Anda di halaman 1dari 30

Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Ureteropelvic junction obstruction (UPJO) adalah blokade aliran urine dari pelvis renalis
menuju ke ureter. Pelvis renalis adalah bagian ginjal yang menampung urin yang dihasilkan oleh
ginjal dan ureter adalah sebuah saluran yang mengalirkan urin dari pelvis renalis ke buli-buli.
Sumbatan yang ditemukan pada UPJO disebabkan oleh pendangkalan kongenital dari UPJ atau
penekanan UPJ oleh pembuluh darah ke ginjal. Penyumbatan dapat berisfat parsial atau komplit
dengan berbagai derajat keparahan. Sekitar satu anak dari 1000 kelahiran didiagnosa dengan
UPJO.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 1
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

I. ANATOMI GINJAL

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal
kiri.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 2
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Bagian-bagian ginjal antara lain:

 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung
Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter.
 Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria

II. FISIOLOGI

Tahap pembentukan urine:

1. Filtrasi Glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma
yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam
amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar
25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 3
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut
filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus
dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta
tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan
koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan
air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat
yang sudah difiltrasi.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 4
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

3. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui
tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh
(misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan
kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang
juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi
tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu memahami beberapa
hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, dapat dimengerti mengapa
bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 5
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

BAB III

URETEROPELVIC JUNCTION OBSTRUCTION

I. DEFINISI

Ureteropelvic Junction Obstruction (selanjutnya disingkat UPJO) didefinisikan sebagai


obstruksi fungsional atau anatomik pada aliran urin dari pelvis renal ke ureter pada junction
anatomisnya, yang jika dibiarkan, akan menimbulkan gejala atau kerusakan pada ginjal.
Biasanya bukan disebabkan oleh kegagalan dari rekanlisasi atay terbentuknya katup, melainkan
lebih sering karena abnormalitas intrinsik dari kolagen atau otot-otot sekitarnya. UPJO sekunder
berupa striktur disebabkan oleh iatrogenik, peradangan, atau tumor (jarang). UPJO total dapat
menyebabkan multicystic dysplastic kidney. Perjalanan penyakit alamiah dari UPJO masih belum
jelas, namun intervensi terapeutik secara luas didasarkan pada gejala atau disfungsi asimetris
yang terbukti dari gambaran radiologis, serta perubahan morfologis dari hidronefrosis.

II. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian dari UPJO lebih sedikit pada dewasa dibanding pada anak-anak. Pada
kelompok usia pediatric, UPJO merupakan penyebab tersering dari dilatasi traktus urinarius
bagian atas. Sekitar 80% dilatasi dari tubulus penampung diidentifikasikan pada periode
antenatal oleh ultrasonografi fetus. Jumlah signifikan dari dilatasi ini memerlukan intervensi
pada suat masa yang berbeda, di mana beberapa pasien mungkin tidak menimbulkan gejala
obstruksi fungsional hingga masa dewasa. Perbandingan angka kejadian antara pria dan wanita
adalah 2:1, dan ginjal kiri terkena dua kali lebih sering dibanding ginjal kanan. Walaupun
obstruksi UPJ lebih jarang terkena pada pasien dewasa, namun ini bukan merupakan hal yang
langka.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 6
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

III. ETIOLOGI
1. Obstruksi UPJ yang bersifat kongenital dapat mengakibatkan defek baik anatomis
maupun fisiologis di ureter bagian atas. Penyempitan lumen primer dapat disebabkan
oleh proses rekanalisasi yang inkomplit intrauterin pada bagian cefal dari ureter yang
sedang berkembang. Obstruksi parsial dapat menghasilkan jumlah atau keadaan
anomaly pada sel otot polos dinding uireter bagian atas yang menyebabkan disfungsi
peristaltic. Pada segmen yang terlibat, lapisan otot polos tersebut dapat mengalami
hipertrofi. Pada beberapa keadaan yang jarang, lipatan ureter yang mengandung
semua lapisan ureter dapat berlaku sebagai katup yang menyebabkan obstruksi.

