Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

LASER FEMTOSECOND

Oleh:

Deni Dwi Hartono 16710246

Novyanti Nur Arini 132011101048

Pembimbing:

dr. Bagas Kumoro Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Negeri Jember
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2017

1
REFERAT

LASER FEMTOSECOND

Oleh:

Deni Dwi Hartono 16710246

Novyanti Nur Arini 132011101048

Pembimbing:

dr. Bagas Kumoro Sp.M

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Kesehatan Mata di RSUD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Negeri Jember
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2017

2
BAB 1. PENDAHULUAN

Laser dalam beberapa tahun terakhir semakin sering kita dengar dan
penggunaannya juga semakin luas dalam berbagai disiplin ilmu termasuk dalam
bidang kesehatan. Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated
Emission of Radiation (Niffa, 2007). Laser sekarang sudah semakin populer
dilakukan diberbagai negara khususnya dalam bidang kedokteran. Ophthalmology
merupakan salah satu spesialisasi ilmu kedokteran pertama yang memanfaatkan
energi laser dalam pengobatan pasien. Kejernihan media optis memungkinkan
sinar laser difokuskan ke struktur-struktur intraokuler tanpa memerlukan
endoskorin, tetapi laser berhasil membuat pengobatan bagi sejumlah penyakit
mata serius menjadi lebih mudah dan aman. Karena laser dapat menimbulkan
kerugian sekaligus keuntungan, maka bedah mata dengan laser harus dilakukan
oleh ahli ophthalmology yang berpengalaman dengan laser (Vaughan dan Daniel,
2000).
Sinar laser dapat dipergunakan untuk mengangkat kekeruhan yang
terdapat pada permukaan kornea yang disebut foroterapeutik kedokteran. Selain
itu laser dapat digunakan dalam kreksi refraksi anomaly atau lebih dikenal dengan
LASIK. Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur
LASIK. Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat „kelopak penutup„
LASIK (flap). Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat
dibuka seperti sampul buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeraton, yang memiliki
mata pisau yang bergerak amat cepat. Akhir – akhir ini dunia kedokteran telah
mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu menghasilkan flap LASIK.
Kegunaan sinar laser ini, dalam beberapa hal lebih aman dibandingkan
microkeratome (Vaughan dan Daniel, 2000).
Langkah kedua ini kita sebut dengan „ zap „. Ketika flap sudah dibuat dan
terbuka, Laser Excimer memindahkan jaringan dari pusat kornea untuk
membentuknya kembali, sehingga mengoreksi refraksi penglihatan pasien.
Pengoreksian laser ini berlangsung antara 2 – 40 detik (Nagy, 2015).

3
Laser femtosecond memancarkan denyutan optik dalam durasi yang sangat
singkat dalam hitungan femtoseconds, yaitu satu per seribu triliun detik
(1015 detik). Dengan denyutan ultra-pendek ini, irisan dapat dilakukan dengan
lebih tepat dan praktis tanpa menimbulkan panas. Jadi laser femtosecond adalah
laser untuk pembedahan sangat akurat yang dapat digunakan dalam pembedahan
mikro mata dengan presisi tinggi (Raoof et al, 2013).

4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laser
2.1.1 Definisi Laser
Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation. Teori dasar laser ditemukan oleh Einstein tahun 1920 dan penemuan
ini dikembangakn oleh doktor Maiman dari Jerman. Dimana sinar tersebut
diarahkan dan sebaran cahayanya dikurung menggunakan batu delima (rubi).
Laser terdiri dari sebuah batang kristal transparan (laser padat) atau rongga atau
tabung berisi gas atau cairan yang dibuat dengan sebuah cermin pemantul total
dan cermin pemantul arsial. terdapat suatu sumber energi optis atau listrik yang
mengelilingi batang atau rongga yang menaikkan tingkat energi atom ketingkat
yang tingggi dan tidak stabil yang disebut dengan inverse populasi. atom yang
tereksitasi secara spontan meluruh kembali ke tingkat energi semula yang lebih
rendah, kelebihan energinya dalam bentuk cahaya. Di dalam rongga laser cahaya /
sinar dipancarkan diantara kedua cermin sehingga merangsang atom-atom yang
lain untuk melepaskan energinya, sehingga tercipta berkas cahaya yang keluar
dari rongga melalui cermin pemantul parsial. Gelombang cahaya mengikuti
lintasan yang sejajar tanpa menyebar, sehingga sinar yang difokuskan ketitik
sangat kecil dan terciptanya kepadatan energi yang sangat tinggi.Sebuah laser
berisi materi yang melepaskan foton. Proses ini diperkuat sehingga foton yang
dipancarkan berada dalam fase dan menghasilkan cahaya koheren monokromatik
terpolarisasi dengan intensitas tinggi. Kekuatan dimodulasi dengan mengubah
energi atau waktu ( P = E / t ) . Q -switching dan modus-locking mengacu pada
metode meningkatkan daya laser dengan menggunakan celah yang
menyinkronkan fase cahaya, mengompresi output dalam waktu (Friedman, 2009).

