi dapat terdispersi secara perlahan.
pH larutan : 8<8
Bobot jenis : 1,065-1,095
Stabilitas : Stabil jika dicampurkan dengan asam lemah dan basa lemah. Saponifikasi terjadi
saat dilakukan penambahan asam atau basa kuat.
Inkompatibilitas :
Kegunaan : Suspending agent
(Rowe et al, 2009 : 130)
4. Tween 80
Pemerian : Cairan seperti minyak, putih bening, atau kekuningan rasa seperti basa, bau khas.
Ukuran partikel :
Kelarutan : Larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati.
Titik lebur :
pH larutan :
Bobot jenis :
Stabilitas : Stabil bila dicampur dengan elektrolit, asam lemah dengan basa lemah. Reaksi
saponifikasi terjadi bila penambahan asam kuat dan basa kuat pada penyimpanan dengan
surfaktan polisorbat lain akan terbentuknya polisakarida.
Inkompatibilitas : Penambahan warna/pengendapan dapat terjadi dengan berbagai bahan
utama fenol dan maternal.
Kegunaan : Suspending agent
(Rowe et al, 2009 : 479-482)
5. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berbau, tidak mempunyai rasa.
Ukuran partikel :
Kelarutan : Larut dalam semua jenis larutan dan dapat larut dengan senyawa polar.
pH larutan : 7
Bobot jenis : 1 g/cm3
Stabilitas : Air senyawa kimiawi stabil dalam senyawa keadaan fisik (cair, padat, gas )
Inkompatibilitas : Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain yang rentan, terhadap
hidrolisis suhu kamar. Air dapat bereaksi dengan alkali, garam anhidrat, dari berbagai
komposisi dan dengan bahan organic tertentu.
Khasiat : Pelarut
(Dirjen POM, 1979 :96)
Dapus
Anief, M. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar bentuk Sediaan Farmasi , Ed. IV. Jakarta: UI Press
Dirjen POM. 1978. Formularium Nasional, Ed. II. Jakarta: Depkes RI
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Lachman, L. 1994. Teori Dan Praktik Farmasi Industri , UI-Press. Jakarta
Martin, Alfred, 1994, “Farmasi Fisik”, UI-Press, Jakarta
Rowe. Raymond. 2009. Hanbook Pharmaceutical excipients. Sixth edition. London
Pharmaceutical

Anda mungkin juga menyukai