Lipatan ureter terlihat di bawah ginjal yang mengalami hidronefrosis. (A) Lipatan ureter
proksimal mengobstruksi ureteropelvic junction pada retrograde ureterpyleogram (B) Gambaran
sonografi intraluminal menggambarkan pleksus vena yang keluar dari vena gonad, menghasilkan
pola lipatan ureter yang menyerupai katup.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 7
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

2. Stenosis UPJ yang didapat bisa disebabkan dari infeksi traktus urinarius bagian atas,
batu, trauma, atau iskema, ayng semuanya menyebabkan fibrosis reaktif dan striktur
anular. Fibrosis dapat memburuk atau menjadi proses sekunder pada permukaan
obstruksi parsial yang telah ada sebelumnya. Kompresi ekstrinsik sekunder pada
fibrosis retroperineum, misalnya, dapat pula memuntir ureter. Proses-proses
retroperitoneum dapat pula menyebabkan obstruksi fungsional. Ginjal mengambang
di retroperitoneum, dengan jangkar utamanya adalah hilum renalis. Jika ginjal lebih
mobile daripada ureter, obstruksi dapat terjadi pada keadaan respirasi atau posisi
tertentu; misalnya terjadi obstruksi saat pasien berdiri namun tidak saat posisi supine.

Contoh striktur anularis yang menyebabkan UPJO pada seorang pria usia 40
tahun dengan keluhan kolik renal. (A) Anular pendek pada segmen obstruksi (dengan
guide wire) yang diobservasi dengan retrograde ureteropyelogram. (B) Stirktur ureter
yang menyerupai anular sangat mirip dengan stirktur uretra biasa, pada pemeriksaan
endoskopi. (C) Pengamatan endoskopi mendefinisikan guide wire melewati segmen
yang striktur yang tidak diameternya tidak lebih dari 2 mm. (D.E) Terlihat pada

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 8
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

endoskopi, insisi postterolateral membuka striktur UPJ. Setelah 3 tahun, pasien ini telah
memiliki fungsi ginjal normal, dikonfirmasi pada serial nuclear medicine renal scans

3. Rekonstruksi tiga dimensi dari UPJO hilum letak tinggi. Bagian tengah gambar sesuai
dengan pemeriksaan sonografi intraluminal, di mana berbentuk silindris. Dari kir ke
kanan, terlihat persilangan pembuluh darah besar anterior medial. Sebagai tambahan,
sebuah dinding yang terbentuk dari pelvis renal dan ureter proksimal, bertindak
sebagai katup. Pasien ini telah melalui endopyelotomi yang tidak berhasil membuka
UPJO. Pada penyinaran rotasi ginjal, letak tinggi ini telah diinsisi dari arah posterior,
yang difasilitasi oleh funneling di UPJ, sehingga menghilangkan obstruksi.

Insersi abnormal ureter menghasilkan UPJO insersi letak tinggi. Ureter


memasuki pelvis renalis pada letak yang tinggi dan seringkali oblique, di mana dapat
menyebabkan obstruksi fungsional. Normalnya, ureter masuk pada porsi yang paling
bebas dari pelvis renalis. Masih belum jelas apakah hal ini anomali perkembangan primer
atau merupakan efek sekunder dari kelainan ureter.Makin hebat hidronefrosis yang
terjadi, makin berat obstruksi yang terjadi (insersi ureter bertempat makin tinggi pada
pelvis renalis, menyebabkan angulasi akut)

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 9
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

4. Gambaran sonografi intraluminal dari UPJ menjelaskan crossing vessel posterior


besar yang berhubungan. Ginjal kontralateral dari pasien ini telah diangkat karena
fungsi yang buruk akibat obstruksi UPJ. Pasien ini telah melalui endopyelotomi
antegrade di mana dilakukan insisi lateral, menghindari pembuluh darah ini. Pasien
ini mengalami kekambuhan obstruksi setiap 1 tahun postoperative, Pada pyelopasti
terbuka, vena posterior besar ini dikonfirmasi keberadaannya.