2.1.2 Jenis - Jenis Laser


a. Ruby Laser
Laser ruby adalah laser solid-state yang menggunakan kristal sintetis ruby
sebagai media penguatannya. Laser pertama adalah laser ruby yang dibuat oleh

5
Theodore H. Ted Maiman di Hughes Research Laboratories pada tanggal 16 Mei
1960. Laser Ruby menghasilkan pulsa cahaya tampak pada panjang gelombang
694,3 nm, yang merupakan warna merah tua. Khas panjang pulsa Laser ruby di
urutan milidetik (Vaughan dan Daniel, 2000).
Laser ruby paling sering terdiri dari batang ruby yang harus dipompa
dengan energi yang sangat tinggi, biasanya dari flashtube. Batang sering
ditempatkan di antara dua cermin, membentuk rongga optik, yang berosilasi
cahaya yang dihasilkan oleh fluoresensi ruby, menyebabkan emisi terstimulasi.
Ruby adalah salah satu dari beberapa laser solid state yang menghasilkan cahaya
dalam kisaran terlihat spektrum, penguat pada 694,3 nanometer, dalam warna
merah tua (Vaughan dan Daniel, 2000).
Medium laser aktif (media amplifikasi laser) adalah batang ruby sintetis
yang diberi energi melalui pemompaan optik, biasanya oleh flashtube xenon.
Ruby memiliki band yang sangat luas dan kuat penyerapan dalam spektrum
visual, pada 400 dan 550 nm, dan seumur hidup fluoresensi yang sangat panjang 3
milidetik. Hal ini memungkinkan untuk memompa energi yang sangat tinggi,
karena durasi pulsa bisa lebih lama dibandingkan dengan bahan lain. Sementara
ruby memiliki profil penyerapan yang sangat luas, efisiensi konversi jauh lebih
rendah daripada media lainnya (Vaughan dan Daniel, 2000).

Gambar 2.1 Laser Ruby (Vaughan, Daniel G.,2000)

6
Dalam contoh-contoh awal, ujung batang itu harus dipoles dengan presisi
besar , sehingga ujung batang datar ke dalam seperempat dari panjang gelombang
cahaya output, dan sejajar satu sama lain dalam beberapa detik busur. Ujung-
ujung halus dipoles batang yang keperakan; salah satu ujung sepenuhnya, yang
lain hanya sebagian. Laser modern sering menggunakan batang dengan pelapis
antireflection, atau dengan ujung dipotong dan dipoles di sudut Brewster sebagai
gantinya. Hal ini menghilangkan refleksi dari ujung batang. Cermin dielektrik
eksternal kemudian digunakan untuk membentuk rongga optik. Cermin lengkung
biasanya digunakan untuk bersantai toleransi keselarasan dan membentuk
resonator stabil , sering mengkompensasi lensing termal batang (Vaughan dan
Daniel, 2000).
Transmitansi dari ruby di spektrum optik dan dekat - IR . Perhatikan dua
band yang luas biru dan hijau penyerapan dan pita absorpsi sempit di 694 nm,
yang merupakan panjang gelombang dari laser ruby. Ruby juga menyerap
beberapa cahaya pada panjang gelombang penguat . Untuk mengatasi penyerapan
ini , seluruh panjang batang perlu dipompa , tanpa meninggalkan daerah-daerah
teduh dekat mounting . Bagian aktif dari ruby adalah dopan , yang terdiri dari ion
kromium tergantung di sebuah kristal safir sintetis . Dopan sering terdiri dari
sekitar 0,05 % dari kristal , dan bertanggung jawab untuk semua penyerapan dan
emisi radiasi (Vaughan dan Daniel, 2000).

b. Argon Laser
Argon laser ditemukan pada tahun 1964 oleh William Bridges di Hughes
Aircraft dan merupakan salah satu dari laser Ion yang menggunakan gas mulia
sebagai media aktif. Laser ion argon digunakan untuk fototerapi retina (untuk
diabetes), litografi, dan pemompaan laser lainnya. Laser ion Argon memancarkan
pada panjang gelombang 13 melalui terlihat, ultraviolet, dan spektrum dekat -
terlihat, termasuk : 351,1 nm, 363,8 nm, 454,6 nm, 457,9 nm, 465,8 nm, 476,5
nm, 488,0 nm, 496,5 nm, 501,7 nm, 514,5 nm , 528,7 nm, 1092,3 nm (Friedman,
2009).

7
Sebuah sinar laser argon yang terdiri dari beberapa warna (panjang
gelombang) pemogokan cermin difraksi silikon kisi dan dipisahkan menjadi
beberapa balok, satu untuk setiap panjang gelombang . Panjang gelombang yang (
kiri ke kanan ) 458nm, 476nm, 488nm, 497nm, 502nm, 515nm. Argon dan
kripton laser yang mampu memancarkan output gelombang terus menerus
beberapa miliwatt hingga puluhan watt . Tabung mereka biasanya terbuat dari
Nickel, logam Kovar untuk segel keramik , keramik berilium oksida , atau disk
tungsten terpasang pada heat spreader tembaga dalam liner keramik . Tabung
paling awal adalah kuarsa sederhana , diikuti oleh kuarsa dengan disk grafit .
Dibandingkan dengan laser helium - neon yang membutuhkan hanya beberapa
milliamps , saat ini digunakan untuk memompa laser kripton berkisar di beberapa
ampere , karena gas tersebut harus terionisasi . Ion tabung laser menghasilkan
banyak limbah panas dan membutuhkan pendinginan aktif (Friedman, 2009).

