Anda di halaman 1dari 2

FILOSOFI “NGARIT”

Walaupun ngarit adalah sebuah pekerjaan sederhana sebuah pekerjaan yang biasa dikerjakan
oleh penduduk desa yaitu memotong rumput dan daun-daunan untuk diberikan kepada ternak
sebagai makanan bagi hewan ruminansia seperti sapi, kuda , kambing , domba , atau kerbau .
Seorang tukang ngarit yang sedang menjalankan aktifitasnya menyabit rumputdan bisa jadi
sebagian orang menganggap dan menilai bahawa ngarit merupakan pekerjaan hina, ,
meskipun demikian jika kita sejenak merenungkannya, pekerjaan ngarit ini memiliki filosofi
yang sangat dalam pada kehidupan kita sehari-hari.

Dalam sejarahnya pekerjaan sebagai tukang ngarit pernah dilakukan oleh bangsawan Idia
kuno, Jawa dan Wali Songo seperti tokoh Ashoka, Damarwulan dan Sunan Kalijaga ketika
dalam penyamaran. Pekerjaan sebagai tukang ngarit walau adalah pekerjaan yang halal sering
dianggap sebagai pekerjaan yang rendah bagi beberapa kalangan, dan karena pandangan
tersebutlah yang memudahkan mereka dalam penyamaran dan bisa mendekati penguasa.
Seperti legenda Sunan Kalijaga yang menyamar menjadi tukang ngarit ketika menyadarkan
Adipati Pandanarang yang tamak harta. Sedangkan tokoh Damarwulan menjadi tukang ngarit
untuk mendapatkan Ratu Majapahit yang sedang dalam masa-masa sulit akibat
pemberontakan Menak Jingga . Pekerjaan tukang ngarit juga dalam kisah Mahabharata
pernah dilakukan oleh kembar Pandawa Nakula dan Sadewa ketika dalam pembuangan di
negeri Kerajaan Matsya, dalam rangka menyusun kekuatan untuk merebut kembali Kerajaan
Amarta dari keserakahan para Kurawa.

Ngarit berasal dari kata ‘ardhu (bahasa Arab) yang berarti adalah bumi. Didalam aksara jawa
tidak ada huruf ‘ain, adanya adalah aksara Jawa “ngo”. Selain itu memang lidah orang Jawa
kuno kesulitan melafalkan huruf ‘ain, maka kata ‘ardhu dilafalkan dengan ngardu. Makna
dari ngardu atau ngarit sendiri adalah membumi, mencari rizki dibumi dan seisinya. Ngardu
atau ngarit terhadap sifat manusia adalah sifat membumi yaitu tawadhu’ / rendah hati, selalu
bersyukur terhadap nikmat Allah SWT dan menjauhkan diri dari sifat sombong, takabur dan
thama’. Makna lain dari ngardu adalah bahwa komponen utama bumi setelah air adalah
tanah, sedangkan manusia berasal dari tanah dan akan kembali pula menjadi tanah. (Abu
Hisyam; 2016)

Ngarit, menurut pekathik mempunyai 2 makna filosofis yang sangat dalam. Makna pertama
yaitu NGARIT yang diartikan sebagai meNGAtur atau meNGAturkan wiRIT (Wirid), yaitu
menghaturkan atau menyerahkan wirit puji syukur kepada Tuhan sebagai upaya mendekatkan
diri kepada Tuhan sembari beraktivitas. Dengan mengatur harmonisasi antara gerakan tangan
ketika menggerakkan arit, dan mengheningkan ucapan, fikiran, dan kedekatan hati dengan
mengucap wirid. Sungguh luar biasa efek yang bisa dirasakan ketika harmonisasi ini
terbentuk. Rasa terik matahari, rasa capek, haus, semuanya hilang, tergantikan suasana damai
dan tenang dalam jiwa.

Makna kedua dari ngarit adalah NGArepke wiRID. Dengan pengertian melakukan semua hal
seperti diatas, tetapi tanpa didasari rasa ikhlas, sehingga didalam fikiran sang pelaku ngarit
hanyalah harapan tentang duniawinya yang akan mengalami perubahan. Atau dengan kata
lain si pekathik hanya mengaharapkan ternaknya gemuk sehingga mempunyai nilai jual yang
tinggi. (pekathik, 2006)

Kegiatan ngarit membutuhkan kecepatan, ketepatan, kehati-hatian dan kecermatan. Kita


dalam bekerja juga harus menerapkan empat hal tersebut. Kecepatan dalam bekerja harus
diimbangi dengan ketepatan, kehati-hatian dan kecermatan. Saat ngarit, waspada terhadap
adanya hewan berbahaya seperti ular, kalajengking, dan ulat. Hati-hati juga dengan arit yang
kita gunakan, sebab bagaimanapun arit yang tajam tersebut bisa melukai anggota tubuh kita
sendiri jika tidak cermat menggunakannya. Pastikan pula rumput yang kita ambil aman dari
pestisida atau obat-obatan lain yang berbahaya.

Inti kegiatan ngarit adalah hasil kita merumput. Rumput yang dibawa harus bagus dan aman
bagi hewan ternak. Rumput yang dibawa harus dengan takaran yang pas, tidak kurang dan
tidak pula berlebihan. Jika kurang maka dipastikan ternak kita masih lapar karena tidak
cukup, namun jika berlebih itu berarti sia-sia /mubadzir. Jika berlebihan tentu kita tidak
sanggup membawanya akibat beban yang terlalu berat. Apabila menginginkan stok rumput
yang banyak tentu kita bisa “mbaleni” atau “ngunjal” rumput tersebut. Memikul / “nyunggi” /
menggotong rumput merupakan tanggungjawab kita setelah selesai ngarit. Dari sini bisa
diambil hikmah bahwa segala sesuatu itu harus sesuai ukuran. Kita harus pintar dalam
mengukur kemampuan diri sehingga pekerjaan yang kita jalani masih sebatas kemampuan
kita. Demikian pula jika pekerjaan tersebut banyak maka kita bisa lembur agar pekerjaan
cepat terselesaikan. (Abu Hisyam, 2016)

Ngarit adalah usaha untuk mencarikan pakan terhadap ternaknya,harus memastikan berbagai
aspek, seperti jenis rumput, kualitas dan juga bebas dari hal-hal yang mengancam kesehatan
dan jiwa ternak. Hal ini agar kualitas ternaknya akan maksimal, meskipun tanpa melakukan
wirid ketika ngarit. Jika mereka melakukannya dengan kehati-hatian dalam pemilihan
rumputnya, tulus dan ikhlas melakukan ngarit apatah lagi jika diikuti dengan wirid, maka
kedamaian hati, fikiran dan jiwa akan didapatkan walaupun pada akhirnya hewan ternaknya
mati karena keracunan atau penyakit, si cah angon tak akan pernah merasa menyesal atau
sedih.

Semoga ini dapat menjadi tambahan pengetahuan, ilmu yang bermanfaat oleh aku sendiri si
tukang ngarit dan semua kalangan serta bisa menjadikan pembelajaran kepada kita semua,
bahwa sesulit atau serendah apapun pekerjaan kita, asalkan kita melakukannya dengan ikhlas
dan cinta, pekerjaan itu akan terasa nikmat, karena keyakinan kita, bahwa Tuhan pasti akan
memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya yang selalu bersyukur.

Anda mungkin juga menyukai