UPJO insersi letak tinggi sangat disarankan untuk manajemen invasive minimal.
Dengan menginsisi dinding yang terkomposisi dari ureter paling proksimal dan pelvis renalis,
dan UPJ dibawa ke posisi bebas dengan efek corong yang dapat meningkatkan drainase.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 10
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Crossing vessel yang mengkompresi atau mendistorsi UPJ dapat menjadi penyebab satu-
satunya dari obstruksi alkiran utin. Namun seringkali berkolaborasi dengan penyebab lain dari
obstruksi UPJ. Vaskularisasi yang tidak biasa, keluar dari pembuluh darah ginjal, aorta, vena
cava, atau pembuluh darah iliaka yang memperdarahi kutub bawah ginjal seringkat berasosiasi
dengan sistem penampung. Dari 25-50% dari obstruksi UPJ telah ditemukan hubungan ini, baik
sengaja maupun tidak.Hal terpenting untuk dicatat adalah bahwa pembuluh darah ini
mermberikan ancaman perdarah pada terapi pembedahan untuk membuat funneling pelvis renalis
dan menyembuhkan obstruksi pada UPJ. Crossing vessel juga telah menunjukkan signifikansi
untuk memberikan prognosis yang lebih buruk. Van Caangh et al. mengatakan bahwa kehadiran
crossing vessel mengurangi tingkat keberhasilan endopyelotomi antegrade dari 86 menjadi 42%.
Dalam follow-up jangka panjang (lebih kurang 6,5 tahun), tingkat kesuksesan turun menjadi
33%.

IV. PATOFISIOLOGI

The Ureterovascular Tangle

Ureterovascular tangle merupakan suatu istilah yang mencakup pembuluh darah pelvis
renal, ureter, dan sekitarnya, yang salah satu atau keseluruhannya dapat berimplikasi sebagai
penyebab potensial dari UPJO. Keadaan anatominya penting bagi seorang ahli bedah urologi,
sehingga dapat menentukan pilihan teknik pembedahan antara laparoskopi, laparotomi, atau
pyelotomi endoluminal untuk meminimalisir resiko cedera vaskuler.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 11
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Vaskularisasi

Dalam konteks UPJO, “crossing vessels” merupakan arteri dan vena ginjal yang
ditemukan di regio transisi ureter. Arteri ginjal normal mungkin ada satu multipel dan
membentuk cabang-cabang ke anterior dan posterior. Arteri ginjal kanan normalnya menyilang
ke arah posterior menuju vena kava. Arteri-arteri yang menyilang ke arah anterior menuju vena
kava sering ditemukan pada penderita UPJO. Sebagian besar pembuluh darah yang menyilang
adalah arteri renal yang anterior. Cabang-cabang pembuluh darah anterior memperdarahi segmen
ginal superior dan media. Cabang posteror melewati pelvis renal untuk memperdarahi bagian
kecil superior dan media dari segmen posterior. Karena pembuluh darah yang bersilangan
ditemukan di banyak kasus UPJO, kadang mereka disebut sebagai etiologi UPJO, walaupun
masih banyak kontradiksi dalam hal ini.

Embriologi normal dari ginjal dimulai dari pelvis, menerima supply arteri ladder-like dari
aorta. Seiring kenaikannya, ginjal juga berotasi menuju posisi anatomis akhirnya. Gangguan dari
proses embriologi ini dapat menyebabkan berbagai varian anatomi vaskuler atau hubungan
ureterovaskuler yang kurang baik. Varian anatomi arteri dan vena termasuk variasi dari
pembuluh darah asal dan pola percabangannya adalah umum pada 10-30% populasi, dan
baisanya tidak bersifat patologis. Arteri yang menyilang pada kasus UPJO dapat berupa arteri
atau vena. Semakin dekat bagian awal dari pembuluh darah yang meyilang ke aorta, dan makin
jauh dari hilus ginjal, lebih sering mereka berimplikasi pada patogenesis terjadinya UPJO. Vena
renal biasanya multipel ataumemiliki varian berupa percabangan yang lebih awal dan dapat
berbentuk retro- atau circumaortic di anterior atau posterior ureter.