c. YAG Laser
YAG laser laser solid state yang menggunakan neodymium - doped
yttrium - aluminium garnet - kristal sebagai media penguat . Hal ini dipompa
optik dengan lampu atau dioda dan paling sering memancarkan cahaya inframerah
pada 1064nm . Hal ini dapat digunakan baik dalam modus berdenyut atau kontinu.
Pulsed YAG laser biasanya Q -switched untuk mencapai pulsa intensitas tinggi,
yang dapat frekuensi dua kali lipat untuk memancarkan cahaya pada 532nm
(Friedman, 2009).

d. Femtosecond Laser
Laser femtosecond adalah laser inframerah (panjang gelombang: 1.053
nm) dengan durasi pulsa ultra-pendek (10-15 s). Mengingat durasi pulsa pendek,
laser femtosecond memiliki kemampuan untuk memberikan energi laser dengan
jaminan kerusakan minimal pada jaringan yang berdekatan. Kerusakan termal ke
jaringan tetangga di kornea telah diukur berada di urutan 1 μm. Interaksi jaringan
laser memanfaatkan dikenal sebagai foto-disruption, sebuah proses di mana
volume kecil jaringan yang menguap sehingga pembentukan gas kavitasi (karbon

8
dioksida dan air). Selain itu, laser femtosecond adalah unik karena dapat
difokuskan di mana saja dalam atau di belakang kornea dan mampu lewat melalui
media optik kabur, seperti edema kornea. Laser dapat diterapkan dalam berbagai
pola geometris termasuk vertikal, spiral, atau zig-zag (Sekundo et al, 2008).

e. Diode Laser
Dioda laser adalah sejenis dioda di mana media aktifnya menggunakan
sebuah semikonduktor persimpangan p-n yang mirip dengan yang terdapat pada
diode pemancar cahaya. Dioda laser kadang juga disingkat LD atau ILD. Dioda
laser baru ditemukan pada akhir abad ini oleh ilmuwan Universitas Harvard.
Prinsip kerja diode ini sama seperti diode lainnya yaitu melalui sirkuit dari
rangkaian elektronika, yang terdiri dari jenis p dan n (Tran et al, 2008). Pada
kedua jenis ini sering dihasilkan 2 tegangan, yaitu:
(1) Biased forward, arus dihasilkan searah dengan nilai 0,707 untuk
pembagian puncak, bentuk gelombang di atas ( + ).
(2) Backforward biased, ini merupakan tegangan berbalik yang dapat merusak
suatu komponen elektronika

f. Excimer Laser
Laser excimer (kadang-kadang lebih tepat disebut laser exciplex) adalah
bentuk laser ultraviolet yang umum digunakan dalam produksi perangkat
mikroelektronik (semikonduktor sirkuit terpadu atau "chip"), operasi mata, dan
micromachining. UV Excimer laser mempunyai panjang gelombanng 193 nm,
pulsa / frekuensi yaitu sebesar 10 / 250 Hz (Bertolotti, 2005).

9
Gambar 2.2 Excimer laser (Dharmayanti ,2008)

2.1.3 Mekanisme Laser


a. Fotokoagulasi
Laser yang banyak digunakan dalam terapi oftalmologi adalah laser
termal. Sinar yang diserap diubah menjadi panas, sehingga terjadi peningkatan
suhu jaringan sasaran dan menyebabkan koagulasi dan denaturasi komponen-
komponen seluler. laser ini digunakan untuk fotokoagulasi retina, pengobatan
retinopati diabetes dan penutupan lubang- lubang retina, dan untuk fotokoagulasi
jaringan trabekular, iris, dan badan siliaris dalam pengobatan glaukoma
Fotokoagulasi adalah pengobatan untuk retinopati diabetik. Sebuah sinar yang
kuat cahaya (laser) digunakan untuk menutup perdarahan pembuluh darah di mata
dan membakar pembuluh darah tambahan yang tidak seharusnya tumbuh di sana.
Fotokoagulasi laser atau koagulasi laser adalah bedah yang menggunakan laser
untuk menutup atau menghancurkan pembuluh-pembuluh darah abnormal yang
pecah dan bocor di retina. Fotokoagulasi laser disarankan untuk pasien dengan
risiko tinggi retinopati diabetik proliferatif dan edema makula diabetik yang
signifikan. Perlakuan standar saat ini untuk retinopati diabetik proliferatif adalah
fotokoagulasi panretinal (PRP). Dua atau tiga kali perawatan biasanya diperlukan
untuk sekitar 1.500 titik laser yang ditempatkan di seluruh pinggiran retina luar
makula. Prosedur ini diterapkan pada tahap akhir penyakit untuk

10
mempertahankan penglihatan sentral (ketajaman visual). Prosedur ini semakin
selain digunakan untuk mata juga fokus diterapkan untuk edema makula diabetik
(Bressler et al, 2015).

b. Photodisruption
Laser photodistuption melepaskan impuls energi raksasa dengan lama
impuls beberapa nanodetik. Menghasilkan efek memotong pada jaringan mata.
Digunakan terutama untuk melubangi kapsul posterior setelah eksrtasi katarak dan
untuk melakukan eridotomi laser (Bressler et al, 2015).