Kutub yang lebih rendah dari arteri atau vena segmental dapat menyebabkan UPJO. Hal
ini telah dikemukakan sebagai penyebab atau memburuknya obstruksi, mengkomplikasi terapi,
atau membatasi keberhasilan akhir. Multiplanar reformation (MPR) dan volume-rendered 3D
multi detector row CT menunjukan bahwa herniasi pelvis secara anterior dan posterior melewati
arteri utama renal. Pengalaman-pengalaman dengan 3D multi-detector row CT pada UPJO
mendukung teori bahwa pembuluh darah ini memberikan kontribusi pada titik transisi ureter.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 12
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

“Crossing vessel” dapat menyilang baik ke anterior maupun posterior dari ureteropelvic junction
sehingga menyebabkan obstruksi dari aliran urine.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 13
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

”Crossing vessel” pada CT aksial dengan kontras dengan rekonstruksi multiplanar.

URETER

Ureter normal memasuki aspek inferior dari pelvis ginjal secara oblique dan gradual.
Telah tercatat bahwa pada keadaan UPJO, ureter cenderung memasuki ginjal secara cephalad.
Walaupun mungkin hal ini tidak mencetuskan UPJO, namun sudut insersi seperti ini dapat
memperburuk UPJO dengan membuat katup flap seiring dilatasi pelvis ekstrarenal. Semakin
berlanjutnya keadaan dilatasi pelvis, “efek katrol” pada ureter membuatnya kaku. Segmen ureter
pada UPJO mengalami penurunan peristaltikm hipertrofi sel otot, dan epitel transisi yang normal.
Perubahan-perubahan ini bersifat promer dan menyebabkan fungsi abnormal dari peristaltik dan
kelainan fungsi berupa kemampuan distensi yang inadekuat.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 14
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

V. DIAGNOSIS

Orang dewasa dengan obstruksi UPJ dapat mengalami gejala berupa kolik renal akut atau
nyeri punggung kronis. Tanda-tanda nonspesifik berupa hematuria, infeksi traktus urinarius,
dan/atau pyelonefritis. Nyeri dapat berhubungan dengan periode meningkatnya intake cairan atau
konsumsi makanan yang mengandung diuretik, sehingga mendotong ke arah krisis Dietl.

Radiographic features

IVU

Urografi intravena konvensional dilakukan untuk memeriksa obstruksi UPJ. Pemberian


furosemide digunakan untuk membantu konfirmasi diagnosa, khususnya untuk mengeksklusi
‘baggy pelvis’.

Ultrasound

 Seringkali menunjukkan dilatasi pelvis renalis dengan kolapsnya ureter proksimal

 Dengan sonografi Doppler, ginjal yang obstruksi menunjukkan RI (resistive indices)


yang lebih tinggi

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 15
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

USG longitudinal

CT

Dapat membuktikan hidronefrosis +/- kaliektasis dengan ureter kolaps. Berguna untuk melihat
crossing vessel pada UPJ khususnya bila intervensi bedah direncanakan.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 16
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Post pyelopasty

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 17
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

CT aksial dari abdomen/ pelvis polos setinggi ginjal menunjukkan gambaran hidronefrosis pada
ginjal kiri.

CT aksial abdomen/pelvis dengan kontras (fase pyelogram) menunjukkan delayed ekskresi


kontras dari ginjal kiri.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 18
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

CT aksial abdomen/pelvis dengan kontras (fase pyelogram) menunjukkan delayed ekskresi


kontras dari ginjal kiri.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 19
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

CT koronal dari abdomen/pelvis dengan kontras (fase pyelogram) menggambarkan hidronefrosis


yang berat pada ginjal kiri dengan clubbed kaliks.

Parenkim renal, malrotasi, hidronefrosis, dan perdarahannya

Ginjal yang terkena kemungkinan mengalami rotasi pada bidang aksial dengan hilum
menghadap ke anterior dan pada bidang koronal dengan kutub atas berdeviasi ke lateral, dan
ketiadaannya untaian perifrenik menunjukkan keadaan yang kronik. Harus dilaporkan juga
asimetrisnya opasitas dari kortikomedular dan ureteropelvik, serta penipisan korteks yang
tampak, yang mengindikasikan kronisitas dan kerusakan fungsi ginjal.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 20
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Pola karakteristik dari hidronefrosis pada formasi koronal menjadi hal pertama yang
menunjukkan ke arah UPJO. Hal ini cenderung lebih melibatkan sistem ekstrarenal dibanding
yang intrarenal. Digambarkan juga dengan gambaran teardrop shape terbalik dengan ujung yang
meruncing pada titik transisi dengan distal ureter normal ke arteri. Kapasitas dari porsi
ekstrarenal dapat membatasi dilatasi kaliks, dan pelvis ekstrarenal non-obstruktif dapat
berdiferensiasi menjadi transisi yang tidak terlalu mendadak pada reteropelvic junction. Beratnya
ringannya hidronefrosis juga sebaiknya dicantumkan, karena mempengaruhi hasil pembedahan.
Selain itu bila memungkinkan juga dicantumkan dari arah jam berapa dari hilumkah balonisasi
ureter melewati pembuluh darah yang bersilangan. Regio dari transisi dapat disimpulkan dari
gambaran bidang axial, namun letak, panjang, dan angulasi yang tepat lebih akurat digambarkan
oleh MPR atau volume rendering yang disesuaikan dengan pasien yang diperiksa.

Meskipun tidak mutlak terlibat dalam patofisiologi UPJO, sebaiknya dicantumkan juga
jumlah, pola percabangan, asal dan akhir dari persilangan pembuluh darah yang dapat
mempengaruhi terapi. Semua perubahan aterosklerotik yang signifikan atau stenosis juga
disertakan. Setelah terapi, selain dicatat kemajuan dari hidronefrosis, pemeriksaan CT juga
menunjukkan semua penempatan stent dan area segmen korteks dengan perfusi yang kurang
baik, mengindikasikan komplikasi dari cedera vascular dari prosedur yang dilakukan.

Skintigrafi

Kedokteran nuklir berupa renal scan dengan penambahan fase diuretic (misalnya MAG-
3, diethylenetriamine pentaacetic acid) sering dipakai untuk menentukan siginifikansi dilatasi
pelvis renalis pada gangguan fungsi ginjal. Untuk mengukur derajat obstruksi dengan baik pada
pemeriksaan ini, pasien harus dihidrasi dengan baik, dan buli-buli harus sepenuhnya kosong (bila
perlu dengan kateter). Obstruksi anatomis didefinisikan sebagai pengosongan sebagian dari radio
isotop dari pelvis renalis (T ½ ) lebih dari 20 menit.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 21
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Skintigrafi dapat mengukur derajat obstruksi:

 99m
Tc diethylenetriaminepentaacetic acid (DTPA): bukan agen terpilih karena 99m
Tc-
DTPA adalah filtrasi GFR murni. Fungsi glomerulus menurun lebih awal dan lebih cepat
99m
dari fungsi tubular pada uropati obstruktif. Tc-DTPA dapat digunakan bila fungsi
ginjal baik.
 99m
Tc MAG3: Agen terpilih. Renogram dilakukan untuk mengevaluasi antara
hidronferosis obstruktif dan non-obstruktif. “Obstruksi” UPJ akan memperlihatkan
ekskresi setelah pemberian diuretik, di mana hidronefrosis obstruksi mekanik akan
menunjukan tidak ada penurunan pada genogram, dengan tahanan menetap pada sistem
penampung.

Pemeriksaan pada ginjal yang hidronefrosis pada dewasa biasanya diawali dengan USG pada
kedua ginjal, CT scan abdomen/pelvis, dan/atau pyelogram intravena. Hal ini penting agar tidak
semata-mata menyamakan dilatasi sistem penampung intrarenal dengan obstruksi atau
peningkatan tekanan pelvis renalis.

Saat pelvis renalis berdilatasi sebagian, atau bila hasil renal scan kurang tegas, pemeriksaan
Whitaker mungkin dapat digunakan untuk membantu memperjelas adanya obstruksi UPJ. Hal ini
dilakukan dengan nefrostomi perkutaneus diameter kecil, memasukan kontras encer di bawah
fluoroskopi real-time dan mengukur tekanan sistem penampung intrarenal dengan manometer.
Pada sistem yang sangat berdilatasi, renal pelvis harus terisi penuh sebelum pengukuran
dilakukan. Drainase renal dengan tekanan intrarenal hingga 15 cmH2O dianggap normal, di mana
di atas 20 cmH2O menandakan adanya obstruksi.