c. Fotoevaporasi
Laser karbondioksida yang menghasilkan berkas panas inframerah
gelombang panjang. Berkas laser ini diserap oleh air sehingga tidak masuk ke
bagian dalam mata. Laser ini dapat menguapkan lesi-lesi permukaan, misalnya
tumor kelopak mata dan dapat untuk insisi pada kulit dan sclera tanpa
mengeluarkan darah (Bressler et al, 2015).

d. Photo decomposition
Menghasilkan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang sangat pendek
yang berinteraksi dengan ikatan-ikatan kimia benda biologis. Laser kelompok ini
secara kolektf disebut excimer. Excimer (Exicited dimmer) adalah gabungan dari
2 atom misalnya argon dan fluorin. Proses laser excimer adalah pemecahan ikatan
jaringan dengan sinar. Lepasnya jaringan terjadi akibat adanya foton bertenaga
tinggi dari sinar laser memecah atau melepaskan ikatan intermolekul pada
jaringan kornea (Bressler et al, 2015).

2.1.4 Penggunaan Laser dalam Opthalmologi


a. Kelainan Refraksi
Mata normal (emetropia) adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi,
pembiasan sinar dalam mata berfungsi normal. Mata emetropia akan mempunyai

11
penglihatan normal, 6/6 atau 100%. Pada mata dengan emetropia dapat
disimpulkan:
(1) Sinar jauh difokuskan sempurna di daerah macula lutea tanpa bantuan
akomodasi.
(2) Mata emetropia tidak mempunyai cacat refraksi.
(3) Bayangan objek difokuskan pada bintik kuning selaput jala yang akan
memberikan penglihatan jernih (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2006).

Gambar 2.3 Mata normal (Dharmayanti, 2008)

Jika suatu berkas sinar berjalan dari satu medium melalui medium lain
yang berbeda kepadatannya, maka sinar tersebut akan berubah arahnya.
Perubahan arah ini yang disebut sebagai refraksi. Kelainan refraksi adalah
keadaan dimana bayangan tegastidak dibentuk pada retina (macula lutea atau
bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi ketidak seimbangan sistem optic
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur (Hartono et al, 2007).
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang bola mata (lebih panjang, lebih pendek) maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula. Kelainan refraksi ada beberapa macam, diantaranya adalah
myopia, hypermetropia dan astigmatism (Hartono et al, 2007).

12
(1) Miopia
Miopia adalah suatu kelainan refraksi, dimana sinar – sinar sejajar garins
pandang, oleh mata tanpa akomodasi, dibias di depan Retina. Miopia disebut
sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan
tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik (Ilyas, 2012). Miopia disebabkan
karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk panjangnya bola mata
akibat:
(a) Kornea terlalu cembung.
(b) Daya pembiasan mata terlalu kuat (Miopi refraktif).
(c) Sumbu mata terlalu panjang (Miopi Axial).
(d) Lensa terlalu cembung (seperti pada katarak imatur) (Ilyas, 2012).

Gambar 2.4 Mata myopia (Dharmayanti, 2008)

Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula lutea. Titik fokus sinar
yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Akibatnya orang akan
sulit melihat benda jauh karena terlihat blur. Klasifikasi beratnya miopia:
(a) Miopia ringan : -1.00 hingga - 3.00 dioptri
(b) Miopia sedang : - 3.00 hingga -6.00 dioptri
(c) Miopia berat : > - 6.00 (Ilyas, 2012).

13
(2) Hipermetropia
Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi, dimana sinar – sinar atau
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi di bias di belakang retina.
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hipermetropia atau rabun dekat. Pasien
dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Hipermetropia merupakan keadaan dimana kekuatan pembiasan
sinar pada mata tidak cukup kuat untuk memfokuskan sinar pada bintik kuning
(macula lutea), sehingga mata memfokuskan sinar di belakang bintik kuning atau
macula lutea retina. Sebab atau jenis hipermetropia:
(a) Hipemetropia sumbu atau hipermetropia axial merupakan kelainan refraksi
akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
(b) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.·
(c) Hipermetropia index relative, dimana terdapat index bias yang kurang
pada sistem optic mata, misalnya pada usia lanjut, lensa mempunya index
refraksi lensa yang berkuran (Ilyas, 2012).
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi menjadi 3 yaitu:
(a) Hipermetropia ringan : +0.25 hingga + 3.00
(b) Hipermetropia sedang : + 3.25 hingga + 6.00
(c) Hipermetropia berat : + 6.25 atau lebih (Ilyas, 2012).

Gambar 2.5 Mata hipermetropi (Dharmayanti, 2008)

14
(3) Astigmatisme
Astigmatisma adalah suatu bentuk kelainan refraksi, dimana mata
menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis focus multiple. Yang
dimaksud dengan astigmat atau silinder adalah terdapatnya variasi kurvatur atau
kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan
mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik (Bron et al, 2005).

Gambar 2.6 Mata astigmatisme (Dharmayanti, 2008)

Terdapat dua macam astigmatisme yaitu astigmatisme regular dan


ireguler. Astigmat regular dalah astigmat yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan – lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmat regular
dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Sedangkan astigmat ireguler adalah astigmat yang tidak mempunyai 2 meridian
yang saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat perbedaan
kelengkungan kornea pada meridian yang sama sehingga bayangan menjadi
ireguler. Astigmat ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi, atau
akibat kelainan pembiasan (Kumar et al, 2010).

(4) Katarak
Katarak adalah lensa mata yang menjadi keruh, sehingga cahaya tidak
dapat menembusnya, bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai
keburaman total. Dalam perkembangannya katarak yang terkait dengan usia

15
penderita dapat menyebabkan pengerasan lensa, menyebabkan penderita
menderita miopi, berwarna kuning menjadi coklat/putih secara bertahap dan
keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan warna biru. Katarak biasanya
berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan penglihatan dan berpotensi
membutakan jika katarak terlalu tebal. Kondisi ini biasanya memengaruhi kedua
mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih awal dari yang lain (Kanski,
2011).
Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan
terjadi keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan lensa dan penyusutan
akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan
luar katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat
menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran.
Bila tidak dioperasi, katarak dapat menyebabkan glaukoma (Agarwal et al, 2013)..
Salah satu komplikasi paska operasi Katarak adalah terjadinya penurunan
penglihatan dalam beberapa waktu disebabkan penebalan membran kapsul
belakang. Komplikasi ini tampak seolah olah katarak berkembang atau muncul
kembali. Keadaan ini terjadi karena pada saat operasi katarak, yang mana inti
lensa dan masa lensa dikeluarkan dan dibersihkan. Tinggallah suatu kantung yang
berisi lensa intra okuler. Dengan demikian dibelakang Lensa intra okuler terdapat
membrane kasul dibelakangnya yang seharusnya membran ini jernih, namun
dapat terjadi penebalan. Sehingga penebalan inilah penglihatan akan berkurang.
Penebalan ini dapat diatasi dengan merobek membran dengan laser yang disebut
laser kapsulotomi (Agarwal et al, 2013).

2.1.5 Indikasi atau Syarat dilakukan Laser


a. Umur telah lebih dari 18 tahun.
b. Ukuran kacamata masih dalam jangkauan kemampuan mesin
(1) Myopia (minus) : Sph. -0,50 s/d -14,00 D dengan/ tanpa Cyl -0,50 s/d -
5,00 D
(2) Hypermetropia (plus) : Sph +0,50 s/d +5,00 D dengan/ tanpa Cyl +0,50 s/d
+3,00 D.

16
c. Tidak mempunyai riwayat penyakit auto imun, karena penyakit – penyakit
autoimun tertentu yang telah lanjut, seperti lupus dan rheumatoid arthritis,
mungkin mempengaruhi penyembuhan setelah operasi.
d. Tidak sedang menyusui atau sedang hamil.
e. Kacamata telah stabil ukurannya.
Keadaan yang memenuhi syarat untuk dapat dilakukan lasik adalah:
a. Kornea cukup tebal untuk dapat dilaser setebal yang diperlukan untuk lasik.
b. Mempunyai kelainan refraksi.
c. Tidak menderita penyakit yang berhubungan dengan penglihatan
(Lubatschowski et al, 2000).

2.1.6 Kontraindikasi dilakukan Laser


Kontraindikasi secara umum adalah:
a. Penyakit cardiovascular tidak terkontrol.
b. Penyakit autoimun.
c. Hamil.
d. Riwayat koloid.
e. Diabetes mellitus (Lubatschowski et al, 2000).
Pada mata dengan kelainan dibawah ini tidak dianjurkan untuk mendapat
pengobatan lasik :
a. Mata yang sedang mengalami infeksi
b. Selaput bening atau kornea yang terlalu tipis
c. Mata kering atau dry eyes
d. Menderita glaucoma
e. Kelainan retina akibat diabetes mellitus
Mata yang tidak dapat dilakukan laser :
a. Kornea tipis
Karena semua operasi laser excimer (LASIK dan surface ablation)
memerlukan pengangkatan jumlah-jumlah kecil dari jaringan kornea, pasien-
pasien yang mempunyai kornea-kornea yang sangat tipis berisiko untuk
pelemahan kornea yang berlebihan setelah operasi dan mungkin bukan calon-

17
calon yang baik untuk LASIK. Pada kasus-kasus ini, surface ablation atau
prosedur-prosedur lain mungkin lebih tepat
b. Keratoconus
Keratoconus adalah suatu penyakit kornea yang berakibat dari kekuatan
kornea yang berkurang yang dapat dideteksi sebagai suatu lengkungan yang
abnormal pada pengujian. Kornea terlalu cembung
c. Herpetic keratitis
d. Progressive myopia
e. Kornea sakit
f. Glaukoma berat
g. Katarak
h. Kornea memarut, membentuk jaringan parut aktif
i. Dry eye (mata kering)
Pasien-pasien dengan gejala-gejala mata kering, seperti terbakar, kemerahan,
dan keluar air mata mungkin mempunyai gejala-gejala yang paling buruk
setelah operasi LASIK. Ini terjadi karena syaraf-syaraf kornea terpotong
sewaktu prosedur ini, dan syaraf-syaraf ini sebagian bertanggung jawab untuk
stimulasi pengeluaran air mata. Kebanyakan pasien-pasien mempunyai suatu
pengembalian balik secara penuh pada keadaan garis dasar mereka setelah
operasi.Bagaimanapun, pasien-pasien dengan mata kering yang signifikan
sebelum operasi mungkin bukan calon-calon operasi yang tepat
j. Blefaritis
k. Operasi refraktif sebelumnya (Moo Young, 1985).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang diperlukan sebelum tindakan lasik:
a. Pemeriksan tear film: untuk uji mata kering atau dry eye dapat dilakukan
dengan tearscope atau ferning test
b. Lebar pupil: untuk mengurangkan keluhan halo dan glare akibat laser, perlu
diperhitungkan apakah di tempat gelap atau pupil lebar fisiologik tepi
cekungan laser akan terletak dalam pupil sehinga menimbulkan glare, silau