Jika obstruksi UPJ didefinisikan atau dicurigakan dengan 1 atau lebih modalitas pemeriksaan
sebelumnya, ureteropyelografi retrograde seringkali lebih berguna untuk mendefinisikan subtype
defek anatomis yang diderita dan memastikan normalitas bagian ureter yang lain.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 22
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Congenital Ureteropelvic Junction Obstruction

Pemeriksaan yang disarankan

Praktek luas dari ultrasonografi prenatal telah menjadikan ultrasonografi sebagai presentasi
primer dari UPJO kongenital. Pemeriksaan antenatal rutin dapat memperlihatkan tipikal UPJO
pada usia gestasi 16-20 minggu. Sebagai dasar dari temuan ini, serial pemeriksaan intrauterine
dan pemeriksaan post natal dilakukan.

USG prenatal longitudinal dari ginjal kanan menunjukkan hidronefrosis ginjal kanan. Ginjal
kanan membesar dibandingkan dengan yang kiri dan terukur 55,3 mm. Korteks renal terlihat
menipis.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 23
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

USG prenatal transversal abdomen (Spine pada bagian atas gambar menyebabkan bayangan
gelap). Tampilan transversal dari ginjal memperlihatkan hidronefrosis ginjal kanan. Diameter AP
dari ginjal kanan 21,9 mm. Ginjal kiri yang normal juga tampak, dengan ukuran normal pelvis
renalis (3,7 mm).

Standar radiologis saat ini untuk mendefinisikan ginjal yang hidronefrosis denga diameter AP
pelvis renalis lebih besar dari 4 mm pada usia gestasional kurang dari 33 minggu dan diameter
AP di atas 7 mm pada usia gestasional lebih dari 33 minggu. USG awal yang abnormal harus
difollow up dengan USG lagi setelah 4 minggu pada kasus yang berat atau setelah 33-34 minggu
pada kasus ringan hingga sedang.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 24
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

Kriteria dari hidronefrosis fetal

Kriteria paling umum yang digunakan untuk menggolongkan hidronefrosis fetal adalah guideline
consensus dari Society of Fetal Urology (SFU), yang didasarkan dari dilatasi pelvis dan
kaliektasis:

 Grade 0 – ginjal normal


 Grade 1 – dilatasi pelvis minimal
 Grade 2 – dilatasi pelvis lebar tanpa kaliektasis
 Grade 3 – pelviektasis dan kaliektasis tanpa penipisan korteks
 Grade 4 – hidronefrosis dengan penipisan korteks

Hidronefrosis grade 3-4 88% sensitive dan 95% spesifik untuk obstruksi pada renogram diuretic.

Monitoring follow-up postnatal

Banyak kontroversi mengenai waktu optimal untuk pemeriksaan post natal. Beberapa pendapat
mengatakan delayed imaging sekurangnya 48 jam setelah lahir untuk meminimalisir hasil yang
negative palsu, mengingat status relatif neonatus pada dehidrasi dan penurunan GFR. Pendapat
lain mengatakan tidak ada perbedaan antara USG early dan delayed.

VI. PENATALAKSANAAN

Karakteristik gejala disertai bukti morfologis UPJO merupakan indikasi kebutuhan terapi.
Gejala-gejala tersebut mencakup nyeri pinggang hilang timbul setelah konsumsi cairan dalam
volume yang besar, atau cairan-cairan dengan efek diuretic. UPJO asimtomatik dapat pula
diterapi bila terdapat bukti asimetrisnya fungsi ginjal atau hidronefrosis. CT tiga dimensi telah
menunjukkan manfaat-manfaat pilihan terapi yang tersedia saat ini dan telah mempengaruhi
manajemen pilihan atas endopyelotomy retrograde atau pyeloplasti (laparoskopik dan bedah
terbuka). Pada kasus-kasus tertentu, pembuluh-pembuluh menyilang dieliminasi atau dilakukan
vaskulopleksi, karena pembuluh-pembuluh tersebut dapat menyebabkan obstruksi berulang.
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 25
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

VII. DIAGNOSIS BANDING

 Urolithiasis
Definisi batu saluran kemih menurut dorland adalah pembentukan kalikuli saluran
kemihatau kondisi yang berhubungan dengan kalikuli saluran kemih. Kalikuli adalah
pengerasan abnormal biasanya terdiri dari garam mineral yang terjadi pada hewan
(termasuk manusia).

 Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang
mengakibatkan penumbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada
parenkim ginjal

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 26
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

 Tumor jinak dan tumor ganas

Tumor ginjal adalah pertumbuhan sel yang tidak normal dari sel jaringan ginjal.Tumor
lunak atau siste pada umumnya tidak ganas dan yang padat ganas atau kanker. Kanker adalah
pertumbuhan sel yang tidak normal sangat cepat dan mendesak sel-seldisekitarnya.
Tumor Ginjal atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-
anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 27
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

 Pyelonefritis/ abses renal

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinaldari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen
atauretrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668).

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 28
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

BAB IV

KESIMPULAN

 Crossing vessels yang mengkompresi atau mendistorsi ureteropelvic junction dapat


merupakan penyebab tunggal dari obstruksi aliran urin di ureter, atau dapat pula
bergabung dengan penyebab lain dari UPJO.

 Pada pasien dengan kemungkinan obstruksi UPJ, ureteropyelografi retrograde dapat


berguna untuk menentukan subtiper dari defek anatomis dan memastikan normalitas dari
ureter bagian lainnya.

 Ultrasonografi endoluminal berpotensi menjadi alat diagnostic atau pilihan untuk


melokalisir crossing vessel.

 Rekomendasi saat ini adalah untuk melakukan imaging sebelum dilakukan insisi
endoskopik (preoperative atau intraoperatif) untuk mendeteksi crossing vessel yang
berhubungan dengan obstruksi UPJ.

 Standar terapi pada pasien UPJO adalah masih dengan open pyeloplasty

 Pyelopasty laparoskopi memiliki tingkat kesuksesan yang sama dengan open pyelopasty
namun memiliki teknik yang lebih sulit.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 29
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen,
2014

DAFTAR PUSTAKA

1. Pardalidis NP, Papatsoris AG, Kosmaoglou EV. Endoscopic and laparoscopic treatment
of ureteropelvic junction obstruction. J Urol 2002; 168:1937-1940.
2. Davenport K, Minervini A, Timoney AG, Keely FX Jr. Our experience with
retroperitoneal and transperitoneal laparoscopic pyeloplasty for pelvi-ureteric junction
obstruction. Eur Urol 2005; 48:973-977.
3. Yanke BV, Lallas CD, Pagnani C, Bagley DH. Robot-assisted laparoscopic pyeloplasty:
technical considerations and outcomes. J Endourol 2008; 22:1291-1296.
4. Inagaki T, Rha KH, Ong AM, Kaoussi LR, Jarrett TW. Laparoscopic pyeloplasty: current
status. BJU Int 2005; 95[suppl 2]:102-115.
5. Shalhav AL, Giusti G, Elbahnasy AM, et al. Adult endopyelotomy: impact of etiology
and antegrade versus retrograde approach on outcome. J Urol 1998; 160:685-689.
6. Kawamoto S, Montgomery RA, Lawler LP, Horton KM, Fishman EK. Multidetector CT
angiography for preoperative evaluation of living laparoscopic kidney donors. AJR Am J
Roentgenol 2003; 180:1633-1638.
7. Herts BR. Helical CT and CT angiography for the identification of crossing vessels at the
ureteropelvic junction. Urol Clin North Am 1998; 25:259-269.
8. Stabile Ianora AA, Scardapane A, Chiumarullo L, Calbi R, Rotondo A, Angelelli
G. Congenital stenosis of ureteropelvic junction: assessment with multislice CT. Radiol
Med (Torino) 2003; 105:315-325.
9. Rouviere O, Lyonnet D, Berger P, Pangaud C, Gelet A, Martin X. Ureteropelvic junction
obstruction: use of helical CT for preoperative assessment—comparison with
intraarterial angiography. Radiology 1999; 213:668-673.
10. Rubin GD, Alfrey EJ, Dake MD, et al. Assessment of living renal donors with spiral
CT. Radiology 1995; 195:457-462.
11. Rydberg J, Kopecky KK, Tann M, et al. Evaluation of prospective living renal donors for
laparoscopic nephrectomy with multisection CT: the marriage of minimally invasive
imaging with minimally invasive surgery. RadioGraphics 2001; 21(spec no):S223-S236.

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Februari – 15 Maret 2014 30

Anda mungkin juga menyukai