18
atau halo. Untuk menghindari maka dapat diperhtungkan untuk membuat
gambaran kecekungan khusus
c. Topografi kornea.
Komputer akan memberikan warna tertentu pada permukaan kornea yang
berbeda. Gambaran topografi dapat memberikan gambaran tidak normal
permukaan kornea seperti astigmat, keratokonus, dan permukaan yang tipis
lainnya. Gambaran ini kadang – kadang memberikan informasi
tidakmungkinnya dilakukan lasik seperti yang dikehendaki
d. Pachimetri
Dengan pachimetri dapat diketahui tebalnya kornea. Hasil dari pachimetri
menetukan sedalam apa dapat dilakukan pengangkatan permukaan kornea.
Sebelum pembedahan, perlu diketahui tebal kornea supaya tidak terjadi
penetrasi dan tidak menembus terlalu dalam
e. Uji papan placido
Uji plasido digunakan untuk melihat kelengkungan kornea. Dipakai papan
plasido dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang menghadap
pada sumber cahaya atau jendela, sedang pasien sendiri membelakangi jendela
f. Pemeriksaan fundus okuli
Pemeriksaan fundus dilakukan untuk melihat adanya kelemahan retina pada
myopia yang mungkin perlu diatasi terlebih dahulu dengan koagulasi laser
retina perifer
g. Adanya glaucoma
Pada mata dengan glaucoma akan dapat terjadi ektasi dari bagian sentral yang
dikupas. Sebaiknya mata glaucoma tidak dilakukan lasik untuk myopia nya
(Hodge et al, 2015).

2.1.8 Penyulit Laser


a. Flep yang tipis.
b. Kerusakan retina dan papil saraf optic.
c. Infeksi.
d. Ektasi kornea (Lubatschowski et al, 2000).

19
2.2 Femtosecond Laser
2.2.1 Definisi Femtosecond Laser
Laser femtosecond adalah laser inframerah (panjang gelombang: 1.053
nm) dengan durasi pulsa ultra-pendek (10-15 s). Mengingat durasi pulsa pendek,
laser femtosecond memiliki kemampuan untuk memberikan energi laser dengan
jaminan kerusakan minimal pada jaringan yang berdekatan. Kerusakan termal ke
jaringan tetangga di kornea telah diukur berada di urutan 1 μm. Interaksi jaringan
laser memanfaatkan dikenal sebagai foto-disruption, sebuah proses di mana
volume kecil jaringan yang menguap sehingga pembentukan gas kavitasi (karbon
dioksida dan air). Selain itu, laser femtosecond adalah unik karena dapat
difokuskan di mana saja dalam atau di belakang kornea dan mampu lewat melalui
media optik kabur, seperti edema kornea. Laser dapat diterapkan dalam berbagai
pola geometris termasuk vertikal, spiral, atau zig-zag (Sekundo et al, 2008).

Gambar 2.7 Laser pada Opthalmology, Femtosecond Laser pada Daerah Infrared di
Spektrum Elektromagnet (Nagy, 2015)

20
2.2.2 Jenis Femtosecond Laser

Tabel 2.1 Jenis Femtosecond Laser (Donaldson et al, 2013)

21
Gambar 2.8 Femtosecond Laser LensX (Nagy et al, 2015)

2.2.3 Manfaat Femtosecond Laser


Lebih dari 55% dari semua prosedur LASIK pada tahun 2009 dilakukan
dengan femtosecond laser. Jumlah itu 30% dilakukan pada tahun 2006.
Femtosecond laser menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan
microkeratomes konvensional dan mendapatkan popularitas di seluruh dunia
(Garg dan Alio, 2012). Keunggulan utama dari femtosecond laser adalah
a. Tingkat realibilitas dan keamanan yang lebih baik sehingga mengurangi resiko
komplikasi dalam operasi, terutama pada katarak yang lebih kompleks.
b. Sistem laser memungkinkan posisi dan sentrasi lensa intraokular yang sangat
akurat, mengurangi aberasi optik dan kelainan refraksi.
c. Operasi dapat diprediksi lebih baik dengan menggunakan laser untuk
melakukan beberapa langkah manual dalam operasi.
d. Interface kecil yang melengkung pada laser mencegah penekanan pada kornea
dan sensor tekanan mendeteksi tekanan yang berlebihan pada mata untuk
mencegah “black out” saat prosedur aplikasi laser.
e. Fungsi pengimejan OCT "real time" dari platform laser melacak
perkembangan prosedur dan memberikan “real time feedback” gambar mata
kepada dokter. Selama proses operasi memberikan tingkat keamanan
tambahan untuk pasien.

22
f. Frakmentasi lensa dengan laser mengurangi tenaga ultrasonik yang
dibutuhkan selama proses fakoemulsifikasi, mengurangi resiko komplikasi
kapsul dan cedera kornea.
g. Keuntungan lainnya termasuk sensitivitas kontras yang lebih baik, penurunan
kejadian ingrowth epitel, berkurangnya insidensi peningkatan TIO, insiden
mata kering lebih rendah, dan komplikasi perdarahan lebih jarang (Garg dan
Alio, 2012).

Gambar 2.9 Sentrasi Lensa pada Femtosecond Laser (Nagy et al, 2015)

2.2.4 Perbedaan Prosedur Femtosecond Laser dengan Konvensional


Operasi katarak dengan bantuan laser Femtosecond menawarkan
peningkatan akurasi dan prediksi melebihi operasi katarak saat ini dengan
fakoemulsifikasi (menggunakan teknologi ultrasonik) dengan potensi membuat
prosedur bahkan lebih aman dengan hasil penglihatan yang disesuaikan dengan
kebutuhan penglihatan pasien (Sheehy et al, 2011).

23
Operasi Katarak Konvensional Operasi Katarak dengan bantuan
laser Femtosecond

Dokter menggunakan pisau untuk Laser Femtosecond membuat irisan


membuat irisan pada korea pada korea

Dokter membuat robekan berbentuk Laser Femtosecond memotong lubang


lingkaran di kapsul depan lensa untuk dengan posisi, bentuk lingkaran dan
mencapai dan mengeluarkan lensa ukuran yang tepat di tengah kapsul
lensa dan bagian kapsul yang dipotong
dikeluarkan secara manual

Katarak dipisahkan secara manual dan Laser Femtosecond membagi lensa


dikeluarkan dengan fakoemulsifikasi menjadi p otongan – potongan yang
lebih kecil untuk memudahkan proses
ekstraksi dengan tenaga ultrasound
yang lebih sedikit untuk mengeluarkan
katarak

Lensa intraocular buatan dimasukkan Katarak dikeluarkan dengan proses


untuk memulihkan penglihatan fakoemulsifikasi

Lensa intraocular buatan dimasukkan


untuk memulihkan penglihatan

Tabel 2.2 Perbedaan Prosedur Femtosecond Laser dengan Konvensional (Sheehy et al,
2011).

24
Gambar 2.10 Hasil Pembedahan Kapsulotomi Dengan Femtosecond Laser (Nagy, 2015)

Gambar 2.11 Photodistruption Pada Pembedahan Cornea (Nagy,2015)

2.2.5 Komplikasi Femtosecond Laser


a. Opaque Bubble Layer (OBL)
Gelembung gas secara rutin menumpuk di dasar flap selama perawatan
femtosecond laser, tapi kadang-kadang dapat menyebar ke stroma yang lebih
dalam. Hal ini dapat mengganggu kemampuan laser excimer untuk mencarinya
atau mengidentifikasi. Gelembung ini mungkin berjalan ke dalam ruang sub-epitel
kornea yang biasanya tidak berbahaya, tetapi bila muncul gelembung yang banyak
berpotensi mengakibatkan flap. Sebaliknya gelembung mungkin menuju ke dalam
bilik anterior dengan pembedahan melalui trabecular meshwork. Insiden OBL
dapat dikurangi dengan menggunakan raster atau pola spiral sentripetal ke dalam
luka (Goel dan Pathak, 2015).

25
b. Transient Light Sensitivity Syndrome (TLSS)
TLSS juga disebut sebagai Good Acuity Plus Photosensitivity (GAPP).
TLSS biasanya terjadi beberapa hari sampai minggu setelah femtosecond laser.
Pasien datang dengan fotofobia ekstrim dan ketajaman visual yang baik dengan
kurangnya temuan klinis pada pemeriksaan. TLSS ini bisa sembuh tanpa sekuel
tetapi membutuhkan steroid topikal untuk beberapa minggu. Mekanisme yang
mungkin terjadi adalah respon inflamasi dari jaringan sekitarnya terhadap
gelembung gas atau respon biokimia dari keratosit yang dekat dengan energi
inframerah laser (Goel dan Pathak, 2015).
c. Keratitis Lamelar
Keratitis lamellar terjadi karena adanya mediator inflamasi di dasar ocular.
Keratitis lamellar cenderung memiliki sedikit efek pada ketajaman visual.
Keratitis lamellar setelah LASIK dengan femtosecond laser biasanya sembuh
dengan gejala sisa yang minimal. Efek ringan pada ketajaman visual biasanya
berlangsung selama kurang dari satu minggu setelah operasi (Goel dan Pathak,
2015).

26
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
LASER adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission
of Radiation. Terdapat beberapa jenis laser diantaranya rubi laser, argon laser,
diode laser, YAG laser, excimer lasser , slt laser dan femtosecond laser. Laser
sangat berkembang pada saat ini. Laser dapat digunakan dalam berbagai bidang
termasuk kedokteran khususnya oftalmologi. Dalam bidang oftalmologi laser
digunakan untuk berbagai penyakit, misalnya katarak, glukoma, senile macula
degenarasi, diabetes mellitus dan lain-lain.
Laser dirancang untuk menghindari komplikasi bedah tradisional.
Meskipun demikian, ada masalah yang terkait dengan penggunaan laser. Salah
satu masalah tersebut adalah kerusakan pada jaringan yang berdekatan dengan
area target karena terlalu banyak energi atau kehilangan fokus. Komplikasi
lainnya termasuk perdarahan, kekeruhan cairan-gel di dalam mata, stimulasi
formasi baru pembuluh. Laser femtosecond adalah laser inframerah (panjang
gelombang: 1.053 nm) dengan durasi pulsa ultra-pendek (10-15 s). Mengingat
durasi pulsa pendek, laser femtosecond memiliki kemampuan untuk memberikan
energi laser dengan jaminan kerusakan minimal pada jaringan yang berdekatan.
Laser femtosecond adalah unik karena dapat difokuskan di mana saja dalam atau
di belakang kornea dan mampu lewat melalui media optik kabur, seperti edema
kornea.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Niffa, Carlisa. 2007. Pengobatan Laser Pada Mata. Semarang: Fakultas


Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung.
2. Vaughan, & Daniel, G. 2000. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika.
3. Nagy, Z. Z., & McAlinde, C. 2015. Femtosecond Laser Cataract Surgery.
Biomed Central, 1-8.
4. Raoof-Daneshvar, D., & Shtein, R.M. 2013. Femtosecond Lasers in
Ophthalmology. US Ophthalmic Review. Vol : 6 (1) : 38-41.
5. Friedman, N. J. 2009. YAG Laser in Opthalmology. Am J Ophthalmol,
Vol: 147(5) : 779.
6. Sekundo, W., Kunert, K., Russmann, C., et al. 2008. First Efficacy And
Safety Study Of Femtosecond Lenticule Extraction For The Correction Of
Myopia: Six-Month Results, J Cataract Refract Surg, Vol ; 34(9) : 13–20.
7. Tran, D.B., Sarayba, M.A., Bor, Z., et al. 2008. Randomized prospective
clinical study comparing induced aberrations with IntraLase and
hansatome flap creation in fellow eyes: Potential impact on wavefront-
guided laser in situ keratomileusis. J Cataract Refract Surg. Vol : 31(1) :
97.
8. Bertolotti, M. 2005. The History of the Laser. IOP Publishing Page 211–
218.
9. Dharmayanti. 2008. Penggunaan LASIK Terhadap Kelainan Refraksi
Mata. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
10. Bressler NM, Beck RW, Ferris 3rd FL. 2015. Panretinal photocoagulation
for proliferative diabetic retinopathy. N Engl J Med. 2011;365(16):1520.
11. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. 2006. Pedoman Diagnosis Dan Terapi.
Edisi Ketiga. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
12. Hartono, Yudono, R.H., Utomo, P.T., & Hernowo, A.S. 2007. Refraksi
dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian
Ilmu Penyakit Mata FK UGM.

28
13. Tanjung, H. 2003. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan
Hipermetropia di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital
Library.
14. Ilyas, S. 2012. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
15. Bron, A., Chew, C., & Bruce, J. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9.
Jakarta: Erlangga.
16. Kumar, N.L., Kaiserman, I., Shehadeh-Mashor, R., et al. 2010. IntraLase-
enabled Astigmatic Keratotomy For Postkeratoplasty Astigmatism: On-
axis vector analysis, Ophthalmology, Vol ; 117(6) : 1228.
17. Kankski, J.J. and Bowling, B. 2011. Clinical Ophtalmology. 7 th ed.
London: Butterworth Heinemann Elsevier.
18. Agarwal A. Foreword. In: Krueger RR, Talamo JH, Lindstrom RL, eds,
Textbook of Refractive Laser Assisted Cataract Surgery (ReLACS). New
York, NY, Springer, 2013.
19. Lubatschowski, H., Maatz, G., Heisterkamp, A., et al. 2000. Application
Of Ultrashort Laser Pulses For Intrastromal Refractive Surgery, Graefes
Arch Clin Exp Ophthalmol, Vol ; 238 (1) : 33.
20. Moo-Young, G.A. 1985. Laser in Opthalmology, in High-tech Medicine.
West J Med. Vol : 143 (1) : 745-750.
21. Hodge C, McAlinden C, Lawless M, Chan C, Sutton G, Martin A.
Intraocular lens power calculation following laser refractive surgery. Eye
and Vision. 2015;2:7.
22. Garg, A., & Alio, J.L. 2012. femtosecond laser: techniques and
technology. Jaypee Brothers Medical publishers. London.
23. Donaldson, K. E., et al. 2013.Femtosecond laser-assisted cataract surgery.
Journal Cataract Refract Surgery, (39):1753-1763.
24. Sheehy K, He L, Culbertson W. Femtosecond laser-assisted cataract
surgery. Curr Opin Ophthalmol. 2011;22(1):43–52.
25. Goel, M., & Pathak, A.K. 2015. Femtosecond lasers and laser assisted in
situ keratomileusis (LASIK). American Academy of Opthalmology.

29

Anda mungkin juga menyukai